6 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL SECARA EKONOMI DAN ALOKASI UNIT PENANGKAPAN DEMERSAL

dokumen-dokumen yang mirip
5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

C E =... 8 FPI =... 9 P

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

PENDUGAAN POTENSI SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT DAN TINGKAT KERAGAAN EKONOMI PENANGKAPAN IKAN (KASUS DI TPI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG)

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

VIII. ANALISIS FINANSIAL

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet

II. KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58

BAB III LANDASAN TEORI

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

II. BAHAN DAN METODE

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON SCHAEFER SUMBERDAYA IKAN WADER (Rasbora sp) DI RAWA PENING, KABUPATEN SEMARANG

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

Gambar 3 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pendeglang.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

A. Kerangka Pemikiran

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL COPES PERIKANAN DEMERSAL PESISIR REMBANG. Bioeconomic Analitic Copes Mode Demersal Fish in Rembang Water

3. METODE PENELITIAN

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

VII. RENCANA KEUANGAN

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

IV. METODE PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBERDAYA RAJUNGAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat

MODUL 13 PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

ANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

VIII. ANALISIS FINANSIAL

PEMILIHAN ALTERNATIF POTENSI SUMBER DAYA AIR DI WILAYAH DAS BRANTAS UNTUK DIKEMBANGKAN MENJADI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

IV. METODE PENELITIAN. (Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Studi Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DENGAN ALAT TANGKAP BUBU LIPAT (TRAPS) DI PERAIRAN TEGAL

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

II. BAHAN DAN METODE

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PRODUK KOPI HERBAL INSTAN TERPRODUKSI OLEH UD. SARI ALAM

Transkripsi:

6 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL SECARA EKONOMI DAN ALOKASI UNIT PENANGKAPAN DEMERSAL 6.1 Pendahuluan Penangkapan ikan adalah aktivitas yang sarat dengan teknologi, kondisinya berat dan sangat beresiko bagi nelayan. Sebagian besar teknologi penangkapan ikan adalah sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar, misalnya permintaan pasar, sehingga perkembangan teknologi dalam perikanan sulit dikontrol. Efektivitas biaya dalam teknologi penangkapan telah menjadi perhatian sejak lama bagi industri perikanan untuk mendapatkan ikan tangkapan yang lebih besar jumlahnya dalam kondisi yang lebih aman dan rendah biaya, menangkap ikan pada fishing ground yang lebih jauh, dan menghasilkan produk yang lebih baik kualitasnya dengan harga yang lebih tinggi (Garcia et al., 1999). Upaya untuk mendapatkan teknologi penangkapan yang lebih baik, efektif dan efisien akan terus berlangsung mengingat bahwa permintaan pasar terhadap ikan akan terus meningkat sejalan dengan terus terdongkraknya kebutuhan protein hewani oleh manusia yang dari tahun ke tahun terus bertambah jumlahnya. Pada dasarnya, dari segi biologi, yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di suatu wilayah adalah membatasi jumlah eksploitasi sumberdaya perikanan tersebut agar tidak melebihi nilai MSY (tangkapan lestari maksimum). Dari segi ekonomi, eksploitasi sumberdaya perikanan pada titik MSY ini tidak menghasilkan keuntungan yang maksimum. Oleh karena itu apabila target pengelolaan suatu sumberdaya perikanan adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum maka besarnya upaya penangkapan harus dibatasi pada suatu titik yang menghasilkan keuntungan maksimum, yaitu maksimum tangkapan lestari secara ekonomi (maximum economic yield/ MEY). Konsekuensi logis dari adanya pembatasan upaya penangkapan pada suatu titik yang menghasilkan nilai MEY adalah terkuranginya jumlah unit-unit penangkapan yang ada baik itu jumlah unit alat tangkap, hari tangkap, maupun berupa pergiliran aktivitas penangkapan yang semuanya bermuara pada terkuranginya jumlah tenaga kerja yang terlibat. Hal ini merupakan realitas yang sangat sulit diterapkan pada seluruh perikanan tradisional yang banyak menampung tenaga kerja termasuk perikanan demersal. Di lain pihak, tanpa adanya pengaturan jumlah upaya penangkapan, aktivitas eksploitasi sumberdaya perikanan akan tidak banyak memberikan keuntungan bagi pelaku. Panayotou (1982) mengemukakan bahwa pembatasan upaya penangkapan yang hanya sampai pada titik yang menghasilkan nilai MEY adalah tujuan yang lebih

