PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN DI PROVINSI DKI JAKARTA AYU TRI MULYANI

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

REVITALISASI KEHUTANAN

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

X. ANALISIS KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

BAB I PENDAHULUAN. karena termasuk dalam Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Namun

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

PENDAHULUAN. Latar Belakang

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT

Pengelolaan Kawasan Pesisir Berkelanjutan. 16-Sep-11. Syawaludin A. Harahap 1

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar dunia dengan panjang garis pantai 95.181.000 km (Worlds Resources Institute 2001) dan tiga per empat luas wilayahnya terdiri lautan, perencanaan tata ruang suatu wilayah di Indonesia berperan besar dalam pengelolaan SDA kelautan dan perikanan yang berdampak pada kinerja pembangunan kelautan dan perikanan dalam peranannya mendukung pembangunan nasional, baik dari aspek ekonomi, sosial, keamanan dan ekologis. Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu prioritas pembangunan di negara-negara kepulauan termasuk Indonesia. Di Indonesia, sektor kelautan dan perikanan belum menunjukan kontribusi yang maksimal dalam rangka mengoptimalisasikan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan untuk mendukung kinerja pembangunan ekonomi nasional, melindungi kelestarian sumberdaya dan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya. Kontribusi SDA kelautan dalam pembangunan nasional belum seperti yang diharapkan karena selama ini paradigma pembangunan nasional lebih kepada land based development yang memandang laut hanya sebagai sektor pinggiran (perypery). Tidak heran, akibat dianutnya mainstream ini lebih dari setengah abad usia republik ini, sektor kelautan dan perikanan menjadi korban pembangunan. Dengan kata lain, laut di Indonesia menghadapi banyak permasalahan, seperti terjadinya overfishing di berbagai daerah tangkapan, tercemarnya daerah pesisir dan laut akibat dari buruknya pengelolaan limbah dan pembangunan di darat, rusaknya ekosistem laut, mulai dari mangrove sampai dengan terumbu karang, kemiskinan nelayan, konflik daerah tangkapan ikan hingga berkurangnya keragaman hayati di pesisir dan laut. Wilayah pesisir dan lautan umumnya memiliki keragaman ekosistem yang khas yang memerlukan pendekatan kebijakan (policy) pengelolaan yang khas pula (Kusumastanto 2007). Membangun kawasan pesisir dan laut membutuhkan pendekatan holistik dan terintegrasi karena pesisir dan laut merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap berbagai macam bentuk perubahan, pencemaran, dan konflik yang terjadi di darat.

2 Jakarta merupakan salah satu kota pesisir yang ada di Indonesia. Seperti kota pesisir lainnya di Indonesia, sektor perikanan bukan merupakan sektor prioritas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dilihat dari kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto Regional (PDRB), sektor perikanan hanya menyumbang sebesar 0,03 persen dari total PDRB yang diterima DKI Jakarta pada Tahun 2011 (BPS Jakarta 2012). Namun demikian, sektor perikanan khususnya perikanan tangkap tidak pernah bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat pesisir ibukota. Dengan luas laut hampir sepuluh kali dari luas daratan, aktivitas perikanan tangkap di ibukota menjadi katup pengaman ketika masyarakat pesisir tidak mendapat pekerjaan lain di darat. Dengan demikian aktivitas perikanan tangkap di DKI Jakarta seharusnya tidak diabaikan keberadaannya dalam pembangunan kawasan pesisir dan laut ibukota di masa depan. Sebagai ibukota negara, Jakarta merupakan jendela bagi negara lain untuk melihat Indonesia secara keseluruhan, keberadaan Jakarta yang tidak hanya sebagai pusat pemerintahan melainkan juga pusat kegiatan ekonomi menjadikan Jakarta istimewa dan berstatus sebagai Daerah Khusus Ibukota. DKI Jakarta mempunyai luas daratan 661,52 km 2 dan lautan seluas 6.977,5 km 2 serta tercatat ±110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Secara administrasi, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah kota dan satu kabupaten, yaitu Jakarta Pusat dengan luas daratan 47,90km 2 ; Jakarta Utara dengan luas daratan 154,01 km 2 ; Jakarta Barat dengan luas daratan 126,15 km 2 ; Jakarta Selatan dengan luas daratan 145,73 km 2 ; Jakarta Timur dengan luas daratan 187,73 km 2 dan Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu (Bapeda Jakarta 2012). Wilayah perairan Jakarta merupakan salah satu wilayah perairan yang strategis dan penting sekaligus paling rentan terhadap perubahan, gangguan, dan pencemaran oleh manusia. Strategis karena perairan Jakarta merupakan pintu gerbang utama aktivitas ekonomi kelautan untuk wilayah bagian barat Indonesia dan daerah paling rentan karena merupakan penyangga bagi ekosistem daratan Jakarta yang demikian tinggi aktivitas manusianya (Kusumastanto 2007). Untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan memenuhi seluruh kepentingan seluruh masyarakat terutama masyarakat Jakarta, pengelolaan

