BAB I PENDAHULUAN. jaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan alih fungsi lahan pertanian. Di satu pihak, pemerintah daerah

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

TEKNIK KONVERSI KOPI ROBUSTA KE ARABIKA PADA LAHAN YANG SESUAI. Oleh Administrator Selasa, 02 April :00

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan

BAB I PENDAHULUAN. sawit nasional karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa

BAB IV GAMBARAN UMUM. yang dibawa oleh Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

RINGKASAN EKSEKUTIF DAMARIS BARUS Marimin Sri Hartoyo.

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh).

I. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan sistem perekonomian pertanian komersial yang bercorak kolonial. Sistem perkebunan ini dibawa oleh perusahaan kapitalis asing (pada jaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa. Perkebunan merupakan bagian dari sistem perekonomian pertanian komersial yang diwujudkan dalam bentuk usaha pertanian tanaman komersial dalam skala besar dan kompleks yang bersifat padat modal, menggunakan lahan yang luas, memiliki organisasi tenaga kerja yang besar dengan pembagian kerja yang rinci, menggunakan teknologi modern, spesialisasi, sistem administrasi dan birokrasi serta pemasaran yang baik (Pahan, 2008). Ada beberapa jenis tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan di Indonesia yang terbagi atas tanaman semusim dan tanaman tahunan. Salah satu tanaman perkebunan semusim yang dibudidayakan pada masa penjajahan hingga sekarang adalah tanaman tebu. Di Sumatera Utara sendiri terdapat beberapa perkebunan tebu yang cukup luas, baik itu perkebunan tebu milik rakyat maupun milik negara. PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara, yang mengusahakan tanaman tebu sebagai tanaman perkebunan.

Pertanaman tebu di Provinsi Sumatera Utara dikelola oleh PTPN II. Yaitu dengan lokasi penanaman di wilayah pabrik gula Sei Semayang Kabupaten Deli Serdang dan di wilayah pabrik gula Kwala Madu Kabupaten Langkat dengan proporsi tebu rakyat sebesar 8,52 % (Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2008). Budidaya tanaman tebu yang diusahakan oleh PTPN II dimulai sejak tahun 1983. Tanaman tebu yang diusahakan oleh PTPN II terbagi dalam dua macam yaitu sebagai tanaman konversi dan tanaman rotasi. Tanaman konversi adalah sebagian lahan tembakau deli yang dialihfungsikan untuk budidaya tanaman tebu yang secara terus menerus ditanam disuatu areal, sedangkan tanaman rotasi adalah penanaman tebu yang ditanam disaat tanaman tembakau deli telah selesai dipanen. Dan rotasi yang dijalankan dilahan tembakau deli adalah setiap 5 tahun (Febrianto, 2006). Beberapa tahun terakhir produksi dan produktivitas gula PTPN II Sumatera Utara masih berfluktuatif pada tingkat produktivitas dibawah normal. Jika mencermati perkembangan produksi selama 20 tahun giling (1983-2002), rendahnya produksi terjadi sejak tahun giling 1999, rataan produktivitas hablur yang dihasilkan hanya mencapai 4,6 ton per ha (Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2008).

Tabel. 1 Pengembangan Tebu di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 s/d 2009. NO Tahun Pengusahaan Tebu Luas (Ha) Produksi Tebu (Ton) Rendemen (%) Produksi Hablur (Ton) 1 Tahun 2005 13.409,4 736,0 1.146.332,2 44.160.0 6,75 6,75 77.377,424 2.980,800 1-14.145,4 1.190.492.2-80.358,224 2 Tahun 2006 12.366,16 588,36 853.344,06 33.441,48 5,70 5,70 48.726,915 2.146,085 2-12.954,52 886.785,540-50.873,000 3 Tahun 2007 11.797,6 655,9 657.353,14 39.510,85 6,0 6,0 40.755,89 2.449,67 3 12.452,5 696.863,99-43.205,57 4 Tahun 2008 12.827 808 890.835,22 52.489 6,00 6,00 60.131,8 3.546,56 4 13.635 943.324,22 63.678,36 5 Tahun 2009 7.277,51 1.308,92 424.329,48 67.081,91 6,06 6,06 25.711,95 4.060,98 5-8.585,93 491.348,39-29.772,92 Sumber : Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2005-2009

