BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang ikut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang dapat menyerang manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KEPARAHAN KARIES PADA GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN BERDASARKAN KELOMPOK UMUR 6 DAN 12 TAHUN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERTIWI, MAKASSAR

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kualitas hidup terkait dengan kesehatan mulut

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi dan radang gusi (gingivitis) merupakan penyakit gigi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempat, yaitu PAUD Amonglare, TK Aisyiyah Bustanul Athfal Godegan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara jasmani dan rohani. Tidak terkecuali anak-anak, setiap orang tua

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

MAKALAH HUBUNGAN KARIES GIGI TERHADAP PENYAKIT JANTUNG

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas

HUBUNGAN TINGKAT KEJADIAN KARIES GIGI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-7 TAHUN DI SD INPRES KANITI KECAMATAN KUPANG TENGAH KABUPATEN KUPANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut penduduk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung

PENTINGNYA OLAH RAGA TERHADAP KEBUGARAN TUBUH, KESEHATAN GIGI DAN MULUT.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes,

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. nasional karies aktif (nilai D>0 dan karies belum ditangani) pada tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. menyerang jaringan keras gigi seperti , dentin dan sementum, ditandai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut. Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang berkaitan dengan bagian tubuh yang lain. Dampak sosial

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

BAB I PENDAHULUAN. akibat gangguan sangat penting pada masa kanak-kanak karena karies gigi,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan. dan frekuensi mengkonsumsi gula. Makanan yang lengket dan makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh

Transkripsi:

6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa. 2 Proses karies gigi akan berlanjut, berhenti, atau kembali seperti semula tergantung pada keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi. 13 Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari enamel ke dentin maupun ke pulpa. 2 Banyak teori tentang proses terjadinya karies, salah satunya adalah teori Acidogenic Chemisi Parasitic dari Miller. Miller pada tahun 1889 mengatakan bahwa sisa-sisa makanan yang mengandung karbohidrat di dalam mulut akan mengalami fermentasi oleh kuman flora normal rongga mulut, memproduksi asam-asam organik, termasuk asam laktik, asam formik, asam asetik dan asam propionik melalui proses glikolisis. 13,14 Mikroorganisme yang berperan dalam proses glikolisis adalah Lactobacillus acidophilus dan Streptoccocus mutans. Asam yang dibentuk dari hasil glikolisis akan berdifusi ke dalam enamel, dentin atau sementum, yang secara parsial menghancurkan kristal mineral atau carbonated hydroxyapatite mengakibatkan larutnya enamel gigi, sehingga terjadi proses dekalsifikasi enamel atau karies gigi. 13,14 Etiologi Karies Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan, karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. 3 Perkembangan karies gigi tergantung pada hubungan yang kritis antara permukaan gigi sebagai tuan rumah (host), diet karbohidrat, mikroorganisme yaitu bakteri mulut spesifik dan waktu. 3,15

7 Faktor Host (permukaan gigi) Beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai host terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. 3 Karbohidrat yang tertinggal di dalam mulut dan mikroorganisme, merupakan penyebab karies gigi, sementara penyebab karies gigi yang tidak langsung adalah permukaan dan bentuk gigi tersebut. 2 Proses pembusukan dimulai dengan demineralisasi permukaan luar gigi karena pembentukan asam organik selama fermentasi bakteri diet karbohidrat. 16 Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. 3 Gigi dengan fisur yang dalam mengakibatkan sisa-sisa makanan mudah melekat dan bertahan, sehingga produksi asam oleh bakteri akan berlangsung cepat dan menimbulkan karies gigi. 2 Permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. 3 Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel, semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. 3 Faktor Substrat atau Diet Frekuensi pemasukan karbohidrat merupakan penentu yang lebih penting pada perkembangan karies gigi daripada jumlah karbohidrat yang dikonsumsi. 16 Potensi kariogenik penggunaan botol jus apel sepanjang malam atau pada saat tidur siang atau keduanya, sangat berbeda dengan pemakaian jus apel dengan jumlah yang sama tetapi dikonsumsi pada satu saat saja. 16 Konsumsi sukrosa dalam jumlah besar dapat menurunkan kapasitas buffer saliva sehingga mampu meningkatkan insiden terjadinya karies. 17 Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan asam, dan jika penurunan ph plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan demineralisasi pada permukaan gigi. 17 Karbohidrat yang terkandung pada produk-produk makanan yang tertahan dalam waktu yang lama di mulut mungkin lebih kariogenik daripada produk makanan

