Gambar 1. Populasi dan Pemotongan Domba Lokal di Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

Lampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Domba Lokal Domba lokal mempunyai daya adaptasi yang tinggi pada iklim tropis, interval beranak dan mortalitas yang relatif pendek, resisten terhadap parasit internal serta menghasilkan anak banyak (prolifik) (Rianto et al., 2004). Domba lokal juga termasuk ternak penghasil daging yang sangat potensial karena mampu mengkonversi bahan pakan berkualitas rendah menjadi produk bergizi tinggi. Populasi ternak domba di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2005, populasi domba mencapai 8.327.000 ekor dan pada tahun 2010 menjadi 10.932.000 ekor (Direktorat Jendral Peternakan, 2010). Potensi domba lokal di Indonesia masih memiliki fungsi secara ekonomis karena permintaan daging domba yang setiap tahun terus meningkat. Permintaan daging domba meningkat sebesar 3,6% per tahun dan konsumsi per kapita sebesar 1,5% per tahun (Karyadi, 2008). Peningkatan permintaan daging domba dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Permintaan daging domba yang meningkat juga dapat dilihat dari meningkatnya pemotongan domba setiap tahunnya. Populasi dan pemotongan domba lokal dari tahun 2005 sampai 2010 menurut Direktorat Jendral Peternakan (2010) dapat dilihat pada Gambar 1. 12000 10000 000 ekor 8000 6000 4000 2000 Populasi Pemotongan 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Gambar 1. Populasi dan Pemotongan Domba Lokal di Indonesia. Menurut Diwyanto (1982), domba lokal di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu domba priangan/garut, domba ekor tipis, dan domba ekor gemuk. Domba priangan merupakan domba hasil persilangan tiga bangsa antara domba ekor 3

tipis jawa, merino dan cape dari Afrika Selatan (Devendra dan McLeroy, 1982). Ukuran domba priangan lebih besar dibandingkan domba ekor tipis jawa. Bobot badan domba priangan betina bisa mencapai 35-40 kg dan bobot jantan mencapai 50-60 kg (Devendra dan McLeroy, 1982). Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia yang memiliki tubuh dan ekor berukuran kecil, umumnya bulunya berwarna putih, domba ekor tipis betina umumnya tidak bertanduk dan jantan bertanduk kecil dan melingkar. Bobot badan betina dewasa bervariasi dari 26,11 kg dan domba jantan berkisar 34,90 kg (Einstiana, 2006). Domba ekor gemuk merupakan domba yang memiliki ekor yang besar, lebar, dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan lemak. Bentuk tubuh domba ekor gemuk lebih besar dari pada domba ekor tipis. Menurut Malewa (2007), berat jantan dewasa domba ekor gemuk antara 30-50 kg dan betina 25-35 kg. Dewasa ini, produktivitas domba lokal masih rendah. Peningkatan produktivitas domba diperlukan dukungan ketersediaan pakan kontinyu dan berkualitas. Hal ini dibuktikan pertambahan bobot badan domba lokal yang dipelihara di peternakan rakyat berkisar 30 g/ekor/hari, namun melalui perbaikan teknologi pakan pertambahan bobot badan domba lokal mampu mencapai 57-132 g/ekor/hari (Prawoto et al., 2001). Purbowati (2007) menyatakan bahwa domba yang diberi complete feed (17,35% protein kasar) dalam bentuk pelet 5,6% bobot badan menghasilkan PBB harian 164 g/ekor/hari. Santi (2011) juga menyatakan bahwa domba laktasi yang mengkonsumsi protein kasar sebesar 86,35 g/ekor/hari dan TDN 353,75 g/ekor/hari memiliki pertambahan bobot badan harian anak domba prasapih sekitar 145,045 g/ekor/hari. Konsumsi Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak untuk mencukupi kebutuhan pokok dan keperluan produksi (Tillman et al., 1998). Menurut Parakkasi (1999), tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh faktor hewan itu sendiri, faktor makanan yang diberikan, dan faktor lingkungan. Faktor ternak merupakan permintaan fisiologis ternak tersebut untuk hidup pokok dan produksi sesuai dengan kapasitas saluran pencernaan. Faktor ternak terdiri atas bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik, dan tipe bangsa. Faktor makanan terbagi menjadi tingkat 4