3 SDA pesisir dan laut di ibukota sering kali mengabaikan aspek keberlanjutan karena aktivitas menjaga lingkungan erat kaitannya dengan mengurangi aktivitas ekonomi yang berarti memperlambat laju pertumbuhan. Pembangunan ekonomi yang tidak memperhitungkan terjadinya disinsentif akibat aktivitas ekonomi akan berdampak negatif pada lingkungan dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya. Hal ini terlihat pada kondisi Perairan Jakarta yang sudah mengarah pada penurunan daya dukung lingkungan, seperti menurunnya hasil tangkapan, berkurangnya keanekaragama hayati, rusaknya lingkungan pesisir dan laut, kemiskinan nelayan yang merajalela, bahkan secara tak langsung menyebabkan turunnya kualitas hidup masyarakat pesisir karena sampah dan bahan beracun yang ada di perairan mengancam kesehatan fisik dan reproduktif. Fenomena ini memerlukan suatu rumusan perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan secara komprehensif dan memenuhi kriteria pembangunan terpadu berkelanjutan yaitu secara ekonomi harus efisien dan optimal, secara sosial budaya berkeadilan dan dapat diterima, dan secara ekologi tidak melampaui daya dukung lingkungan (environmentally friendly) (Kusumastanto 2000). Kebijakan pembangunan harus disesuaikan dengan karakteristik wilayah, sumberdaya alam dan pemanfaatan yang diinginkan tidak melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity). Upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD seharusnya tidak mengakibatkan tekanan pemanfaatan yang besar terhadap sumberdaya alam. Menurut UU Nomor 31 Tahun 2004 pasal 3 tentang Perikanan, tujuan pengelolaan perikanan diantaranya adalah : (1) meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan; dan (2) menjamin kearifan sumberdaya ikan, lahan pembudidaya ikan dan tata ruang. Dalam hal pengelolaan perikanan, pemerintah daerah diharapkan sebagai motor penggerak pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Di sisi lain, pembangunan perikanan tangkap di Indonesia secara khusus bertujuan untuk : (1) tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472 juta ton; (2) meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp 1,5 juta/bulan; (3) meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US$ 5,5 milyar; (4) meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kg/kapita/tahun; dan (5) penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap (termasuk nelayan) sekitar 4 juta orang (SKP 2005). Melihat UU Nomor 31 Tahun 2004

4 pasal 3 dan tujuan pembangunan perikanan yang sangat optimis maka kebijakan pembangunan daerah terutama daerah pesisir diharapkan mampu mengakomodir seluruh kepentingan termasuk kepentingan nelayan dan pembudidaya ikan. Oleh sebab itu, pembangunan wilayah pesisir dan laut Jakarta, khususnya perikanan tangkap dengan karakteristik wilayah perairan padat tangkap dan multifungsi memerlukan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan SDA pesisir dan laut yang terpadu dan berkelanjutan agar mampu meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Jakarta termasuk masyarakat nelayan. Untuk mewujudkannya diperlukan instrumen pengelolaan sumberdaya yang lebih menitikberatkan kepada kemampuan daya dukung alam tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi masyarakat. Wilayah perairan Jakarta memerlukan kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan laut yang holistik dalam bentuk penataan ruang yang dapat mengakomodir kepentingan seluruh pemanfaatnya dengan tetap memperhatikan apek keadilan (equity), keberlanjutan (sustainability), dan kesejahteraan (prosperity) bagi seluruh masyarakat terutama masyarakat DKI Jakarta. Hal ini dapat tercapai apabila didukung dengan pengelolaan yang holistik yang terintegrasi mulai pusat sampai daerah dan mulai dari hulu sampai hilir dengan daya dukung sebagai faktor pembatasnya. Laut sebagai bagian terbesar dari luas ibukota harus masuk dalam arah perencanaan tata ruang Jakarta yang berarti bahwa arah kebijakan pembangunan Jakarta sebaiknya tidak bias daratan. Pembangunan ekonomi ibukota harus menggabungkan visi laut dan darat agar seluruh potensi yang dimiliki ibukota dapat dikembangkan dan dioptimalkan untuk kepentingan seluruh masyarakat tidak kecuali untuk masyarakat nelayan. Pembangunan ekonomi di kota pesisir seharusnya juga menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi masyarakat nelayan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu arahan pengembangan ekonomi perikanan tangkap berkelanjutan di perairan Jakarta yang tepat dan aplikatif guna tercapainya tujuan pengelolaan perikanan yang tercantum dalam UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo UU No. 45 Tahun 2009 dan misi utama tata ruang wilayah Jakarta yang salah satunya adalah mengembangbiakan lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan untuk seluruh warga Jakarta. Kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tangkap yang berkelanjutan di