sesuai dalam pengelolaan suatu sumberdaya perikanan. Hal ini menghasilkan keuntungan yang maksimum dari suatu perikanan, masih terbukanya pilihan pengelolaan sumberdaya walaupun tanpa adanya data yang cukup tentang ekologi lingkungan, dan mengurangi resiko hilangnya jenis ikan tersebut. Panayotou (1982) menambahkan bahwa pengembangan perikanan bertujuan pada meningkatnya produksi dengan cara menambah jumlah tenaga kerja dan modal, peningkatan teknologi penangkapan, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja. Sebaliknya, dalam upaya mempertahankan kelestarian sumberdaya perikanan, pengelolaan perikanan mensyaratkan adanya penekanan atau bahkan pengurangan pada upaya penangkapan yang pada akhirnya akan terjadi pengendalian atau bahkan pengurangan jumlah nelayan dan atau alat tangkap. Oleh karena pengembangan dan pengelolaan perikanan pada dasarnya melibatkan dan berdampak pada nelayan, perlu kiranya diperhatikan dan ditelaah distribusi pendapatan dan keuntungan nelayan, dan hubungan antar kelompok nelayan. Pengelolaan sumberdaya perikanan selanjutnya perlu memperhatikan unsur-unsur sosial dan ekonomi nelayan. Ini menyebabkan bergesernya nilai upaya penangkapan yang diperbolehkan dari yang menghasilkan MEY menjadi agak ke kanan yaitu pada nilai upaya penangkapan yang menghasilkan maksimum tangkapan lestari secara sosial (Maximum Social Yield/MScY). Penelitian yang dilakukan di Tegal terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan demersal dengan memanfaatkan sumber data yang tersedia di Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tegal selama 1 tahun terakhir (tahun 1996 25). Hasil tangkapan ikan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya dominan ditangkap oleh dua jenis alat tangkap saja yaitu jaring arad dan jaring dogol/cantrang. Alat tangkap seperti trammel net dan pukat pantai yang juga menangkap ikan demersal tidak banyak dioperasikan lagi oleh nelayan Tegal. Untuk mendapatkan tingkat pemanfaatan secara ekonomi, maka perlu dilakukan kajian terhadap pemanfaan sumberdaya perikanan demersal tersebut dengan menggunakan beberapa metode seperti metode bio-ekonomi serta analisis finansial dari alat tangkap arad dan dogol. Efektivitas dan efisiensi dari alat tangkap jaring arad dan jaring dogol dalam memanfaatkan sumberdaya ikan demersal sudah terbukti sangat baik dan cenderung tidak selektif, sehingga keberadaan sumberdaya ikan demersal menjadi terancam. Kondisi ini perlu suatu pengelolaan kedua alat tersebut dengan baik. 14

6.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji aspek bio-ekonomi dengan menghitung potensi sumberdaya ikan demersal secara aktual, potensi lestari secara ekonomi atau maximum economic yield (MEY), kelayakan usaha dari alat tangkap arad dan dogol/cantrang yang merupakan menghasil utama ikan demersal dan alokasi ideal unit penangkapan ikan demersal yang dapat dioperasikan di perairan Tegal dan sekitarnya. 6.3 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan secara ekonomi yang dapat sebagai bahan kajian dalam menyusun kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal dan sekitarnya. 6.4 Metodologi 6.4.1 Model bio-ekonomi Pendekatan analitis untuk pengelolaan sumberdaya perikanan demersal pada pendekatan bio-ekonomi sudah dikembangkan sejak awal tahun 195-an. Meskipun konsep biologinya sendiri sudah dikenalkan oleh Graham pada tahun 1935 dalam bentuk model logistik, model ini kemudian dikembangkan oleh Schaefer (1954) yang memandang populasi ikan sebagai satu kesatuan keseluruhan. Selanjutnya Gordon (1954) mengembangkan model ekonomi berdasarkan model Schaefer tersebut dan memperkenalkan konsep economic over fishing dan perairan open access. Model yang dikenal sebagai model bioekonomi Gordon-Schaefer (Gordon, 1954), kemudian banyak digunakan untuk menganalisis pola pengelolaan perikanan yang optimal dan berkelanjutan (Seijo et al., 1998) Model Bio-Ekonomi ini masih berhubungan dengan model Surplus Produksi. (π) = Hasil Tangkapan Biaya Operasi Penangkapan (π) = pc cf. (1) dengan keterangan, (π) = keuntungan dari usaha penangkapan (satuan nilai uang) C = banyaknya hasil tangkapan 15

