BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan subjek tikus putih (Rattus norvegicus) jantan

dokumen-dokumen yang mirip
UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan eksperimental dengan randomized pre post test control

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Luka bakar merupakan masalah pada kulit yang sering terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Histologi, Mikrobiologi, dan Farmakologi.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Bahan Uji dan Pembanding

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Bahan Uji Dan Pembanding. x = g/kgbb/hr

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN UKDW. proliferasi, dan remodeling jaringan (Van Beurden et al, 2005). Fase proliferasi

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

LAMPIRAN A DETERMINASI BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS)

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

keterangan: T = jumlah perlakuan R= jumlah replikasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. rancangan acak lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. menggunakan pre dan post-test design. Pre-test pada penelitian ini adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB 3 METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENGARUH LIDAH BUAYA ( Aloe vera) TERHADAP WAKTU PENUTUPAN LUKA SAYAT PADA MUKOSA RONGGA MULUT TIKUS WISTAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 2013; Wasitaatmadja, 2011). Terjadinya luka pada kulit dapat mengganggu

LAMPIRAN LAMPIRAN 1 GAMBAR PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. kategori. Dan pada penelitian ini digunakan 3 sampel. pengukuran kadar

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hewan penelitian adalah tikus jantan galur wistar (Rattus Norvegicus), umur

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

PENGARUH EKSTRAK CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUSTECENS L) TERHADAP JUMLAH LEUKOSIT PADA TIKUS PUTIH JANTAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus

Pengaruh Pemberian Ozon terhadap Waktu Penyembuhan Luka Insisi pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar

BAB V HASIL PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak tujuh plate dengan inkubasi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. terkontrol. Menggunakan 25 ekor tikus putih ( Rattus norvegicus) jantan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini memiliki ruang lingkup pada ilmu Farmakologi dan Biokimia.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan pola post testonly

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan subjek tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague-Dawley yang dipilih secara acak dari tempat pemeliharaannya. Subjek tikus putih tersebut berjumlah 24, umur sekitar 6-8 minggu, berjenis kelamin jantan, berat rata-rata 180-250 gram, dan telah diadaptasikan di kandang Laboratorium Hewan Uji Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY selama 3 hari. Subjek penelitian dibagi dalam 4 kelompok dengan masing-masing kelompok terdapat 6 subjek, pada kelompok A, B, dan C diberikan perlakuan khusus pemberian ekstrak topikal gel lidah buaya 90% dan kelompok D tidak diberikan perlakuan sama sekali sebagai kelompok kontrol. Kelompok-kelompok tersebut diberi identitas sebagai kelompok A (pengolesan topikal gel 3 kali sehari), kelompok B (pengolesan topikal gel 2 kali sehari), kelompok C (pengolesan topikal gel 1 kali sehari) dan kelompok D tanpa pengolesan ( kontrol). Selain perlakuan khusus yang diberikan pada masing-masing kelompok, perlakuan lainnya seperti lingkungan, tempat tinggal, pemberian makan dan minum untuk keseluruhan kelompok dibuat sama. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari perbedaan hasil penelitian antar kelompok yang akan diperoleh kemudian. Sebelum dilakukan percobaan, tikus putih (Rattus norvegicus) dalam setiap kelompok ditimbang 37

38 terlebih dahulu dengan timbangan hewan kemudian diadaptasikan selama 3 hari di laboratorium hewan uji (lampiran 1). Hasil pengukuran berat badan (BB) dapat dilihat pada tabel 2 : Tabel 1. Rerata berat badan subjek penelitian tiap kelompok Kelompok Rerata Berat Badan (gram) ± Standar Deviasi A 195 ± 10.4 B 195,8 ± 13,5 C 193,3 ± 12,1 D 199,1 ± 10,2 Berdasarkan tabel 2 rerata berat badan subjek penelitian tiap-tiap kelompok masuk kriteria prasyarat penelitian berat badan subjek penelitian 180-250 gram, dengan hasil menunjukkan berat badan subjek 193,3 199,1 gram dan nilai deviasi ± 10,2 13,5. Tabel 2. Grafik penyembuhan luka kelompok A 6 4 2 0 5 Grafik Penyembuhan Luka Kelompok A Pengolesan Topikal Gel Lidah Buaya 3x1 Hari 4.16 3.6 Hari Pembedahan Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-10 2.6 1.6 Rerata Hasil Kelompok A pengolesan Lidah Buaya 3x1 hari

