JURNAL MEGA AKTIVA Website :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) KABUPATEN BANYUWANGI

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

Listrik, Gas & Air Bersih. Dengan demikiansektor tersebut perlu mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang

BAB I PENDAHULUAN. investasi merupakan faktor penting yang berperan besar dalam pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

BAB I PENDAHULUAN. disuatu negara yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dari

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA 1) Muhammad Nur Afiat 2) ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional dengan bertumpu pada pertumbuhan

PENERAPAN MODEL SOLOW-SWAN UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan berbagai indikator-indikator yang dapat menggambarkan potensi. maupun tingkat kemakmuran masyarakat suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian menuju perekonomian yang berimbang dan dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dilakukan bertujuan untuk mengentaskan pengangguran dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

PENDAHULUAN. 2011:18-19). Hal ini serupa dengan yang diutarakan oleh Rovia (2013:1) dalam

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomi jangka

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah dan Pembangunan Wilayah. terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, meratakan pendapatan dan meningkatkan hubungan antara daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian di suatu wilayah dapat diketahui dari perkembangan

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. nasional maupun daerah. Karena dengan adanya pembangunan ekonomi. diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

Pengaruh Pembangunan Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Jambi. Oleh: *) Irmanelly **)Dosen Tetap STIE Muhaammadiyah Jambi

ANALISA PENGARUH INVESTASI PMA DAN PMDM, KESEMPATAN KERJA, PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PDRB DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

ANALISIS EFISIENSI PERTAMBAHAN INVESTASI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkat yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh

TINJAUAN EKONOMI REGIONAL. embangunan ekonomi yang digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) PROVINSI DKI JAKARTA

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK

Katalog BPS :

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) DAN INCREMENTAL LABOR OUTPUT RATIO (ILOR) KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). ekonomi. Indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi dan sulit

I. PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai

Transkripsi:

ANALISIS EFISIENSI INVESTASI DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PADA PERIODE 2001-2013 1 Indri Hapsari, 2 Sitti Zakiah Ma mun 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Muhammadiyah Kendari 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Muhammadiyah Kendari ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengukur tingkat efisiensi investasi yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode 2001-2013 dan mengembangkan langkah-langkah kebijakan yang mendukung masuknya investasi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode perhitungan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) digunakan untuk penilaian tingkat efisiensi investasi di Provinsi Sulawesi Tenggara Secara matemastis Harrod-Domar menunjukkan rumus ICOR. Hasil penelitian menunjukan bahwa investasi yang masuk ke Provinsi Sulawesi Tenggara dari periode 2001-2013 masih tergolong tergolong efisienjika dilihat dari nilai ICOR lag 0 maupun lag 1 masih tergolong cukup efisien dengan nilai ICOR diantara 3 dan 4 meskipun pada tahun tertentu terdapat nilai ICOR diatas 4 yang menunjukkan kurang efisiennya tingkat investasi dengan koefisien nilai ICOR lag 0 pada tahun 2009 dan 2013 sedangkan lag 1 pada tahun 2012 dan 2013. Sedangkan berdasarkan metode akumulasi investasi yang menerapkan prinsip rata-rata tertimbangmenunjukkan semakin tidak efisiennya tingkat investasi pada periode pengamatan dari 2004-2013, 2005-2013, 2006-2013, 2007-2013,2008-2013masing-masing menunjukkan nilai ICOR diatas 4. Kata kunci : PMTDB, PDRB, Efisiensi Investasi I. PENDAHULUAN Investasi telah menjadi salah satu variabel penting dalam mendorong terciptanya pembangunan ekonomi. Upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penciptaan lapangan kerja baru, serta penanggulangan kemiskinan pada akhirnya menempatkan investasi sebagai mesin penggerak utama mengingat perekonomian yang digerakkan oleh konsumsi diakui amat rapuh terutama pasca krisis yang melanda Indonesia di tahun 1998. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan persediaan modal bertambah (Mankiw, 2007:186). Penambahan peralatan produksi dan perbaikan faktor-faktor produksi tersebut. Pengerahan atau mobilisasi dana tabungan guna menciptakan bekal investasi dalam jumlah yang memadai dibutuhkan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003:113). Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebuah daerah, sumber-sumber pembiayaan bisa berasal dari ekspor, bantuan luar negeri, investasi asing dan tabungan domestik (Kuncoro, 1997:215). Adapun alokasi modal yang kita kenal sebagai investasi, utamanya berasal dari dua sumber yakni baik PMDN maupun PMA. Investasi yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Tenggara.Kebijakan pendukung investasi dapat ditunjukkan dengan seberapa besar kebijakan pengeluaran pemerintah dialokasikan untuk investasi. Pentingnya -12-