c = biaya operasi penangkapan f = upaya penangkapan (trip alat tangkap dogol dan arad yang telah distandarkan) p = harga Pada analisis potensi lestari sumberdaya ikan yang didasarkan pada data time series produksi dan effort penangkapan adalah dengan menggunakan metode surplus production. Metode surplus production ini adalah untuk mengitung potensi lestari (MSY) dengan cara menganalisis hubungan upaya penangkapan ikan (f) dengan hasil tangkapan (C) per satuan upaya (CPUE). Data yang digunakan berupa data hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) dan pengolahan data melalui model Schaefer : Hubungan hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (effort) y = C = af bf 2..... (2) Apabila rumus pada persamaan (1) disubtitusikan kedalam persamaan (2), maka dihasilkan : (π) = pf (a+bf) cf.. (3) Keseimbangan bionomi dicapai jika keuntungan yang diperoleh sama dengan nol, sehingga upaya saat keseimbangan (f eq ) sama dengan : (π) = pf (a+2bf) c = (4) f eq = (c/p a) / 2b (5) Keuntungan maksimum didapatkan saat turunan pertama fungsi keuntungan (π) = Keseimbangan bio-ekonomi ini dikenal dengan keseimbangan statik Gordon Schaefer. Pada dasarnya keseimbangan bio-ekonomi terjadi pada saat TR= TC, yaitu pada saat tingkat upaya berada pada level upaya open access. Pada saat TR = TC, maka keuntungan sama dengan nol (π = ). TC TR 16

Emax Gambar 22 Hubungaan manfaat dan biaya dengan upaya 6.4.2 Analisis finansial Metode ini digunakan untuk memberikan informasi apakah secara finansial suatu usaha penangkapan di Kota Tegal layak dilakukan atau tidak. Metode pengujian aspek ekonomi tersebut dilakukan dengan menghitung komponen-komponen sebagai berikut (Kadariah dan Gray, 1999; Husnan dan Mohamad, 2). (1) Net Present Value (NPV) Kriteria ini digunakan untuk mengetahui manfaat dari investasi yang dilakukan untuk kegiatan analisis. Angka ini merupakan jumlah nilai dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Rumus persamaan tersebut adalah sebagai berikut: NPV = N i= 1 Bt Ct 1+ j t Keterangan: Bt = Benefit kotor pada tahun t Ct = Cost kotor pada tahun t N = umur ekonomis proyek i = Discount rate t = Periode proyek Ketentuan dari perhitungan NPV ini adalah jika hasil perhitungan NPV lebih dari (NPV>), maka usaha penangkapan ikan layak untuk dilaksanakan, sedangkan apabila NPV 17

kurang dari (NPV<), maka usaha penangkapan tersebut tidak layak dilaksanakan. Apabila NPV =, maka investasi hanya memberikan yang sama dengan tingkat social opportunity cost dari modal. (2) Net Benefit-Cost ratio (Net B/C) Kriteria ini merupakan angka hasil perbandingan keuntungan bersih dari suatu usaha dengan total biaya yang telah dikeluarkan untuk usaha tersebut. Persamaan tersebut adalah: Net B/C = Bt Ct 1 + i t =,i..n Ct Bt = 1+ i t,i 1..N Ketentuan dari perhitungan Net B/C ratio ini adalah jika hasil Net B/C>1, maka keadaan tersebut menunjukkan bahwa NPV>, dan ini berarti usaha layak untuk dilaksanakan, dengan kata lain proyek akan menghasilkan keuntungan. Sebaliknya apabila Net B/C<1, hal ini berarti NPV bernilai <, sehingga mengindikasikan bahwa usaha tidak layak untuk dilaksanakan, atau dengan kata lain proyek tersebut tidak menghasilkan keuntungan. (3) Internal Rate of Return (IRR) Merupakan tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu usaha. Setiap keuntungan bersih yang diwujudkan secara otomatis, ditanam kembali dalam tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang diberi bunga selama sisa umur proyek. Rumus IRR adalah sebagai berikut: NPV1 IRR=i1+ (i 2-i 1 ) NPV1 NPV2 Ketentuan dari perhitungan ini adalah jika IRR lebih dari tingkat suku bunga (IRR>i), maka usaha layak untuk dilaksanakan. Jika IRR = i, maka proyek hanya mampu mengembalikan 18

