BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Inisiasi Menyusu Dini atau early initiation adalah permulaan kegiatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Sebenarnya bayi manusia

PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN ASI EKSKLUSIF DAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DI RUMAH SAKIT BERSALIN (RSB) ASIH DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Inisiasi Menyusui Dini. bayi dan kulit ibu. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu, setelah puting

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna

BAB 1 PENDAHULUAN. Melahirkan merupakan pengalaman menegangkan, akan tetapi sekaligus

Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di BPS Hj. Umah Kec. Cidadap Kel. Ciumbuleuit Kota Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. keberlangsungan bangsa, sebagai generasi penerus bangsa anak harus dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Bayi baru lahir memiliki hak untuk segera menyusu dini dengan membiarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbaik dan termurah yang diberikan ibu kepada bayinya, dimana pemberian ASI

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya. Usaha ini dilakukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. IBU Surakarta, yang dikumpulkan pada tanggal November 2013,

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) Di negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional salah satu tujuannya yaitu membangun sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian (ASI) masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PRAKTEK PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI SERTA STATUS GIZI BATITA DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penuh perjuangan bagi ibu yang menyusui dan bayinya (Roesli, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. menyusu dalam 1 jam pertama kelahirannya (Roesli, 2008). Peran Millenium

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berjenis kelamin pria. Seorang pria biasanya menikah dengan seorang wanita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melahirkan merupakan pengalaman menegangkan, tetapi sekaligus

INISIASI MENYUSUI DINI UNTUK IBU DAN BAYI

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) padabayi

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) atau early initiation adalah permulaan menyusu

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR PUSTAKA. Baskoro, Anton., ASI Panduan Praktis Ibu Menyusui, Yogyakarta, Banyu Media.

Hubungan Pengetahuan Inisiasi Menyusu Dini dengan Tehnik Bidan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2017 Seri E Nomor 19 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Inisaiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan proses satu jam pertama pasca bayi

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) (INFORMED CONSENT)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013

PANDUAN RAWAT GABUNG IBU DAN BAYI DIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam 1 jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak kulit (skin to skin

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS

Dinamika Kebidanan vol. 1 no. 2 Agustus 2011

BAB I PENDAHULUAN. pada saat janin masih dalam kandungan dan awal masa pertumbuhannya. menghadapi tantangan globalisasi (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menyusu sendiri pada ibu dalam satu jam pertama kelahirannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses alami bayi untuk menyusu,

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

BAB II TINJAUAN TEORITIS

SERI BACAAN ORANG TUA. Faktor. Yang Mempengaruhi Pertumbuhan & Perkembangan Janin. Milik Negara Tidak Diperjualbelikan

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) sangat bermanfaat untuk imunitas, pertumbuhan dan

PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN KEBERHASILAN MENYUSUI BAYI DI BPM APRI OGAN ILIR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan sumber

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF. BAB I KETENTUAN UMUM

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM

BAB I PENDAHULUAN. salah satu indikator dalam menggambarkan derajad kesehatan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang

Bab 7. Peran Bidan, Keluarga, dan Produsen Susu Formula dalam Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif. Peran Bidan

MATERI KELAS IBU HAMIL PERTEMUAN KEDUA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah awal menuju kesuksesan menyusui. Salah satu tujuan IMD adalah menekan

melakukan inisiasi menyusu dini dinamakan the breast crawl atau akan melalui lima tahapan perilaku (pre-feeding behaviour) sebelum ia

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO PADANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROSES KELAHIRAN DAN PERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG KAMI INGINKAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang

BAB II TINJAUAN TEORI. pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan (knowledge) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan generasi yang sehat, cerdas, dan taqwa merupakan tanggung

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai. kehidupannya dengan cara yang paling sehat.