kecernaan pakan dan kualitas bahan makanan. Faktor lingkungan terdiri atas suhu, kelembaban, dan intensitas sinar matahari (Parakkasi, 1999). Menurut NRC (2006), domba laktasi dengan bobot badan 40 kg beranak tunggal membutuhkan bahan kering sekitar 3,5% dari bobot badan atau 1403 g/ekor/hari. Mathius (1996) menyatakan induk domba fase laktasi mampu mengkonsumsi pellet 1110 g/ekor/hari. Santi (2011) menyatakan domba lokal laktasi mampu mengkonsumsi rata-rata 538,57±117,79 g/ekor/hari. Konsumsi bahan kering umumnya akan meningkat setelah beranak. Hal ini disebabkan kebutuhan zat makanan untuk produksi susu dan volume perut yang lebih tinggi karena tidak ada fetus (Forbes, 2007). Konsumsi Air Minum Domba Laktasi Air merupakan zat makanan yang penting bagi makhluk hidup. Salah satu fungsi air pada ternak adalah sebagai komponen utama dalam metabolisme tubuh. Kekurangan air dalam tubuh akan penurunan konsumsi pakan dan produktivitas ternak sampai mengakibatkan kematian ternak (Church dan Pond, 1988). Menurut Parakkasi (1999), kebutuhan air minum pada ternak dipengaruhi oleh faktor makanan, faktor lingkungan (suhu dan kelembaban), aktifitas ternak, dan kondisi fisiologi ternak (fase pertumbuhan, bunting, atau laktasi). Kebutuhan air minum juga dipengaruhi oleh konsumsi protein, semakin tinggi konsumsi protein, maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi air minum. Hal ini diduga karena air digunakan untuk mengeluarkan hasil metabolisme N melalui urin (Parakkasi, 1999). Menurut NRC (2006), tingkat kebutuhan air minum fase laktasi lebih tinggi dibandingkan fase fisiologi lainnya. Hal ini dikarenakan air digunakan untuk sintesis susu. Kebutuhan air domba laktasi dihitung dengan rumus 289-627 ml/kg BB 0,75 dengan BB adalah bobot badan induk (NRC, 2006). Kebutuhan Zat Makanan Domba Fase Laktasi Fase laktasi merupakan periode induk domba yang membutuhkan nutrisi lebih tinggi dibandingkan fase lainnya (NRC, 2006). Kurangnya pemberian zat makanan pakan pada fase laktasi akan menyebabkan penurunan bobot hidup induk secara drastis. Hal ini disebabkan penggunaan sumber energi cadangan dalam tubuh, terutama lemak tubuh. 5

Selama laktasi, penggunaan zat makanan pakan untuk pembentukan susu menjadi prioritas utama dibandingkan penggunaan proses lainnya didalam tubuh sehingga kandungan zat makanan pakan harus memenuhi kebutuhan produksi susu dan pertumbuhan anak (Gatenby, 1986). Kebutuhan protein pakan salah satunya dipengaruhi oleh kondisi fisiologis ternak. Ternak pada fase laktasi memerlukan protein yang lebih tinggi dibandingkan bunting dan pertumbuhan, terutama puncak laktasi. Pengaruh status fisiologis terhadap kebutuhan protein domba menurut NRC (2006) dapat dilihat dalam Gambar 2. gram/hari 170 150 130 110 90 70 50 Gambar 2. 93,75 116,875 156,25 135,625 112,5 Awal Akhir Awal Tengah Akhir Bunting Laktasi Pengaruh Status Fisiologis terhadap Kebutuhan Protein pada Domba Berbobot Badan 25 kg dan Beranak Tunggal. Kebutuhan protein pada fase laktasi meningkat, maka memerlukan protein kasar ransum induk domba laktasi sebesar 15%, sedangkan Kearl (1982) menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar induk domba laktasi dengan berat badan 20 kg adalah 12%. Sementara menurut Mathius (1996), kebutuhan domba lokal laktasi sebaiknya mengandung protein kasar sebesar 15%. Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering yang dihilangkan seluruh lemaknya dan bagian-bagian ikan yang diolah (kepala ikan, isi perut ikan, dan lain-lain). Tepung ikan untuk bahan pakan biasanya berasal dari sisa-sisa hasil olahan maupun hasil penangkapan waktu musim ikan. Menurut Rasyaf (1990), Kandungan protein kasar tepung ikan sebesar 60% hingga 70% dan kaya akan asam amino esensial terutama lisin dan metionin yang selalu kurang dalam bahan makanan ternak asal nabati. 6