investasi yang ditanam tanpa menghadirkan keuntungan. Apabila IRR<i, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan karena hanya akan merugi. 6.4.3 Alokasi Unit Penangkapan Demersal Optimum Metodologi yang digunakan dalam menentukan alokasi unit penangkapan demersal yang optimum dioperasikan di perairan Tegal dan sekitarnya dengan menggunakan metode linear goal programming dan menggunakan program Mapple 1. 6.5 Hasil Penelitian 6.5.1 Pemanfaatan potensi secara ekonomi Pada pendugaan potensi dengan parameter biologi seperti di bahas pada bab sebelumnya, hanya untuk melihat nilai C MSY dan E MSY, sehingga belum bisa menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara ekonomi. Oleh karena itu digunakan model bioekonomi model Gordon-Schaefer dengan cara memasukkan harga ikan per kg (p) yang dikalikan dengan produksi hasil tangkapan kemudian dikuxangi biaya keseluruhan (total cost). Hal ini bertujuan untuk melihat berapa keuntungan maksimum yang bisa dihasilkan dari usaha penangkapan ikan demersal. Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model pengelolaan perikanan tangkap harus dimulai dari identifikasi dengan benar status perikanan saat ini, dan selanjutnya ditetapkan sasaran kebijakan yang ditetapkan untuk jangka waktu tertentu. Demikian halnya untuk dengan kondisi pengelolaan perikanan demersal di Tegal. Untuk melihat sejauh mana pengelolaan sumberdaya perikanan demersal ditinjau dari model keseimbangan Schaefer digabungkan dengan parameter ekonomi untuk optimisasi bioekonomi. Hasil tangkapan ikan demersal dengan penggunakan alat tangkap arad dan dogol/cantrang menunjukan produksi ikan demersal pada tingkat upaya tertentu. Pada saat produksi dalam keadaan rendah/menurun, tentu para nelayan akan berusaha menambah jumlah upaya sehingga akan menimbulkan jumlah penerimaan yang bertambah pula. Perlu diketahui bahwa penambahan tingkat upaya akan menyebabkan terjadinya penambahan biaya juga. Untuk dapat mengetahui berapa jumlah biaya yang dibutuhkan untuk mengoperasikan alat tangkap arad dan dogol per trip dan per tahun dapat dilihat pada Tabel 25 dan Tabel 26. Tabel 25 Pembiayaan operasional nelayan alat tangkap arad per trip dan per tahun di Tegal 19

No. Uraian Satuan Nilai 1 Biaya Operasional Nelayan Per trip Solar Rp./trip 9. Oli Rp./trip 95. Perbekalan Rp./trip 6. Lainnya Rp./trip 1. Sub Total Rp./trip 345. 2 Biaya Operasional Tahunan Biaya Retribusi Lelang Rp./tahun 3.375. Biaya Lainnya Rp./tahun 55. Total Biaya Operasional Rp./tahun 34.285. Tabel 26 Pembiayaan operasional nelayan alat tangkap dogol/cantrang per trip dan per tahun di Tegal No. Uraian Satuan Nilai 1 Biaya Operasional Nelayan Per trip Solar Rp./trip 9.. Oli Rp./trip 19. Lainnya Rp./trip 2.5. Sub Total Rp./trip 11.69. 2 Biaya Operasional Tahunan Biaya Retribusi Lelang Rp./tahun 22.275. Biaya Lainnya Rp./tahun 2.. Total Biaya Operasional Rp./tahun 156.175. Untuk memprediksi keuntungan maksimum yang bisa diperoleh haruslah diketahui harga ikan demersal hasil tangkapan alat tangkap arad dan dogol/cantrang. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada nelayan dapat diketahui bahwa harga ikan berbeda, tergantung pada permintaan konsumen dan musim ikan. Harga ikan di Tegal dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu, harga ikan pada musim puncak yaitu sebesar Rp 2.,- per kg, harga pada saat musim sedang sebesar Rp 4.,- per kg dan harga ikan pada musim paceklik sebesar Rp 7.5,- per kg. Harga ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga ikan rata-rata yaitu Rp 4.5,-. Harga ikan pada musim puncak lebih rendah dari pada musim sedang dan paceklik, hal ini disebabkan karena produksi pada saat musim ini tinggi. Jumlah produksi, trip (effort), penerimaan, biaya dan keuntungan dari gabungan alat tangkap arad dan dogol pada kondisi aktual, MSY, MEY dan open acces dapat dilihat Lampiran 2. Kondisi aktual adalah kondisi yang menggambarkan tentang keadaan pengelolaan perikanan yang terjadi pada saat sekarang, yaitu yang terjadi dalam 1 tahun 11