39 Berdasarkan tabel 3 grafik penyembuhan luka kelompok A diatas menggambarkan adanya penurunan panjang luka dari hari pembedahan sampai hari ke- 10. Pada hari pembedahan panjang luka 5 mm, hari ke-3 sisa luka 4,16 mm, hari ke-5 sisa luka 3,6 mm, hari ke-7 sisa luka 2,6 mm, dan sampai hari ke-10 masih menyisakan luka 1,6 mm dan luka belum menutup dengan sempurna. Tabel 3. Grafik penyembuhan luka kelompok B 6 4 2 0 5 Rerata Hasil Kelompok B Pengolesan Topikal Gel Lidah Buaya 2x1 hari 4 3.1 2.08 1.08 Hari Pembedahan Hari Ke-3 Hari Ke-5 Hari Ke-7 Hari Ke-10 Rerata Hasil Kelompok B Pengolesan Topikal Gel Lidah Buaya 2x1 Hari Berdasarkan tabel 4 grafik penyembuhan luka kelompok B diatas menggambarkan adanya penurunan panjang luka dari hari pembedahan sampai hari ke- 10. Pada hari pembedahan panjang luka 5 mm, hari ke-3 sisa luka 4 mm, hari ke-5 sisa luka 3,1 mm, hari ke-7 sisa luka 2,08 mm, dan sampai hari ke-10 masih menyisakan luka 1,08 mm dan luka belum menutup dengan sempurna. Tabel 4. Grafik penyembuhan luka kelompok C

40 10 5 0 Rerata Hasil Kelompok C Pengolesan Topikal Gel Lidah Buaya 1x1 Hari 5 3.5 2 1 0 Hari pembedahan Hari Ke-3 Hari Ke-5 Hari Ke-7 Hari Ke-10 Rerata Hasil Kelompok C Pengolesan Topikal Gel Lidah Buaya 1x1 hari Berdasarkan tabel 5 grafik penyembuhan luka kelompok C diatas menggambarkan adanya penurunan panjang luka dari hari pembedahan sampai hari ke- 10. Pada hari pembedahan panjang luka 5 mm, hari ke-3 sisa luka 3,5 mm, hari ke-5 sisa luka 2 mm, hari ke-7 sisa luka 1 mm, dan sampai hari ke-10 luka telah menutup dengan sempurna. Tabel 5. Grafik penyembuhan luka kelompok D 6 4 2 0 Rerata Hasil Kelompok D Tanpa Pengolesan Topikal Gel Lidah Buaya (Kontrol) Hari Pembedahan Hari Ke-3 Hari Ke-5 Hari Ke-7 Hari Ke-10 Rerata Hasil Kelompok D Tanpa Pengolesan Lidah Buaya

41 Berdasarkan tabel 6 grafik penyembuhan luka kelompok D diatas menggambarkan adanya penurunan panjang luka dari hari pembedahan sampai hari ke- 10. Pada hari pembedahan panjang luka 5 mm, hari ke-3 sisa luka 4,75 mm, hari ke-5 sisa luka 4,16 mm, hari ke-7 sisa luka 3,6 mm, dan sampai hari ke-10 masih menyisakan luka 3,16 mm dan luka belum menutup dengan sempurna. Tabel 6. Grafik Rerata Penyembuhan Luka dari Tiap Kelompok 5 4 3 2 1 0 Rata-rata penyembuhan luka tiap kelompok 4.14 3.42 3.06 2.3 Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D Berdasarkan tabel 7 grafik rerata penyembuhan luka tiap kelompok diatas menggambarkan rata-rata penyembuhan panjang luka pada kelompok A sekitar 3,42 mm, kelompok B sekitar 3,06 mm, kelompok C sekitar 2,3 mm, dan kelompok D sekitar 4,14 mm. Sehingga menunjukkan hasil bahwa penyembuhan luka tercepat adalah kelompok C (2,3 mm) dengan pengolesan 1 kali sehari dan penyembuhan luka terlama adalah kelompok D (4,14 mm) tanpa perlakuan. Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas Variansi

42 Test Homogenity of Variances Kelompok Levene Statistic df1 df2 Sig. Kelompok_A.053 5 24.998 Kelompok_B.049 5 24.998 Kelompok_C.000 5 24 1.000 Kelompok_D.190 5 24.964 Berdasarkan tabel 8 hasil uji homogenitas variansi pada tiap-tiap kelompok menggunakan uji normalitas dengan tes Shapiro Wilk untuk <50 sampel menunjukkan distribusi yang normal (p > 0,05) kemudian dilanjutkan tes homogenitas (homogenity variance) menunjukkan (p > 0,05) sebagai prasyarat tes dengan hasil menunjukkan signifikasi pada kelompok A sig 0.998, kelompok B sig 0.998, kelompok C sig 1.000, dan kelompok D sig 0.964, sehingga menunjukkan distribusi data tiap-tiap kelompok normal dan dilanjutkan dengan uji One Way. Tabel 8. Hasil tes Oneway Anova Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Kelompok_A.842 5.168.100.991 40.200 24 1.675 41.042 29