8 yang tertahan dalam waktu singkat (misalnya, sukrosa pada permen karet lebih kariogenik daripada sukrosa pada minuman cola yang diminum secara biasa). 16 Aktivitas bakteri dapat menyebabkan ph mulut turun menjadi dibawah 5,5 selama 20-30 menit dan dalam waktu 1-2 jam sesudah gula dimakan, pembentukan asam akan berhenti dan ph mulut kembali seperti biasa. 18 Snack yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit tapi frekuensi sering berpotensi tinggi untuk menyebabkan karies dibandingkan dengan makan tiga kali dan sedikit snack. 18 Mengonsumsi makanan selingan yang mengandung karbohidrat berpeluang menyebabkan bakteri berkembang biak dan memproduksi asam dalam rongga mulut. 19 Faktor Agen atau Mikroorganisme Plak gigi memegang peranan-peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. 3 Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. 3 Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. 3 Satu pernyataan penting dari suatu pengamatan eksperimental adalah, bahwa karies gigi mempunyai spesifitas pada bakteri; dimana potensi kariogenik terdapat pada golongan streptokokus mulut yang secara kolektif disebut Streptococcus mutans. 16 Data ilmiah mutakhir menunjukkan bahwa organisme ini memulai sebagian besar kasus karies gigi pada permukaan enamel, jika permukaan enamel berlubang, bakteri mulut lainnya terutama laktobasilus menerobos dentin dan menyebabkan penghancuran struktur gigi yang lebih lanjut. 16 Faktor Waktu Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. 3

9 Gigi molar pertama permanen lebih rentan terhadap karies karena gigi ini adalah gigi permanen yang pertama erupsi dalam rongga mulut serta bentuk anatomis dari ini memiliki pit dan fisur yang menjadi tempat singgah sisa makanan. 5,20 Gigi molar ini erupsi pada usia 6 tahun sehingga banyak orangtua berpendapat gigi ini masih bisa mengalami pergantian gigi, sehingga tidak begitu memperhatikannya. 5 Faktor Risiko Usia Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya usia. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. 3 Kelompok anak usia 15 tahun menunjukkan peringkat kesehatan gigi dan umum secara signifikan lebih baik daripada 12 tahun. 21 Alasan yang memungkinkan sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa usia ini mencerminkan tahap perkembangan yang berbeda dalam kehidupan anak-anak, sementara pengalaman perawatan gigi mungkin juga memberikan kontribusi terhadap perbedaan lebih substansial terhadap skor untuk kesehatan gigi. 21 Jenis Kelamin Selama masa kanak-kanak dan remaja, perempuan menunjukkan nilai DMF yang lebih tinggi daripada laki-laki. 3 Umumnya oral higiene perempuan lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang M (missing) yang lebih sedikit daripada lakilaki. 3 Dalam penelitian Shaffer et al, secara signifikan perempuan mempunyai lebih banyak gigi yang direstorasi, sedangkan laki-laki mempunyai lebih banyak gigi karies yang tidak dirawat. 22 Dalam penelitian Mangkey et al, disebutkan bahwa usia 12 tahun merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi remaja yang mengakibatkan peningkatan karies pada anak perempuan karena dipengaruhi oleh erupsi gigi yang cepat serta