terakhir (1996 25). Kondisi MSY adalah kondisi yang menggambarkan tentang jumlah produksi maksimum yang boleh ditangkap secara berkelanjutan tanpa merusak kelestarian sumberdaya yang ada. Kondisi MEY adalah kondisi yang menggambarkan tentang keadaan yang dapat memberikan keuntungan optimum tanpa merusak kelestarian sumberdaya yang ada. Kondisi open access menjelaskan tentang keadaan perikanan, dimana setiap orang bebas melakukan kegiatan penangkapan (terbuka bagi siapa saja yang ingin melakukan kegiatan penangkapan). Pada kondisi inilah jumlah keuntungan yang diperoleh hanya mampu menutupi biaya operasional (break even point). Jumlah produksi dari gabungan kedua alat tangkap, alat tangkap arad dan alat tangkap dogol dapat dilihat pada Gambar 23, Gambar 24 dan Gambar 25. Pada Gambar 26, 27 dan 28 disajikan grafik kondisi MSY dan MEY berdasarkan luasan daerah penangkapan ikan. 2,5,. Hasil Tangkapan (kg) 2,,. 1,5,. 1,,. 5,. - Aktual MSY MEY Open Acces Dogol dan Arad Dogol Arad Gambar 23 Jumlah produksi dari gabungan kedua alat tangkap arad dan alat tangkap dogol/cantrang pada masing-masing kondisi di perairan Tegal. 12,. 1,. Upaya (trip) 8,. 6,. 4,. 2,. - Aktual MSY MEY Open Acces Dogol dan Arad 111

Gambar 24 Jumlah effort dari gabungan kedua alat tangkap, alat tangkap arad dan alat tangkap dogol pada masing-masing kondisi di Tegal. 7,,,. 6,765,98,86 6,,,. Keuntungan (Rp.) 5,,,. 4,,,. 3,,,. 2,,,. 1,,,. - 1,415,482,341 MEY 35,785,435 - - 2. Open Acces Dogol dan Arad Dogol Arad Gambar 25 Jumlah keuntungan dari gabungan kedua alat tangkap dengan alat tangkap arad dan dogol/cantrang pada masing-masing kondisi di Tegal. CPUE 8 6 4 2 Demersal y = 699 - E y = -.54x + 699.31 R 2 =.8475 A Catch 3 25 2 15 1 5 1996 25 B 5 1 15 2-2 Upaya (E, trip) E 5 1 15 2 Upaya Effort (E, trip) Produksi Lestari Schaefer Produksi Produksi Nilai Tangkapan (Rp) 3 25 2 15 1 5 1996 I I 25 I I 5 1 15 2 Upaya Effort (E, trip) C Biaya (F, MEY) Schaefer Produksi Biaya (F,MEY) 112

Keterangan : A. Hubungan antara upaya penangkapan ikan dengan CPUE B. Hubungan antara produksi lestari dengan upaya penangkapan ikan C. Kurva nilai produksi lestari dan biaya operasi perikanan demersal di kota Tegal Gambar 26 Grafik MSY-MEY dari kedua alat tangkap (arad dan dogol/cantrang) di kota Tegal. CPUE < = 4 mil 8 y = 699 - E 7 y = -.4x + 66.399 6 R 2 =.874 5 4 3 2 1-1 5 1 15 2-2 Upaya (E, trip) E A Catch 3 25 2 1996 25 15 1 5 5 1 15 2-5 Upaya (E, trip) Effort Produksi Lestari Produksi Schaefer B Nilai Tangkapan (Rp) 25 2 15 1 5 1996 I I 25 I I 5 1 15 2-5 Upaya (E, trip) Effort Schaefer Produksi Biaya (F, MEY) Biaya (F,MEY) C Keterangan : A. Hubungan antara upaya penangkapan ikan dengan CPUE B. Hubungan antara produksi lestari dengan upaya penangkapan ikan C. Kurva nilai produksi lestari dan biaya operasi perikanan demersal di kota Tegal Gambar 27 Grafik MSY-MEY dari alat tangkap arad di kota Tegal. CPUE 8 7 6 5 4 3 2-2 > 4 mil y = 699 y = - 699 E - E y = -.464x + 631.69 R 2 =.8529 1-1 2 4 6 8 1 12 14 16 Upaya (E, trip) E A Catch 25 2 15 1996 25 1 5 2 4 6 8 1 12 14 16-5 Upaya Effort(E, trip) Produksi Lestari Produksi Schaefer Produksi B Nilai Tangkapan (Rp) 3 25 2 15 1 5 1996 I I 25 I I 5 1 15 2-5 Upaya Effort (E, trip) C Biaya (F, MEY) Schaefer Produksi Biaya (F,MEY) 113

