ANALISIS SISTEM TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH

dokumen-dokumen yang mirip

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS TATANIAGA BERAS

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

IV. METODE PENELITIAN

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO).

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah beriklim tropis basah dengan keragaman

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

IV. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

: Saluran, Pemasaran, Buah, Duku, Kabupaten Ciamis

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

7. KINERJA RANTAI PASOK

SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN. Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN

. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas %

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KARYA ILMIAH MAHASISWA AGRIBISNIS

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

III. KERANGKA PEMIKIRAN

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut:

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

I. PENDAHULUAN *

ANALISIS SALURAN PEMASARAN TAHU BULAT (Studi Kasus pada Perusahaan Cahaya Dinar di Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis)

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

Transkripsi:

VI. ANALISIS SISTEM TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH 6.1. Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga Tataniaga jamur tiram putih merupakan serangkaian kegiatan bisnis dalam menyalurkan jamur tiram putih segar mulai dari petani (produsen) hingga konsumen akhir. Proses distribusi produk tersebut melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Petani sangat bergantung kepada lembaga tataniaga dalam memasarkan hasil produksinya. Analisis lembaga tataniaga dilakukan untuk mengetahui lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses distribusi jamur tiram putih segar tersebut. Analisis fungsi tataniaga memperlihatkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga untuk menunjang kelancaran proses tataniaga jamur tiram putih. Fungsi-fungsi dalam tataniaga dapat dikategorikan menjadi tiga fungsi, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi bahwa terdapat lima lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tataniaga jamur tiram putih segar dari Desa Kertawangi, yaitu petani sebagai produsen jamur tiram putih segar, pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. 6.1.1. Petani Petani adalah produsen penghasil jamur tiram putih segar. Di Desa Kertawangi terdapat kurang lebih seratus petani jamur tiram putih yang terbagibagi ke dalam tiga skala usaha, yaitu skala usaha kecil (< 20.000 bag log), skala usaha sedang/menengah (20.000-100.000 bag log), dan skala usaha besar (> 100.000 bag log). Petani jamur tiram putih tidak seluruhnya penduduk asli Desa Kertawangi, tetapi ada pula petani pendatang yang menginvestasikan modalnya dengan menyewa kumbung jamur tiram milik petani yang sedang tidak digunakan atau memang khusus untuk disewakan, kemudian melakukan usaha budidaya jamur tiram putih disana. Namun, seluruh petani responden adalah petani jamur tiram putih yang merupakan penduduk asli Desa Kertawangi. Dari total delapan orang petani responden, sebagian besarnya adalah petani dengan skala usaha kecil 50

yaitu sebanyak empat orang atau 50 persen, petani dengan skala usaha sedang berjumlah dua orang (25 persen), dan petani dengan skala usaha besar sebanyak dua orang (25 persen). Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani jamur tiram putih ini meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. 1) Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan. Tujuan penjualan jamur tiram putih adalah pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Kegiatan penjualan ada yang dilakukan di tempat petani (jamur dijemput oleh pembeli) dan ada yang dilakukan di tempat pembeli (jamur diantarkan oleh petani ke tempat pembeli), tergantung dari kesepakatan antara petani dan pembeli. Seluruh petani responden telah memiliki pembeli tetap yang setiap harinya menampung hasil panen dari petani. Kegiatan penjualan ini dilakukan setiap hari setelah proses pemanenan dan pengemasan selesai. 2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang pasti dilakukan oleh petani adalah kegiatan pengemasan. Kegiatan pengemasan berupa mengemasi jamur tiram ke dalam plastik dengan bobot lima kilogram per plastiknya. Cara mengemas jamur dalam plastik yaitu dengan cara menghadapkan tudung jamur ke arah luar plastik dan disusun melingkar pada sisi plastik. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya gesekan antar jamur dan gesekan antara jamur dengan plastik yang dapat mengakibatkan tudung jamur rusak atau terpotong karena tubuh jamur rentan terhadap gesekan dan mudah sobek. Ada petani yang melakukan kegiatan pengangkutan dan ada pula yang tidak. Kegiatan pengangkutan dilakukan oleh petani-petani yang memasarkan hasil produksinya kepada lembaga tataniaga yang tidak memberikan fasilitas angkut atau petani yang lokasi kumbungnya sangat dekat dengan lokasi pedagang pengumpul atau bandar langganannya. Namun, rata-rata lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul dan bandar memberikan fasilitas angkut kepada petani. Letak kumbung produksi petani tidak terlalu jauh dari tempat pedagang pengumpul tersebut. 51

3) Fungsi Penyediaan Fasilitas Fungsi penyediaan fasilitas yang dilakukan oleh petani meliputi fungsi penanggungan risiko, sortasi dan grading, pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh petani berupa penanggungan risiko terhadap penurunan harga jual jamur tiram putih di pasaran dan risiko penurunan volume hasil panen karena cuaca ataupun kualitas bibit yang kurang bagus. Fungsi sortasi dan grading dilakukan petani saat mengemas jamur tiram putih ke dalam plastik. Jamur tiram putih dikelompokkan ke dalam dua grade, yaitu super dan biasa. Jamur tiram putih yang tergolong dalam grade super adalah jamur tiram putih yang memiliki kondisi jamur kering (tidak terlalu basah dan tidak berat oleh kandungan air), berwarna putih bersih, dan ukuran diameter tudung belum terlalu lebar (6-8 cm). Jamur tiram grade super biasanya dihasilkan petani ketika usia produksi memasuki bulan kedua hingga bulan ketiga. Jamur tiram putih yang tergolong dalam grade biasa adalah jamur tiram putih yang kadar airnya cukup banyak/standar, berwarna putih kekuningan, dan ukuran diameter tudung sudah lebar (lebih dari 8 cm) atau yang terlalu kecil (kurang dari 6 cm). Perbedaan harga antara jamur tiram berkualitas super dengan yang berkualitas biasa mencapai Rp 1.000 per kilogramnya. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh petani adalah penyediaan modal untuk membiayai usaha budidaya jamur tiram putih. Fungsi informasi harga diperoleh petani dari pedagang pengumpul, bandar, sesama petani jamur tiram, dan langsung dari pasar sehingga petani tetap mengetahui harga terbaru dari jamur tiram di pasaran. 6.1.2. Pedagang Pengumpul (Pengepul) Pedagang pengumpul atau biasa disebut pengepul oleh petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi adalah lembaga tataniaga yang skala usahanya (dalam menampung hasil produksi jamur tiram putih) tidak terlalu besar. Daya tampung pedagang pengumpul yang menjadi responden dalam penelitian ini kurang dari satu ton. Pengepul pada umumnya membeli dan mengumpulkan hasil produksi dari petani yang lokasi kumbungnya berada di dekat lokasi pengepul. Satu orang petani terkadang menjual hasil produksinya kepada dua orang pengepul. Terdapat puluhan pengepul jamur tiram putih di lokasi penelitian. Fungsi tataniaga yang 52