5 perairan Jakarta yang dihasilkan dan direkomendasikan dari penelitian ini diharapkan mampu menjawab tantangan masa depan untuk mengelola perairan Jakarta yang mampu mengakomodir semua kepentingan stakeholder terkait dan berkelanjutan sebab pertumbuhan ekonomi tidak akan sustainable jika ekologi tidak sustainanble karena kelestarian sumberdaya pulih adalah penentu keberlanjutan ekonomi berbasis kepulauan (Kusumastanto 2002). 1.2 Perumusan Masalah Sebagai ibukota negara sekaligus pusat bisnis di Indonesia, Jakarta memiliki infrastuktur yang lengkap untuk menunjang seluruh aktivitas ekonomi dan merupakan daerah yang potensial bagi berbagai kegiatan usaha termasuk usaha penangkapan ikan, baik sebagai daerah produksi maupun sebagai basis usaha dan basis pemasaran. Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah bahwa arahan penataan ruang wilayah akan ditujukan untuk melaksanakan 3 (tiga) misi utama, yaitu : 1. Membangun Jakarta yang berbasis pada masyarakat; 2. Mengembangbiakan lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan; 3. Mengembangkan Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan internasional. Wilayah perairan Jakarta meliputi wilayah Kota Adminsitrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Perairan Jakarta merupakan tempat muara 13 sungai, diantaranya Sungai Cisadane di bagian barat, Sungai Ciliwung di bagian tengah dan Sungai Citarum dan Sungai Bekasi masing-masing di bagian timur. Aktivitas perekonomian di sepanjang daerah aliran sungai yang bermuara di Teluk Jakarta dan aktivitas perekonomian di wilayah pesisir dan laut cenderung mengarah pada penurunan kemampuan daya dukung lahan dan lingkungan di wilayah perairan. Perairan Jakarta setiap hari mendapatkan masukan bahan organik maupun anorganik yang bersumber dari daratan maupun dari pesisir dan laut. Kondisi ini tentunya akan berdampak pada kualitas perairan yang akan memberikan pengaruh terhadap kestabilan ekosistem yang ada di wilayah pesisir dan laut yang pada akhirnya akan berdampak luas pada kondisi ibukota secara keseluruhan.

6 Aktivitas penangkapan ikan di Perairan Jakarta sudah berlangsung sejak lama. Berdasarkan data statistik, tingkat pemanfaatan ini dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Jakarta. Peningkatan jumlah penduduk juga berdampak kepada meningkatnya permintaan produk-produk hasil perikanan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani yang berasal dari ikan. Meningkatnya eksploitasi sumberdaya ikan sebagai akibat meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya tersebut akan berdampak pada semakin tingginya tekanan terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan di Perairan Jakarta. Ditambah lagi dengan sifat pemanfaatan sumberdaya laut yang secara umum bersifat open access yang berarti pemanfaatannya terbuka untuk siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum sehingga pemanfaatan sumberdaya ini cenderung bebas tanpa ada batasan selama masih ada manfaat/keuntungan yang diperoleh. Kondisi tersebut di atas jika tidak segera dikendalikan (manage) dengan baik cepat atau lambat dikhawatirkan akan mengancam kelestarian sumberdaya ikan di perairan Jakarta. Menurut FAO diacu dalam Fauzi A (2005), diperkirakan bahwa 47 persen sumberdaya perikanan dunia telah mengalami full exploited, 19 persen dinyatakan overexploted, 9 persen diantaranya sudah depleted (terkuras). Dengan demikian 75 persen sumberdaya ikan sudah mengalami kritis. Sebagai wilayah perairan yang padat tangkap, multifungsi, tercemar, dan dipengaruhi/berpengaruh terhadap kondisi ibukota secara keseluruhan, pengembangan ekonomi di wilayah perairan Jakarta khususnya perikanan tangkap memerlukan konsep pembangunan yang tidak lepas dari pengelolaan berbagai aspek yang berpengaruh dan mempengaruhi perikanan tangkap itu sendiri, baik itu aspek yang mempengaruhi wilayah perairan maupun aspek wilayah daratan. Konsep Integrated River Basin, Coastal and Ocean Management (IRCOM) diperlukan dalam pengelolaan perikanan tangkap di wilayah Perairan Jakarta karena permasalahan lingkungan di Perairan Jakarta tidak hanya bersumber dari di wilayah pesisir dan laut namun juga berasal dari daratan. Permasalahan yang mempengaruhi kondisi perikanan tangkap di Provinsi Jakarta adalah sebagai berikut : (1) Pencemaran dan degrasi lingkungan. Pencemaran di perairan Jakarta tidak hanya bersumber dari wilayah pesisir dan laut tetapi juga dari seluruh