Keterangan : A. Hubungan antara upaya penangkapan ikan dengan CPUE B. Hubungan antara produksi lestari dengan upaya penangkapan ikan C. Kurva nilai produksi lestari dan biaya operasi perikanan demersal di kota Tegal Gambar 28 Grafik MSY-MEY dari alat tangkap dogol/cantrang di kota Tegal. 6.5.2 Analisis finansial Berdasarkan analisis finansial yang meliputi : Net Present Value(NPV), Internal Rate of Return, Net benefit-cost ratio, Payback period, usaha perikanan arad dan dogol/cantrang di perairan laut Tegal layak untuk dikembangkan. Untuk menentukan kelayakan usaha, pendapatan para ABK juga perlu dipertimbangkan. Sistem bagi hasil antara pemilik modal dengan para ABK adalah 5:5. Jumlah pendapatan yang didapatkan oleh masing-masing ABK berkisar Rp 4.215.833,33/tahun untuk alat tangkap arad dan Rp 6.119.375,/tahun untuk alat tangkap dogol. Adapun nilai masing-masing indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 27 dan Tabel 28. Sedangkan perhitungan masing-masing indikator finansial dapat dilihat pada Lampiran 22 dan 23. Tabel 27 Nilai perhitungan dari analisis finansial alat tangkap dogol No Indikator Nilai Syarat kelayakan Keputusan 1. NPV(22%) Rp. 143.444.652,16 > Layak 2. IRR 4 % > discount rate (22%) Layak 3. Net B/C ratio 1,6 > 1 Layak 4. Payback period 28 bulan < 1 tahun Layak Tabel 28 Nilai perhitungan dari analisis finansial alat tangkap arad No Indikator Nilai Syarat kelayakan Keputusan 1. NPV Rp. (3.645.358,) > Tidak layak 2. IRR 19% > discount rate (22%) Tidak layak 3. Net B/C ratio,94 > 1 Tidak layak 4. Payback period 43 bulan < 1 tahun Layak 6.5.3 Alokasi unit penangkapan demersal optimum Untuk mengetahui alokasi jumlah optimum alat tangkap arad dan dogol/cantrang terutama dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan demersal tanpa harus merusak kelestarian 114

sumberdaya yang ada, maka terlebih dahulu dicari model fungsi matematikanya dengan menggunakan program linear goal programming. Tujuan yang akan dicapai dalam proses optimasi ini adalah untuk : (1) Memanfaatkan sumberdaya ikan demersal hingga mencapai nilai yang optimum sesuai dengan jumlah produksi pada kondisi MEY. Model fungsi matematikanya adalah : DAl + 39.552,28X1 + 2.157.549,9X2 >= 1.433.772,54 (2) Meminimalkan kendala (constraint) yang ada dalam mengoptimalkan hasil tangkapan sesuai dengan C MSY, jumlah trip sesuai dengan E MSY dan mengoptimalkan pendapatan yang berpatokan pada BEP. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai tersebut di atas serta kendala-kendala yang ada, maka pertidaksamaan dibangun untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam rangka menentukan alokasi unit penangkapan dalam memanfaatkan ikan demersal, digunakan beberapa faktor pembatas. Bentuk pertidaksamaan tersebut adalah sebagai berikut: Minimumkan Z = DA1 + DA2 + DB3 Dengan faktor kendala sebagai berikut: DA1 + 375,11 X1 + 2,4 X2 <= 242936,8 DA2 + 24,4 X1 + 88,44 X2 <= 19248,32 DB3 + 88,5 X1 + 22 X2 >= 1415,5 264 X1 >= 9369,8 3 X2 >= 9878,5 Keterangan: DA1 : simpangan terhadap jumlah hasil tangkapan DA2 : simpangan terhadap jumlah trip DB3 : simpangan terhadap jumlah pendapatan X1 : jumlah alat tangkap dogol X2 : jumlah alat tangkap arad A11 : jumlah rata-rata hasil tangkapan per trip alat tangkap dogol A12 : jumlah rata-rata hasil tangkapan per trip alat tangkap arad A13 : nilai hasil tangkapan MEY A21 : jumlah rata-rata trip/unit alat tangkap dogol A22 : jumlah rata-rata trip/unit alat tangkap arad 115

