BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. cetakan yaitu : 200 C, 300 C dan 400 C. Logam coran dalam proses pengecoran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

Analisis Sifat Fisik dan Mekanik Poros Berulir (Screw) Untuk Pengupas Kulit Ari Kedelai Berbahan Dasar Aluminium Bekas dan Piston Bekas

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

PENGARUH UNSUR SILIKON PADA ALUMINIUM ALLOY (Al Si) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Karakterisasi Material Sprocket

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan. Proses Pengecoran. Hasil Coran. Analisis. Pembahasan Hasil Pengujian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn

BAB III METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

Analisa Pengaruh Variasi Temperatur Tuang Pada Pengecoran...

PENGARUH PENAMBAHAN 2,5% Ti-B TERHADAP SIFAT MEKANIK POROS BERULIR (SCREW) BERBAHAN DASAR 40% ALUMINIUM BEKAS DAN 60% PISTON BEKAS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

ANALISIS SIFAT MEKANIS DAN STRUKTURMIKRO PADA PRODUK PADUAN Al78Si22 METODE SQUEEZING CASTING

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

ISSN hal

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VARIASI UKURAN PASIR CETAK TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK CORAN SCRAP PISTON SEPEDA MOTOR. Sigit Gunawan 1, Sigit Budi Hartono 2 2.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA Sigit Gunawan 1 ABSTRAK

PENGARUH VARIASI ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN SAMBUNGAN PADA PROSES PENGELASAN ALUMINIUM DENGAN METODE MIG

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA ABSTRAK

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PERBEDAAN LAJU WAKTU PROSES PEMBEKUAN HASIL COR ALUMINIUM 319 DENGAN CETAKAN LOGAM TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Diagram alir penelitian selama proses penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini : Mulai

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. tentang unsur tersebut. Berikut potongan ayat tersebut :

BAB IV PEMBAHASAN. Setelah melakukan beberapa langkah/usaha mencari alat dan bahan untuk

PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Sesudah dilakukan pengujian Uji Tarik dan Struktur Mikro pada Baja SS-400,

Karakterisasi Material Sprocket

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

Transkripsi:

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Spesimen Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die casting atau menggunakan cetakan logam. Bahan yang digunakan adalah piston bekas dan aluminium bekas. Proses pengecoran dilakukan dengan variasi suhu cetakan yaitu : 200 C, 300 C dan 400 C. Logam coran dalam proses pengecoran ini dilebur dalam tungku peleburan dengan bahan bakar gas. Tungku ini hanya mempunyai satu ruangan yaitu daerah kruss untuk tempat mencairkan logam. Gambar 4.1 Dapur peleburan Logam cair dan logam yang akan dicairkan terdapat dalam ruangan yang sama. Bagian atas dari tungku ini terbuka lebar, sehingga memudahkan pengisian logam yang akan dilebur. Proses peleburan dimulai dengan memasukkan bahan baku aluminium bekas dan potongan-potongan piston bekas, kemudian apabila

2 sudah benar-benar cair dengan sempurna barulah dimasukkan Ti-B setelahnya. Setelah seluruh bahan ini mencair secara homogen, maka logam cair telah dapat dituang kedalam cetakan. Gambar 4.2 Cetakan logam (Die Casting) Berikut dibawah ini merupakan tabel komposisi bahan peleburan yang digunakan dalam penelitian ini: Tabel 4.1 Komposisi bahan baku peleburan Keterangan Komposisi Bahan Pembuat Screw Aluminium Piston bekas Ti-B % 40 60 2,5 Kg 0,8 1,2 0,05 Mutu atau kualitas dari suatu produk pengecoran tergantung dari keadaan (kondisi) logam cair yang digunakan dalam proses pencetakan, karena semakin baik komposisi dari logam cair, semakin baik mutu atau kualitas dari hasil corannya. Semakin homogen logam cair, semakin baik hasil corannya.