10 perubahan hormonal. 23 Menurut penelitian Kaur et al (2010), erupsi gigi permanen terjadi lebih cepat pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. 24 Waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat satu sampai enam bulan dibandingkan dengan anak lakilaki yang disebabkan oleh faktor hormonal berupa hormon esterogen. 23 Hormon esterogen berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan pada saat anak perempuan mencapai pubertas. Komposisi saliva pada masa pubertas dan menstruasi juga dapat mengalami perubahan. 23 Analisis secara umum menunjukkan laju alir saliva dan komposisi yang lebih tidak protektif pada perempuan dibandingkan laki-laki sehingga perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap karies. 25 Kebiasaan anak perempuan yang lebih cenderung menyukai makanan manis dibandingkan dengan anak laki-laki juga merupakan salah satu faktor peningkatan karies yang lebih tinggi pada anak perempuan. 23 Karies Tidak Terawat / Karies dengan Infeksi Odontogenik / Karies PUFA Karies gigi, apabila hanya mengenai enamel saja, tidak menimbulkan rasa sakit, jika karies sudah mencapai dentin, gigi mulai terasa ngilu saat terkena rangsang panas, dingin, asam, dan manis. Proses karies yang tidak berhenti, akibat lebih lanjutnya adalah karies mencapai pulpa yang berisi pembuluh darah dan pembuluh saraf, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapeks dan jaringan pulpanya mengalami peradangan (pulpitis). 3,26 Karies yang telah mencapai pulpa maka dapat terjadi rasa sakit dan tidak nyaman yang bisa berakibat pada pengurangan asupan makanan, penurunan kualitas hidup yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dari aktivitas yang menjadi terbatas, pengurangan waktu tidur, dan penurunan konsentrasi. Infeksi odontogenik dapat berakibat pada pelepasan sitokin sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan. 27 Kebanyakan dari karies tidak terawat ini dapat membawa dampak yang signifikan terhadap kesehatan umum, kualitas hidup, produktivitas, pertumbuhan dan perkembangan serta aktivitas belajar. 28

11 Indeks DMFT Indeks DMFT digunakan dan diterima sebagai alat ukur yang baik untuk menilai pengalaman karies dalam epidemiologi dental. Indeks ini memberikan informasi tentang karies, restorasi dan tindakan bedah, namun tidak menyediakan informasi atas konsekuensi klinis yang terjadi akibat karies gigi yang tidak terawat. 9 Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Indeks ini dibedakan atas indeks DMFT (Decayed Missing Filled Teeth) yang digunakan untuk gigi permanen pada orang dewasa dan deft (decayed extracted filled tooth) untuk gigi desidui pada anak-anak. 3 Pemeriksaan harus dilakukan dengan menggunakan kaca mulut. Indeks ini menggunakan kolom, tidak menggunakan skor; pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Rerata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa. 3 Beberapa hal yang perlu diperhatikan: 3,29 1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D. 2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D. 3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D. 4. Semua gigi yang telah hilang atau harus dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M. 5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M. 6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F. 7. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M.

12 Indeks PUFA Selama 70 tahun terakhir, data tentang karies yang dikumpulkan menggunakan indeks DMFT. Indeks ini memberikan informasi tentang karies, penambalan dan pencabutan tetapi tidak menilai akibat klinis dari karies gigi yang tidak dirawat. Karies dalam yang sudah mengenai pulpa tetap dimasukkan ke dalam kategori karies dentin dan kelainan pulpanya tidak dinilai sama sekali. 1,30 Pada tahun 2007, WHO World Health Assembly (WHA) mengakui adanya beban yang sangat besar di seluruh dunia akibat penyakit gigi dan mulut serta menekankan pentingnya meningkatkan upaya berdasarkan pengumpulan data yang komprehensif (evidence based), oleh karena itu diperlukan sistem penilaian baru yang dapat menilai tingkat keparahan penyakit gigi dan mulut, sebuah alat ukur yang dapat mengevaluasi tahap lanjut dari karies dimana pulpa terekspos atau bakteri dan toksin dari gigi secara tak terduga muncul. 1,30,31 Indeks PUFA adalah indeks yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi rongga mulut yang merupakan akibat dari karies yang tidak terawat. 1 Indeks PUFA dapat menilai tingkat keparahan penyakit gigi dan mulut akibat karies yang tidak ditangani dengan baik berdasarkan keterlibatan Pulpa (P), adanya Ulserasi (U) karena sisa akar, adanya Fistel (F) dan apakah sudah ada Abses (A). 28,30 Penilaian tingkat keparahan penyakit gigi dan mulut dengan indeks PUFA dengan cara visual. Skor PUFA dijumlahkan sesuai dengan kriteria diagnostik PUFA yang ditemukan. Tiap gigi diberi satu skor, P atau U atau F atau A. 30 Pada seorang individu, skor pufa dapat berkisar 0-20 untuk gigi desidui dan skor PUFA 0-32 untuk gigi permanen (Gambar 1). 1