Bungkil kedelai merupakan salah satu bahan sumber protein dimanfaatkan untuk makanan ternak. Bungkil kedelai memiliki kadar protein sekitar 49% dan TDN 84% (NRC, 2006). Kandungan zat makanan bungkil kedelai dan Tepung Ikan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Bungkil Kedelai dan Tepung Ikan Berdasarkan Bahan Kering. No. Zat Makanan Bungkil Kedelai Tepung Ikan ----------- % BK ----------- 1. Abu 7,00 20,00 2. Protein kasar 49,00 66,00 3. Lemak 1,60 8,00 4. Serat Kasar 6,00 1,00 5. TDN 84 74,00 6. Ca 0,38 5,50 7. P 0,71 3,15 Sumber : NRC (2006) Berdasarkan kandungan zat makanan, bungkil kedelai dan tepung ikan mempunyai perbedaan. Kadar protein tepung ikan lebih tinggi dibandingkan bungkil kedelai, akan tetapi tepung ikan memiliki lemak yang tinggi sehingga menyebabkan bau tengik yang mengakibatkan penurunan palatabilitas. Tepung ikan yang bermutu baik harus memiliki butiran-butiran seragam, bebas dari sisa-sisa tulang, mata ikan, dan benda-benda asing (Moeljanto, 1992). Tingkat palatabilitas bungkil kedelai lebih tinggi dibandingkan tepung ikan. Stallings (2003) menyatakan tepung ikan merupakan bahan pakan yang kaya protein tetapi palatabilitas rendah, terutama bagi ternak ruminansia. Suplementasi bungkil kedelai dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi total bahan kering dibandingkan suplementasi tepung ikan lokal dan impor pada kambing kacang (Addulah et al., 2007). Berdasarkan tingkat degradasi dalam rumen, bungkil kedelai relatif tinggi terdegradasi dibandingkan tepung ikan. Bungkil kedelai memiliki tingkat degradasi mencapai 68,6% (Cleale et al., 1987), sedangkan tepung ikan sebesar 22% (Sardiana, 1984). Menurun Addulah et al. (2007), suplementasi tepung ikan memberi pengaruh pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan suplementasi bungkil kedelai pada kambing kacang. 7

Penyusutan Bobot Badan Induk Laktasi Induk domba selama laktasi mengalami penyusutan bobot badan. Hal ini dikarenakan pada awal laktasi aliran metabolit dari darah terjadi sangat cepat untuk proses produksi susu, sedangkan konsumsi induk belum memenuhi kebutuhan zat makanan induk sehingga menggunakan lemak tubuh sebagai cadangan sumber energi (Forbes, 2007). Menurut Mathius (1996) bahwa penurunan bobot badan induk selama laktasi mencapai 10-36 g/ekor/hari. Penurunan bobot badan terjadi pada bulan pertama laktasi, kemudian akan meningkat kembali setelah satu bulan laktasi (Freer dan Dove, 2002). Peningkatan protein ransum secara nyata meningkatkan produksi susu, tanpa terjadi penurunan bobot hidup induk (Mathius et al., 2003). Bobot Lahir Anak Bobot lahir merupakan bobot anak pada saat dilahirkan, namun secara teknis lapangan penimbangan anak domba setelah lahir seringkali sulit dilakukan, sehingga bobot anak yang ditimbang dalam kurun waktu 24 jam sesudah lahir (Hardjosubroto, 1994). Faktor-faktor yang menentukan bobot lahir antara lain adalah jenis kelamin, bangsa tipe kelahiran, umur domba, kondisi induk dan ransum tambahan untuk induk saat bunting. Induk yang menghasilkan bobot lahir yang tinggi cenderung memiliki daya hidup yang tinggi saat dilahirkan dan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi (Inounu, 1996). Anak domba yang lahir kembar tiga baik jantan maupun betina bobot lahirnya rendah, sifat fisiknya lemah, pembagian saat menyusu pada induk tidak teratur, kompetisi memperoleh susu induk sangat tergantung kekuatan fisik (Partodiharjo et al., 1983). Devendra dan McLeroy (1982) menyatakan anak domba tipe kelahiran tunggal mempunyai perkembangan janin pada rahim induk domba yang lebih baik daripada tipe kelahiran kembar dua dan kembar tiga. Hal ini dikarenakan adanya kompetisi dalam uterus untuk mendapatkan zat-zat makanan yang terbatas dari induk melalui plasenta (Hinch et al., 1983). Rataan rendahnya bobot lahir pada domba erat hubungannya dengan bobot induk yang rendah, jika bobot induk rendah biasanya bobot anak domba yang dilahirkan juga rendah. Bobot lahir anak yang dilahirkan induk akan semakin meningkat bobotnya apabila induk semakin dewasa. Harahap (2008) menyatakan rata-rata bobot lahir anak domba jonggol adalah 1,90±0,56 kg. Campbell et al. 8