3 Gambar 4.3 Proses penuangan logam cair kedalam cetakan 4.2 Hasil Pengujian Tarik Pengujian tarik dilakukan di Laboratorium Bahan, Teknik Dapartemen Teknik Mesin Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan serta deformasi plastis yang terjadi pada spesimen paduan Al-(Al-Si) + Ti-B, dengan menggunakan variasi suhu cetakan untuk bahan pembuatan poros berulir (screw). Spesimen uji mengacu ASTM E8M, dengan alat uji Universal Testing Machine, dengan kapasitas alat maksimum 200 kn.

4 Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui deformasi plastis yang terjadi pada spesimen hasil peleburan untuk bahan pembuatan poros berulir (screw). Berikut dibawah ini adalah gambar spesimen pengujian tarik pada saat sebelum dilakukan pengujian tarik dan setelah dilakukan pengujian tarik: Gambar 4.4 Spesimen uji tarik Setalah dilakukan pengujian tarik, dari spesimen hasil pengujian tarik dapat diamati bahwa pada spesimen hasil peleburan tersebut saat dilakukan pengujian tarik tidak terdapat pengecilan penampang sampai bahan spesimen tersebut patah, hal ini disebabkan karena struktur butiran benda cor lebih kasar dibandingkan dengan pembentukan material dengan proses lain, sifat mekanik logam yang demikian menunjukkan bahwa logam hasil coran tersebut tidak dapat dibentuk atau dideformasi plastis. Dari hasil pengujian tarik diatas maka didapatkan data hasil pengujian tarik pada tabel dibawah ini sebagai berikut:

5 Tabel 4.2 Hasil pengujian tarik No. Kode spes. Lebar Tebal (Lօ) (Lf) (Δʟ) P Max. (kn) Reg. (ε) (%) Teg. (σu) (MPa) 1 B.2 - a 12,51 4,03 49,81 50,05 0,24 8,06 0,48 159,87 2 B.2 - b 12,44 3,96 49,49 49,60 0,11 7,22 0,22 146,56 3 B.2 - c 12,33 3,99 49,46 49,77 0,31 6,78 0,63 137,81 4 B.3 - a 12,52 3,99 50,15 50,24 0,09 7,34 0,18 146,93 5 B.3 - b 12,64 3,97 49,51 49,91 0,40 4,33 0,81 86,29 6 B.3 - c 12.7 3,99 50,05 50,10 0,05 4,55 0,10 89,79 7 B.4 - a 12,45 3,87 50,06 50,51 0,45 5,31 0,90 110,21 8 B.4 - b 12,35 3,86 49,32 49,64 0,32 8,31 0,65 174,32 9 B.4 - c 12,59 3,84 49,71 49,87 0,16 6,79 0,32 140,45 Berikut dibawah ini merupakan gambar grafik regangan dan tegangan dan juga grafik kekuatan tarik rata-rata hasil pengujian tarik pada spesimen paduan Al-(Al-Si) + Ti-B dengan variasi suhu cetakan 200 C, 300 C dan 400 C: 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Data Regangan Tarik Spesimen A Spesimen B Spesimen C Gambar 4.5 Grafik regangan tarik Suhu Cetakan 200 C Suhu Cetakan 300 C Suhu Cetakan 400 C

6 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Data Tegangan Tarik Spesimen A Spesimen B Spesimen C Gambar 4.6 Grafik tegangan tarik Suhu Cetakan 200 C Suhu Cetakan 300 C Suhu Cetakan 400 C 160 Data Rata-Rata Tegangan Tarik 140 120 100 80 60 40 20 Spesimen Dengan Suhu Cetakan 200 C Spesimen Dengan Suhu Cetakan 300 C Spesimen Dengan Suhu Cetakan 400 C 0 148.08 107.67 141.66 Gambar 4.7 Grafik rata-rata kekuatan tarik Pada tabel hasil pengujian tarik diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kekuatan tarik pada pemanasan suhu cetakan 200ºC adalah 148,08 MPa, kemudian pada suhu pemanasan cetakan 300ºC adalah 107,67 MPa, dan pada

