BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Bintan, Kepulauan Riau, dengan 3 titik stasiun pengamatan yaitu Pantai Impian, Pulau Dompak/Sekatap, dan Desa Malagrapat Pantai Trikora pada bulan Maret - April 2013. Sedangkan pengolahan data dilakukan pada bulan April 2013. Analisis sampel jenis lamun dan siput gonggong dilakukan secara insitu sedangkan analisis tipe dan kandungan bahan organik substrat secara eksitu di Laboraturium Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. 3.2. Alat dan Bahan Adapun alat yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan No Alat Fungsi Satuan Ketelitian 1 Roll meter untuk mengukur panjang transek Meter Sentimeter 2 Transek kuadrat untuk pengamatan awal Meter Sentimeter 1m x 1m kerapatan lamun 3 Tali rafia untuk menandai area Meter - pengamatan 4 Kamera digital untuk dokumentasi - 8 megapixel 5 Global Positioning untuk menentukan titik - - System (GPS) koordinat 6 Alat tulis, papan alat bantu pencatatan data di - - dada, dan kertas anti lapangan air 7 Handcounter alat bantu penghitungan - - tegakan lamun 8 Lifeform identifikasi untuk mengidentifikasi jenis - tingkat lamun 9 Kantung plastik untuk penyimpanan sampel substrat dan siput gonggong jenis - -
3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei dengan tiga lokasi sampling penelitian di perairan Pulau Bintan, dimana sebelumnya telah dilakukan survei pendahuluan untuk penentuan stasiun penelitian berdasarkan kerapatan lamun secara visual. Untuk pengambilan sampel diambil dengan jarak interval waktu, ruang, atau urutan yang seragam berdasarkan surut terendah air laut pada pagi hingga siang hari. Sampling dilakukan di 3 stasiun pengamatan dengan 3 kriteria sebagai berikut : 1. Stasiun I : Pantai Impian, daerah reservat konservasi gonggong 2. Stasiun II :Pulau Dompak/Sekatap, tempat nelayan siput gonggong banyak dijumpai 3. Stasiun III :Desa Malangrapat Pantai Trikora, daerah konservasi padang lamun Gambar 6. Peta Lokasi Stasiun Pengamatan (BAKOSURTANAL) 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pengamatan Substrat Pengamatan secara visual di lapangan Substrat diambil di setiap stasiun pengamatan menggunakan alat bantu sekop, kemudian diamati secara visual apakah termasuk kedalam pasir, lumpur, atau campuran lumpur dan pasir.
Analisis Laboratorium. Substrat yang diambil sebanyak ± 600 gram pada setiap transek kemudian dimasukan kedalam kantung plastik yang kemudian diberi label. Sampel substrat yang didapat adalah tipe struktur substrat yang kemudian dianalisis besar butirnya dengan ayakan bertingkatdan analisis kandungan bahan organiknya di Laboratorium Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Hasil analisis laboratorium kemudian diolah kembali menggunakan segitiga miller. 3.4.2 Pengamatan Komunitas Lamun Gambar 7. Segitiga miller Sumber : pubs.ext.vyt.edu Tahap penelitian dilakukan dengan beberapa prosedur yaitu sebagai berikut: Untuk penentuan lokasi dimulai dari mensurvei terlebih dahulu tingkat kerapatan padang lamun dan komposisi jenis secara visual serta keberadaan siput gonggong di lokasi pengamatan Pada lokasi yang sudah ditentukan dibentangkan 3 garis transekyang diletakkan tegak lurus atau secara vertikal garis pantaidengan jarak antar garis transek 10 m Penentuan garis acuan ini berdasarkan kondisi air surut agar terlihat topografi pantai Penetuan antarframe dibagi menjadi 3 titik yaitu 2 frame di bibir pantai, 2 frame di tengah dan di ujung
Pada masing-masing transek diletakkan frame 1m x 1m dengan jarak 50 meter antar titik dan dilakukan secara zig-zag agar terlihat perbedaan hasilnya. Jenis lamun yang yang terdapat pada transek kemudian diambil dan dimasukkan ke kantung plastik dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi jenisnya dan dianalisis lanjutan. Untuk mempermudah penghitungan tegakan lamun digunakan alat bantu handcounter. Pengamatan dilakukan pada saat surut teredah air laut yaitu pada pagi hingga menjelang sore hari 1m 1m Gambar8. Transek 1m x 1m untuk pengamatan kerapatan lamun 3.4.3 Pengamatan Hewan Siput Gonggong Untuk pengamatan hewan siput gonggong dilakukan bersamaan dengan pencatatan jenis dan jumlah tegakan lamun. Pengamatan siput dengan pemasangan transek garis diambil tegak lurus garis pantai sama halnya dengan pengamatan terhadap komunitas lamun. Pada tiap subplot dicari siput gonggong dengan metode transek kuadrat, setelah itu siput gonggong langsung diidentifikasi jenis, dicatat jumlahnya, dan dilakukan pengukuran morfometrik. Setelah selesai pencatatan, semua siput gonggong dilepaskan kembali (release) ke habitatnya. Sebelumnya tiap jenis siput gonggong yang ditemukan didokumentasikan fotonya menggunakan kamera digital.