13 Gambar 1. Contoh lembar pengisian indeks PUFA 30 Kode dan kriteria untuk indeks PUFA adalah sebagai berikut : 30 Keterlibatan Pulpa (P) Kamar pulpa yang terbuka terlihat atau ketika struktur mahkota gigi telah dihancurkan oleh proses karies dan hanya fragmen gigi atau akar yang tersisa (Gambar 2). Gambar 2. Keterlibatan pulpa gigi 84,85,36 dan 37 1,30 Ulserasi (U) Ulserasi terjadi apabila terdapat tepi tajam gigi yang dislokasi atau terdapat fragmen akar yang telah menyebabkan ulserasi traumatis dari jaringan lunak di sekitarnya, misalnya di lidah atau mukosa bukal (Gambar 3).

14 Gambar 3. Ulserasi pada jaringan lunak karena sisa akar gigi 75 1,30 Fistula (F) Terdapat saluran tempat keluar pus / nanah dan berhubungan pada gigi dengan pulpa terbuka (Gambar 4). Gambar 4. Fistula di sisa akar gigi 85 dan pada gigi 26 1,30 Abses (A) Terdapat pembengkakan yang mengandung pus / nanah pada gigi dengan pulpa terbuka (Gambar 5).

15 Gambar 5. Abses pada gigi 84, 54, dan 16 1,30 Indeks Massa Tubuh (IMT) Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah pengukuran berat badan yang disesuaikan dengan tinggi badan. Pengukuran ini merupakan pengukuran sederhana yang dapat dilakukan untuk mengamati proses pertumbuhan dan perkembangan. 32 IMT telah direkomendasikan untuk mengevaluasi berat badan yang disesuaikan dengan tinggi badan pada anak-anak, dewasa muda, dan orang dewasa. 32 Rumus yang digunakan dalam menghitung Indeks Massa Tubuh: 15 IMT = Berat Badan (kg) Tinggi Badan (m)x Tinggi Badan (m) Interpretasi IMT dibuat berdasarkan usia dan jenis kelamin. Kategori status berat badan dapat dilihat pada tabel 1 setelah disesuaikan dengan standar IMT menurut usia dari KEMENKES pada lampiran 2 untuk menentukan hasil z-score. 33,34 Tabel 1. Kategori status berat badan menurut KEMENKES RI 34 Z-Score Status Berat Badan <-3 SD Sangat kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD Kurus -2 SD sampai dengan 1 SD Normal >1 SD sampai dengan 2 SD Gemuk >2 SD Obesitas