SOP RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada rakyat jelata, bahkan dasar utama terletak pada kaum wanita, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pada tujuan ke 5 adalah mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dengan target

JARINGAN NASIONAL PELATIHAN KLINIK KESEHATAN REPRODUKSI PUSAT PELATIHAN KLINIK PRIMER (P2KP) KABUPATEN POLEWALI MANDAR. ( Revisi )

BAB II TINJAUAN TEORI

KEBERHASILAN BOUNDING ATTACHMENT. Triani Yuliastanti Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui pengetahuan yang baik tentang pentingnya dan manfaat kolostrom

BAB 1 PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan perlu ditunjang. dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan masyarakat

Pengantar Kuesioner Penelitian. Pengetahuan dan Sikap Bidan Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja

I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

INFORMASI SEPUTAR KESEHATAN BAYI BARU LAHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas agar masyarakat Indonesia dapat melanjutkan

MENGAPA IBU HARUS MEMBERIKAN ASI SAJA KEPADA BAYI

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, Abu dan Nur Unbiyati Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Inisiasi Menyusu Dini Inisiasi Menyusu Dini atau early initiation adalah permulaan kegiatan menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga diartikan sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah lahir dengan usaha sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui (Roesli, 2008). IMD adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir (Prasetyono, 2009). Menurut Baskoro (2008) IMD adalah perilaku bayi untuk mencari puting susu ibunya dan melakukan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya ketika satu jam pertama setelah bayi dilahirkan. Menurut Wiji (2013) IMD adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak diarahkan ke puting susu). IMD akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI secara eksklusif. 2.1.1. Prinsip Inisiasi Menyusu Dini Segera setelah bayi lahir, setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Biarkan kontak kulit ke kulit ini menetap selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri. Apabila ruangan bersalin dingin, bayi diberi topi dan diselimuti. Ayah atau keluarga dapat memberi dukungan dan membantu ibu selama proses bayi menyusu dini. Ibu 11

diberi dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk menyusu, menolong bayi bila diperlukan (JNPK-KR/POGI, 2007). 2.1.2. Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri Dalam proses IMD kontak kulit antara ibu dan bayi sangat penting karena kontak kulit tersebut menghasilkan keuntungan, baik bagi ibu maupun bagi bayi. Alasan yang mendasari pentingnya kontak kulit (Roesli, 2008) : 1. Dada ibu dapat menghangatkan tubuh bayi selama bayi merangkak mencari payudara, sehingga dapat mencegah bayi kedinginan. 2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil dan bayi akan lebih jarang menangis. 3. Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada satu sampai dua jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama. 4. Bayi yang diberi kesempatan menyusu lebih dini lebih berhasil menyusui secara eksklusif dan akan lebih lama disusui. 5. Bayi mendapatkan ASI kolostrum yaitu ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberi kesempatan IMD lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum membentuk daya tahan tubuh, bermanfaat untuk ketahanan terhadap infeksi, pertumbuhan usus, dan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum membuat lapisan yang berfungsi melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang.

2.1.3. Langkah IMD dalam Asuhan Bayi Baru Lahir Menurut Kemenkes RI (2010), ada tiga langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir yaitu : 1. Langkah pertama, lahirkan, lakukan penilaian pada bayi baru lahir lalu keringkan, cara menilai : a. Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran. b. Kemudian meletakkan bayi di perut bawah ibu dan melakukan penilaian resusitasi atau tidak. c. Jika bayi stabil tidak perlu melakukan resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan lembut tanpa menghilangkan verniks yang menempel. Verniks akan membantu menyamankan dan menghangatkan bayi. Setelah dikeringkan, selimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem. d. Hindari mengeringkan punggung tangan bayi karena bau cairan amnion yang menempel mengandung beberapa substansi yang mirip dengan sekresi tertentu dari payudara ibu, sehingga membantu bayi menggunakan bau dan rasa cairan amnion yang melekat pada tangannya agar terhubung dengan substansi lemak tertentu yang mirip dengan cairan amnion. e. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal) kemudian suntikkan oxytoxin 10 UI intra muscular. 2. Langkah kedua : lakukan kontak kulit antara ibu dan bayi selama paling sedikit satu jam.