dilakukan oleh pengepul meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. 1) Fungsi Pertukaran Pengepul melakukan fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian jamur tiram putih dilakukan dari petani dan kemudian pengepul melakukan fungsi penjualan ke lembaga tataniaga selanjutnya, yaitu bandar dan pedagang grosir. 2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pengepul berupa kegiatan pengangkutan. Namun, tidak seluruh pengepul melakukan kegiatan pengangkutan. Hal tersebut bergantung pada kemampuan pengepul itu sendiri. Pengepul yang menjadi responden penelitian ini seluruhnya memberikan fasilitas pengangkutan jamur tiram dari kumbung petani. Pengumpul memiliki tenaga kerja khusus yang bertugas mengambil hasil panen jamur tiram dari petani langganan dengan menggunakan motor. 3) Fungsi Penyediaan Fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan pengepul adalah fungsi pembiayaan dan informasi harga. Fungsi pembiayaan yang dilakukan adalah dengan memberikan modal plastik Polypropilen ukuran lima kilogram untuk pengemasan jamur tiram kepada petani yang menjadi pelanggannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan petani dan agar petani langganannya tidak berpindah menjadi pelanggan pengepul lain. Fungsi informasi harga diperoleh dari pasar dan bandar yang kemudian disampaikan kepada petani. 6.1.3. Bandar Bandar adalah sebutan para petani jamur tiram putih untuk pedagang pengumpul skala besar. Bandar memiliki jaringan pemasaran yang lebih luas daripada pengepul. Bandar mampu menampung lebih dari satu ton jamur tiram putih setiap harinya. Bandar membeli jamur tiram putih dari petani dan pedagang pengumpul yang telah menjadi langganannya dan kemudian menjual kepada pedagang grosir. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh bandar meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. 53

1) Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh bandar meliputi kegiatan pembelian dan penjualan. Kegiatan pembelian berupa membeli jamur tiram putih dari petani dan pengepul yang telah menjadi langganannya. Kegiatan penjualan berupa menjual jamur tiram putih kepada pedagang grosir dari dalam dan luar kota. Setiap bandar telah memiliki pembeli langganan. 2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh bandar adalah kegiatan pengangkutan dari kumbung petani dan tempat pengepul ke tempat bandar. Bandar memiliki pekerja yang khusus bertugas menjemput jamur setiap harinya dengan menggunakan motor. Bandar melakukan pula pengemasan ulang jamur tiram setelah bandar melakukan proses sortasi dan grading ulang. 3) Fungsi Penyediaan Fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh bandar berupa fungsi pembiayaan, sortasi dan grading ulang, dan informasi harga. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh bandar adalah berupa pemberian plastik Polypropilen ukuran lima kilogram kepada petani-petani yang menjadi pelanggannya untuk kemasan jamur tiram putih segar. Proses sortasi dan grading ulang adalah proses pemilahan ulang terhadap jamur tiram yang sudah dipilah oleh petani. Kegiatan sortasi dan grading ulang dilakukan bandar khusus untuk memilihkan jamur yang berkualitas super untuk pasar Jakarta karena harga untuk pasaran Jakarta lebih tinggi daripada pasar-pasar tujuan lainnya. 6.1.4. Pedagang Grosir Pedagang grosir adalah pedagang yang berada di pasar induk dan membeli jamur tiram putih dalam jumlah besar, baik kepada petani, pengumpul, maupun bandar. Pedagang grosir melakukan fungsi tataniaga berupa fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. 1) Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang grosir adalah fungsi pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian dilakukan dari petani, pengepul, dan bandar dalam jumlah besar. Fungsi penjualan yang dilakukan adalah menjual 54

jamur tiram putih kepada pedagang pengecer dalam kota dan pedagang grosir lainnya yang berasal dari pasar luar kota seperti Cibitung, Tangerang, dan Jakarta. Pedagang grosir memiliki kios/tempat berjualan di pasar induk. Pedagang grosir di Pasar Induk Caringin tidak menjual jamur tiram secara eceran, tetapi menjual dengan batas minimal pembelian adalah lima kilogram (satu kemasan plastik Polypropilene). 2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang grosir adalah fungsi pengangkutan. Dalam melakukan fungsi pembelian kepada petani, pengepul, dan bandar, pedagang grosir melakukan kegiatan pengangkutan dari Desa Kertawangi menuju pasar induk. Seluruh pedagang grosir yang menjadi responden memiliki alat angkut yaitu berupa kendaraan bak terbuka (mobil pick-up). 3) Fungsi Penyediaan Fasilitas Fungsi penyediaan fasilitas yang dilakukan oleh pedagang grosir adalah fungsi pembiayaan dan informasi harga. Fungsi pembiayaan yang dilakukan adalah berupa pengeluaran modal untuk biaya sewa kios di pasar dan biaya angkut jamur tiram putih. Pedagang grosir memiliki bargaining position yang kuat dalam pasar jamur tiram putih karena pedagang grosir sangat mengetahui harga jual jamur tiram putih dan bisa dikatakan bahwa harga jamur tiram putih cukup dikuasai oleh pedagang grosir. 6.1.5. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah lembaga tataniaga terakhir dalam proses tataniaga jamur tiram putih segar dan merupakan pihak yang bertemu langsung dengan konsumen akhir. Pedagang pengecer melakukan fungsi tataniaga berupa fungsi pertukaran dan fungsi fisik dan fungsi penyediaan fasilitas. 1) Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer berupa fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pedagang pengecer yang menjadi responden melakukan fungsi pembelian dari pedagang grosir di Pasar Induk Caringin. Fungsi penjualan yang dilakukan pedagang pengecer berupa penjualan jamur tiram putih segar ke konsumen akhir. 55

2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan dari pasar induk menuju tempat pedagang pengecer tersebut berjualan. Tabel 14. Aktivitas Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Oleh Lembaga Tataniaga Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi No. Lembaga Tataniaga Fungsi Tataniaga Aktivitas 1. Petani Pertukaran Penjualan Fisik Pengemasan Pengangkutan Fasilitas Pembiayaan Sortasi dan grading Penanggungan risiko Informasi harga. 2. Pedagang Pengumpul Pertukaran Pembelian Penjualan (pengepul) Fisik Pengangkutan Fasilitas Pembiayaan Informasi harga 3. Bandar Pertukaran Pembelian Penjualan Fisik Pengangkutan Pengemasan Fasilitas Pembiayaan Sortasi dan grading Informasi harga 4 Pedagang Grosir Pertukaran Pembelian Penjualan Fisik Pengangkutan Fasilitas Pembiayaan Informasi harga 5. Pedagang Pengecer Pertukaran Fisik Pembelian Penjualan Pengangkutan 56

