1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang kesehatan sehinggga kualitas kesehatan penduduk serta usia harapan hidup juga meningkat. Akibatnya jumlah penduduk usia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat. Pada tahun 2005-2010 jumlah usia lanjut akan sama dengan anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta jiwa atau ±9% dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025 diperkirakan Indonesia akan menduduki peringkat Negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat, dengan usia harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2008). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96 juta orang. Dari jumlah tersebut, 14% diantaranya berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, atau yang merupakan daerah paling tinggi lansianya. Disusul Provinsi Jawa Tengah 11,16%, Jawa Timur 11,14%, Bali 11,02% (Soelistiono, 2009). Propinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Propinsi besar dengan jumlah penduduk lanjut usia pada tahun 2000 mencapai 9,6 persen. Angka tersebut jauh di atas jumlah lansia Nasional yang hanya 7,6 persen pada tahun 2000. Usia harapan hidup mencapai 64,9 tahun, dimana penduduk lansia wanita ratarata 67,2 tahun dan pria 63,8 tahun. Secara kuantitatif kedua parameter tersebut berdampak pada berbagai persoalan yang akan dihadapi seperti masalah sandang, pangan, papan, kesehatan, ekonomi dan lainnya (Depkes, 2003). Di dalam GBHN 1993 disebutkan dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan makin panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat
2 yang telah dicapai dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman, keahlian, dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan. Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang karena kondisi fisik dan atau mentalnya tidak memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Di dalam Pasal 19 UU No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif (Maryam dkk., 2008). Meningkatnya jumlah lanjut usia maka membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lanjut usia itu mengalami penurunan baik dari segi fisik, biologi, maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial, dan budaya sehingga perlu adanya peran serta keluarga dan adanya peran sosial dalam penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif, penyakit metabolik, gangguan psikososial, dan penyakit infeksi meningkat (Nugroho, 2008). Proses menua manusia mengalami perubahan menuju ketergantungan fisik dan mental. Keluhan yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya penyakit, biasanya disertai dengan perasaan cemas, depresi atau mengingkari penyakitnya. Kecemasan juga dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh (Siburian, 2008). Kecemasan adalah suatu keadaan perasaan kepribadian, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal. Faktor yang mempengaruhi kecemasan
3 antara lain frustasi, konflik, ancaman, harga diri, lingkungan yang berupa dukungan sosial, lingkungan, pendidikan, usia dan jenis kelamin (Stuart, 2007). Kecemasan yang tidak dapat teratasi dapat memperberat timbulnya penyakit fisik dan gangguan akibat stress. Kecemasan kronis menimbulkan potensi depresi serta penyalahgunaan zat dan meningkatkan resiko bunuh diri (Doenges dkk., 2007). Perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi atau koping yang digunakan. Darmojo dkk (1999) dalam Norkasiani dan Tamher (2009), mengatakan hasil penelitian mereka yang memaparkan bahwa wanita lebih siap dalam menghadapi masalah dibandingkan laki-laki, karena wanita lebih mampu menghadapi masalah daripada laki-laki yang cenderung lebih emosional. Selain itu, dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, tentunya akan memupuk rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi ( Norkasiani dan Tamher, 2009). Seperti halnya dukungan dari keluarga, dukungan dari lingkungan sosial juga sangatlah penting. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik, kebutuhan sosial dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religiusitas, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah, baik ringan maupun berat. Pada saat-saat seperti itu seseorang akan mencari dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan di cintai (Kuntjoro, 2002). Kecemasan tidak mengenal usia, akan tetapi semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menghadapi keadaan atau suatu masalah di dalam diri individu tersebut. Kedewasaan dan pengalaman dapat memperkaya hidup dan meningkatkan kebahagian seseorang, walaupun saat
4 menghadapi masalah kesehatan atau hubungan sekalipun (Norkasiani dan Tamher, 2009). Pentingnya untuk mengetahui usia, jenis kelamin, dukungan keluarga dan dukungan sosial sebagai faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecemasan dibanding faktor-faktor yang lain (tingkat pendidikan, motivasi, kondisi fisik) sebab merupakan faktor utama yang tidak bisa untuk dihindari. Bertambahnya usia serta adanya jenis kelamin manusia merupakan hal yang bersifat kodrati yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Siapapun pasti dilahirkan dalam sebuah keluarga dan sebagai makhluk sosial manusia pasti akan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengetahui peran dari faktor usia, jenis kelamin, dukungan keluarga dan dukungan sosial terhadap terjadinya kecemasan. Kecemasan pada lanjut usia umumnya bersifat relatif, artinya ada orang yang cemas dan dapat tenang kembali setelah mendapatkan dukungan dari keluarga atau dari orang yang berada di sekitarnya, namun ada juga yang terus menerus cemas meskipun orang-orang disekitarnya telah memberikan dukungan. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga dan dukungan sosial dapat diperlukan bila keadaannya sesuai, untuk mencegah hal-hal yang bertentangan seperti rasa takut, tertekan, cemas, depresi, stres, dan sebagainya. Dukungan sosial dan dukungan keluarga bermanfaat untuk perkembangan menuju kepribadian yang sehat tanpa gangguan (Kuntjoro, 2002). Peran perawat sangat penting dalam upaya penanggulangan kecemasan dan berupaya agar pasien tidak merasa cemas melalui asuhan keperawatan komprehensif secara biopsikososialspiritual. Penanganan kecemasan selain dilakukan oleh perawat juga dilakukan oleh dokter dengan farmakoterapi seperti pemberian obat Diazepam 5 mg dapat diberikan sampai tiga kali sehari. Pemberian asuhan keperawatan dan terapi saja ternyata tidak cukup, tetapi peran keluarga untuk memberikan dukungan merupakan kunci utama. Perawat diharapkan mampu meningkatkan peran keluarga dan masyarakat lingkungan sekitar panti wredha dalam mengatasi masalah kesehatan lanjut usia terutama masalah kecemasan. Kuntjoro (2002) memberi contoh nyata
5 yang paling sering kita lihat dan alami adalah bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat dirumah sakit, maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial. Hasil dari penelitian Yulianingsih (2006) yang berjudul analisis faktorfaktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada lansia di Panti Whreda Wening Wardoyo Ungaran menyebutkan bahwa salah satu faktor penyebab gangguan tidur adalah depresi. Prevalensi terjadinya depresi pada lansia di panti tersebut yang termasuk didalamnya gangguan cemas adalah dari 70 responden, diantaranya 18 orang laki-laki dan 52 orang perempuan terdapat 32,9% (23 orang) yang menderita depresi ringan, 52,9% (37 orang) yang menderita depresi sedang, dan 14,3% (10 orang) yang menderita depresi berat. Menurut Roy & Jean (2007), sekitar 58% dari orang-orang yang menderita depresi juga menunjukkan gangguan kecemasan. Karena kemiripan gejala, seringkali ahli setuju bahwa depresi dan kecemasan berat terjadi pada saat yang sama. Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran merupakan salah satu tempat untuk merawat lansia di Karisidenan Semarang, dengan jumlah tempat hunian sebanyak 15 wisma. Rata-rata Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran merawat dan menampung sekitar 100 lansia. Kegiatan-kegiatan setiap harinya untuk lansia diatur sesuai jadwal kegiatan dan dilakukan secara rutinitas setiap harinya. Hasil survey pendahuluan yang peneliti laksanakan di panti Sosial Wredha Wening Wardoyo Ungaran, staf pegawai panti menjelaskan jumlah lansia terdiri dari laki-laki 33 orang dan perempuan 67 orang yang tinggal di panti tersebut. Beberapa disebabkan karena tidak mempunyai keluarga atau sengaja dititipkan oleh anggota keluarganya. Hasil wawancara dengan beberapa lansia mengatakan bahwa mereka sebenarnya lebih senang bersama-sama dengan anggota keluarga, tapi karena tidak ingin membebani anggota keluarganya mereka akhirnya bersedia tinggal di panti tersebut. Walaupun setiap harinya mereka berada di panti dan dapat
6 mengikuti setiap kegiatan yang dijadwalkan tapi mereka masih selalu memikirkan keluarga yang berada di rumah. Sehingga membuat mereka merasa cemas, kurang tidur, dan kadang bermimpi buruk tentang keadaan keluarga yang dirumah. Beberapa diantara lansia yang Wening Wardoyo Ungaran juga ada yang mengalami depresi karena kurang bisa menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada di Wening Wardoyo Hal-hal tersebut merupakan beberapa gejala awal kecemasan lansia. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada lansia di Panti Wredha Wening Wardoyo B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan suatu masalah sebagai berikut: Hubungan karakteristik dukungan keluarga dan dukungan sosial dengan terjadinya kecemasan pada lanjut usia (lansia) di Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya 2. Tujuan Khusus a. Menggambarkan usia atau umur, jenis kelamin, dukungan keluarga dan dukungan sosial pada lanjut usia (lansia) di Panti Wredha Wening Wardoyo b. Mengidentifikasi hubungan usia atau umur dengan terjadinya
7 c. Mengidentifikasi hubungan jenis kelamin dengan terjadinya d. Mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan terjadinya e. Mengidentifikasi hubungan dukungan sosial dengan terjadinya D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktik dan teoritis sebagai berikut: 1. Manfaat Instansi Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran Sebagai bahan masukan bagi Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran dalam memberikan pelayanan yang tepat pada lanjut usia. 2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Untuk penyediaan data dasar yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya dalam penatalaksanaan lanjut usia. Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada lansia, sehingga membantu dalam pembelajaran terhadap kecemasan lansia. 3. Manfaat Bagi Perawat Memberikan informasi tentang faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecemasan pada lanjut usia sehingga akan berpengaruh terhadap strategi koping yang digunakan perawat untuk membantu mengatasi masalah tersebut. 3. Manfaat Bagi Peneliti Untuk menambah pemahaman dan pendalaman peneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada lanjut usia di Panti Wredha Wening Wardoyo
8 E. Bidang Ilmu Bidang keperawatan gerontik khususnya yang berhubungan dengan kecemasan pada lanjut usia (lansia).