BAB I PENDAHULUAN. 1 U n i v e r s i t a s K r i s t e n M a r a n a t h a

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) F-133

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ><

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi. Dalam prosesnya, sebuah budaya menghasilkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1 P e n d a h u l u a n


BAB I LATAR BELAKANG. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut dengan media massa. Pesatnya perkembangan industri media

BAB V PENUTUP. Gambar V.1 Aplikasi Ide (Sumber : Penulis) commit to user

BAB V KONSEP PERENCANAAN. 5.1 Konsep Desain

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Galeri Fotografi Pelukis Cahaya yang Berlanggam Modern Kontemporer dengan Sentuhan Budaya Lombok. Ni Made Dristianti Megarini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I. PENDAHULUAN. umat manusia tanpa termakan oleh waktu. Bentuk tertulis ini membutuhkan sebuah media,

Gambar V.1 Aplikasi Ide (Sumber : Penulis)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang masalah

TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. Bagi keluarga pasien dan pegunjung Tenang dan percaya akan kemampuan rumah sakit dalam menangani pasien yang menyatakan tersirat dalam interiornya.

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang bangunan. Pembangunan gedung-gedung saat ini

PERANCANGAN INTERIOR PADA PUSAT KEBUDAYAAN BETAWI DIJAKARTA PROPOSAL PENGAJUAN PROYEK TUGAS AKHIR YULI HELVINA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Gaya dari perancangan interior Museum permainan tradisional Jakarta ini mengarah pada gaya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman di era globalisasi ini menuntut aktivitas-aktivitas sosial yang

Gambar 5. 1 Citra ruang 1 Gambar 5. 2 Citra ruang 2 2. Lounge Lounge merupakan salah satu area dimana pengunjung dapat bersantai dan bersosialisasi de

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan atau permintaan pihak pemberi tugas. Tahapan perencanaan yang. kebudayaan Indonesia serta pengaruh asing.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada khalayak. Media adalah salah satu unsur terpenting dalam komunikasi. Pada

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membantu manusia dalam melakukan segala kegiatannya sehari-hari. Pertama kali,


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Gambar 5.2 Mind Mapping Perawat dan Pengunjung Gambar 5.3 Mind Mapping Site dan Bangunan 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Perancangan Interior Gedung Singapore International School dengan Konsep Learning by Playing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hlm. viii. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III KONSEP PERANCANGAN PUSAT ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN RUSIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN. peneliti dengan topik sesuai dalam pertanyaan-pertanyaan yang peneliti

BAB LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan persaingan kualitas dalam dunia pendidikan. Salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu

MAKALAH TUGAS AKHIR 2014 Wedding Hall BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan manusia, dan manusia tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya negara Indonesia ini, tuntutan untuk memenuhi

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. gudang tempat menyimpan barang-barang antik seperti anggapan

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

LATAR BELAKANG MASALAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini Indonesia telah mengalami globalisasi dan perkembangan kemajuan teknologi informasi yang cukup cepat. Hal ini berdampak pada semakin beragamnya produk- produk elektronik yang ditawarkan pasar saat ini dan kian terjangkau oleh masyarakat luas. Pada zaman dahulu alat-alat elektronik yang dikenal mungkin hanya TV dan radio, tetapi sekarang telah bermunculan alatalat seperti komputer, laptop, telepon genggam, dll. Dwyer menyimpulkan, media elektronik merupakan saluran yang mampu menghantarkan 94% masuknya pesan pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia lewat mata dan telinga. Media elektronik mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar. Film merupakan salah satu media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu (Effendy, 1986: 134). Pesan pada film dapat mencakup berbagai macam seperti pesan pendidikan, hiburan, maupun informasi. Hal tersebut bergantung pada misi film tersebut. Suara, perkataan,maupun percakapan dapat menjadi sarana dalam mewujudkan pesan tersebut. Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu gambar dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam waktu singkat. Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan dapat mempengaruhi audiens. Lebih dari 70 tahun terakhir ini film telah memasuki kehidupan umat manusia yang sangat luas dan beraneka ragam ( lliliweri, 1991 : 153 ). 1