6.2. Analisis Saluran Tataniaga Petani jamur tiram putih sangat mengandalkan peran lembaga tataniaga dalam memasarkan produknya. Oleh sebab itu, terdapat beberapa pola saluran tataniaga jamur tiram putih di Desa Kertawangi. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat empat saluran tataniaga jamur tiram putih segar di Desa Kertawangi. Berikut adalah saluran tataniaga tersebut: Saluran tataniaga I : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Saluran tataniaga II : Petani Bandar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Saluran tataniaga III : Petani Pedagang Pengumpul Bandar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Saluran tataniaga IV : Petani Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap delapan orang petani responden, diketahui bahwa total volume jamur tiram yang dihasilkan oleh delapan orang petani responden tersebut berjumlah 1.145 kilogram per hari. Artinya, keempat saluran tataniaga tersebut dalam sehari paling tidak dapat menyalurkan 1.145 kg jamur tiram putih kepada konsumen akhir di berbagai kota tujuan. 6.2.1. Saluran Tataniaga I Saluran tataniaga satu terdiri dari petani, pedagang pengumpul/pengepul, pedagang grosir, pedagang pengecer dan konsumen. Volume penjualan jamur tiram putih pada saluran satu sebanyak 105 kg atau 9,17 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Gambar 4 menggambarkan aliran saluran tataniaga satu. 57

Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 4. Saluran Tataniaga I Jamur Tiram Putih Saluran tataniaga ini adalah saluran tataniaga yang paling banyak digunakan oleh petani responden. Petani responden yang memilih saluran ini berjumlah tiga orang atau sebanyak 37,5 persen dari total petani responden (Tabel 15). Tabel 15. Volume dan Harga Jual Jamur Tiram Putih di Tingkat Petani pada Saluran Tataniaga I No. Nama Petani Skala Usaha Volume Harga Jual (Kg) (Rp/Kg) 1. Beni Kecil 50 7.000 2. Atikah Kecil 30 7.000 3. Agus Kecil 25 7.000 Petani responden di Saluran I ini menjual jamur tiram putihnya ke pedagang pengumpul yang merupakan petani jamur tiram putih juga, yaitu Bapak Beni. Alasan petani responden memilih saluran tataniaga ini adalah karena pada awalnya pedagang pengumpul menawarkan jasa pembelian kepada petani dan juga adanya kedekatan lokasi kumbung petani dengan lokasi pengepul sehingga memudahkan petani dalam memasarkan produknya. Selain itu, pengepul menjemput hasil panen dari kumbung petani dengan menggunakan motor. Petani telah menjadi langganan tetap pengepul dan antara kedua belah pihak telah terjalin suatu kerjasama yang berlandaskan kepercayaan. Petani melakukan kegiatan pemanenan sekitar pukul 06.00-08.00, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengemasan. Pengambilan jamur tiram oleh pengepul dilakukan sekitar pukul 10.00-11.00. Harga beli jamur tiram putih yang diterima petani dari pengepul adalah Rp 7.000 per kilogram. Selanjutnya proses tataniaga berlanjut dari pengepul ke pedagang grosir. Pengepul menjual jamur tiram putih yang telah dikumpulkannya ke pedagang grosir yang berasal 58

dari Bandung, Jakarta, Cibitung, Tangerang, dan Tegal. Volume penjualan jamur tiram putih untuk pedagang grosir Bandung, Jakarta, Cibitung, Tangerang, dan Tegal berjumlah masing-masing satu kwintal. Harga beli jamur tiram putih oleh pedagang grosir Bandung, Tangerang dan Cibitung disepakati sebesar Rp 7.500 per kilogram dan untuk harga grosir Jakarta dan Tegal sedikit lebih tinggi yaitu Rp 8.000 per kilogram karena di kedua kota tersebut tingkat permintaan akan jamur tiram putih lebih tinggi dibanding dengan kota tujuan pemasaran lainnya. Saluran tataniaga yang ditelusuri oleh peneliti adalah saluran tataniaga dengan lembaga tataniaga pedagang grosir untuk pasar Kota Bandung karena ruang lingkup penelitian ini hanya untuk pasar Kota Bandung. Pedagang grosir yang menjadi responden pada Saluran I ini adalah Ibu Brastyan yang menjual jamur tiram putih secara grosir di Pasar Induk Caringin Kota Bandung dengan volume penjualan jamur tiram putih per hari mencapai 500 kilogram. Pedagang grosir harus mengambil jamur tiram putih ke lokasi pengepul di Desa Kertawangi. Selanjutnya, pedagang grosir membawa jamur tiram putih yang telah dibeli dari pedagang pengumpul ke Pasar Induk Caringin. Di Pasar Induk Caringin harga jual jamur tiram adalah Rp 8.500 per kilogram. Konsumen dari pedagang grosir Ibu Brastyan rata-rata adalah para pedagang pengecer sayuran yang berjualan di pasar-pasar kecil Kota Bandung. Pedagang pengecer yang menjadi responden bernama Adi yang lokasi berjualannya di Pasar Andir Bandung. Pedagang pengecer menjual jamur tiram putih kepada konsumen akhir dengan harga Rp 12.000 per kilogram. Pada saluran ini, petani tidak mengeluarkan biaya tataniaga. Biaya tataniaga dikeluarkan oleh pengepul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. 6.2.2. Saluran Tataniaga II Saluran tataniaga yang kedua terdiri dari petani, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir (Gambar 5). Volume penjualan jamur tiram putih melalui saluran ini adalah sebanyak 150 kg atau sebesar 13,1 persen dari total volume jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani responden. 59

Petani Bandar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 5. Saluran Tataniaga II pada Jamur Tiram Putih Saluran ini dipilih oleh dua orang petani responden atau sebesar 25 persen dari total petani responden (Tabel 16). Petani responden menjual jamur tiram putihnya langsung kepada bandar. Bandar yang menjadi responden pada Saluran II ini adalah Bapak Ahmad Rifa i. Tabel 16. Volume dan Harga Jual Jamur Tiram Putih di Tingkat Petani pada Saluran Tataniaga II No. Nama Petani Skala Usaha Volume Harga Jual (Kg) (Rp/Kg) 1. Eden Kecil 50 7.000 2. Ari Sedang 100 7.000 Alasan petani memilih saluran tataniaga ini adalah karena eratnya hubungan antara petani dan bandar serta lokasi kumbung yang tidak terlalu jauh dari lokasi bandar berada. Harga beli jamur tiram untuk petani dan pengepul, yaitu Rp 7.000 per kilogram. Bandar memberikan plastik untuk kemasan jamur tiram berupa plastik Polypropilen ukuran lima kilogram kepada petani. Bandar pun memberikan fasilitas pengangkutan dari kumbung petani dan tempat pengepul ke lokasi bandar yang dilakukan oleh pekerja dengan menggunakan motor. Proses pengangkutan dilakukan sekitar pukul 10.00-12.00 setiap harinya. Proses berikutnya adalah proses transaksi antara bandar dengan pedagang grosir. Pedagang grosir yang menjadi pelanggan bandar berasal dari Jakarta, Bandung, Cibitung, Tangerang, dan Indramayu. Pasar utama bandar responden adalah Jakarta dan Indramayu karena harga jual jamur tiram di dua kota tersebut lebih tinggi daripada harga pemasaran jamur tiram putih untuk kota-kota lainnya yaitu sekitar Rp 8.000 per kilogram, sedangkan harga di kota lainnya berkisar Rp 7.500 per kilogram. Pedagang grosir yang dijadikan responden dalam saluran tataniaga ini adalah pedagang grosir di Pasar Induk Caringin Bandung. Pedagang grosir yang menjadi responden pada Saluran II ini adalah Rudi. Setelah dari 60

