DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM.... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI...... v ABSTRAK...... vi ABSTRACT...... vii RINGKASAN...... viii SUMMARY...... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR SINGKATAN... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA... 6 2.1 Epidemiologi... 6 2.2 Virus Dengue... 7 2.3 Vektor... 9 2.4 Penularan... 10 2.5 Faktor Risiko Infeksi Dengue...... 11 2.6 Patogenesis Infeksi Dengue...... 12 i
2.7 Spektrum Klinis Infeksi Dengue... 15 2.8 Fase-fase Infeksi Dengue... 20 2.9 Derajat Klinis Infeksi Dengue... 23 2.10 Penegakan Diagnosis... 24 2.11 Pemeriksaan Laboratorium... 26 2.12 Penelitian Sejenis... 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP, DAN HPOTESIS..... 34 3.1 Kerangka Berpikir... 34 3.2 Kerangka Konsep... 35 3.3 Hipotesis... 36 BAB IV METODE PENELITIAN... 37 4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian... 37 4.2 Populasi dan Sampel... 37 4.2.1 Populasi Penelitian... 37 4.2.2 Sampel Penelitian... 37 4.2.3 Cara Pengambilan Sampel... 39 4.3 Variabel Penelitian... 39 4.3.1 Klasifikasi Variabel... 39 4.3.2 Definisi Operasional Variabel... 40 4.4 Instrumen Penelitian... 42 4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian... 42 4.5.1 Lokasi Penelitian... 42 4.5.2 Waktu Penelitian... 42 4.6 Prosedur Pengumpulan atau Pengambilan Data... 43 4.7 Pengolahan dan Analisis Data... 44 4.8 Etika Penelitian... 45 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...... 46 ii
5.1 Karakteristik Umum Sampel Penelitian... 46 5.2 Jumlah Leukosit Pada Fase Kritis... 50 5.2.1 Jumlah Leukosit Pada Fase Kritis Berdasarkan Derajat Klinis DBD... 51 5.2.2 Korelasi Antara Jumlah Leukosit terhadap Derajat Klinis DBD... 52 5.2.3 Pembahasan... 54 5.3 Nilai Hematokrit Pada Fase Kritis... 56 5.3.1 Nilai Hematokrit Pada Fase Kritis Berdasarkan Derajat Klinis DBD... 57 5.3.2 Korelasi Antara Nilai Hematokrit terhadap Derajat Klinis DBD... 58 5.3.3 Pembahasan... 60 5.4 Keterbatasan Penelitian... 62 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN...... 64 6.1 Simpulan...... 64 6.2 Saran...... 64 DAFTAR PUSTAKA... 66 LAMPIRAN... 71 Lampiran 1... 71 Lampiran 2... 72 Lampiran 3... 73 Lampiran 4... 74 Lampiran 5... 76 Lampiran 6... 77 Lampiran 7... 79 Lampiran 8... 85 iii
ABSTRAK KORELASI ANTARA JUMLAH LEUKOSIT DAN NILAI HEMATOKRIT TERHADAP DERAJAT KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE BERDASARKAN KRITERIA WHO 2011 PADA PASIEN ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) ditegakkan berdasarkan kriteria dari WHO dan dikelompokkan sesuai dengan derajat klinisnya menggunakan parameter nilai hematokrit dan jumlah trombosit. Kenyataannya, diperlukan parameter lain seperti jumlah leukosit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara jumlah leukosit dan nilai hematokrit terhadap derajat klinis DBD pada pasien anak di RSUP Sanglah Denpasar. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan metode cross sectional dan pengambilan data secara retrospektif. Sampel diambil dari rekam medis pasien DBD anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar. Pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan dilanjutkan dengan uji korelasi. Total sampel diperoleh sebanyak 73 pasien DBD anak. Hasil analisis dengan uji korelasi didapatkan korelasi yang bermakna antara jumlah leukosit terhadap derajat klinis DBD dengan nilai p dan r pada hari ke-4, hari ke-5, dan hari ke-6 berturut-turut adalah (p=0.000 ; r=0.415), (p=0.000 ; r=0.460), (p=0.002 ; r=0.359), dan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara nilai hematokrit terhadap derajat klinis DBD. Dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara jumlah leukosit terhadap derajat klinis DBD dimana semakin tinggi jumlah leukosit maka semakin tinggi derajat klinisnya, dan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara nilai hematokrit terhadap derajat klinis DBD. Diharapkan parameter ini dapat digunakan untuk meningkatkan sensitifitas dalam menentukan derajat klinis DBD. Kata kunci : Korelasi, Leukosit, Hematokrit, Derajat Klinis, DBD, Anak i