2 Bioskop dapat menjadi sarana kita dalam menonton dan menikmati film saat ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bioskop adalah pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film) yang disorot sehingga dapat bergerak (berbicara) atau gedung pertunjukan film cerita. Terdapat perbedaan yang mencolok antara menonton film di bioskop bioskop dan menonton di TV ataupun di media lain, yaitu dari sisi audio, visual, dan pengalaman sinematis yang dialami penontonnya (http://dhennydeka.blogspot.co.id/). Dari sisi audio dan visual tentunya kualitas film yang disajikan di bioskop akan lebih bagus daripada di TV/media lainnya. Ketajaman gambar dan efek bunyi pada bioskop sangat menentukan kepuasan masyarakat yang menyaksikan sebuah pertunjukan film. Visual di bioskop yang menggunakan layar yang lebar pun dapat mempengaruhi pengalaman sinematis penonton dimana mereka dapat menyaksikan gambar hidup dan seolah tampak nyata di hadapannya dengan mencurahkan perhatian dan perasaannya. Di bioskop pun lebih tenang dan kondusif sehingga pesan film dapat tersampaikan lebih baik. Durasi / batasan waktu di bioskop pun jelas sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan dari pribadi penontonnya. Menonton film di bioskop bisa menjadi cara yang baik dalam memperkenalkan anak terhadap situasi kehidupan nyata. Anak sudah bisa menonton film sejak usia 2,5 3 tahun (http://www.parenting.co.id/). Di usia ini anak sudah mulai bisa memahami jalan film anak bertema sederhana. Anak-anak pada umumnya selalu meniru apa yang mereka lihat, sehingga tidak menutup kemungkinan perilaku dan sikap anak akan mengikuti acara yang ia tonton. Selain itu fasilitas bioskop yang ada di Bandung saat ini pun mayoritas masih hanya untuk dewasa saja. Oleh karena itu, diperlukan perhatian terutama dari orang tua yang harus bijaksana dan selektif dalam memilih konten- konten media yang ditonton dan memiliki unsur edukasi sehingga bisa memberikan pesan positif terhadap pembentukan watak dan pribadi seorang anak. Fasilitas penunjang untuk anak pun sebaiknya diperhatikan secara serius oleh pihak terkait sehingga dapat mengoptimalkan anak saat akan menonton di bioskop.

3 I.2. Identifikasi Masalah Fasilitas bioskop yang ada di Bandung saat ini hanya untuk dewasa saja sedangkan fasilitas bioskop yang dikhususkan untuk anak sendiri masih minim. Fasilitas bioskop untuk anak dan dewasa tentunya memiliki treatment yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari sarana dan prasarana penunjang kebutuhan menonton anak, serta pemilihan film yang tepat sesuai usia anak-anak itu sendiri. Terdapat keprihatinan beberapa pihak dari kondisi bioskop saat ini, di mana sudah terdapat berbagai klasifikasi usia untuk film, tetapi pihak bioskop terkadang masih tetap memperbolehkan anak- anak yang tidak sesuai klasifikasinya untuk dapat menonton. Dengan adanya fasilitas bioskop anak ini maka diharapkan dapat sangat membantu anak terutama dalam menunjang tumbuh kembang dan daya pikirnya. I.3. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas dalam perancangan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana merancang sebuah bioskop anak yang sesuai dengan kebutuhan anak pada usia 3-17 tahun serta memiliki niai- nilai edukasi di dalamnya? 2. Nilai nilai edukasi apa saja yang ingin difokuskan pada perancangan ini? 3. Bagaimana menciptakan suasana / atmosfer interior yang sesuai dengan konsep Journey to The Colourful Life pada perancangan? 4. Bagaimana merancang desain interior dan furniture bioskop sesuai dengan alur aktivitas (sirkulasi) dan ergonomi anak yang nyaman, aman, dan efisien? I.4. Tujuan Perancangan Tujuan perancangan yang ingin dicapai yaitu dapat menjawab pertanyaanpertanyaan yang telah dikemukakan dalam rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:

4 1. Merancang bioskop anak yang dapat memberikan sarana refreshing untuk keluarga serta terdapat 3 ruang teater yang berbeda sesuai dengan klasifikasi usia pada anak. 2. Merancang bioskop anak dengan memperhatikan tingkat imajinasi, berfikir kritis, kreatif, mematuhi peraturan, kepercayaan diri dan interaksi sosial anak. 3. Membuat suatu perancangan desain tematik yang disesuaikan dengan konsep Journey to The Colourful Life agar anak tidak bosan saat menonton dan menjadi daya tarik bagi bioskop ini. 4. Menyediakan perancangan desain bioskop anak yang baik sesuai alur aktivitasnya (sirkulasi) dengan menerapkan aspek- aspek ergonomi anak pada fasilitas- fasilitas yang tersedia, seperti aspek kenyamanan, keamanan, dan tingkat efektifitasnya. I.5. Ide / Gagasan Perancangan Fasilitas utama yang ada pada perancangan ini adalah theater bioskop. Terdapat 3 ruang theater untuk membedakan fungsi ruang dan jenis tontonan yang sesuai dengan umur anak, yaitu 1 ruang teater untuk anak usia 3-7 tahun, 1 ruang teater untuk anak usia 8-12 tahun, dan 1 ruang teater lagi untuk anak usia 13-17 tahun. Keseluruhan desain bioskop dibuat dengan suasana ceria, menarik, dan edukatif untuk anak-anak dalam dalam menunjang kegiatan menonton film di bioskop. Berbagai sarana penunjang edukasi pun dapat disediakan agar anak dalam tumbuh kembangnya dapat memiliki pengetahuan lebih terhadap lingkungan di sekitarnya. Sarana edukasi ini pun dapat dikemas melalui tematik ruangan dan furniture yang ada pada bioskop ini. Sisi ergonomi dalam pemilihan furniture, elemen interiornya, sirkulasi ruang, dan sarana- sarana yang ada harus diperhatikan secara baik agar anak- anak dapat nyaman, aman, dan efektif selama berada di dalam bioskop ini. Konsep yang dipilih pada perancangan Bioskop Anak ini adalah Journey to The Colourful Life. Konsep ini tercipta dari sifat dari suatu film itu sendiri yang dapat membawa pesan kepada penontonnya lewat berbagai cerita kehidupan

5 yang ada dan dapat menembus ruang dan waktu dimana seolah- olah penonton dapat ikut terlibat di dalamnya. Material yang digunakan adalah material yang aman untuk anak, seperti material lunak dan kulit, plywood dengan lapisan melamin glossy yang menunjukkan kedinamisan dan keaktifan pada anak. Serta terdapat penggunaan akrilik transparant untuk menunjukkan transparansi dan keterbukaan pada anak dan keluarga. Konsep pencahayaan menggunakan pencahayaan buatan karena gedung bioskop yang tertutup. Pencahayaan buatan yang digunakan seperti general lighting menggunakan downlight berwarna cool day light agar anak dapat secara jelas, konsentrasi, dan aktif melihat apa yang ada di sekitarnya. Serta terdapat penggunaan artificial lighting seperti pada pendant lamp dan decorative wall light yang menggunakan kombinasi warna warna warm light, cool day light, dan beberapa warna-warna cerah seperti merah, kuning, dan hijau. Warm light ditujukan untuk memberikan kesan ketenangan dan kehangatan. Penghawaan yang digunakan pun menggunakan penghawaan buatan (AC Central) yang merata di seluruh area bioskop. I.6. Manfaat Perancangan Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari perancangan ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Sebagai sarana informasi, panduan, dan bahan masukan bagi dunia pendidikan desain dan arsitektur dalam hal bioskop untuk anak dan menambah keilmuan dalam pengembangan media pembelajaran. 2. Manfaat praktis a. Menambah wawasan penulis dalam desain interior bioskop dan karakteristik anak.