(1996) menyatakan bahwa bobot induk yang rendah berhubungan dengan menajemen pemberian pakan yang kurang baik. Induk-induk yang mendapat kadar protein konsentrat yang lebih tinggi pada sepertiga akhir kebuntingan menghasilkan anak dengan bobot lahir lebih besar dengan daya hidup yang tinggi (Inounu, 1996). Bobot Sapih Anak Bobot sapih adalah bobot disaat anak domba mulai dipisahkan dari induknya pada umur yang paling muda. Penyapihan anak biasanya disesuaikan dengan rataan bobot sapih umur tertentu, pada domba disesuaikan pada umur 90 hari (Hardjosubroto, 1994). Bobot sapih anak dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur sapih, umur induk dan produksi susu induk. Domba lokal yang mengkonsumsi protein kasar sebesar 86,35 g/ekor/hari dan TDN 353,75 g/ekor/hari memiliki bobot sapih anak berkisar 10,50-11,25 kg/ekor dengan rata-rata 10,88 kg/ekor (Santi, 2011). Sitorus dan Subandriyo (1986) menyatakan bahwa bobot anak saat disapih juga dipengaruhi oleh tipe kelahirannya. Beliarti (1981) menyatakan bahwa anak domba jantan memiliki berat sapih lebih tinggi dibandingkan dengan anak domba betina. Menurut Saputra (2008), jenis kelamin jantan pada domba jonggol (6,97±2,08 kg) lebih besar dibandingkan betina (6,47±1,79 kg). Bobot sapih meningkat bobotnya mengikuti dengan kedewasaan induk. Induk yang lebih tua akan menghasilkan anak dengan bobot sapih yang lebih besar dibandingkan dengan induk yang lebih muda (Saputra, 2008). Hasil penelitian Nafiu (2003) menunjukan kondisi pakan yang tinggi protein dan energi berpengaruh sangat nyata terhadap bobot sapih domba, pada kondisi pakan jelek rataan bobot sapih sebesar 10,87 kg/ekor dan meningkat 12,57 kg/ekor pada kondisi pakan yang baik. Peningkatan kualitas pakan akan berdampak pada kualitas susu yang diproduksi oleh induk (Sumaryadi, 1997). Pertambahan Bobot Badan Anak Prasapih Pertumbuhan merupakan proses terjadinya perubahan ukuran tubuh dalam suatu organisme sebelum mencapai dewasa. Laju pertumbuhan dari lahir hingga sapih sebagian besar dapat dipengaruhi oleh jumlah air susu yang dihasilkan induk. Faktor lain yang mempengaruhi laju pertumbuhan prasapih anak domba yaitu jenis kelamin, bobot lahir, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh secara tidak 9