pengeluaran pemerintah khususnya semasa krisis adalah untuk menggairahkan kembali perekonomian nasional (Tambunan, 2003:167). Investasi merupakan unsur utama dalam rangka menopang pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) menjelaskan tentang bagian dari pendapatan (income) yang direalisasikan menjadi investasi (fisik). Atau pada sisi yang berbeda dapat pula diartikan sebagai gambaran dari berbagai porduk barang dan jasa yang digunakan sebagai investasi fisik (kapital). Fungsi kapital adalah sebagai input tidak langsung (indirect input) di dalam proses produksi pada berbagai lapangan usaha. Kapital ini dapat berasal dari produksi domestik maupun impor. II. KAJIAN TEORITIS Capital Secara umum kapital atau yang sering disebut sebagai" Gross Capital Stock merupakan akumulasi/penumpukan pembentukan modal bruto dari tahun ke tahun yang digunakan untuk menghasilkan produk baru. Kapital secara fisik adalah seluruh barang modal yang digunakandalam proses produksi seperti mesin, bangunan, kendaraan dan lainnya. Dalam sistem pembukuan neraca perusahaan, yang dimaksud dengan kapital adalah harta tetap( fixed assests) suatu badan usaha. Sementara itu menurut konsep ekonomi nasional yang mengacu pada A System of National Account (UN, 1968) investasi adalah selisih antara stok kapital pada tahun (t) dikurangidengan stok kapital pada tahun (t-1). Sehingga setiap terjadi penambahan atau penimbunankapital (modal) selalu dianggap sebagai investasi. Oleh karena itu besarnya investasi secarafisik yang direalisasikan pada suatu tahun tertentu dicerminkan oleh besarnya PembentukanModal Tetap Bruto (PMTB) yang mencakup pengadaan, pembuatan dan pembelian barangmodal baru dari dalam negeri dan pembuatan dan pembelian barang modal baru maupun bekas dari luar negeri. Termasuk dalam PMTB ini adalah perbaikan besar barang modal yangmengakibatkan menambah umur pemakaian atau meningkatkan kemampuan barang modaltersebut, dikurangi dengan penjualan barang modal bekas.(kuncoro, 1997:301) Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Pembentukan modal tetap bruto meliputi berbagai macam pengeluaran untuk pembelian barang modal baru baik yang dihasilkan di daerah/wilayah tersebut maupunyang berasal dari daerah/wilayah lain atau impor.yang dikategorikan ke dalam barang-barang modal adalah barang-barang yangmempunyai umur pemakaian satu tahun atau lebih. Model Perencanaan Investasi regional Model Harrod Domar mengaitkan adanya pengaruh tambahan stok kapital terhadap output yang dikenal dengan ICOR. Perhitungan ICOR sangat dibutuhkan dalam melihat seberapa efisien investasi yang ditanamkan di sebuah daerah pada periode tertentu. Ukuran kebutuhan investasi yang dibutuhkan untuk dapat memenuhi suatu target pendapatan wilayah atau laju pertumbuhan ekonomi tertentu diberikan oleh suatu ukuran atau indikator ekonomi yang disebut sebagai Incremental Capital Output Ratio -13-

(ICOR). Dengan ICOR, perkiraan kebutuhan investasi dapat diperkirakan untuk mencapai suatu tingkat kinerja ekonomi yang ditetapkan karena ICOR merupakan ukuran atau indikator makro yang menghubungkan antara investasi dengan pendapatan wilayah. (Todaro, 2003;115). Peranan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dalam bahasa makroekonomi, investasi menunjukkan pembelian barang modal baru, baik itu peralatan maupun bangunan (Mankiw, 2007:165). Investasi telah dianggap sebagai salat satu instrumen yang ampuh dalam menggenjot perekonomian sebuah negara atau daerah.permintaan investasi merupakan komponen penting dalam permintaan agregat dalam teori ekonomi makro (Nicholson, 2001:508). Investasi adalah pengeluaran oleh produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa dengan tujuan sebagai penambahan stok barang. Dalam perhitungan pendapatan nasional, pengertian investasi adalah pembentukan modal tetap domestik bruto (Boediono, 1986:78). Peranan Efisiensi Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Efisiensi investasi erat kaitannya dengan kemajuan teknologi (Todaro, 2003:143). Kemajuan teknologi bagi para ahli ekonomi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang lebih penting serta dapat meningkatkan nilai tambah yang tinggi. Kemajuan teknologi berarti ditemukannya cara berproduksi atau perbaikan produksi. Dalam teori Solow, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh faktor-faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal dan teknologi. Peranan Investasi Terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang kokoh bertumpu pada terjadinya saling pengertian antara faktor yang mempengaruhi tingkat dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut (Blakely, 2010:165). Pertumbuhan ekonomi daerah saat ini sebagian besar bersumber dari peningkatan konsumsi baik pemerintah maupun masyarakat (Bappenas,2007). Pertumbuhan ekonomi daerah yang didorong oleh konsumsi sulit dijaga keberlangsungan dan kestabilannya. Pertumbuhan ekonomi daerah seperti itu tidak menunjukkan struktur perekonomian daerah yang kuat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan konsumsi akan kurang menciptakan nilai tambah dan memicu peningkatan inflasi. III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Tenggara mengenai tingkat efisiensi kebutuhan investasi daerah yang telah berjalan dari periode 2001-2013. Data yang digunakan adalah data tahunan (time series) yang meliputi : PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara dan nilai Penanaman Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) Provinsi Sulawesi Tenggara dan lain-lain pada periode 2001-2013. Sumber data yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Provinsi Sulawesi Tenggara dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Tenggara. -14-

