BAB 1 PENDAULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di negara yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina (Koji, T. 2002). Di bidang industri, daging buah kemiri dapat diekstraksi untuk mengambil minyaknya yang dapat digunakan untuk bahan pembuatan sampo, sabun, dan kosmetik (Krisnawati et al. 2011). Minyak kemiri kaya akan kandungan asam lemak tak jenuh, yaitu asam linoleat 48,5 %, asam linolenat 28,5 %, dan asam oleat 10,5 % (Ketaren, S. 2002). Minyak ini juga mengandung komponen minor antara lain vitamin E sebesar 189,2 ppm yang terdiri dari tokoferol 59,9 ppm dan tokotrienol 129,3 ppm (Morton, J.F. 1992). Tokoferol dan tokotrienol memiliki struktur yang hampir mirip, yaitu sama-sama memiliki kepala berupa cincin kromanol, namun perbedaan antara keduanya terletak pada bagian ekor. Tokoferol memiliki ekor berupa rantai hidrokarbon jenuh (tidak mengandung ikatan rangkap), sedangkan tokotrienol memiliki ekor berupa rantai hidrokarbon tak jenuh (mengandung ikatan rangkap). Keduanya memiliki isomer α (alpa), β (beta), γ (gamma), dan δ (delta) seperti terlihat pada Gambar 1.1 dan 1.2 berikut (Aquilar et al. 2008). O R 1 R 2 O R 3 Kepala : Kromanol Ekor : rantai hidrokarbon jenuh α-tokoferol R 1 =R 2 =R 3 = β-tokoferol R 1 =R 3 =, R 2 = γ-tokoferol R 1 =, R 2 =R 3 = δ-tokoferol R 1 =R 2 =, R 3 = Gambar 1.1. Struktur tokoferol
O R 1 R 2 O R 3 Kepala : Kromanol Ekor : rantai hidrokarbon tak jenuh α-tokotrienol R 1 =R 2 =R 3 = β-tokotrienol R 1 =R 3 =, R 2 = γ-tokotrienol R 1 =, R 2 =R 3 = δ-tokotrienol R 1 =R 2 =, R 3 = Gambar 1.2. Struktur tokotrienol Tokoferol dan tokotrienol merupakan produk yang bernilai tinggi, karena memiliki peranan penting bagi kesehatan, yaitu sebagai zat antioksidan yang berfungsi untuk menghambat terjadinya oksidasi asam lemak tak jenuh di dalam tubuh sehingga dapat mencegah pertumbuhan sel-sel kanker (Burton dan Traber, 1990). Karena tokoferol dan tokotrienol ini memiliki nilai yang tinggi dan ekonomis, maka telah banyak dilakukan cara untuk memperoleh tokoferol dan tokotrienol dari berbagai minyak tumbuhan. Salah satunya adalah dengan metode adsorpsi. Metode ini lebih sering digunakan karena menggunakan peralatan yang sederhana, pengerjaannya cukup mudah, tidak memerlukan suhu yang tinggi namun, memberikan hasil yang lebih tinggi, serta adsorben dapat diperoleh kembali. Beberapa adsorben yang telah digunakan adalah adsorben polar, seperti silika gel dan alumina oksida (hu et al. 2004) dan beberapa adsorben polimer sintetis yang bersifat nonpolar seperti diaion P20, sepabeads SP700, sepabeads RP-OD, dan sepabeads SP207 (Tandale dan Lali, 2004). Adsorben yang bersifat nonpolar lebih disukai karena adsorben ini memiliki rantai hidrokarbon yang panjang, sehingga dapat berinteraksi dengan tokoferol dan tokotrienol yang juga bersifat nonpolar dan memiliki rantai hidrokarbon yang panjang. Beberapa jenis adsorben sintetis lain, seperti kalsium polistirena sulfonat (Karlina, 2012) dan kalsium stearat (Rinaldy, E. 2013) telah digunakan untuk mengadsorpsi karotenoida dalam minyak sawit. Karotenoida merupakan senyawa yang memiliki rantai
hidrokarbon yang panjang dan mengandung ikatan rangkap. Kedua adsorben diatas memiliki rantai hidrokarbon yang panjang (gugus nonpolar) dan mengandung logam kalsium yang memiliki orbital 3d yang kosong (gugus polar). Gugus nonpolar pada adsorben ini akan berinteraksi dengan rantai hidrokarbon yang panjang pada karotenoida (Gambar 1.3.a) dan logam kalsium akan berinteraksi dengan ikatan rangkap pada karotenoida melalui orbital 3d yang kosong (Gambar 1.3.b). Interaksi antara hidrokarbon tak jenuh dengan logam a ini terjadi karena adanya donasi densitas elektron dari orbital π yang terisi ke orbital σ pada logam kalsium. Konsep ini dikenal dengan konsep Dewar, hatt dan Duncanson (DD) (Shriver et al. 1999). gugus nonpolar (stearil atau polistirena sulfonil) ( OO - ) 2 atau ( - SO 3 ) 2 3 2 2 3 I II 2 2 2 interaksi β -karoten (a) 2 a gugus polar donasi densitas elektron dari ikatan rangkap pada karotenoida yang akan terisi ke orbital 3d yang kosong pada kalsium (b) π Gambar 1.3. Interaksi antara karotenoida dengan adsorben kalsium stearat atau kalsium polistirena sulfonat: (a) interaksi karotenoida dengan gugus nonpolar pada adsorben (b) interaksi ikatan rangkap karotenoida dengan logam kalsium pada adsorben Tokotrienol memiliki struktur yang mirip dengan karotenoida, yaitu sama-sama memiliki rantai hidrokarbon yang panjang dan mengandung ikatan rangkap sedangkan tokoferol tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga diduga kedua adsorben diatas juga dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada tokoferol yang dapat dijelaskan dengan Gambar 1.4 berikut.