langsung terhadap produksi susu induk (Inounu, 1996). Soeparno dan Davies (1987) menyatakan pertambahan bobot hidup induk selama laktasi sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pakan. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kandungan energi dan protein pakan sangat berperan terhadap produksi ternak (Banerjee, 1981); pakan berenergi ataupun berprotein tinggi akan menyebabkan efek yang menguntungkan, antara lain peningkatan pertumbuhan ternak. Pertambahan bobot hidup anak selama laktasi juga sangat dipengaruhi oleh tipe kelahiran (Subandriyo, 1996). Anak tunggal mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat karena mendapat lebih banyak susu, namun pada induk yang bisa menyapih anak kembar, total rataan pertambahan bobot hidup anak lebih besar daripada induk yang memiliki anak tunggal. Induk yang memiliki anak kembar lebih banyak menghasilkan susu dibandingkan induk yang beranak tunggal (Gatenby, 1986). Menurut Santi (2011), domba lokal yang mengkonsumsi protein kasar sebesar 86,35 g/ekor/hari dan TDN 353,75 g/ekor/hari memiliki rata-rata pertambahan bobot badan anak sebesar 162,81 g/ekor/hari pada umur 0-28 hari, sedangkan umur 28-56 hari sebesar 127,28 g/ekor/hari. Pendugaan Produksi Susu Induk Periode laktasi adalah interval waktu selama proses keluarnya air susu induk semenjak anak lahir hingga proses menyusui anaknya atau pemerahan. Produksi susu induk berpengaruh pada pertumbuhan anak domba. Produksi susu dipengaruhi oleh gizi induk selama laktasi, tipe kelahiran, dan ukuran ambing. Penggunaan zat makanan untuk pembentukan susu selama laktasi menempati prioritas utama dibandingkan penggunaan untuk proses lain di dalam tubuh, sehingga gizi induk sangat mempengaruhi produksi susu dan pertumbuhan anak (Gatenby, 1986). Produksi susu pada tipe kelahiran kembar lebih tinggi dibandingkan dengan produksi susu tipe kelahiran tunggal. Hal ini dikarenakan kecukupan makanan untuk anak yang harus disediakan untuk induk sehingga pertumbuhan sel-sel sekretoris kelenjar ambing harus juga semakin tinggi agar dapat menyediakan makanan untuk anaknya (Capuco et al., 2003). Selisih produksi susu antara tipe kelahiran tunggal dan kembar pada domba priangan adalah 4,96 g/ekor/hari (Adriani, 1998). Produksi susu pada domba lokal yang mengkonsumsi protein kasar sebesar 86,35 g/ekor/hari dan TDN 353,75 g/ekor/hari sebesar 976,85 g/ekor/hari pada umur 10

0-28 hari, sedangkan pada umur 28-56 hari sebesar 763,69 g/ekor/hari (Santi, 2011). Berbeda dengan penelitian Raharjo (2008) yang menyatakan produksi susu induk per laktasi di daerah tropis untuk domba lokal yang dipelihara secara ekstensif adalah 355,29±72,43 g/ekor/hari. Rendahnya produksi susu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas pakan. Mortalitas Anak Lahir Hingga sapih Mortalitas adalah persentase kematian anak yang didapatkan dari jumlah anak yang mati dibagi jumlah anak yang dilahirkan. Menurut Inounu (1996), keragaman tingkat kematian anak dipengaruhi oleh interaksi genotif dan manajemen, serta zat makanan pakan. Kemampuan hidup anak domba sebesar 90% pada kelahiran tunggal, 68% pada kelahiran kembar dua, dan 60% 65% pada kelahiran kembar tiga (Inounu, 1996). Gatenby (1986) menyatakan bahwa mortalitas pada anak kelahiran tunggal 5,5%, kembar dua 9,8%, dan kembar tiga atau lebih adalah 27,8%. Tingkat kematian anak kembar lebih tinggi dibandingkan anak tunggal. Hal ini berhubungan dengan gangguan sifat keindukan pada saat kelahiran yang dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan pada sepertiga akhir kebuntingan. Faktor yang mempengaruhi daya hidup anak adalah interaksi genotip dan sistem manajemen dan pertambahan bobot badan induk dan Kematian prasapih pada anak domba sering terjadi pada umur antara 1-6 hari setelah kelahiran (Inounu, 1996). Tingkat kematian anak domba di UP3-Jonggol adalah sebesar 21,50% (Harahap, 2008). Tingkat mortalitas yang tinggi dipengaruhi oleh tingkat nutrisi pakan. Jumlah anak yang dilahirkan secara langsung akan mempengaruhi kemampuan hidup anak karena adanya kompetisi dalam uterus untuk mendapatkan zat-zat makanan yang terbatas dari induk melalui plasenta, tetapi dengan pemberian nutrisi yang baik pada akhir kebuntingan maka akan dihasilkan daya hidup maksimal 94% atau mortalitas 6% pada kelahiran kembar tiga dengan total bobot lahir diatas lima kilogram (Saputra, 2008). Menurut Santi (2011), domba laktasi yang mengkonsumsi protein kasar sebesar 86,35 g/ekor/hari dan TDN 353,75 g/ekor/hari dapat menurunkan mortalitas sampai 0%. Inounu et al. (1993) menambahkan bahwa untuk mendapatkan daya tahan hidup yang tinggi maka anak domba yang dilahirkan harus memiliki bobot lahir 1,5 kg. 11