pedagang grosir, proses tataniaga dilanjutkan ke pedagang pengecer. Harga jual jamur tiram dari pedagang grosir ke pedagang pengecer adalah Rp 8.500 per kilogramnya. Konsumen dari pedagang grosir Rudi adalah pedagang pengecer untuk pasar-pasar kecil dan pedagang sayur keliling. Responden pedagang pengecer di Saluran II ini adalah Ibu Asih, yaitu seorang pedagang sayuran di Pasar Kopo. Harga yang diberikan pedagang pengecer untuk konsumen akhir yaitu Rp 12.000. Biaya tataniaga pada saluran ini dikeluarkan oleh bandar, pedagang grosir, dan pedagang pengumpul. 6.2.3. Saluran Tataniaga III Saluran tataniaga III terdiri dari petani, pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir (Gambar 6). Saluran tataniaga III ini merupakan saluran tataniaga terpanjang dalam rantai tataniaga jamur tiram putih segar dari Desa Kertawangi. Petani Pedagang Pengumpul Bandar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 6. Saluran Tataniaga III pada Jamur Tiram Putih Petani responden yang menggunakan saluran tataniaga ini sebanyak satu orang atau sebesar 12,5 persen dengan volume penjualan sebanyak 40 kilogram per hari atau sebesar 3,49 persen dari total volume jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani responden (Tabel 17). Petani kemudian menjual jamur tiram putihnya kepada pedagang pengepul M. Sholeh. Tabel 17. Volume dan Harga Jual Jamur Tiram Putih di Tingkat Petani pada Saluran Tataniaga III Volume Harga Jual No. Nama Petani Skala Usaha (Kg) (Rp/Kg) 1. Tisna Sedang 40 6.800 61

Harga beli jamur tiram yang diberikan pengepul kepada petani adalah Rp 6.800 per kilogram. Harga tersebut lebih rendah daripada harga yang diberikan kepada petani pada dua rantai tataniaga sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan pengepul harus menjual lagi jamur tiramnya ke bandar dan bandar hanya memberi harga Rp 7.000 per kilogram sehingga pengepul memberikan harga beli yang lebih rendah kepada petani langganannya agar ia memperoleh keuntungan. Saluran tataniaga tiga ini kurang diminati oleh petani, terlihat dari sedikitnya petani responden yang memilih saluran tataniaga ini. Proses tataniaga kemudian berlanjut ke pedagang grosir. Pedagang grosir yang menjadi responden adalah Rizal. Harga jamur tiram putih di tingkat pedagang grosir responden memiliki kesamaan yaitu Rp 7.500. Selanjutnya pedagang grosir menjual jamur tiram putih kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 8.500. Pedagang pengecer yang menjadi responden adalah Bapak Udung yang merupakan pedagang pengecer sayuran di Pasar Ciroyom. Harga yang diberikan pedagang pengecer kepada konsumen akhir di Saluran III ini sebesar Rp 12.000 per kilogram. 6.2.4. Saluran Tataniaga IV Saluran tataniaga empat terdiri dari petani, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen. Volume penjualan pada Saluran IV ini sebesar 850 kilogram atau 74,2 persen dari total volume jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani responden. Alur kerja lembaga tataniaga saluran tataniaga empat dapat dilihat pada Gambar 7. Petani Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 7. Saluran Tataniaga IV pada Jamur Tiram Putih Saluran tataniaga ini dipilih oleh dua orang petani atau sebanyak 25 persen dari total petani responden (Tabel 18). Keduanya merupakan petani jamur tiram putih dengan skala usaha besar. Dengan skala usaha yang besar tentunya petani akan menghasilkan jamur tiram putih dalam jumlah banyak. Volume rata-rata 62

yang dihasilkan oleh dua petani responden ini adalah 425 kg jamur tiram per hari. Dengan volume panen yang besar tentu petani mampu mencari pasar untuk pemasaran jamur tiramnya. Petani langsung menjual jamur tiramnya kepada pedagang grosir langganannya yang berjumlah lebih dari satu pedagang grosir. Satu orang petani responden menjual jamur tiramnya ke tujuh pedagang grosir dan satu petani lainnya menjual ke dua pedagang grosir. Pedagang grosir yang menjadi langganan kedua petani ini sebagian besar adalah pedagang grosir yang berasal dari luar kota. Pedagang grosir datang setiap hari ke lokasi petani untuk menjemput jamur tiram yang hendak dibelinya. Tabel 18. Volume dan Harga Jual Jamur Tiram Putih di Tingkat Petani pada Saluran Tataniaga IV No. Nama Petani Skala Usaha Volume Harga Jual (Kg) (Rp/Kg) 1. Sri Besar 350 7.500 2. Nandang Besar 500 7.500 Harga jual jamur tiram kepada pedagang grosir pada saluran tataniaga ini adalah Rp 7.500 per kilogram. Selanjutnya setelah dari pedagang grosir, proses tataniaga berlanjut ke pedagang pengecer lalu ke konsumen akhir dengan harga Rp 12.000 per kilogram. Pada saluran ini petani mengeluarkan biaya tataniaga berupa biaya pengemasan jamur tiram putih karena pedagang grosir tidak menyediakan fasilitas pengemasan. 63

Saluran II Petani 1.145 kg (100%) Saluran IV Bandar 190 kg (16,59% ) Saluran III Pedagang Pengumpul 145 kg (12,66% ) Saluran I Pedagang Grosir 1.145 kg (100%) Pedagang Pengecer 1.145 kg (100%) Konsumen Akhir Gambar 8. Alur Tataniaga Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi Tahun 2012 6.3. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar dalam suatu proses tataniaga dianalisis berdasarkan jumlah produsen dan konsumen, sifat produk yang dipasarkan, kebebasan keluar-masuk pasar, dan informasi harga pasar dari produk tersebut. Struktur pasar sangat mempengaruhi dalam terciptanya perilaku pasar dari masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses transaksi jual beli. Dalam tataniaga jamur tiram putih ini, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen, yaitu jamur tiram putih segar. 6.3.1. Petani Petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi berjumlah kurang lebih seratus orang. Jumlah petani lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pedagang 64