43 Kelompok_B.367 5.073.031.999 57.500 24 2.396 57.867 29 Kelompok_C.000 5.000.000 1.000 94.800 24 3.950 94.800 29 Kelompok_D.975 5.195.332.889 14.100 24.588 15.075 29 Berdasarkan tabel 9 hasil uji One Way Anova pada semua antar kelompok menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p > 0,05) untuk proses penyembuhan luka antara kelompok penelitian, dengan hasil signifikasi pada kelompok A sig 0.991, kelompok B sig 0.999, kelompok C sig1.000, dan kelompok D sig 0.889, sehingga menunjukkan distribusi data antar kelompok normal. Uji antar kelompok dilanjutkan dengan Uji Oneway Anova dengan nilai signifikasi (p > 0.05) hasil nilai pada kelompok A sig 0.991, kelompok B sig 0.999, kelompok C sig 1, dan kelompok D sig 0.889, jadi hasil data tersebut terdistribusi secara normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang diberikan pada kelompok A, B, dan C memberikan pengaruh terhadap kecepatan proses penyembuhan luka dibandingkan kelompok D tanpa perlakuan.

44 B. Pembahasan Hasil pengukuran berat badan tikus putih (Rattus norvegicus) pada setiap subjek penelitian berkisar 180-250 gram, berat badan ikut dipertimbangkan karena dalam proses penyembuhan luka turut dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang berkaitan dengan berat badan. Pada penelitian ini menunjukkan rerata berat badan subjek penelitian dari semua kelompok berkisar antara 193,3 gram 199,1 gram dengan nilai deviasi ± 10,2 13,5. Menurut Hahler (2009), pasien yang obesitas memiliki jaringan lemak yang sangat rentan terhadap infeksi selama fase pembedahan sehingga mengalami resiko peningkatan infeksi. Selain itu, menurut Nice (2008) jaringan lemak memiliki vaskularisasi yang buruk dan berefek pada oksigenisasi jaringan dalam meningkatkan terjadinya wound dehiscence (Tita, dkk 2017). Kecukupan asupan nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka, karena dapat merangsang pertumbuhan sel-sel baru pada kulit yang merupakan tahap proliferasi sel yang ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi pada luka yang merupakan kombinasi elemen seluler fibroblast dan sel inflamasi secara bersamaan membentuk kapiler baru dan jika tidak ada infeksi atau kontaminasi, fase inflamasi berlangsung secara singkat (Rahmanda, dkk 2014). Proses penyembuhan luka pada semua kelompok A, B, C, dan D, melewati beberapa proses penyembuhan luka yaitu, pertama tahap hemostasis ditandai dengan terjadinya perdarahan langsung setelah dilakukan pembedahan sampai kedalaman

45 batas antara lapisan dermis dan membrana lipid dengan panjang luka 5 mm. Kedua tahap inflamasi dimulai pada saat perdarahan berhenti dan luka terlihat jelas dengan garis merah memanjang sampai kedalaman dermis dan membrana lipid dengan keadaan mukosa yang kemerahan. Ketiga tahap proliferasi ditandai dengan garis merah memanjang sudah hilang dan lapisan dermis sudah tertutup dengan tampak pembentukan lapisan epidermis berwarna putih pucat dan kondisi luka masih sedikit terbuka. Keempat tahap remodeling ditandai luka hampir menutup sempurna, warna putih pucat memudar mengikuti warna mukosa gingiva dilapisan epidermis. Kelima tahap remodeling dan maturasi ditandai luka menutup dengan baik sempurna tanpa adanya jaringan parut. Pada Kelompok A terjadi proses penyembuhan luka yang dihitung dari hari pembedahan, hari ke-3, 5, 7, dan 10 dengan hasil rata-rata terjadi penutupan 1 mm, meskipun di hari ke-10 luka belum menutup dengan sempurna, penutupan luka cukup signifikan pada hari ke-5 sampai hari ke 10, hal ini disebabkan pada tahap inflamasi pemberian lidah buaya diberikan sebanyak 3-6 ml dikarenakan pada tahap inflamasi dibutuhkan lebih banyak makrofag yang berperan dalam memperbaiki jaringan, sebab kandungan dalam lidah buaya memiliki zat acemannan yang mempunyai efek samping merusak mukosa lebih banyak daripada keuntungan acemannan dalam mengaktivasi makrofag dan sitokin untuk memperbaiki jaringan baru, sehingga pada hari pembedahan sampai hari ke 3 penutupan luka kurang signifikan dan menyebabkan terjadi keterlambatan penutupan luka pada hari ke-10.