gugus nonpolar (stearil atau polistirena sulfonil) ( OO - ) 2 atau ( - SO 3 ) 2 a gugus polar π O R 1 R 2 R 3 O interaksi dan tokoferol donasi densitas elektron dari ikatan rangkap pada tokotrienol yang akan terisi ke orbital 3d yang kosong pada kalsium (b) O R 2 R 1 R3 O tokotrienol (a) Gambar 1.4. Interaksi antara tokoferol dan tokotrienol dengan adsorben kalsium stearat atau kalsium polistirena sulfonat: (a) interaksi tokoferol dan tokotrienol dengan gugus nonpolar pada adsorben, (b) interaksi ikatan rangkap tokotrienol dengan logam kalsium pada adsorben Tokoferol hanya berinteraksi dengan gugus nonpolar pada adsorben, sedangkan tokotrienol dapat berinteraksi dengan gugus polar dan nonpolar pada adsorben tersebut. Dengan demikian pada proses desorpsi, maka tokoferol akan lebih mudah terdesorpsi dari adsorben dibandingkan tokotrienol. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini akan dilakukan adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri dengan menggunakan kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat, yang diikuti dengan desorpsi tokoferol dan tokotrienol untuk membuktikan apakah logam kalsium yang terdapat pada adsorben tersebut dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada tokoferol.
1.2. Permasalahan Apakah logam kalsium yang terdapat pada kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada tokoferol sehingga ketika dilakukan proses desorpsi, maka tokoferol akan lebih mudah terdesorpsi dari adsorben dibandingkan tokotrienol. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah logam kalsium yang terdapat pada kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada tokoferol sehingga ketika dilakukan proses desorpsi, maka tokoferol akan lebih mudah terdesorpsi dari adsorben dibandingkan tokotrienol. 1.4. Manfaat Penelitian asil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peranan logam kalsium yang terdapat pada kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat yang dapat berinteraksi lebih kuat dengan tokotrienol daripada dapat tokoferol sehingga ketika dilakukan proses desorpsi, maka tokoferol akan lebih mudah terdesorpsi dari adsorben dibandingkan tokotrienol. 1.5. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU Medan dan di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, karakterisasi kalsium stearat dan kalsium polistirena sulfonat menggunakan spektroskopi FT-IR dilakukan di Laboratorium Terpadu LIDA USU Medan dan karakterisasi kadar logam a menggunakan
spektrofotometer serapan atom (SSA) serta analisa kadar tokoferol dan tokotrienol menggunakan metode UPL dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. 1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat dengan berbagai kadar logam a Ke dalam labu leher tiga dimasukkan asetat anhidrida yang sudah dibuat dalam suhu dingin (ice bath) dalam diklorometana, sambil diteteskan 2 SO 4 pekat ke dalamnya sambil diaduk. Kemudian dialirkan gas N 2 selama beberapa saat dan diaduk selama 1 jam pada suhu dingin (ice bath) dan 1 jam pada suhu kamar. Larutan asetil sulfat yang dihasilkan diteteskan ke dalam labu leher tiga yang telah berisi larutan polistirena dalam diklorometana dan dibuat dalam suasana gas N 2. ampuran reaksi ini diaduk kuat dan direfluks selama 3 jam hingga terbentuk larutan coklat. Larutan coklat hasil reaksi sulfonasi didinginkan sampai suhu kamar dan ditambahkan dengan akuades hingga terbentuk 2 lapisan dan terjadi perubahan warna. Bagian lapisan atas menjadi bening, sedangkan lapisan bawah menjadi keruh. Kemudian kedua lapisan tersebut dipisahkan. Lapisan atas diduga asam polistirena sulfonat yang sangat larut dalam air, sedangkan lapisan bawah diduga asam polistirena sulfonat yang kurang larut dalam air, namun larut dalam diklorometana. Lapisan atas yang diduga adalah asam polistirena sulfonat yang sangat larut dalam