dan produk yang dijual homogen. Petani sebagai pihak produsen dan penjual pertama memiliki tujuan pemasaran yang beragam, yaitu pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, dan konsumen akhir. Petani bebas untuk keluar masuk pasar karena sebagian besar petani tidak selalu rutin melakukan produksi jamur tiram putih secara kontinyu. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan modal yang dihadapi oleh para petani. Jika petani sedang kesulitan modal, petani tidak akan mengisi kumbungnya dan menghentikan kegiatan produksi jamur tiram putih untuk sementara waktu, artinya petani keluar dari pasar jamur tiram putih. Namun, ketika petani sedang memiliki modal, petani akan mengisi kembali kumbungnya untuk memproduksi jamur tiram putih dan kembali lagi sebagai produsen jamur tiram putih. Petani dengan skala usaha kecil berperan sebagai price taker, menerima harga yang ditawarkan oleh pembelinya, karena petani ini hanya memiliki sedikit produk sehingga tidak cukup kuat untuk menjadi price maker. Sedangkan petani dengan skala usaha besar cukup memiliki peran dalam menentukan harga jual karena petani ini memiliki produk dengan jumlah besar dan mereka mengetahui kondisi pasar dan harga jamur tiram saat proses transaksi berlangsung. Jumlah petani yang banyak dengan produk yang homogen dan memiliki kebebasan dalam keluar masuk pasar menjadikan petani ketika menjual produknya kepada lembaga tataniaga (pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir dan pedagang pengecer) memiliki struktur pasar persaingan sempurna (competitive market). 6.3.2. Pedagang Pengumpul (Pengepul) Pedagang pengumpul atau pengepul membeli langsung jamur tiram putih dari petani. Pengepul jamur tiram putih di Desa Kertawangi berjumlah hingga puluhan orang. Pengepul tidak bebas menentukan harga, mereka mendapatkan informasi harga dari bandar, pedagang grosir, dan rekan sesama pengepul. Hambatan keluar masuk pasar bagi pengepul cukup mudah, pengepul hanya perlu mendatangi petani dan kemudian menawarkan jasanya. Dengan mudahnya hambatan pengepul untuk keluar masuk pasar dan homogennya produk yang diperjualbelikan maka struktur pasar yang dihadapi oleh pengepul cenderung mengarah pada pasar persaingan sempurna. 65

6.3.3. Bandar Bandar jamur tiram di Desa Kertawangi jumlahnya tidak terlalu banyak, yakni tidak mencapai sepuluh orang. Bandar mendapatkan jamur tiram dari petani dan pengepul yang sudah menjadi pelanggannya. Bandar menerima apabila ada petani baru yang ingin memasarkan produk kepadanya. Informasi harga diperoleh bandar dari pedagang grosir dan dari Pasar Induk. Struktur pasar yang dihadapi bandar cenderung mengarah pada pasar oligopoli murni karena jumlah bandar yang tidak banyak, produk yang diperjualbelikan homogen, dan hambatan yang dihadapi bandar untuk keluar masuk pasar cukup tinggi. Bandar tetap menjadi price taker karena grosir lebih mengetahui informasi permintaan pasar. 6.3.4. Pedagang Grosir Pedagang grosir mendapatkan jamur tiram dari petani, pengepul, dan bandar. Bagi pedagang grosir yang menginginkan keuntungan lebih banyak, mereka membeli jamur tiram langsung dari petani agar harga beli lebih murah, namun tidak serta merta mereka dapat menentukan harga karena tetap saja mereka harus bersaing dengan pedagang grosir lainnya dalam mendapatkan jamur tiram dari petani dan petani akan memilih menjual produknya kepada penawar harga yang paling tinggi (hal seperti ini terjadi pada petani berskala usaha besar). Sebagai pembeli, pedagang grosir menghadapi pasar persaingan sempurna dan sebagai penjual menghadapi kecenderungan pasar oligopoli murni karena jumlah pedagang grosir di pasar induk tidak banyak, sedangkan pembeli banyak dan berasal dari dalam dan luar kota. 6.3.5. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer yang menjadi responden mendapatkan jamur tiram putih dari pedagang grosir di pasar induk. Sebagai pembeli, pedagang pengecer adalah price taker yang menerima harga pasar. Ketika melakukan penelitian, terlihat bahwa pengecer jarang melakukan proses tawar menawar ketika melakukan transaksi dengan pedagang grosir. Struktur pasar yang dihadapi oleh pengecer sebagai pembeli adalah pasar oligopsoni murni karena jumlah pedagang 66

grosir tidak banyak. Sebagai penjual di pasar-pasar kecil, pengecer menghadapi struktur pasar persaingan sempurna. 6.4. Analisis Perilaku Pasar Analisis perilaku pasar jamur tiram putih dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga, serta kerjasama diantara lembaga tataniaga. 6.4.1. Praktek Pembelian dan Penjualan Saluran tataniaga jamur tiram putih diawali oleh petani sebagai produsen. Kemudian petani melakukan proses penjualan hasil produksinya ke lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, dan langsung ke konsumen akhir. Melalui analisis yang dilakukan terhadap petani responden, dapat diketahui bahwa petani jamur tiram putih telah memiliki langganan dalam memasarkan produknya. Menurut seluruh petani responden, dalam mencari jalur pemasaran untuk jamur tiram putih hasil produksinya, petani pada awalnya didatangi oleh pedagang-pedagang yang saat ini menjadi langganannya. Kemudian petani dan pedagang tersebut menyepakati terjadinya kerjasama dalam jual beli jamur tiram putih ini. Dalam pemilihan lembaga tataniaga mana yang akan dipilih, petani mencari lembaga tataniaga yang memberikan harga beli yang tinggi untuk produknya. Setelah dilakukan proses pembelian dari petani, selanjutnya proses penjualan berlanjut ke lembaga tataniaga yang lebih besar yaitu pedagang grosir. Pedagang grosir yang membeli jamur tiram putih Desa Kertawangi terdiri dari pedagang grosir Bandung, Jakarta, Tangerang, Cibitung, Indramayu, Cirebon, dan Tegal. 6.4.2. Sistem Penentuan Harga Penentuan harga erat kaitannya dengan permintaan dan penawaran yang terjadi pada suatu komoditas. Penentuan harga pada jamur tiram putih dilakukan berdasarkan harga pasar yang sedang berlaku atau sering disebut nota pasar. 67