Adapun metode analisis yang digunakan adalah metode perhitungan Incremental Capital Output Ratio (ICOR). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Efisiensi Investasi di Provinsi Sulawesi Tenggara Untuk mengukur tingkat efisiensi dan produktivitas investasi di Provinsi Sulawesi Tenggara, digunakan formula ICOR. Bahwa dari analisis ICOR lag 0 maupun Lag 1 rata- rata menunjukkan investasi masih tergolong efisien karena nilai ICOR berada diantara 3 dan 4 meskipun pada lag 1 di tahun 2012 dan 2013 investasi mulai kurang efisien karena nilai ICOR berada diatas 4. Tabel 1. Koefisien ICOR Provinsi Sulawesi (Time Lag) Periode 2002 2013 Tenggara Berdasarkan Lag waktu TAHUN ICOR LAG 0 ICOR LAG 1 2002 3,4 2,8 2003 3,0 2,8 2004 3,2 3,1 2005 3,6 3,2 2006 3,4 3,1 2007 3,3 3,4 2008 4,0 3,6 2009 4,1 3,5 2010 4,0 3,4 2011 3,8 3,0 2012 3,4 4,3 2013 4,8 5,5 Sumber : Data Sekunder (diolah) Untuk nilai ICOR Lag 0 artinya bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun ke-t akan menghasilkan output pada tahun ke-t juga tampak bahwa meski berfluktuatif dari tahun ke tahun akan tetapi masih tergolong efisien meskipun pada tahun 2009 dan 2013 terbilang kurang efisien. Seperti pada tahun 2002, nilai ICOR yang diperoleh sebesar 3,4 artinya bahwa untuk memperoleh penambahan output sebesar 1 unit pada tahun 2002 dibutuhkan investasi sebesar 3,4 unit. Artinyabahwa untuk memperoleh tambahan PDRB sebesar Rp 100 juta, dibutuhkan investasi sebesar Rp 340 juta. Meskipun Nilai ICOR pada tahun 2009 sebesar 4,1 dan 2013 sebesar 4,8 menunjukkan tidak efisien termasuk nilai ICOR pada tahun 2013 karena melebihi batas efisien investasi yakni 3 dan 4. Sementara itu untuk nilai ICOR Lag 1 artinya bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun ke-t akan menghasilkan output pada tahun ke t+1 tampak bahwa meski berfluktuatif dari tahun ke tahun akan tetapi masih tergolong efisien yaitu dari tahun 2002-2011. Seperti pada tahun 2002, nilai ICOR yang diperoleh sebesar 2,8 artinya bahwa untuk memperoleh penambahan output sebesar 1 unit pada tahun 2002 dibutuhkan investasi sebesar 2,8 unit artinya bahwa untuk memperoleh tambahan PDRB -15-