7 aktivitas di darat melalui 13 anak sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Berdasarkan data DKI Jakarta (2010), setiap hari Teluk Jakarta menerima masukan sampah sebanyak 161 ton. Bahan cemaran di Teluk Jakarta 80 persen berasal dari daratan melalui tiga belas daerah aliran sungai (DAS) yang bermuara di Teluk Jakarta (BPLHD Jakarta 2010). Pencemaran ini memberikan dampak negatif yang tinggi terhadap keberlanjutan ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut, keberlangsungan hidup nelayan Jakarta dan industri & wisata bahari serta lalu lintas laut. (2) Produksi perikanan yang semakin menurun. Sejak tahun 2002, produksi perikanan nelayan Jakarta menurun hingga 38 persen (Sonari 2009). Di lain pihak, tingkat konsumsi ikan masyarakat Jakarta semakin meningkat mendekati tingkat konsumsi per kapita yang ditargetkan pemerintah pusat yaitu 24,79 kg/kapita/tahun pada Tahun 2011 (DKP Jakarta 2012). (3) Belum dilaksanakannya penegakan hukum secara konsisten bagi pelanggar kerusakan lingkungan. (4) Ketidakadanya pembatasan effort pada usaha penangkapan ikan menyebabkan semakin rendahya tingkat keuntungan yang diperoleh oleh nelayan sehingga mengancam keberlanjutan usaha perikanan tangkap. Untuk meningkatkan keuntungannya, saat ini nelayan Jakarta berupaya meningkatkan produktivitas alat tangkapnya. Kondisi ini jika dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya konlik antar nelayan dalam memperebutkan sumberdaya ikan yang semakin terbatas. (5) Saat ini, belum ada alternatif kebijakan yang tepat selain terfokus pada upaya untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh nelayan. Kebijakan yang terkait dengan usaha perbaikan lingkungan perairan belum maksimal karena setiap alternatif kebijakan memiliki konsekuensi yang berbenturan dengan kepentingan stakeholder lain. (6) Belum adanya pengaturan tata ruang pesisir dan laut yang komperhensif sehingga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar stakeholders. (7) Usaha perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta belum mempunyai instrumen untuk menilai keberlanjutannya pada masa mendatang secara komprehensif. Perikanan tangkap belum mempunyai ukuran untuk menilai

8 aspek mana saja yang perlu untuk diperbaiki dan bagaimana cara perbaikan yang paling tepat agar aktivitas perikanan tangkap dapat berkelanjutan Hal ini menyebabkan keadaan usaha perikanan tangkap di Jakarta selama beberapa tahun terakhir ini terlihat tidak begitu menggembirakan. (8) Belum adanya pemahaman yang sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pemerintah daerah hulu sungai (Pemda Bekasi, Pemda Jabar) maupun dengan pemerintah pusat tentang pembangunan baik yang secara langsung maupun tidak mempengaruhi kondisi sumberdaya perikanan tangkap di Provinsi Jakarta. Pengelolaan wilayah pesisir dan laut tidak dapat ditangani masing-masing sektor tetapi harus ada keterpaduan antar sektor/stakeholders. Dari permasalahan-permasalahan yang ada di wilayah Perairan Provinsi DKI Jakarta, di bawah ini adalah research question yang akan dijawab dalam penelitian ini : (1) Berapa besar potensi sumberdaya perikanan tangkap di Perairan Jakarta sebagai dasar dalam penilaian status keberlanjutan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tangkap di Perairan Jakarta? (2) Apakah sumberdaya perikanan tangkap di perairan Provinsi DKI Jakarta sudah terdegradasi dan terdepresiasi? (3) Bagaimana status pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan analisis lima dimensi keberlanjutan perikanan, seperti ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan? (4) Bagaimana kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tangkap yang berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta yang mengakomodir lima dimensi keberlanjutan (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan)? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pemaparan perumusan masalah tersebut, yaitu : (1) Menganalisis tingkat alokasi optimal sumberdaya perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta.