7 suhu pemanasan cetakan 400 C adalah 141,66 MPa. Data tersebut diatas menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan cetakan dengan suhu 200ºC pada hasil pengecoran aluminium paduan dengan penambahan 2,5% Ti-B menghasilkan tegangan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan variasi pemanasan cetakan dengan 200ºC pada hasil pengecoran aluminium paduan dengan penambahan 2,5% Ti-B dengan suhu 300ºC dan 400ºC. Pada pengujian yang dihasilkan sifat material yang baik untuk pembuatan poros berulir (screw) haruslah merupakan bahan paduan yang kuat dan tahan aus. Pada pengujian kali ini didapatkan sifat material yang paling bagus dengan perlakuan pemanasan cetakan dengan suhu 200ºC. 4.3 Hasil Pengujian Struktur Mikro Pengamatan strukturmikro dimaksudkan untuk memperoleh gambaran strukturmikro pada permukaan spesimen hasil pengecoran yang telah dibuat. Pekerjaan ini meliputi persiapan spesimen melalui tahapan: pemotongan, diresin (untuk pembuatan pegangan), diamplas, polishing dan pemberian cairan kimia (etsa) sebelum bahan ditempatkan dibawah lensa obyektif mikroskop optik. Pengujian mikrostruktur ini dilakukan untuk aluminium paduan dengan penambahan unsur penghalus butir Ti-B dengan variasi suhu cetakan yaitu dengan suhu 200 C, 300 C dan 400 C dengan alat uji Metallurgical Microscope Invertgo Tipe. Pengamatan perubahan struktur mikro dari hasil peleburan diamati dengan pengujian metalografi yang dilakukan pada daerah permukaan logam. Sebelum

8 pengujian dilakukan siapkan spesimen uji dengan cara memotong sampel sesuai ukuran kemudian dibingkai dengan resin dan selanjutnya dilakukan pengamplasan. Pengamplasan dilakukan dengan kertas amplas yang bertingkat kekasarannya sedangkan pemolesan dilakukan dengan autosol dan kain bludru. Sampel yang telah mengkilap dietsa dengan larutan etsa asam NaOH+Air 50%, selanjutnya diamati struktur mikronya dengan mikroskop optik. Berdasarkan data hasil pengamatan struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 200X. Berikut adalah hasil dari pengamatan struktur mikro: Gambar 4.8 Foto struktur mikro spesimen Al-(Al-Si) + Ti-B pada variasi suhu cetakan 200 C (pembesaran 200X)

9 Gambar 4.9 Foto struktur mikro spesimen Al-(Al-Si) + Ti-B pada variasi suhu cetakan 300 C (pembesaran 200X) Gambar 4.10 Foto struktur mikro spesimen Al-(Al-Si) + Ti-B pada variasi suhu cetakan 400 C (pembesaran 200X)

10 Berdasarkan hasil pengujian struktur mikro pada aluminium paduan daur ulang dengan menggunakan cetakan logam untuk pembuatan poros berulir (screw) terbentuk beberapa fasa, diantaranya fasa Al, Si dan fasa Al-Si. Adapun karakteristik dari fasa-fasa tersebut adalah sebagai berikut: 1. Fasa Al (berwarna terang) adalah larutan padat primer. 2. Fasa Al-Si (berwarna kelabu terang). Fasa ini terbentuk karena jumlah prosentase silikon (Si) lebih besar dari magnesium (Mg). Pada umumnya akan dapat meningkatkan tingkat kekerasan dan dapat menghambat laju korosi. 3. Fasa Si (bewarna kehitam-hitaman) yaitu fasa hypereutectic silikon yang membentuk fasa silikon primer. Fasa tersebut memberikan ketahanan aus yang tinggi dan porositas yang rendah. Pola nodles silikon (berwarna hitam lebih gelap) dalam paduan aluminium yang membentuk dendrit-dendrit panjang tersebar merata pada semua spesimen, teramati pada permukaan spesimen. Tidak ditemukan porositas dipermukaan hasil pengecoran, apabila terdapat porositas, hal ini disebabkan oleh dua jenis yaitu porositas penyusutan dengan bentuk tidak teratur dan porositas gas berbentuk lingkaran. Namun porositas ditinjau dari ukuran ada dua, yaitu porositas makro dan mikro. Porositas penyusutan dengan bentuk tidak teratur ini disebabkan oleh ketidakmampuan/kekurangan silikon eutektik untuk menetralkan penyusutan dan kontraksi panas (deformasi) selama proses pembekuan. Selama pembekuan terjadi proses feeding dimana silikon eutektik yang terbentuk akan melingkungi butir dendrit dan bersirkulasi ke semua sistem struktur.