6 b. Memberikan masukan kepada pengelola bioskop khususnya dalam mendesain interior untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kualitas kenyamanan terhadap anak. c. Sebagai masukan bagi para pendidik yang ada di dalamnya dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara umum, sehingga dapat diterapkan dalam lembaga pendidikan yang ada. d. Menambah ilmu tentang nilai-nilai pendidikan desain dan pengaruhnya dalam perancangan. e. Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan desain sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian sejenis. I.7. Ruang Lingkup Perancangan Proyek ini berlokasi di Mall Festival City Link Jalan Peta No. 241, Bandung 40232, Jawa Barat, Indonesia. Oleh karena itu target pasar lebih difokuskan pada masyarakat tingkat menengah ke atas. Proyek Bioskop Anak ini merupakan suatu proyek yang menyediakan fasilitas dan solusi yang tepat bagi anak- anak khususnya pada usia 3-17 tahun dalam menonton film. Berbagai fasilitas yang akan tersedia pada Bioskop Anak ini antara lain, lobby yang digunakan sebagai center point untuk menunggu di mana di dalamnya terdapat ticket counter untuk penonton untuk dapat membeli tiket menonton, mini café dapat digunakan sebagai tempat makan dan menunggu orang tua selama anak sedang menonton film, snack counter untuk penonton yang ingin membeli cemilan selama menonton di dalam ruang teater, area playground untuk anak bermain dan belajar, ruang teater bioskop sesuai dengan klasifikasi usia anak, ruang serbaguna yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan anak (seperti acara ulang tahun, permainan, workshop, pameran, dll), projector room untuk mengontrol audio, penghawaan, serta pemutaran film, storage untuk menyimpan berbagai peralatan dan perlengkapan kebutuhan

7 bioskop, toilet untuk tempat pengunjung buang air, mencuci tangan dan berdandan, nursery room merupakan tempat untuk para pengunjung untuk melakukan treatment khusus pada anak atau bayi mereka, office untuk pengelola bioskop ini sendiri. I.8. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pengolahan, penganalisaan, serta pemecahan masalah dengan lebih terstruktur, maka penulisan dan pembahasan dalam laporan ini disusun menurut sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini berisi tentang Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Ide / Gagasan Perancangan, Manfaat Perancangan, Ruang Lingkup perancangan, dan Sistematika Penulisan. BAB II BIOSKOP ANAK Bab ini berisi tentang informasi- informasi yang terkait dengan perancangan. Hal ini selanjutnya dapat menjadi acuan teoritis dalam menyelesaikan perancangan ini. Acuan tersebut berasal dari buku, majalah, surat kabar, maupun internet yang dapat menjadi pemecah masalah yang ditemui dan dihadapi penulis dalam merancang sebuah Bioskop Anak ini. BAB III DESKRIPSI OBJEK PERANCANGAN Bab ini menjelaskan tentang analisa site, bangunan, kebutuhan ruang dan deskripsi mengenai konsep dan tema yang akan dirancang. BAB IV APLIKASI KONSEP JOURNEY TO THE COLOURFUL LIFE PADA PERANCANGAN BIOSKOP ANAK Bab ini menjelaskan tentang konsep dan tema desain yang akan diaplikasikan pada perancangan. Bab ini juga menjabarkan perancangan yang dibuat pada areanya, beserta fungsi dari setiap ruangnya.

8 BAB V PENUTUP Bab ini menjelaskan tentang simpulan dan saran yang diperoleh penulis dari keseluruhan hasil akhir perancangan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Berisi data-data tambahan yang tidak dapat dimasukkan ke dalam badan laporan, seperti hasil sketsa desain awal, foto-foto tambahan, dll.