a. Setelah tali pusat di potong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di dada ibu, luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu dan kepala bayi harus berada di antara kedua payudara ibu tapi lebih rendah dari puting. b. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain kering dan pasang topi di kepala bayi. c. Melakukan kontak kulit bayi dengan kulit di dada ibu paling sedikit satu jam. Meminta ibu untuk memeluk dan membelai bayinya serta jika perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan ibunya. d. Selama kontak kulit antara ibu dan bayinya lakukan kala tiga persalinan. 3. Langkah ketiga : a. Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu. b. Anjurkan ibu dan keluarganya untuk tidak mengintrupsi menyusu misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lain. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit, bayi cukup menyusu dari satu payudara. Sebagian besar bayi akan berhasil menemukan puting ibu dalam waktu 30-60 menit dan biarkan kontak kulit ibu dan bayi setidaknya satu jam walaupun bayi sudah menemukan puting kurang dari satu jam. c. Menunda semua asuhan persalinan normal lainnya hingga bayi selesai menyusu setidaknya satu jam atau lebih, setelah bayi baru lahir menemukan puting kurang dari satu jam.

d. Bila bayi harus pindah dari kamar bersalin sebelum satu jam atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi. e. Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu satu jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. f. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu dua jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin Kı, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu. g. Pakaikan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga kehangatannya, dan tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. h. Tempatkan ibu dan bayi dalam ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam jangkauan ibu selama 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya. 2.1.4. Manfaat IMD Manfaat IMD bagi Ibu (Roesli, 2008) : 1. Meningkatkan hubungan khusus ibu dan bayi. 2. Merangsang kontraksi otot rahim sehingga mengurangi resiko perdarahan sesudah melahirkan. 3. Memperbesar peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan menyusui selama masa bayi.

4. Mengurangi stress ibu setelah melahirkan dan menenangkan ibu. Manfaat IMD bagi bayi adalah : 1. Mempertahankan suhu bayi tetap hangat. 2. Menenangkan bayi serta meregulasi pernafasan dan detak jantung. 3. Kolonisasi bakterial di kulit dan usus bayi dengan bakteri dari ibu yang normal (bakteri yang berbahaya dan menjadikan tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan) dan mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibody bayi). 4. Mengurangi bayi menangis sehingga mengurangi stres dan tenaga yang dipakai bayi. 5. Memungkinkan bayi untuk menemukan sendiri payudara ibu untuk menyusu. 6. Mengatur tingkat kadar gula dalam darah, dan biokimia lain dalam tubuh bayi. 7. Mempercepat keluarnya mekonium (kotoran bayi berwarna hijau agak kehitaman yang pertama keluar dari bayi karena meminum air ketuban). 2.1.5. Masalah-masalah dalam Praktek IMD Menurut UNICEF (2009), banyak sekali masalah yang dapat menghambat pelaksanaan IMD antara lain : 1. Kurangnya kepedulian terhadap pentingnya IMD. 2. Kurangnya konseling dan praktek IMD oleh tenaga kesehatan. 3. Adanya pendapat bahwa suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonorrhea harus segera diberikan setelah lahir, padahal sebenarnya tindakan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri.

4. Masih kuatnya kepercayaan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat yang cukup setelah melahirkan dan menyusui sulit dilakukan. 5. Kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa kolostrum yang keluar pada hari pertama tidak baik untuk bayi. 6. Kepercayaan masyarakat yang tidak mengijinkan ibu untuk menyusui dini sebelum payudaranya dibersihkan. 2.1.6. Keterkaitan IMD dalam Kebijakan ASI Eksklusif IMD dikaitkan dalam lampiran yang tercantum pada Keputusan Menkes RI/450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif, yang terbaru ada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif. Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut : 1. Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan, 2. Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut, 3. Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui, 4. Membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan,

5. Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya, 6. Memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis, 7. Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 jam, 8. Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi, 9. Tidak memberi dot kepada bayi, 10. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan. 2.2. Bidan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan, bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, menyebutkan bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi, dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan. Bidan adalah seorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui dinegaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan

praktek kebidanan (Internasional Confederation Of Midwife/ICM, 2005), dengan memerhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan (Sofyan dkk, 2005). 2.2.1. Peran Bidan dalam Pelaksanaan IMD Bidan sebagai salah satu tenaga praktisi dalam pertolongan persalinan mempunyai peranan yang sangat besar dalam keberhasilan praktek IMD. Hal ini didukung oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menetapkan standarisasi pelayanan pertolongan persalinan yaitu melaksanakan IMD dan ASI secara eksklusif. Anggota IBI tidak boleh mempromosikan susu formula untuk bayi umur kurang dari 6 bulan, di tempat praktek tidak boleh ada gambar promosi maupun kaleng susu formula karena dengan IMD diharapkan angka kematian bayi akibat penyakit infeksi jauh berkurang, angka bayi kurang gizi juga berkurang, dan lahirlah generasi yang tumbuh sehat dan cerdas (Depkes, 2008). Peran bidan dalam pelaksanaan IMD meliputi (Linkages, 2007) : 1. Sebelum persalinan (tahap persiapan dan informasi) a. Memberikan informasi kepada ibu yang akan bersalin dan keluarga tentang penatalaksanaan IMD.

b. Mengkaji kebersihan diri ibu yang akan bersalin, dengan menganjurkan ibu untuk membersihkan diri atau mandi terlebih dahulu. c. Mempersiapkan alat tambahan untuk pelaksanaan IMD yaitu 3 buah kain pernel yang lembut dan kering serta sebuah topi yang kering. d. Menganjurkan agar ibu mendapat dukungan dan pendampingan selama proses persalinan dari suami atau keluarga. e. Membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam menghadapi proses persalinan. f. Memberikan suasana yang layak dan nyaman untuk persalinan. g. Mempersiapkan ibu dengan mengurangi rasa nyeri persalinan dengan mobilisasi dan relaksasi. h. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman untuk melahirkan. 2. Proses persalinan (tahap pelaksanaan) a. Membuka pakaian ibu di bagian perut dan dada. b. Meletakkan kain pernel yang lembut dan kering di atas perut ibu. c. Setelah bayi lahir, letakkan bayi di atas perut ibu. d. Keringkan bayi dari kepala hingga kaki dengan kain lembut dan kering (kecuali kedua tangannya, karena bau ketuban yang menempel pada tangan bayi akan memandu bayi untuk menemukan payudara ibu). e. Melakukan penjepitan, pemotongan dan pengikatan tali pusat. f. Melakukan kontak kulit dengan menengkurapkan bayi di dada ibu tanpa dibatasi alat.

g. Menutupi tubuh ibu dan bayi dengan selimut agar bayi tidak kedinginan, kemudian dengan memakaikan topi di kepala bayi. h. Menganjurkan ibu untuk memberikan sentuhan lembut pada punggung bayi. i. Menganjurkan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu dan bayi. j. Memberikan dukungan secara sabar dan tidak tergesa-gesa kepada ibu. k. Membantu menunjukkan pada ibu perilaku prefeeding (menyusu awal) yang positif yaitu istirahat dalam keadaan siaga, memasukkan tangan ke mulut, menghisap dan mengeluarkan air liur, bergerak ke arah payudara dengan kaki menekan perut, menjilat-jilat kulit ibu, menghentakkan kepala, menoleh ke kanan dan ke kiri, menyentuh puting susu ibu dengan tangannya, menemukan puting susu, menghisap dan mulai meminum air susu ibu. l. Membiarkan bayi menyusu awal/dini sampai bayi selesai menyusu pada ibunya dan selama ibu menginginkannya. m. Bidan melanjutkan asuhan persalinan. 2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan IMD pada Bidan Praktek Swasta 1. Umur Menurut Wawan dan Dewi (2010), umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai ulang tahun terakhir. Persepsi bahwa pekerja yang sudah tua mempunyai nilai positif seperti pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat dan komitmen terhadap mutu, namun ada juga persepsi bahwa pekerja yang umur lebih tua dianggap tidak luwes dan menolak tekhnologi baru.