11 Bagian dari struktur yang tidak terisi atau dialiri silikon eutektik akan muncul sebagai porositas penyusutan. Kekosongan ini disebabkan oleh tiga hal yaitu: 1) silikon eutektik yang terbentuk sedikit (sehingga tidak mampu mengisi semua rongga yang ada), 2) Sulitnya logam cair mengalir dalam struktur dendritik pada rongga cetakan yang kecil, 3) proses pembekuan logam cair yang terjadi dalam waktu yang bersamaan, sehingga proses feeding saat proses pembekuan tidak terjadi. Opsi ini memungkinkan untuk terjadinya porositas penyusutan yang akan menjadi inisial retak. Selain itu temperatur tuang dan cetakan yang tinggi akan mengakibatkan pembekuan lambat, sehingga tersedia tegangan-regangan penyusutan dan kontraksi panas yang besar untuk perkembangan retak panas intergranular. Retak panas ini berkembang dengan arah tidak beraturan dan membentuk cabang-cabang mengikuti silikon eutektik pada batas butir dendrit Al- Si. Struktur mikro bergantung pada jumlah unsur dalam paduan. Struktur mikro paduan alumunium-silikon bergantung pada jumlah kandungan silikon dalam alumunium. Paduan hypo-eutectoid alumunium-silikon terdiri dari fase utama alumunium dengan fiber silikon terdistribusi pada matrik alumunium. Sedangkan pada struktur mikro paduan hypo-eutectoid alumunium-silikon, fasa silikon terbentuk sebagai fasa utama partikel-partikel campuran dan fiber silikon. Penambahan unsur silikon dapat menambah sifat mekanik suatu paduan aluminium, disebabkan karena saat penambahan unsur silikon, terjadi peningkatan komposisi silikon, hal ini akan meningkatkan jumlah silikon eutektik dan memperbesar kemampuan feeding saat pembekuan, sehingga akan menurunkan

12 kemungkinan munculnya retak panas intergranular, transformasi dan penjalaran retak panas. Selain itu, jika jumlah silicon dalam paduan Al-Si semakin besar, maka panjang retak panas intergranular dan indeks retak panas yang dihasilkan akan semakin kecil. Hasil penelitian struktur mikro pada spesimen akibat perlakuan pemanasan menggunakan variasi suhu cetakan pada paduan aluminium dengan menggunakan mikroskop optik pada perbesaran 200 kali menunjukkan bahwa semua spesimen memiliki distribusi dan bentuk struktur butiran fasa Al-Si yang cenderung menggumpal dengan ukuran butiran yang besar dan jarak antar butirannya meregang. Dan rata-rata fasa yang paling merata pembentukannya pada struktur mikro adalah fasa Al. Penghalus butir atau Ti-B memberikan pengaruh positif pada pembentukan poros berulir (screw) antara lain: 1. Distribusi porositas: Ketika penghalus butir digunakan dapat mengurangi jumlah porositas yang terjadi. Penambahan penghalus butir dapat memproduksi distribusi porositas yang baik secara seragam. 2. Distribusi intermetalik: Pada paduan yang mengandung fasa eutektik dengan jumlah yang banyak, seperti Al-Si, tidak diharapkan bahwa penghalus butir akan mempengaruhi distribusi fasa intermetalik. Fasa intermetalik merupakan fasa kedua yang mengendap pada struktur mikropaduan aluminium paduan, yang terbentuk sebagai akibat dari komposisi kimia yang melebihi batas kelarutannya. Keberadaan fasa ini sangat dipengaruhi oleh komposisi dan mekanisme pembentukan yang terjadi.