9 (2) Menilai tingkat degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Provinsi DKI Jakarta. (3) Menilai indeks keberlanjutan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan lima dimensi keberlanjutan (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan). (4) Menganalisis optimasi dinamik pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta melalui penggambaran dari interaksi antara indikator kunci dalam subsistem ekologi, subsistem ekonomi, dan subsistem sosial. (5) Merumuskan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tangkap yang berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Sumberdaya perikanan adalah salah satu sumberdaya alam yang merupakan aset negara dan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi kesejahteraan suatu bangsa. Perikanan merupakan salah satu aktivitas ekonomi manusia yang sangat kompleks. Tantangan untuk memelihara sumberdaya yang sehat menjadi isu yang cukup kompleks dalam pembangunan perikanan. Meskipun sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih namun pada kenyataannya telah terjadi penurunan hasil tangkapan di berbagai laut di Indonesia, berkurangnya keanekaragama hayati, rusaknya lingkungan wilayah pesisir dan laut yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya kemiskinan nelayan. Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini untuk merumuskan kebijakan pembangunan berkelanjutan perikanan tangkap menggunakan lima dimensi, yaitu ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan kelembagaan. Hal ini dikaitkan dengan objek penelitian perikanan tangkap yang sangat terkait dengan lima dimensi tersebut. Untuk itu diperlukan upaya mengharmonisasikan tujuan dari kelima dimensi agar tercapai pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan. Saat ini belum menunjukan adanya upaya-upaya sistematis untuk membangun kesejahteraan masyarakat yang memadukan kepentingan ekonomi,

10 ekologi, sosial budaya, teknologi, dan kelembagaan. Oleh sebab itu diperlukan suatu analisis yang komprehensif tentang kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan dari setiap dimensi keberlanjutan, yaitu ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis kebijakan strategis dalam pengembangan ekonomi perikanan tangkap yang berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta yang holistik dan komprehensif mencakup lima dimensi keberlanjutan, yaitu ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan. Melalui penelitian ini diharapkan pengembangan ekonomi perikanan tangkap di ibukota yang merupakan kota pesisir dapat berkelanjutan dengan kelestarian sumberdaya pulih sebagai tolak ukurnya tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi para pelaku usaha perikanan. Oleh sebab titik tolak penelitian ini adalah maximum sustainable yield (MSY) dan maximum economic yield (MEY) pada sumberdaya perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta. Analisis bioekonomi digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan yang optimal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan. Analisis degradasi dan depresiasi digunakan untuk menilai laju degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan yang terjadi di wilayah penelitian. Analisis keberlanjutan digunakan untuk menentukan status keberlanjutan sumberdaya perikanan tangkap dilihat dari dimensi ekonomi, ekologis, sosial, teknologi, dan kelembagaan. Analisis dinamik digunakan untuk menggambarkan dan memodelkan perilaku dari populasi alamiah sumberdaya perikanan untuk mencapai pengelolaan yang optimal. Berdasarkan hasil analisis bioekonomi, analisis degradasi dan depresiasi, analisis keberlanjutan dan analisis dinamik diharapkan didapat sebuah strategi kebijakan yang aplikatif tentang pengembangan ekonomi perikanan tangkap yang berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta secara holistik dan komprehensif.

11 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : (1) Meningkatkan pemahaman peneliti terhadap kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tangkap yang berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta yang dapat mengakomodir keseimbangan berbagai dimensi pengelolaan yang terkait. (2) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam merumuskan kebijakan pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta. (3) Sebagai informasi bagi stakeholder yang terkait dalam menjaga sinkronisasi kegiatan perikanan tangkap dengan daya dukung lingkungan sehingga terjadi keberlanjutan dalam kegiatan pemanfaatn perairan di DKI Jakarta. (4) Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam pengelolaan perikanan tangkap yang berorientasi pada perbaikan kesejahteraan nelayan dan masyarakat namun tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya perikanan dan ekosistem di kawasan pengelolaan.