Menurut Nursalam (2008), bahwa semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih dalam berpikir dan bekerja/ berperilaku. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daryati (2008) tentang hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap bidan dengan perilaku bidan dalam IMD pada ibu bersalin di Sanggau Kalimantan Barat menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur bidan dengan perilaku bidan dalam IMD pada ibu bersalin. Umur berpengaruh pada penerimaan seseorang pada informasi baru, dan IMD merupakan ilmu baru dalam kebidanan, sehingga bidan yang lebih tua lebih sulit menerima hal-hal baru dalam ilmu kebidanan. 2. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung pada kualitas pendidikan (BPS, 2003). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Deviyanti (2009) tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek upaya IMD pada bidan di Kecamatan Sukmajaya menyatakan bahwa pendidikan bidan berhubungan dengan pelaksanaan IMD, karena informasi tidak hanya didapat dari pendidikan formal saja tetapi bisa juga dari seminar, pelatihan, dan lain-lain. 3. Masa Kerja Menurut Anderson (1994) dalam Ilyas (2002) makin lama pengalaman kerja semakin terampil seseorang, seseorang yang sudah lama bekerja mempunyai wawasan yang lebih luas dan pengalaman yang banyak yang akan memegang peranan dalam pembentukan perilaku petugas. Tetapi menurut Robin (2003) tidak ada

jaminan bahwa petugas yang lebih lama dapat dikatakan lebih produktif dibandingkan petugas yang lebih senior, justru kinerja makin menurun akibat kebosanaan dalam pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan sejalan dengan makin tuanya umur, masa kerja seseorang dapat menggambarkan pengalaman kerjanya dalam bidang yang ditekuni. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan kinerja bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan pelaksanaan IMD. 4. Pelatihan Pelatihan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, dimana pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan secara formal, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja seseorang. Pelatihan biasanya dilakukan dalam jangka waktu lebih pendek dibandingkan dengan pendidikan dan lebih diarahkan kepada kemampuan yang bersifat khusus serta diperlukan dalam pelaksanaan tugas (Notoatmodjo, 2003). Pelatihan petugas harus mendapat perhatian khusus, terutama bagi tenaga kesehatan yang bertanggung jawab langsung untuk melayani ibu dan memberi keterangan yang obyektif dan konsisten mengenai pelaksanaan IMD. Petugas kesehatan tidak saja dibekali pengetahuan tentang IMD, tetapi mereka juga harus menguasai dengan baik teknik pelaksanaan IMD yang benar. Pengetahuan saja tentu tidak cukup, petugas juga memerlukan sikap yang baik dan mendukung terhadap pelaksanaan IMD, yang didapat melalui pelatihan IMD (Soetjiningsih, 1997).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2011) tentang hubungan pelatihan IMD dengan pelaksanaannya dalam pertolongan persalinan oleh bidan Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa bidan yang mengikuti pelatihan mempunyai peluang lima kali untuk melaksanakan IMD dalam pertolongan persalinan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja Bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru didapat bahwa pelatihan merupakan variabel yang paling dominan memengaruhi kinerja bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru Tahun 2011. Hal ini sejalan dengan penelitian Hajrah (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD, dengan mengikuti pelatihan bidan akan lebih terampil dan akan lebih percaya diri dalam melaksanakan IMD. Bidan yang pernah mengikuti pelatihan berpeluang hampir 4 kali untuk melaksanakan IMD dibanding bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan. 5. Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya IMD menjadi suatu kebutuhan bagi semua petugas kesehatan. Meskipun pengetahuan ibu baik tentang IMD, tetapi tindakannya belum sepenuhnya dilakukan secara maksimal. Hal ini dikarenakan tidak adanya dukungan dan kesadaran penuh dari petugas kesehatan yang menolong