air dinetralkan dengan larutan NaO 30 % hingga p = 7 sambil diaduk. Lalu larutan ini diuapkan pelarutnya hingga terbentuk padatan putih yang merupakan campuran natrium polistirena sulfonat (PS-SO 3 Na), Na 2 SO 4 dan OONa. Padatan PS-SO 3 Na ini dipisahkan dari Na 2 SO 4 dan OONa dengan menambahkan etanol, dimana yang larut dalam etanol adalah Na 2 SO 4 dan OONa sedangkan, yang kurang larut dalam etanol adalah PS-SO 3 Na, kemudian PS-SO 3 Na ini disaring, dan dikeringkan. Selanjutnya, padatan PS-SO 3 Na dilarutkan dengan akuades dan diteteskan larutan al 2 30 % sampai terbentuk endapan putih kalsium polistirena sulfonat. Endapan ini disaring dari larutannya, dicuci dengan etanol, dikeringkan, divakum, dan ditimbang. Selanjutnya padatan ini diukur
kadar logam a dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan analisa gugus fungsi dengan spektroskopi FT-IR. Lapisan bawah yang diduga adalah asam polistirena sulfonat yang larut dalam diklorometana juga dinetralkan dengan larutan NaO 30 % hingga p = 7 sambil diaduk. Lalu larutan ini diuapkan pelarutnya hingga terbentuk padatan putih yang merupakan campuran natrium polistirena sulfonat (PS-SO 3 Na) dan Na 2 SO 4. Padatan PS-SO 3 Na ini dipisahkan dari Na 2 SO 4 dengan menambahkan etanol, dimana yang larut dalam etanol adalah Na 2 SO 4, sedangkan yang tidak larut dalam etanol adalah PS-SO 3 Na, kemudian PS- SO 3 Na ini disaring, dan dikeringkan. Selanjutnya, padatan PS-SO 3 Na dilarutkan dengan diklorometana, dan diteteskan larutan al 2 30 %, sampai terbentuk endapan putih kalsium polistirena sulfonat. Endapan ini disaring dari larutannya, dicuci dengan etanol, dikeringkan, divakum, dan ditimbang. Selanjutnya padatan ini diukur kadar logam a dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan analisa gugus fungsi dengan spektroskopi FT-IR. 1.6.2. Pembuatan Kalsium Stearat Ke dalam beaker glass dimasukkan larutan NaO dalam campuran etanol-air dengan perbandingan volume etanol : air = 3:1, kemudian dimasukkan asam stearat sedikit demi sedikit sambil dipanaskan pada suhu 50 0 dan diaduk sampai larut. Larutan natrium stearat yang terbentuk selanjutnya ditetesi dengan larutan kalsium klorida sambil dipanaskan pada suhu 50 0 dan diaduk sehingga terbentuk endapan putih kalsium stearat. Selanjutnya dilakukan penyaringan. Padatan yang tersaring kemudian dicuci dengan etanol panas dan n-heksan, dikeringkan, divakum, dan ditimbang. Selanjutnya padatan ini diukur kadar logam a dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan analisa gugus fungsi dengan spektroskopi FT-IR.
1.6.3. Adsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan kalsium polistirena sulfonat dan kalsium stearat ampuran metil ester minyak kemiri yang mengandung tokoferol dan tokotrienol ditambahkan dengan etanol dan sejumlah kalsium polistirena sulfonat. ampuran ini diaduk selama 30 menit, dan dimasukkan ke dalam kolom pada kondisi dingin, kemudian akan terjadi proses adsorpsi. Tokoferol, tokotrienol, dan campuran metil ester minyak kemiri yang tidak teradsorpsi oleh adsorben akan keluar terlebih dahulu melewati kolom bersama dengan etanol. Selanjutnya, fraksi yang terlebih dahulu keluar melewati kolom ini diuapkan pelarutnya dengan cara divakum sehingga diperoleh cairan kental berwarna kuning, ditimbang, dan dianalisa kadar tokoferol dan tokotrienol dengan metode UPL. Sedangkan tokoferol dan tokotrienol yang teradsorpsi oleh adsorben didesorpsi dengan n- heksana, kemudian fase n-heksana ini diuapkan pelarutnya dengan cara divakum sehingga diperoleh cairan kental berwarna kuning, ditimbang, dan dianalisa kadar tokoferol dan tokotrienol dengan metode UPL. Adsorben bekas pakai dikeringkan, divakum dan ditimbang. Dilakukan perlakuan yang sama untuk variasi jenis adsorben kalsium polistirena sulfonat dengan kadar logam a yang berbeda dan kalsium stearat.