ABSTRACT CORRELATION BETWEEN LEUKOCYTES COUNT AND HEMATOCRIT LEVEL WITH THE CLINICAL GRADE OF DENGUE HEMMORHAGIC FEVER BASED ON CRITERIA FROM WHO 2011 ON CHILDREN PATIENTS IN SANGLAH GENERAL HOSPITAL DENPASAR DHF diagnosis is made based on WHO criteria and grouped according to their clinical grade use parameter of hematocrit level and platelet count. In fact, needed other parameters such as the leukocytes count. The purpose of this study was to determine the correlation between leukocyte count and hematocrit level with the clinical grade of DHF on children patients in Sanglah General Hospital Denpasar. This type of research is observational analytic with cross sectional approach and retrospective data collection. Samples were taken from the medical records of children DHF patients who admitted to Sanglah General Hospital Denpasar. Sampling was done by total sampling. Data analysis using descriptive analysis and followed by correlation test. Total sample obtained as many as 73 children DHF patients. The results of analysis by correlation test found significant correlation between the leukocytes count with the clinical grade of DHF with p and r value on day 4, day 5 and day 6 respectively (p = 0.000; r = 0.415), ( p = 0.000; r = 0.460), (p = 0.002; r = 0.359), and there is no significant correlation between the hematocrit level with the clinical grade of DHF. It can be concluded that there is a significant correlation between the leukocytes count with the clinical grade of DHF where the higher the leukocytes count, the higher the clinical grade and there is no significant correlation between the hematocrit level with the clinical grade of DHF. Expected this parameter can be used to improve the sensitivity in determining the clinical grade of DHF. Keywords : Correlation, Leukocytes, Hematocrit, Clinical Grade, DHF, Children ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi virus dari spesies Flaviviridae, yaitu genus Flavivirus dengan serotipe DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypi dan Aedes albopictus (Back, 2013). Saat ini lebih dari 100 negara merupakan endemik dengue. Sebanyak 2,5 miliar orang di seluruh dunia dan sekitar 975 juta orang yang tinggal di wilayah perkotaan negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik dan Amerika diperkirakan berisiko terinfeksi dengue. Diperkirakan lebih dari 50 juta kasus terjadi setiap tahunnya, termasuk 500.000 kasus yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dari sejumlah kasus tersebut hampir 90% merupakan penderita anak dibawah usia 15 tahun dengan angka kematian sebesar 2,5% (Guzman, 2010; Back, 2013). Kasus infeksi dengue pertama di Indonesia dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dan pada tahun 1969 di DKI Jakarta. Penyakit ini cenderung meningkat dan meluas ke seluruh Indonesia, pada tahun 2006 penyakit ini telah menyebar ke 330 dari 450 kabupaten/kota (Kemenkes RI, 2010; Risniati, 2011). Di Provinsi Bali, DBD dilaporkan pertama kali pada tahun 1973, dengan jumlah kasus 17 orang [Incidence Rate (IR)=0,77/100.000 penduduk] dan lima orang meninggal [Case Fatality Rate (CFR)=29,4%]. Penyakit ini terus berkembang, 1
2 hingga pada tahun 2009 Provinsi Bali ditetapkan sebagai daerah endemik DBD dengan IR menempati urutan keempat setelah DKI Jakarta, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Kota Denpasar menyumbang kasus DBD terbesar dengan angka insiden 143,2 per 100.000 penduduk pada tahun 2011 (Dinkes Provinsi Bali, 2009). Untuk dapat menegakkan diagnosis DBD terdapat kriteria tersendiri dari WHO berdasarkan manifestasi klinis yang khas pada DBD. Kriteria untuk diagnosis klinis menurut WHO pada tahun 2011 adalah adanya (1) demam akut selama dua hingga tujuh hari, (2) manifestasi perdarahan yang ditunjukkan oleh salah satu dari : hasil tes tourniquet positif, petechiae, ecchymosis atau purpura, perdarahan mukosa, saluran pencernaan, pada lokasi injeksi atau lokasi lainnya, (3) trombositopenia yaitu saat hitung trombosit menunjukkan hasil < 100.000 sel/mm 3, (4) serta temuan secara objektif dari kebocoran plasma yang disebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang ditunjukkan oleh hal berikut : peningkatan hematokrit > 20% dari nilai normal atau penurunan saat pemulihan, atau terdapat bukti kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites, atau hipoproteinemia/albuminemia. Setelah diagnosis ditegakkan, perlu dilakukan suatu pengelompokkan sesuai dengan derajat klinis dari WHO tahun 2011 demi penanganan yang tepat dan mengetahui prognosis penderita. Kondisi DBD dan Sindrom Syok Dengue (SSD) dapat dikategorikan menjadi empat derajat klinis berdasarkan manifestasi yang timbul serta hasil laboratorium. Derajat tiga dan empat dikategorikan sebagai SSD dimana pasien dengan kondisi ini berisiko
3 tinggi mengalami kematian apabila tidak segera mendapat penanganan (WHO, 2011). Namun sayangnya, kriteria WHO tahun 2011 untuk derajat klinis infeksi dengue hanya ditentukan berdasarkan manifestasi klinis dan beberapa parameter dari pemeriksaan darah lengkap yakni nilai hematokrit dan jumlah trombosit. Kenyataannya, diperlukan parameter lain seperti jumlah leukosit. Menurut WHO, perubahan total hitung sel darah putih < 5000 sel/mm 3 dan rasio jumlah neutrofil kurang dari limfosit berguna untuk memprediksi periode kritis kebocoran plasma yang muncul mendahului temuan trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Selain itu, penggunaan parameter gabungan leukopenia dan trombositopenia akan meningkatkan sensitifitas sejak hari pertama (WHO, 2011). Kondisi ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Jati Febriyanto Adi Listyono Putro pada tahun 2014 yang mendapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan leukosit yang signifikan antara kelompok derajat klinis DBD (Putro, 2014). Bahkan menurut Yenni Risniati, dkk leukopenia dapat dipakai sebagai prediktor terjadinya SSD pada anak dengan DBD (Risniati, 2011). Namun disisi lain, penelitian oleh Jilly J.G. Masihor, dkk pada tahun 2012 mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah trombosit dan leukosit pada pasien DBD anak (Masihor, 2013). Melihat permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mencari korelasi antara jumlah leukosit dan nilai hematokrit terhadap derajat klinis Demam Berdarah Dengue pada pasien anak di RSUP Sanglah Denpasar.
4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana karakteristik pasien Demam Berdarah Dengue anak di RSUP Sanglah Denpasar? 1.2.2 Apakah terdapat korelasi antara jumlah leukosit terhadap derajat klinis Demam Berdarah Dengue pada pasien anak di RSUP Sanglah Denpasar? 1.2.3 Apakah terdapat korelasi antara nilai hematokrit terhadap derajat klinis Demam Berdarah Dengue pada pasien anak di RSUP Sanglah Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Untuk mengetahui karakteristik pasien Demam Berdarah Dengue anak di RSUP Sanglah Denpasar 1.3.2 Untuk mengetahui korelasi antara jumlah leukosit terhadap derajat klinis Demam Berdarah Dengue pada pasien anak di RSUP Sanglah Denpasar 1.3.3 Untuk mengetahui korelasi antara nilai hematokrit terhadap derajat klinis Demam Berdarah Dengue pada pasien anak di RSUP Sanglah Denpasar 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu kedokteran khususnya mengenai Demam Berdarah Dengue.
5 1.4.2 Memberikan bahan pertimbangan kepada tenaga kesehatan dalam menentukan derajat klinis Demam Berdarah Dengue berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap. 1.4.3 Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan prognosis pasien Demam Berdarah Dengue berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap. 1.4.4 Sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya khususnya mengenai Demam Berdarah Dengue di masa mendatang.