Apabila volume jamur tiram putih sedang sedikit maka petani adalah penentu harga, sedangkan jika volume melimpah maka pedagang yang menjadi penentu harga (price maker). Pencapaian harga jamur tiram yang paling tinggi adalah ketika bulan Ramadhan dimana harga jamur bisa mencapai Rp 15.000 per kilogram di tingkat pedagang grosir karena tingginya permintaan konsumen. Harga penjualan jamur tiram paling rendah adalah ketika hari-hari besar seperti Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Idul Fitri, Natal dan tahun baru, yaitu Rp 5.000 per kilogram di tingkat pedagang grosir. Hal tersebut dikarenakan sedikitnya permintaan sedangkan supply dari petani melimpah dan karena ketika merayakan hari besar masyarakat cenderung memilih daging untuk dikonsumsi. Informasi harga dibawa oleh pedagang grosir dari Pasar Induk Caringin dan Pasar Induk Kramat Jati. Petani dengan skala usaha sedang dan besar biasanya memiliki informan yang setiap saat dapat menginformasikan apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga komoditas jamur tiram putih di pasar induk. Pedagang grosir adalah pihak yang menawarkan harga pertama kali kepada bandar, pengepul, dan petani, dan untuk mencapai kesepakatan biasanya dilakukan juga sedikit proses tawar menawar. Walaupun demikian, keputusan terakhir ditentukan oleh lembaga dengan posisi tawar yang lebih tinggi sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi. Harga jamur tiram di tingkat petani sebagian besar adalah Rp 7.000 dan di tingkat pengecer Rp 12.000. Dalam penetapan harga beli dan harga jual jamur tiram antara pedagang satu dan lainnya (yang setingkat) tidak ada kesepakatan, artinya setiap pedagang menetapkan harga jual dan harga belinya masing-masing dengan berdasar pada nota pasar. Harga-harga tersebut tidak akan jauh berbeda, perbedaan harga hanya berkisar antara Rp 100 hingga Rp 200. 6.4.3. Sistem Pembayaran Penentuan sistem pembayaran pembelian disesuaikan dengan kehendak petani. Ada petani yang meminta pembayaran dengan sistem keluar-masuk harian, tiga harian, dan mingguan. Sebagian besar petani menggunakan sistem pembayaran keluar-masuk harian, maksudnya barang yang hari ini diambil oleh pembeli akan dibayarkan pada keesokan harinya ketika pembeli kembali lagi 68

untuk mengambil barang berikutnya. Ada pula sistem pembayaran tiga harian, yaitu pembayaran dilakukan setiap tiga hari serta sistem pembayaran mingguan adalah pembayaran yang dilakukan setiap tujuh hari sekali di akhir minggu. Sistem pembayaran seperti ini didasarkan atas rasa saling percaya antara kedua belah pihak. Sistem pembayaran penjualan antara pengepul, bandar, dan pedagang grosir menggunakan sistem keluar-masuk harian, tiga harian, dan mingguan, tergantung dari hasil kesepakatan. Sistem pembayaran penjualan antara pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir dilakukan dengan pembayaran tunai. Sistem pembayaran pada saluran tataniaga lima (petani langsung bertemu konsumen) menggunakan sistem pembayaran tunai. 6.4.4. Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama terjalin di antara petani dengan lembaga tataniaga dan antar lembaga tataniaga. Kerjasama antara petani dengan pedagang pengumpul dan bandar dilakukan berdasarkan kebutuhan petani akan lembaga yang akan memasarkan produknya dan kebutuhan pengumpul dan bandar dalam mendapatkan pasokan jamur tiram secara kontinyu. Kerjasama yang erat terjalin dengan berlandaskan kepercayaan antar kedua belah pihak, walaupun tanpa adanya pernyataan tertulis/kontrak kerjasama. 6.5. Analisis Keragaan Pasar Analisis keragaan pasar bertujuan untuk mengetahui besarnya marjin tataniaga, rasio antara keuntungan dan biaya, farmer s share, dan efisiensi tataniaga pada saluran tataniaga jamur tiram putih. 6.5.1. Analisis Marjin Tataniaga Marjin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biayabiaya tataniaga yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh oleh lembaga 69

tataniaga. Biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam proses tataniaga jamur tiram putih ini meliputi biaya pengemasan, pengangkutan/ transportasi, retribusi, bongkar muat, sewa tempat, dan tenaga kerja. Uraian biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Biaya Tataniaga Masing-masing Lembaga Tataniaga Keterangan Biaya (Rp/Kg) Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Petani - - - 76,67 Pedagang Pengumpul 1. Biaya Pengemasan 2. Biaya Pengangkutan 3. Biaya Tenaga Kerja 76,67 18 114,3 - - - 76,67 - - - - - Bandar 1. Biaya Pengemasan 2. Biaya Pengangkutan 3. Biaya Tenaga Kerja Pedagang Grosir 1. Biaya Pengangkutan 2. Biaya Tenaga Kerja 3. Biaya Retribusi Pasar 4. Biaya Sewa Kios 5. Biaya Bongkar Muat Pedagang Pengecer 1. Biaya Pengangkutan 2. Biaya Sewa Jongko 3. Biaya Retribusi Pasar Induk Jumlah 208,97-76,67 - - - - 76,67 9 57,14 76,67 9 57,14 - - - Jumlah - 142,81 142,81-22,5 10 6 20 100 22,5 10 6 20 100 22,5 10 6 20 100 22,5 10 6 20 100 Jumlah 158,5 158,5 158,5 158,5 100 100 100 100 100 100 100 100 60 60 60 60 Jumlah 260 260 260 260 Total Biaya Tataniaga 627,47 561,31 637,98 418,5 Biaya tataniaga terbesar dikeluarkan oleh saluran tataniaga tiga, yaitu sebesar 637,98. Hal tersebut disebabkan karena saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang paling banyak melibatkan lembaga tataniaga didalamnya sehingga biaya tataniaga yang dikeluarkan pun lebih besar. Saluran tataniaga empat adalah saluran dengan biaya tataniaga terendah, yaitu sebesar 418,5. Saluran tataniaga empat adalah saluran terpendek diantara saluran tataniaga lainnya, yaitu hanya melibatkan pedagang grosir dan pedagang pengecer sebagai 70

lembaga tataniaga. Setelah menghitung biaya tataniaga, dapat diketahui marjin tataniaga masing-masing lembaga yang terlibat dalam setiap saluran tataniaga dan total marjin tataniaga tiap saluran tataniaga. 1) Marjin Tataniaga pada Saluran Tataniaga I Saluran tataniaga satu melibatkan petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Petani responden yang menggunakan saluran satu ini berjumlah tiga orang petani atau sebesar 37,5 persen dari total petani responden. Volume jamur tiram putih yang dijual melalui saluran ini sebanyak 105 kilogram atau 9,17 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Harga jual di tingkat petani adalah Rp 7.000/kg dan harga jual untuk konsumen akhir sebesar Rp 12.000/kg. Petani pada saluran ini tidak mengeluarkan biaya tataniaga. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga satu antara lain: biaya pengemasan, biaya pengangkutan/transportasi, biaya tenaga kerja, biaya retribusi pasar, biaya bongkar muat, dan biaya sewa kios. Total biaya tataniaga saluran satu sebesar Rp 627,47 per kilogram atau sebesar 5,23 persen dan total keuntungan sebesar Rp 4.372,53 per kilogram atau 36,44 persen, sehingga total marjin tataniaga saluran satu adalah sebesar Rp 5.000 per kilogram atau sebesar 41,67 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai keuntungan tataniaga, marjin tataniaga, harga beli, dan harga jual jamur tiram putih di masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga satu dapat dilihat pada Tabel 20. 71