PANTAI Titik 3 (ujung) Titik 2 (tengah) 10m 50m Transek 1m x 1m Titik 1 (bibir pantai) Gambar 9. Garis Transek untuk Pengamatan 3.4.4 Parameter yang Diamati (a) Perhitungan Pengamatan Ekosistem Lamun Kerapatan jenis (D) yaitu jumlah tegakan dalam suatu unit area yang diukur: D = N A Dimana : D : kerapatan jenis (jumlah tegakan/m 2 ) N : jumlah tegakan A : luas area (m 2 ) Kerapatan Relatif (KR) yaitu perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis ( n) : KRi = ni n Dimana : KR i : kerapatan relatif jenis ke-i n ni : jumlah tegakan jenis ke-i : jumlah total tegakan seluruh jenis
Keanekaragaman Lamun Pada penelitian ini cara perhitungan yang digunakan adalah berdasarkan teori informasi Margalef yang dikemukakan oleh Shanon-Wienner (Odum, 1998 dalam Duwiri, 2010) yang dirumuskan sebagai berikut : Dimana :H : indeks keanekaragaman spesies pi : ni/n ni : jumlah jenis ke-i N : jumlah total individu Berdasarkan rumus diatas maka indeks keanekaragaman Shanon Wienner dikategorikan sebagai berikut : H < 1 : keanekaragaman rendah 1 <H < 3 : keanekaragaman sedang H > 3 : keanekaragaman tinggi Dominansi Menurut (Odum, 1998 dalam Duwiri, 2010), indeks dominansi dapat dirumuskan sebagai berikut : 2 Dimana : C : indeks dominansi ni : jumlah jenis ke-i N : jumlah total individu Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Jika indeks dominansi mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominansi dan biasanya diikuti dengan indeks keseragaman yang besar. Jika indeks dominansi mendekati 1, berarti ada salah satu spesies yang mendominansi dan diikuti dengan nilai keseragaman yang semakin kecil (Odum, 1971).
(b) Perhitungan Pengamatan Siput Gonggong Kelimpahan Siput Gonggong Untuk menghitung kelimpahan siput gonggong dapat digunakan rumus : Dimana : ni : jumlah individu jenis ke-i A : luas daerah pengambilan contoh Untuk pengukuran parameter fisika-kimia air dilakukan secara insitu. Adapun parameter yang diukur dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengukuran parameter fisika-kimia air Parameter Satuan Alat Fisika Suhu o C Termometer Kecerahan % Secchi Disk Kecepatan arus ms -1 Current meter Kedalaman Cm Tali penduga Substrat - Alat bantu (sekop) Kimia Salinitas Ppt Refraktometer ph - ph meter DO mg/l DO meter 3.5 Analisis Data 3.5.1Analisis Hubungan Asosiasi antar Jenis Lamun dan Jenis Siput Gonggong yang Sering Dijumpai dalam Petak Ukur Pendugaan hubungan asosiasi dilakukan antar spesies lamun yang ditemukan dengan spesies siput gonggong yang sering dijumpai. Analisis hubungan asosiasi ini dihitung dengan metode presence-absence atau tabel
kontingensi (Ludwig & Reynolds, 1988). Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut: Merekapitulasi kehadiran masing-masing spesies Matriks asosiasi antara dua spesies : Keterangan: a = frekuensi ditemukan kedua spesies dalam unit contoh b = frekuensi ditemukan spesies A namun tidak terdapat spesies B dalam unit contoh c = frekuensi ditemukan spesies B namun tidak terdapat spesies A dalam unit contoh d = frekuensi dimana tidak ditemukan kedua spesies dalam unit contoh Jika χ 2 hitung> χ 2 tabel, asosiasi antar spesies erat Jika χ 2 hitung< χ 2 tabel, asosiasi antar spesies tidak erat Dimana χ 2 tabel : 3,841 Menganalisis pola hubungan asosiasi Jika a >E(a), maka hubungan asosiasinya adalah positif. Jika a E(a), maka hubungan asosiasinya adalah negatif, dimana E(a) adalah nilai harapan munculnya kejadian a.