Efisiensi Penggunaan Pakan Efisiensi pakan merupakan nilai yang menggambarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi diubah menjadi produk ternak yang dihasilkan dalam waktu tertentu. Menurut Parakkasi (1999), efisiensi pakan dipengaruhi oleh genetik, kualitas pakan, suhu, dan lingkungan. Freer dan Dove (2002), bentuk fisik pakan dapat mempengaruhi efisiensi, rumput yang ukurannya pendek lebih efisien dibandingkan rumput yang lebih panjang. Pakan yang mempunyai kecernaan yang tinggi maka akan meningkatkan efesiensi pakan karena dapat meningkatkan penyerapan zat makanan untuk kebutuhan ternak (Parakkasi, 1999). Forbes (2007) menambahkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi efesiensi pakan diantaranya adalah laju perjalanan pakan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, dan komposisi zat makanan pakan. Pertambahan bobot badan untuk menghitung efisiensi pakan domba laktasi dihitung dari pertambahan bobot badan anak dan penyusutan bobot badan induk. Menurut Gatenby (1986), penggunaan zat makanan pakan untuk pembentukan susu selama laktasi menempati prioritas utama dibandingkan penggunaan untuk proses lain di dalam tubuh, sehingga gizi induk sangat mempengaruhi produksi susu. Freer dan Dove (2002) menambahkan bahwa pertumbuhan anak selama laktasi hanya dipenuhi dari produksi susu induk. Penyusutan bobot badan induk terjadi dikarenakan aliran metabolit darah terjadi sangat cepat untuk proses produksi susu. Menurut Forbes (2007), penyusutan bobot badan pada induk laktasi disebabkan oleh belum terpenuhi kebutuhan zat makanan sehingga menggunakan lemak tubuh sebagai cadangan sumber energi. Income Over Feed Cost (IOFC) Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) merupakan salah satu cara menghitung keuntungan ekonomis pemeliharaan ternak. Keuntungan dihitung dari selisih penerimaan dengan pengeluaran. Menurut (Boediono, 2002), penerimaan merupakan hasil yang diterima produsen dari penjualan output, sedangkan pengeluaran input yang dipakai untuk menghasilkan suatu output tertentu. Analisis pendapatan dengan cara ini didasarkan pada harga jual domba, harga beli bakalan, dan biaya pakan. Induk domba laktasi menghasilkan anak domba lepas sapih sehingga keuntungan dipengaruhi oleh bobot sapih anak. Menurut Sinegar (2003), 12

bobot lahir yang rendah anak menghasilkan bobot sapih yang rendah, sebaliknya bobot lahir yang tinggi akan menghasilkan bobot sapih yang tinggi. Korelasi Korelasi merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menguji ada atau tidaknya hubungan serta arah hubungan dari dua variabel atau lebih. Bowman (1974) menyatakan bahwa untk mengukur derajat hubungan antara dua sifat atau peubah, maka digunakan keofisien korelasi (r). Nilai koefisien ini berkisar negatif satu sampai positif satu. Semakin besar nilai koefisien berarti semakin erat hubungan antar kedua peubah tersebut, sedangkan nilai negatif atau positif menyatakan sifat hubungan variabel tersebut (Warwick et al., 1983). Menurut Sugiono (2006), tingkat hubungan internal koefisien korelasi terdiri atas tingkat hubungan sangat rendah pada interval 0,00 sampai 0,19; interval koefisien 0,20 sampai 0,399 memiliki tingkat hubungan rendah; interval koefisien 0,40 sampai 0,599 memilki tingkat hubungan sedang; interval keofisien 0,60 sampai 0,799 memiliki tingkat hubungan kuat; dan interval koefisien 0,80 sampai 1,000 memiliki tingkat hubungan sangat kuat. 13