Tabel 20. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, Harga Beli, dan Harga Jual Jamur Tiram Putih pada Saluran Tataniaga I Uraian Nilai (Rp/Kg) Persentase Petani Harga Jual 7.000 58,33 Biaya Tataniaga - - Pedagang Pengumpul Harga Beli 7.000 58,33 Biaya Tataniaga 208,97 1,74 Keuntungan 291,03 2,43 Marjin Tataniaga 500 4,17 Harga Jual 7.500 62,50 Pedagang Grosir Harga Beli 7.500 62,50 Biaya Tataniaga 158,50 1,32 Keuntungan 841,50 7,01 Marjin Tataniaga 1.000 8,33 Harga Jual 8.500 70,83 Pedagang Pengecer Harga Beli 8.500 70,83 Biaya Tataniaga 260 2,17 Keuntungan 3.240 27,00 Marjin Tataniaga 3.500 29,17 Harga Jual 12.000 100 Total Biaya Tataniaga 627, 47 5,23 Total Keuntungan 4.372,53 36,44 Total Marjin Tataniaga 5.000 41,67 2) Marjin Tataniaga pada Saluran Tataniaga II Saluran tataniaga dua melibatkan petani, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Petani responden yang menggunakan saluran dua ini berjumlah dua orang petani atau sebesar 25 persen dari total petani responden. Volume jamur tiram putih yang dijual melalui saluran ini sebanyak 150 kilogram atau 13,1 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Harga jual di tingkat petani adalah Rp 7.000/kg dan harga jual untuk konsumen akhir sebesar Rp 12.000/kg. Petani pada saluran ini tidak mengeluarkan biaya tataniaga. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga dua sama dengan biaya yang dikeluarkan pada saluran satu, antara lain: biaya pengemasan, biaya pengangkutan/transportasi, biaya tenaga kerja, biaya retribusi pasar, biaya 72

bongkar muat, dan biaya sewa kios. Total biaya tataniaga saluran dua sebesar Rp 561,31 per kilogram atau sebesar 4,68 persen dan total keuntungan sebesar Rp 4.438,69 per kilogram atau 36,99 persen, sehingga total marjin tataniaga saluran satu adalah sebesar Rp 5.000 per kilogram atau sebesar 41,67 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai keuntungan tataniaga, marjin tataniaga, harga beli, dan harga jual jamur tiram putih di masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga dua dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, Harga Beli, dan Harga Jual Jamur Tiram Putih pada Saluran Tataniaga II Uraian Nilai (Rp/Kg) Persentase Petani Harga Jual 7.000 58,33 Biaya Tataniaga - - Bandar Harga Beli 7.000 58,33 Biaya Tataniaga 142,81 1,19 Keuntungan 357,19 2,98 Marjin Tataniaga 500 4,17 Harga Jual 7.500 62,50 Pedagang Grosir Harga Beli 7.500 62,50 Biaya Tataniaga 158,50 1,32 Keuntungan 841,50 7,01 Marjin Tataniaga 1.000 8,33 Harga Jual 8.500 70,83 Pedagang Pengecer Harga Beli 8.500 70,83 Biaya Tataniaga 260 2,17 Keuntungan 3.240 27,00 Marjin Tataniaga 3.500 29,17 Harga Jual 12.000 100 Total Biaya Tataniaga 561,31 4,68 Total Keuntungan 4.438,69 36,99 Total Marjin Tataniaga 5.000 41,67 3) Marjin Tataniaga pada Saluran Tataniaga III Saluran tataniaga tiga melibatkan petani, pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Saluran tataniaga tiga merupakan saluran terpanjang, artinya saluran tataniaga yang paling banyak 73

melibatkan lembaga tataniaga didalamnya. Petani responden yang menggunakan saluran tiga ini berjumlah satu orang petani atau sebesar 12,5 persen dari total petani responden. Volume jamur tiram putih yang dijual melalui saluran ini sebanyak 40 kilogram atau 3,49 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Harga jual di tingkat petani adalah Rp 6.800/kg dan harga jual untuk konsumen akhir sebesar Rp 12.000/kg. Petani pada saluran ini tidak mengeluarkan biaya tataniaga. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga tiga hampir sama dengan biaya yang dikeluarkan pada saluran satu dan dua, antara lain: biaya pengemasan, biaya pengangkutan/transportasi, biaya tenaga kerja, biaya retribusi pasar, biaya bongkar muat, dan biaya sewa kios. Total biaya tataniaga saluran tiga sebesar Rp 637,98 per kilogram atau sebesar 5,32 persen dan total keuntungan sebesar Rp 4.562,02 per kilogram atau 38,02 persen, sehingga total marjin tataniaga saluran satu adalah sebesar Rp 5.200 per kilogram atau sebesar 43,34 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai keuntungan tataniaga, marjin tataniaga, harga beli, dan harga jual jamur tiram putih di masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga tiga dapat dilihat pada Tabel 22. 74

Tabel 22. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, Harga Beli, dan Harga Jual Jamur Tiram Putih pada Saluran Tataniaga III Uraian Nilai (Rp/Kg) Persentase Petani Harga Jual 6.800 56,67 Biaya Tataniaga - - Pedagang Pengumpul Harga Beli 6.800 56,67 Biaya Tataniaga 76,67 0,64 Keuntungan 123,33 1,03 Marjin Tataniaga 200 1,67 Harga Jual 7.000 58,33 Bandar Harga Beli 7.000 58,33 Biaya Tataniaga 142,81 1,19 Keuntungan 357,19 2,98 Marjin Tataniaga 500 4,17 Harga Jual 7.500 62,50 Pedagang Grosir Harga Beli 7.500 62,50 Biaya Tataniaga 158,50 1,32 Keuntungan 841,50 7,01 Marjin Tataniaga 1.000 8,33 Harga Jual 8.500 70,83 Pedagang Pengecer Harga Beli 8.500 70,83 Biaya Tataniaga 260 2,17 Keuntungan 3.240 27,00 Marjin Tataniaga 3.500 29,17 Harga Jual 12.000 100 Total Biaya Tataniaga 637,98 5,32 Total Keuntungan 4.562,02 38,02 Total Marjin Tataniaga 5.200 43,34 4) Marjin Tataniaga pada Saluran Tataniaga IV Saluran tataniaga empat melibatkan petani, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Saluran tataniaga empat merupakan saluran tataniaga terpendek yang hanya melibatkan dua lembaga tataniaga. Petani responden yang menggunakan saluran empat ini berjumlah dua orang petani atau sebesar 25 persen dari total petani responden. Saluran tataniaga empat merupakan saluran dengan volume penjualan terbanyak, yaitu 850 kilogram atau 74,23 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Saluran 75