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa luas perkebunan tebu PTPN II (yang ditandai dengan ) terus mengalami penurunan. Pada tahun 2008 luas perkebunan tebu PTPN II sempat mengalami kenaikan, akan tetapi pada tahun 2009 luas perkebunan tebu PTPN II mengalami penurunan yang cukup besar sebesar 5.500 Hektar. Penurunan areal perkebunan tebu ini dikarenakan adanya alih fungsi lahan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, dari tabel juga dapat dilihat bahwa produktivitas tebu PTPN II dapat dikatakan menurun. Dari tahun 2005 2009, angka produktivitas menunjukkan angka sebesar 85,5 ton, 69 ton, 55,7 ton, 69,5 ton, dan 58 ton per Ha nya. Penurunan produktivitas antara lain disebabkan faktor baku teknis budidaya yang tidak pernah tercapai. Artinya, pelaksanaan budidaya dilapangan belum sesuai dengan pedoman budidaya. Faktor lain yang menonjol adalah proporsi tanaman keprasan yang cukup besar, dominasi varietas tebu lama yang telah mengalami degradasi genetik dan dikepras berulang-ulang serta sudah tidak murni lagi. Sehingga untuk kembali dapat meningkatkan produktivitasnya maka harus dilakukan program rehabilitasi tanaman yang terencana dengan menanam varietas-varietas tebu unggul. Beberapa karakteristik yang melekat pada tanaman tebu dapat menjadi pendorong dan penghambat dalam pengembangan tebu. Karakteristik tebu yang dapat menjadi pendorong antara lain : (1) tebu mempunyai fleksibilitas tinggi terhadap kondisi lingkungan sehingga dapat dibudidayakan dalam berbagai kondisi lahan, relatif rentan terhadap hama penyakit, (2) tebu memiliki pilihan yang luas dalam pengembangan produk-produknya. Sedangkan karakteristik tebu yang menjadi

penghambat adalah pada pengelolaan yang lebih sulit dan biaya tebang, muat dan angkut yang lebih besar. Disamping itu perbandingan bobot tebu dengan nilai per unit bobotnya lebih rendah. Tebu bersifat cepat mudah rusak. Rendemen yang telah mencapai kemasakan optimal akan cepat menurun, sehingga jika ada hambatan pada saat penebangan maupun pengolahan mengakibatkan terjadi pengurangan kadar gula yang dihasilkan. (Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2008). Karakteristik penghambat dalam pengembangan tebu diatas merupakan salah satu alasan terjadinya alih fungsi lahan tebu. Dan tanaman kelapa sawit merupakan tanaman pengganti tanaman tebu di PTPN II. Maraknya penanaman kelapa sawit di Indonesia dikarenakan tanaman ini merupakan bibit minyak paling produktif di dunia. Tanaman kelapa sawit yang setiap harinya membutuhkan 4 liter air untuk tumbuh dengan baik, dapat diolah menjadi sumber energi alternatif seperti biofuel. Selain itu, kelapa sawit mempunyai banyak kegunaan lain yaitu sebagai bahan kosmetik, bahan makanan seperti mentega, minyak goreng dan biskuit. Kelapa sawit juga merupakan bahan baku sabun dan deterjen. Nilai ekonomis kelapa sawit yang tinggi membuat permintaan bibit tanaman ini terus meningkat. Indonesia adalah produsen dan konsumen benih kelapa sawit terbesar di dunia dengan total konsumsi 170 juta benih dari total 280 juta bibit. Indonesia bersama Malaysia menjadi pemasok utama kebutuhan kelapa sawit dunia dengan pasokan sebesar 85% dari total kebutuhan kelapa sawit dunia. Menurut catatan greenpeace, seluas 28 juta hektar hutan Indonesia sejak tahun 1990 telah beralihfungsi menjadi kebun kelapa sawit.

Permintaan akan tanaman ini, diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030 dan tiga kali lipat pada tahun 2050 dibandingkan tahun 2000 (Kompas, 2008). Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada 1967 Indonesia hanya memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas 105.808 hektar, pada 1997 telah membengkak menjadi 2,5 juta hektar. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada kurun waktu 1990-1997, dimana terjadi penambahan luas areal tanam rata-rata 200.000 hektar setiap tahunnya, yang sebagian besar terjadi pada perkebunan swasta. Areal penanaman kelapa sawit Indonesia terkonsentrasi di lima propinsi yakni Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh. Areal penanaman terbesar terdapat di Sumatera Utara (dengan sentra produksi di Labuhan Batu, Langkat, dan Simalungun) dan Riau. Pada 1997, dari luas areal tanam 2,5 juta hektar, kedua propinsi ini memberikan kontribusi sebesar 44%, yakni Sumatera Utara 23,24% (584.746 hektar) dan Riau 20,76% (522.434 hektar). Sementara Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh masingmasing memberikan kontribusi 7% hingga 9,8%, dan propinsi lainnya 1% hingga 5% (Prasetyani dan Miranti, 2004).

1.2. Identifikasi Masalah 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan tebu menjadi lahan kelapa sawit di daerah penelitian? 2. Bagaimana analisis tingkat pendapatan tebu di daerah penelitian? 3. Bagaimana analisis tingkat pendapatan kelapa sawit di daerah penelitian? 4. Bagaimana analisis kelayakan usahatani kelapa sawit secara finansial di daerah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tebu menjadi lahan sawit di daerah penelitian 2. Untuk menganalisis tingkat pendapatan komoditi tebu di daerah penelitian 3. Untuk menganalisis tingkat pendapatan komoditi kelapa sawit di daerah penelitian 4. Untuk menganalisis kelayakan usahatani kelapa sawit secara finansial di daerah penelitian

1.4. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan perkebunan tebu dan kelapa sawit 2. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan dalam peningkatan produksi komoditi tebu dan kelapa sawit 3. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian USU Medan.