persalinan, sehingga peran dan dukungan petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang terlaksananya IMD (Hikmawati, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2011) tentang hubungan pelatihan IMD dengan pelaksanaannya oleh bidan di Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan IMD. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiastuti (2011) tentang faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan IMD di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal bahwa ada pengaruh pengetahuan bidan terhadap pelaksanaan IMD. 6. Sikap Menurut Gibson (1996), sikap adalah kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, objek dan situasi yang berhubungan dengan sikap, karena sikap adalah faktor penentu dalam perilaku, dikarenakan sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Menurut Robin (2003) mengemukakan bahwa sikap mencerminkan seseorang merasakan sesuatu. Menurut Umar (2009), keberhasilan menyusui dini di tempat pelayanan ibu bersalin dan rumah sakit sangat tergantung dari penolong persalian. Bidan sebagai penolong persalinan memegang peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan IMD, karena pada saat itu perannya dominan. Bidan yang memiliki sikap positif terhadap IMD akan mendukung pelaksanaan IMD. Hal ini didukung oleh pernyataan Siregar (2004), bahwa keberhasilan menyusu dini dipengaruhi oleh sikap petugas yang pertama kali membantu ibu selama proses persalinan. Hasil penelitian yang dilakukan Rusnita

(2008) menunjukkan adanya hubungan bermakna antar sikap dengan praktek IMD. Penelitian Deviyanti (2009) menyatakan bahwa sikap bidan yang positif ternyata akan mempraktekkan upaya IMD yang baik. Hal ini sejalan dengan Penelitian Fretti (2012) tentang faktor yang memengaruhi bidan dalam kegiatan Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara sikap bidan dalam kegiatan Inisiasi Menyusu Dini. 7. Motivasi Motivasi yang dirumuskan oleh Terry G (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian Hidayati (2013) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan dalam pelaksanaan IMD di RSUP Dr. Kariadi Semarang bahwa ada hubungan motivasi bidan dengan pelaksanaan IMD. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Puteri (2013) tentang pengaruh faktor instrinsik dan ekstrinsik terhadap pelaksanaan IMD oleh Bidan di Puskesmas Rawat Inap Pasuruan Malang di dapat bahwa motivasi berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan IMD. 2.3. Landasan Teori Tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam mensukseskan program ASI Eksklusif dan membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan. Kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan dapat menyebabkan kurangnya tenaga yang dapat menjelaskan/mendorong tentang manfaat pemberian

ASI. Namun dapat dilihat petugas kesehatan memberikan penerangan yang salah dengan menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng (Menkes RI, 2004). Faktor karakteristik petugas kesehatan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan untuk dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan IMD, dengan demikian apabila karakteristik tenaga kesehatan itu baik tentunya akan dapat dilakukan peningkatan pelaksanaan IMD (Depkes, 2009). Menurut Teddy (2008) terdapat 2 (dua) karakteristik yang memengaruhi individu dan perilakunya yaitu karakteristik lingkungan terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Karakteristik individu terdiri dari motivasi dan keterlibatan pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan). Teori Bloom menyatakan bahwa ada 4 faktor yang memengaruhi status kesehatan individu/masyarakat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan, dimana perilaku memberi pengaruh terbesar kedua setelah faktor lingkungan. Skiner (1938) merumuskan bahwa perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003). Perilaku terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respons merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah merupakan faktor lingkungan, baik lingkungan

fisik, dan non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Sedangkan Faktor internal merupakan karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Faktor internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2010). Pengalaman Fasilitas Sosial Budaya Persepsi Pengetahuan Keyakinan Keinginan Motivasi Niat Sikap Perilaku EKSTERNAL INTERNAL RESPONS Gambar 2.1. Skema Perilaku Notoatmodjo (2010)

2.4. Kerangka Konsep Variabel Independent Variabel Dependent Karakteristik Bidan praktek Swasta : - Umur - Pendidikan - Masa Kerja - Pelatihan Faktor Predisposisi : - Pengetahuan - Sikap - Motivasi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Bidan Praktek Swasta