A23 : nilai upaya MEY A31 : nilai BEP alat tangkap dogol A32 : nilai BEP alat tangkap arad A33 : nilai pendapatan MEY A41 : jumlah rata-rata trip alat tangkap dogol A42 : jumlah trip MEY alat tangkap dogol A51 : jumlah rata-rata trip alat tangkap arad A52 : jumlah trip MEY alat tangkap arad Untuk mencapai hasil yang optimal baik dari aspek biologi maupun ekonomi maka dilakukan optimasi untuk menentukan alokasi alat tangkap yang optimum digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan demersal di Tegal. Tujuan akhirnya adalah untuk mengatur jumlah alat tangkap dogol/cantrang dan arad yang boleh dioperasikan di perairan Tegal dan sekitarnya. 6.6 Pembahasan Hasil tangkapan ikan demersal yang diperoleh pada kondisi MSY di Kota Tegal tahun 1996-25 sebesar 2.429.36,64 kg. Hasil tangkapan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan hasil tangkapan pada saat kondisi pengelolaan aktual, MEY dan open access. Hasil tangkapan ikan pada kondisi MSY merupakan hasil tangkapan maksimum lestari. Pengelolaan sumberdaya ikan dari ketiga kondisi di atas tidak boleh melewati produksi maksimum lestari karena akan mengakibatkan sumberdaya ikan demersal menjadi tidak berkelanjutan untuk pengelolaan di masa yang akan datang (sustainable). Jika dilihat dari jumlah produksi kedua alat tangkap pada masing-masing kondisi dapat diketahui bahwa jumlah tersebut sudah mendekati nilai MSY ikan demersal di Tegal. Oleh karena itu harus perlu dikelola dengan baik agar tidak sampai melebihi nilai optimum lestarinya. Pada masing-masing kondisi (MSY, MEY dan open access) kedua alat tangkap memberikan kontribusi yang besar untuk dapat meningkatkan produksi yaitu sebesar 71,1%. Perbandingan upaya penangkapan antara kedua alat tangkap dengan alat tangkap arad dan dogol/cantrang pada kondisi aktual, MSY; MEY dan open access dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa jumlah upaya penangkapan yang dilakukan oleh kedua alat tangkap dogol dan arad di Kota Tegal pada kondisi pengelolaan MEY sebesar 2.51,57 trip per tahun. Jumlah upaya (trip) pada kondisi ini lebih kecil daripada ketiga kondisi aktual, MSY dan open access. Kondisi pengelolaan tertinggi adalah pada kondisi aktual dimana jumlah tripnya adalah sebesar 1.96,98 trip, kemudian kedua tertinggi 116

adalah pada kondisi MSY 6.952,4 per tahun. Nilai pengelolaan pada kondisi open access adalah sebesar 5.3,14 trip ini lebih besar daripada jumlah trip pada saat open access. Keuntungan usaha perikanan demersal pada saat kondisi aktual, MSY, MEY dan open access dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar tersebut menunjukkan bahwa keuntungan tertinggi yang diperoleh dari ikan demersal yang ditangkap oleh kedua alat tangkap adalah pada tingkat MEY yaitu sebesar Rp. 1.415.482.341,. Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat keuntungan optimum diperoleh pada kondisi tersebut tanpa merusak kelestarian sumberdaya yang ada. Nilai keuntungan ini akan terus berkurang sampai mencapai nilai titik balik modal (break even point) yaitu pada kondisi pengelolaan open access. Apabila upaya penangkapan ikan terus menerus dilakukan sehingga melewati nilai titik pulang modal maka akan mengakibatkan kerugian bagi nelayan. Untuk alat tangkap arad jumlah keuntungan tertinggi diperoleh pada kondisi MEY juga, dimana jumlah keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp 35.785.435,. Selanjutnya pada saat open access, nelayan tidak memperoleh keuntungan lagi. Sedangkan untuk alat tangkap dogol/cantrang jumlah keuntungan tertinggi diperoleh pada kondisi MEY juga, dimana jumlah keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp 6.765.98.86,. Selanjutnya pada saat open access, nelayan tidak memperoleh keuntungan lagi. Hubungan antara total penerimaan dan biaya penangkapan dari kedua alat tangkap tersebut dalam menangkap ikan demersal dapat dilihat pada Gambar 26, 27 dan 28. Pada Gambar 26 menunjukkan bahwa jumlah produksi ikan demersal pada kondisi saat ini masih berada dibawah kondisi open access dan MSY. Hal yang sama juga terjadi pada tingkat upaya penangkapan (effort) yang masih berada dibawah kondisi open access dan MSY. Ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Tegal sudah optimum. Oleh karena itu tidak terbuka peluang untuk memanfaatkan sumberdaya ikan demersal pada perairan Tegal, terkecuali dengan memperluas kondisi daerah penangkapan ikan. Hal ini dapat dilakukan terutama untuk unit penangkapan dogol/cantrang yang relatif mampu untuk menjangkau daerah penangkapan ikan yang lebih jauh. Untuk mendapatkan keuntungan yang optimum, maka pemanfaatan sumberdaya ikan perlu dibatasi pada kondisi maximum economic yield. Hal ini disebabkan karena tingkat pengupayaan pada keadaan ini akan memberikan keuntungan yang optimum dan efisien serta tidak akan menyebabkan terjadinya kepunahan sumberdaya ikan akibat adanya upaya 117