16 Hubungan Karies dengan IMT Beberapa laporan menyatakan bahwa kerusakan gigi yang parah bisa menjadi faktor untuk pertumbuhan yang buruk pada anak-anak (Miller et al, 1982; Acs, 1992; Ayhan et al, 1996; Malek Mohammadi et al, 2009). 35 Menurut penelitan Monse et al pada tahun 2009 pada kelompok anak usia 12 tahun didapatkan prevalensi karies sebesar 82% dan prevalensi PUFA/pufa sebesar 56% dimana rerata PUFA adalah 1. 1 Penelitian Jain et al pada tahun 2014 pada kelompok anak usia 13-16 tahun didapatkan rerata PUFA 0,3. 8 Pada penelitian yang dilakukan oleh Rohini et al pada tahun 2014 pada kelompok anak yang berusia 4-14 tahun di India, terdapat hubungan antara karies gigi yang tidak terawat (PUFA) dengan IMT rendah. 38 Sebuah penelitian dilakukan oleh Benzian et al pada tahun 2011 dengan total sampel 1951 orang anak yang berusia rata-rata 11,8 tahun di Filipina. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara karies dan IMT, terutama antara infeksi odontogenik dan IMT dibawah normal, dimana prevalensi IMT dibawah normal secara signifikan lebih tinggi pada anak dengan infeksi odontogenik (PUFA) dibandingkan anak tanpa infeksi odontogenik. 36 Menurut penelitian yang dilakukan Chatterjee et al pada tahun 2012 pada 544 anak perempuan usia 6-19 tahun di India dilihat dari adanya karies yang diukur dengan indeks DMFT, maka ditemukan sebanyak 41,83% dengan berat badan kurang; 41,18% dengan berat badan normal dan 17% dengan berat badan berlebih. Ditinjau dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara karies gigi (DMFT) dan anak dengan berat badan rendah dibandingkan dengan anak dengan berat badan normal dan berlebih. 7 Tramini et al pada tahun 2009 menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara DMFT dan IMT. Penemuan ini seiring dengan hasil studi yang dikemukakan oleh Pinto et al pada tahun 2007 dimana tidak ada korelasi antara karies gigi dan IMT dalam analisis regresi multipel. 15 Mostafa Sadeghi et al pada tahun 2007 di Isfahan menyimpulkan tidak ada hubungan antara IMT dengan skor DFT/dft. 37 Bertentangan dengan penelitian tersebut, pada penelitian yang dilakukan oleh Thippeswamy et al pada tahun 2011 ditemukan adanya hubungan yang

17 signifikan antara obesitas/berat badan berlebih dan pengalaman karies. 27 Studi yang dilakukan Alkarimi et al pada tahun 2013 tentang tinggi dan berat badan pada anak di Saudi yang berusia 6-8 tahun menunjukkan bahwa masingmasing anak yang mempunyai level karies tinggi mempunyai tinggi dan berat badan lebih rendah dibandingkan dengan yang level kariesnya lebih rendah. 39 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sharma & Hedge pada tahun 2009 di India pada 500 anak berusia 8-12 tahun, ditemukan bahwa anak dengan berat badan kurang memiliki nilai DMFS yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan anak dengan berat badan normal dan diatas normal. 40 Cameron et al pada tahun 2006 menemukan hasil yang sama pada penelitian yang ia lakukan terhadap 165 anak berusia 3-11 tahun di Scotland. 40 Ngoenwiwatkul & Leela-Adisorn pada tahun 2009 di Thailand melakukan penelitian pada anak berusia 6-7 tahun dengan indeks dmfs dan mendapatkan hasil anak dengan nilai indeks yang tinggi memiliki berat badan yang lebih rendah. 40 Hasil ini berbanding terbalik dengan penelitian Cereceda et al pada tahun 2010 pada anak berusia 5-15 tahun di Chili menemukan tidak ada hubungan antara karies dan IMT. 40 Penelitian de Carvalho Sales-Peres et al pada tahun 2010 pada anak berusia 12 tahun di Brazil juga tidak menemukan adanya hubungan antara karies dan IMT. 40

18 Kerangka Teori Etiologi : - - - - Agen / Mikroorganisme Substrat / Diet Host Waktu Faktor Risiko: - Usia - Jenis Kelamin Karies Dirawat Tidak terawat Indeks DMFT Klein Indeks PUFA Indeks Massa Tubuh (IMT) Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas

19 Kerangka Konsep DMFT 2 tanpa PUFA 1. Jenis Kelamin : a. Laki-Laki b. Perempuan 2. Usia : a. 12 tahun b. 13 tahun c. 14 tahun DMFT > 2 tanpa PUFA DMFT + PUFA Indeks Massa Tubuh (IMT) : a. Dibawah normal b. Normal c. Diatas normal