sebesar Rp. 100 juta maka dibutuhkan investasi sebesar Rp. 280 juta sedangkan dibandingkan pada tahun 2012 dengan nilai ICOR sebesar 4,3 artinya dibutuhkan investasi sebesar Rp. 430 juta hal ini menunjukkan terjadi inefisiensi karena untuk memperoleh tambahan PDRB yang sama yakni 100 juta investasi yang dibutuhkan justru bertambah dari Rp. 280 juta menjadi Rp. 430 juta pada tahun 2012. Dari periode pengamatan tahun 2002-2013 hanya pada tahun 2012 dan 2013 yang terbilang tidak efisien. Penghitungan di atas menerapkan prinsip rata-rata sederhana sehingga dimungkinkan terjadinya bias yang disebabkan karena fluktuasi yang cukup ekstrim pada tahun tertentu. Untuk itu sebagai pembanding dilakukan juga penghitungan ICOR menggunakan metode akumulasi investasi yang menerapkan prinsip rata-rata tertimbang untuk periode pengamatan tertentu. Untuk masing-masing periode digunakan lag 1 maka pada Tabel 2 di bawah ini menjelaskan koefisien ICOR berdasarkan akumulasi beberapa tahun pengamatan. Tabel 2. Koefisien ICOR Provinsi Sulawesi Tertimbang Periode 2001 2013 Tenggara Berdasarkan rata-rata Periode Pengamatan Koefesien ICOR 2001-2013 3,9 2002-2013 3,9 2003-2013 4 2004-2013 4,1 2005-2013 4,1 2006-2013 4,2 2007-2013 4,4 2008-2013 4,5 Sumber : Data Sekunder (diolah) Untuk itu sebagai pembanding dilakukan juga penghitungan ICOR menggunakan metode akumulasi investasi yang menerapkan prinsip rata-rata tertimbang.seperti pada Tabel 5.6 menunjukkan semakin tidak efisiennya tingkat investasi jika dilihat dari tenggang waktu dari 2004-2013, 2005-2013, 2006-2013, 2007-2013 masing-masing nilai ICOR diatas 4. Jika nilai ICOR tahun 2001-2013 sebesar 3,9 artinya apabila peningkatan output sebesar 100 milyar rupiah maka dibutuhkan penambahan investasi 390 milyar rupiah. Apabila nilai ICOR semakin kurang dari 3 maka dapat dikatakan investasi tersebut sangat efisien dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan apabila nilai ICOR melebihi 4 maka dapat dikatakan investasi tersebut semakin tidak efisien dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jadi dari periode pengamatan kebutuhan investasi tahun 2001-2013, 2002-2013, 2003-2013 menunjukkan masih terbilang efisien. -16-

Kebijakan Pendukung Masuknya Investasi di Provinsi Sulawesi Tenggara 1. Kebijakan Ekonomi a. Kebijakan moneter dapat memperbesar kemampuan penawaran agregat melalui pemberian kredit, khususnya kepada kelompok usaha kecil dan menengah (UKM). b. Kebijakan fiskal melalui subsidi dapat meningkatkan daya beli dan atau daya investasi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tetap. c. Kebijakan Ekonomi Internasional Melakukan kerjasama hubungan ekonomi dengan luar negeri 2. Kebijakan NonEkonomi Kebijakan non ekonomi yang dapat ditempuh khususnya pemerintah Sulawesi Tenggara antara lain antara lain melalui perbaikan sistem birokrasi perizinan, penetapan peraturan atau kebijakan yang pro-investasi, serta peningkatan kemampuan SDM sektor publik.dunia investasi sangat membutuhkan adanya dukungan positif dari aspek kepastian hukum, memperbaiki kondisi demokrasi, stabilitas politik, desentralisasi atau pengembangan otonomi daerah serta konsistensi kebijakan publik otonomi daerah diharapkan mampu mendorong daerah lebih kreatif menarik investor, V. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil pengamatan dan pembahasan maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Kebutuhan investasi di Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan kurang efisiennya tingkat investasi dengan koefisien nilai ICOR lag 0 pada tahun 2009 dan 2013 sedangkan lag 1 pada tahun 2012 dan 2013 hal ini disebabkan oleh berbagai faktor kurangnya perencananan yang tepat dan pengawasan yang ketat dari berbagai instansi terkait yang ada dalam jajaran pemerintah di Provinsi Sulawesi Tenggara. 2. Berdasarkan metode akumulasi investasi yang menerapkan prinsip rata-rata tertimbangmenunjukkan semakin tidak efisiennya tingkat investasi jika dilihat dari tenggang waktu dari 2004-2013, 2005-2013, 2006-2013, 2007-2013, 2008-2013 masing-masing nilai ICOR diatas 4 disebabkan adanya kebutuhan investasi yang tidak memberi kontribusi yang besar atau output yang produktif dan pengelolaan manajemen investasi yang tidak fleksibel dan Akuntable VI. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin, 2005. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE, Yogyakarta. Arsyad, Lincoln, 1999.Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. STIE YKPN. Yogyakarta. Arsyad, Lincolin, 1988. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : STIE Yayasan Keliarga Pahlawan Negara. Bappenas, 2007. Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah. Jakarta. Bappeda Sulawesi Tenggara, 2008. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2008-2013. -17-

Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara, 2012. Produk Domestik Regional Bruto. BPS Sulawesi Tenggara. Blakely, Edward J., Leigh, Nancey Green, 2010. Planning Local Economic Development. Sage Publication Inc. California. -18-