penangkapan yang berlebihan. Jumlah effort pada kondisi aktual, yaitu sebesar 1.97 trip/tahun masih jauh lebih banyak dari jumlah effort pada kondisi MSY (6.952 trip/tahun) dan Open access (5.3 trip/tahun) dan MEY (2.51 trip/tahun). Secara bio-ekonomi menunjukan bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya belum melampaui batas potensi lestarinya atau MSY nya (Gambar 26). Nilai tingkat pemanfaatan aktual, MSY maupun open access masih lebih rendah dibandingkan dengan MSY. Namun demikian tingkat pemanfaatan aktual memerlukan upaya penangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan dengan upaya pada kondisi MSY, MEY maupun open access. Hal ini bisa dikatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Tegal sudah tidak menarik dan cenderung tidak menguntungkan lagi karena memerlukan upaya penangkapan yang lebih banyak. Dengan upaya penangkapan yang lebih banyak, maka memerlukan biaya yang lebih besar lagi. Analisis finansial alat tangkap jaring dogol masih layak untuk dioperasikan dan alat tangkap jaring arad tidak layak lagi. Meskipun kelayakan usaha jaring dogol/cantrang layak, namun perlu dicermati karena tingkat keuntungan (Net B/C ratio) nya hanya 1,6 saja. Ini berarti bahwa tingkat keuntungan pengoperasian jaring dogol/cantrang sangat kecil. Kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian dogol/cantrang dan arad, salah satunya karena kondisi sumberdaya ikan demersal yang cenderung menurun. Di samping itu, kebutuhan akan biaya operasi penangkapan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun mengakibatkan pengoperasian kedua alat tangkap tersebut cenderung merugi. Berdasarkan kedua analisis tersebut (analisis bio-ekonomi dan analisis kelayakan usaha) dari perikanan arad di perairan Tegal juga sudah mengindikasikan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sudah tidak menarik dan tidak menguntungkan lagi karena memerlukan biaya yang lebih besar. Untuk itu maka, agar kondisi ini menjadi lebih baik dan kondisi sumberdaya perikanan demersal di perairan Tegal tetap lestari dan pemanfaatannya berkelanjutan, maka perlu dikelola dengan lebih baik lagi. Dari hasil perhitungan diperoleh diperoleh hasil bahwa untuk alokasi untuk alat tangkap arad pada kondisi MSY sebanyak 74 unit dan untuk alat tangkap dogol/cantrang adalah sebanyak 26 unit. Pada kondisi MEY jumlah arad yang boleh dioperasikan adalah sebanyak 33 unit dan dogol 35 unit. Pada kondisi Open Access, jumlah jaring arad yang boleh dioperasikan adalah 66 unit dan dogol sebanyak 18 unit. Jumlah saat ini untuk alat tangkap dogol/cantrang 118

adalah sebanyak 347 unit dan arad sebanyak 359 unit. Jumlah yang ada sekarang sudah melebihi alokasi jumlah yang sebaiknya dioperasikan, sehingga hal ini perlu untuk segera dilakukan pengurangan. 6.7 Kesimpulan (1) Pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di perairan Tegal secara ekonomi cenderung tidak menarik lagi dan tidak memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan arad dan dogol/ cantrang. Tingkat pemanfaatan aktual memerlukan upaya penangkapan yang lebih besar dari upaya penangkapan pada kondisi MSY. Pengoperasian dogol/cantrang masih layak secara financial, namun alat tangkap arad tidak layak lagi karena cenderung merugi. (2) Kegiatan pengoperasian telah mendekati nilai batas optimum ekonomi sehingga perlu pengaturan lebih baik agar usaha perikanan dapat berlanjut. (3) Perlu pengurangan unit penangkapan arad dan dogol/cantrang karena kedua alat tersebut sudah melebihi alokasi jumlah unit penangkapan yang sebaiknya dioperasikan berdasarkan hasil perhitungan beberapa komponen terkait. Jumlah yang sebaiknya diizinkan untuk beroperasi di perairan Tegal dan sekitarnya adalah : - Dogol : Pada kondisi MSY : 26 ; MEY : 35 dan Open Acces : 18 - Arad : Pada kondisi MSY : 74 ; MEY : 33 dan Open Acces : 66 119