13 3. Sifat mekanik: Sifat seperti kekuatan tarik dan elongasi meningkat dengan adanya penghalus butir. Pada paduan Al-Si yang utama adalah meningkatkan distribusi porositas. 4.4 Hasil Pengujian Kekerasan Vickers Pada pengujian kekerasan spesimen untuk material bahan pembuatan poros berulir (screw) menggunakan uji kekerasan vickers. Pengujian kekerasan vickers dilakukan di Laboratorium Bahan, Teknik Dapartemen Teknik Mesin Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada pengujian kekerasan ini dilakukan sebanyak 9 titik, dengan alat uji Vickers Hardness Tester, dengan pembebanan 30 Kg. Sedang satuan pengukuran diagonal jejak indentor dalam mm. Berikut dibawah ini adalah gambar spesimen hasil pengujian kekerasan vickers pada saat setelah dilakukan pengujian kekerasan vickers: Gambar 4.11 Spesimen uji kekerasan vickers Dari hasil pengujian kekerasan spesimen pada gambar diatas maka didapatkan data hasil pengujian kekerasan pada tabel dibawah ini sebagai berikut:

14 Tabel 4.3 Data hasil pengujian kekerasan vickers No. Kode Spes. Posisi Titik Uji d1 d2 d Rata-Rata Kekerasan (Kg/mm²) Rata-Rata Kekerasan (Kg/mm²) 1 B2 2 B3 3 B4 Bidang permukaan atas Bidang permukaan atas Bidang permukaan atas 0,76 0,77 0,765 95,1 0,75 0,76 0,755 97,6 0,78 0,77 0,775 92,6 0,80 0,80 0,800 86,9 0,77 0,78 0,775 92,6 0,80 0,80 0,800 86,9 0,80 0,79 0,795 88,0 0,82 0,82 0,820 82,7 0,79 0,80 0,795 88,0 95,1 88,8 86,2 Berdasarkan data hasil uji kekerasan vickers pada tiga spesimen hasil peleburan yang telah ditambah unsur Ti-B sebesar 2,5% dapat dianalisa sebagai berikut: 1. Spesimen dengan variasi suhu cetakan 200 C Dari hasil pengujian kekerasan vickers yang telah dilakukan diperoleh harga kekerasan tertinggi 97,6 Kg/mm², sementara kekerasan terendah 92,6 Kg/mm² dan kekerasan rata-rata diperoleh 95,1 Kg/mm². 2. Spesimen dengan variasi suhu cetakan 300 C Dari hasil pengujian kekerasan vickers yang telah dilakukan diperoleh harga kekerasan tertinggi 92,6 Kg/mm², sementara kekerasan terendah 86,9 Kg/mm² dan kekerasan rata-rata diperoleh 88,8 Kg/mm². 3. Spesimen dengan variasi suhu cetakan 400 C Dari hasil pengujian kekerasan vickers yang telah dilakukan diperoleh harga kekerasan tertinggi 88,0 Kg/mm², sementara kekerasan terendah 82,7 Kg/mm² dan kekerasan rata-rata diperoleh 86,2 Kg/mm².

15 Dari hasil pengujian kekerasan vickers diatas, penggunakan variasi suhu cetakan pada aluminium paduan dapat mempengaruhi tingkat kekerasan pada spesimen uji. Didapatkan hasil bahwa dengan menggunakan variasi suhu cetakan 200 C dengan paduan Al-(Al-Si) + Ti-B untuk pembuatan poros berulir (screw) didapatkan nilai kekerasan rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan variasi suhu cetakan 300 C dan 400 C, yaitu didapatkan nilai kekerasan sebesar 95,1 Kg/mm². Ini berarti semakin tinggi nilai tegangan tarik, maka semakin tinggi pula angka kekerasannya. Dari hasil tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini sebagai berikut: Data Rata-Rata Kekerasan Vickers 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 95.1 88.8 86.2 Spesimen Dengan Suhu Cetakan 200 C Cetakan Dengan Suhu Cetakan 300 C Spesimen DenganSuhu Cetakan 400 C Gambar 4.12 Grafik rata-rata kekerasan vickers Dapat dilihat pada grafik diatas paduan yang mengalami perlakuaan panas pada suhu cetakan 200 C terlihat angka kekerasannya paling tinggi, angka kekerasan ini dipengaruhi oleh media pendingin.