empat memiliki harga jual di tingkat petani paling tinggi yaitu sebesar Rp 7.500/kg dan harga jual untuk konsumen akhir sebesar Rp 12.000/kg. Berbeda dengan petani pada saluran-saluran tataniaga sebelumnya, petani pada saluran empat ini mengeluarkan biaya tataniaga berupa biaya pengemasan. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga empat antara lain: biaya pengangkutan/transportasi, biaya tenaga kerja, biaya retribusi pasar, biaya bongkar muat, dan biaya sewa kios. Total biaya tataniaga saluran empat sebesar Rp 495,17 per kilogram atau sebesar 4,13 persen dan total keuntungan sebesar Rp 4.081,5 per kilogram atau 34,01 persen, sehingga total marjin tataniaga saluran satu adalah sebesar Rp 4.500 per kilogram atau sebesar 37,5 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai keuntungan tataniaga, marjin tataniaga, harga beli, dan harga jual jamur tiram putih di masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga tiga dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, Harga Beli, dan Harga Jual Jamur Tiram Putih pada Saluran Tataniaga IV Uraian Nilai (Rp/Kg) Persentase Petani Harga Jual 7.500 62,50 Biaya Tataniaga 76,67 0,64 Pedagang Grosir Harga Beli 7.500 62,50 Biaya Tataniaga 158,50 1,32 Keuntungan 841,50 7,01 Marjin Tataniaga 1.000 8,33 Harga Jual 8.500 70,83 Pedagang Pengecer Harga Beli 8.500 70,83 Biaya Tataniaga 260 2,17 Keuntungan 3.240 27,00 Marjin Tataniaga 3.500 29,17 Harga Jual 12.000 100 Total Biaya Tataniaga 495,17 4,13 Total Keuntungan 4.081,50 34,01 Total Marjin Tataniaga 4.500 37,50 76

Saluran tataniaga tiga memiliki nilai marjin tataniaga tertinggi diantara keempat saluran tataniaga jamur tiram putih, yaitu sebesar Rp 5.200 per kilogram (43,34 persen) dan total biaya tataniaga tertinggi, yaitu Rp 637,98 per kilogram (5,32 persen). Saluran empat memiliki nilai marjin tataniaga terendah diantara keempat saluran tataniaga jamur tiram putih, yaitu sebesar Rp 4.500 per kilogram (37,5 persen) dan memiliki total biaya tataniaga terendah, yaitu Rp 495,17 per kilogram. Namun sayangnya saluran tataniaga empat ini hanya digunakan oleh petani dengan skala usaha besar. 6.5.2. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya Rasio keuntungan atas biaya (Π/C) adalah persentase keuntungan tataniaga terhadap biaya tataniaga teknis (operasional) untuk mengetahui tingkat efisiensinya. Rasio keuntungan diperoleh dari pembagian keuntungan tataniaga lembaga tataniaga tingkat ke-i (Πi) dengan biaya tataniaga di lembaga tataniaga tingkat ke-i (Ci). Keuntungan tataniaga diperoleh dari selisih harga jual dengan harga beli pada masing-masing lembaga tataniaga dikurangi dengan biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya ini digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan tataniaga yang dilakukan memberikan keuntungan kepada para pelaku tataniaga. Jika Π/C bernilai positif (Π/C > 0), maka kegiatan tataniaga tersebut menguntungkan. Sebaliknya, jika Π/C bernilai negatif (Π/C < 0), maka kegiatan tersebut tidak memberikan keuntungan kepada pelaku tataniaga. Pada Tabel 24 dapat dilihat analisis rasio keuntungan terhadap biaya pada lembaga tataniaga jamur tiram putih di Desa Kertawangi. 77

Tabel 24. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya pada Tataniaga Jamur Tiram Putih Di Desa Kertawangi Lembaga Tataniaga Keuntungan (Rp/Kg) Biaya (Rp/Kg) Π/C Saluran Tataniaga I Pedagang Pengumpul 291,03 208,97 1,39 Pedagang Grosir 841,50 158,50 5,31 Pedagang Pengecer 3.240,00 260,00 12,46 Saluran Tataniaga II Total 4.372,53 627,47 19,16 Bandar 357,19 142,81 2,50 Pedagang Grosir 841,50 158,50 5,31 Pedagang Pengecer 3.240,00 260,00 12,46 Saluran Tataniaga III Total 4.438,69 561,31 20,27 Pedagang Pengumpul 123,33 76,67 1,61 Bandar 357,19 142,81 2,50 Pedagang Grosir 841,50 158,50 5,31 Pedagang Pengecer 3.240,00 260,00 12,46 Saluran Tataniaga IV Total 4.562,02 637,98 21,88 Pedagang Grosir 841,50 158,50 5,31 Pedagang Pengecer 3.240,00 260,00 12,46 Total 4.081,50 418,50 17,77 Suatu saluran tataniaga dikatakan efisien apabila penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga tataniaga merata dan farmer s share lebih besar dibanding dengan total marjin tataniaga. Pada saluran tataniaga satu hingga empat, terlihat bahwa pedagang pengecer adalah lembaga tataniaga yang memperoleh keuntungan paling besar, ditunjukkan dengan nilai Π/C sebesar 12,46 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer akan menghasilkan keuntungan sebesar 12,46 satuan rupiah. Nilai Π/C terkecil diperoleh pedagang pengumpul pada saluran tataniaga satu, 78

yaitu sebesar 1,39. Seluruh saluran tataniaga jamur tiram putih memiliki nilai Π/C lebih besar dari satu, artinya bahwa kegiatan tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga di masing-masing saluran sudah memberikan keuntungan. 6.5.3. Analisis Farmer s Share Pendapatan yang diterima petani (farmer s share) merupakan perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir dan dinyatakan dalam bentuk persen. Besarnya bagian yang diterima petani jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 25 berikut. Tabel 25. Analisis Farmer s Share pada Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi Saluran Pemasaran Harga di Tingkat Petani (Rp/Kg) Harga di Tingkat Konsumen (Rp/Kg) Farmer s Share (%) I 7.000 12.000 58,33 II 7.000 12.000 58,33 III 6.800 12.000 56,67 IV 7.500 12.000 62,50 Farmer s share yang tertinggi adalah saluran tataniaga empat, yaitu sebesar 62,5 persen dengan volume penjualan 850 kilogram per hari. Dapat dikatakan bahwa saluran tataniaga empat ini memberikan bagian pendapatan yang cukup besar bagi petani hingga diatas 50 persen. Hal tersebut disebabkan karena saluran tataniaga empat tidak melibatkan banyak lembaga tataniaga dimana petani langsung berhubungan dengan pedagang grosir dalam memasarkan hasil produksinya. Namun sayangnya, saluran tataniaga empat hanya digunakan oleh dua orang petani responden yang mana kedua petani responden tersebut adalah petani berskala usaha besar. Petani yang berhubungan langsung dengan pedagang grosir sebagian besar adalah petani dengan skala usaha besar, sedangkan sebagian besar petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi merupakan petani dengan skala usaha kecil, sehingga tidak bias langsung 79