46 Kemudian pada kelompok B terjadi proses penyembuhan luka yang dihitung dari hari pembedahan, hari ke-3, 5, 7, dan 10 dengan hasil rata-rata terjadi penutupan 1 mm, meskipun di hari ke-10 luka belum menutup dengan sempurna, penutupan luka cukup signifikan dari awal pembedahan sampai hari ke-10 dengan penutupan luka belum menutup sempurna seperti kelompok A, tetapi pada kelompok B terdapat perbedaan dibandingkan kelompok A, meskipun dosis yang diberikan pada kelompok B lebih sedikit yaitu 2-4 ml dalam sehari, memberikan hasil penutupan luka yang seimbang dari awal pembedahan sampai hari ke-10 yang memberikan efek samping dari kandungan acemanan yang bersifat merusak mukosa dan keuntungan acemannan dalam mengaktivasi makrofag seimbang. Selanjutnya, pada kelompok C terjadi proses penyembuhan luka yang dihitung dari hari pembedahan, hari ke-3, 5, 7, dan 10 dengan hasil rata-rata terjadi penutupan 1,25 mm dan luka menutup sempurna di hari ke-10. Penutupan cukup signifikan pada awal pembedahan sampai hari ke-5, hal ini disebabkan dalam tahap inflamasi pemberian dosis harian lidah buaya sebanyak 1-2 ml yang menyebabkan kandungan acemannan didalam lidah buaya memiliki lebih banyak keuntungan mengaktivasi makrofag daripada efek samping acemannan yang merusak mukosa, memasuki hari ke-5 sudah ditahap proliferasi, lidah buaya menstimulasi sel dengan meningkatkan ephitelial growth factor (EGF) untuk mempercepat proliferasi sel sehingga pada hari ke-7 telah memasuki tahap remodeling dan terjadi penutupan pada sempurna pada hari ke-10.

47 Kemudian, pada kelompok D terjadi proses penyembuhan luka yang dihitung dari hari pembedahan, hari ke-3, 5, 7, dan 10 dengan hasil rata-rata penutupan 0,46 mm dan belum terjadi penutupan luka pada hari ke-10. Penutupan luka kurang signifikan dari awal pembedahan sampai hari ke-10 dan cenderung sangat lambat, hal ini disebabkan sedikitnya aktivasi makrofag dalam melepaskan sitokin dan faktor pertumbuhan yang menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan protein dalam memperbaiki jaringan ditahap inflamasi dan proliferasi. Kelompok D sebagai kelompok kontrol tanpa perlakuan mengalami proses penyembuhan luka terlama dibandingkan kelompok C yang merupakan kelompok tercepat dalam proses penyembuhan luka. Kelompok D dari hari pembedahan sampai hari ke-5 masih dalam proses inflamasi, berbeda dengan kelompok C yang diberikan lidah buaya 1-2 ml tiap hari. Penyembuhan luka pada kelompok A pengolesan 3 kali sehari dan kelompok B pengolesan 2 kali sehari pada hari ke-10 masing-masing kelompok menunjukkan belum terjadi penutupan panjang luka dengan sisa luka 1,6 mm dan 1,08 mm, hal ini disebabkan banyaknya kandungan acemannan pada lidah buaya yang melebihi dosis harian dalam penelitian tersebut, sehingga kemungkinan apabila dilakukan pengolesan ekstrak gel lidah buaya 90% 2 kali sehari dan 3 kali sehari harus dilakukan pengurangan dosis dari dosis sebelumnya, yaitu 1-2 ml tiap kali pemberian. Seperti penelitian sebelumnya Pengaruh Pemberian Gel Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Gambaran Histopatologi Gaster Tikus Wistar yang Diinduksi

48 Indometasin menunjukkan bahwa acemannan tersusun dari senyawa polimer manose rantai panjang yang larut dalam air memiliki keuntungan dalam memodulasi fungsi imun lewat aktivasi makrofaq dan sitokin (Mustaqim, dkk 2018). Makrofag akan melepaskan zat sitokin dan faktor pertumbuhan seperti EGF VEGF, TGF-a, TGF-b, PDGF yang dapat merekrut keratinosit, sel endotel, dan fibroblas dalam menghasilkan protein (Atik, dkk 2009). Penelitian lainnya juga menunjukkan volume gel lidah buaya yang lebih besar tidak setara dengan kenaikan efek lidah buaya dalam terapi penyembuhan luka, justru memberikan hasil kerusakan yang jauh lebih besar dibandingkan pemberian gel lidah buaya volume yang lebih rendah, karena acemannan mempunyai efek samping toksik dalam mempercepat kerusakan mukosa. Dosis topikal gel yang paling tepat diberikan dalam penyembuhan luka berkisar 1-2 ml dengan 1 kali pengolesan dalam satu hari, hal lain juga dapat disebabkan karena kesalahan saat menyondekan gel lidah buaya ataupun faktor keadaan tikus itu sendiri seperti proses regenerasi epitel dan faktor pertahanan (Mustaqim, dkk 2018).