I. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi

PENDAHULUAN Latar Belakang

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN TEKNOLOGI IRIGASI HEMAT AIR PADA BERBAGAI INOVASI BUDIDAYA PADI

BAB I PENDAHULUAN. isu utama dalam perubahan lingkungan global. Untuk mengurangi pengaruh emisi

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

Perlu Inovasi Teknologi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Karbondioksida (CO2)

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

FENOMENA GAS RUMAH KACA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi CO 2. lingkungan yang belum ada mekanisme pasarnya. Jenis barang dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI

SIMULASI LAJU EMISI METAN PADA LAHAN PADI SAWAH DENGAN MODEL DENITRIFIKASI-DEKOMPOSISI (DNDC) (STUDI KASUS DI KABUPATEN TASIKMALAYA)

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

Iklim Perubahan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENELITIAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA LAHAN BAKAL WADUK DAN WADUK BALAI HITA. 2010: Bagian dari kegiatan Experimental Basin 2011: kegiatan tersendiri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

bahasa Perancis dinamakan Le Syst me de Riziculture Intensive disingkat RSI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi Metan Dari Lahan Sawah. dan sisanya (Sekitar 30%) berasal dari sumber-sumber alami (Mudiyarso and

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

Transkripsi:

49 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Global warming atau pemanasan global merupakan isu dunia yang menjadi bahan pembicaraan utama selama satu dekade terakhir ini. Peningkatan konsentrasi gas-gas karbondioksida (CO 2 ), nitrous oksida (N 2 O) dan metan (CH 4 ) sebagai komponen gas rumah kaca di atmosfir yang cukup tajam berpengaruh nyata terhadap suhu global, curah hujan dan tinggi permukaan air laut. Peningkatan suhu akibat pemanasan global diprediksi mencapai satu sampai 3 derajat Celcius berpotensi mengubah iklim secara ekstrem. Dampaknya secara langsung dirasakan di semua negara. Di Indonesia, perubahan iklim sebagai dampak nyata dari efek pemanasan global (global warming) sangat merugikan sektor pertanian yang sangat tergantung pada iklim. Terjadinya pergeseran musim dan perubahan pola hujan yang tidak menentu menyebabkan turunnya produksi akibat rusaknya tanaman dan puso. Konsentrasi CH 4 global di atmosfer pada tahun 1993 adalah 1,7 ppm dengan laju peningkatan 1% per tahun, sedangkan karbondioksida (CO 2 ) 345 ppm dan laju peningkatan 0,5% per tahun (Neue, 1993). Kontribusi CH 4 terhadap pemanasan global sebesar 15% dan berada pada peringkat kedua sebagai komponen gas rumah kaca setelah CO 2 (Suprihati et al., 2006), akan tetapi kemampuan CH 4 untuk meningkatkan suhu bumi sangat tinggi dengan potensi menyerap panas 21 kali lebih besar daripada gas CO 2 (Lestari, 2006). Emisi CH 4 yang dihasilkan oleh tanah sebesar 60% (Hadi, 2001) dan sektor pertanian diduga menjadi penyumbang penting emisi gas rumah kaca (Neue, 1993; Abdul Hadi, 2001; Setyanto, 2004). Lahan pertanian diperlakukan berbagai macam pengelolaan lahan yang meliputi pengolahan tanah, pemupukan, irigasi, penyiangan dan aplikasi pupuk kandang. Pengelolaan lahan tersebut berakibat pada emisi gas yang dikeluarkan dan mempengaruhi kesetimbangan gas-gas yang ada di atmosfir (Babu et al., 2006). Sistem budidaya padi lahan sawah diidentifikasi sebagai salah satu sumber penyumbang gas CH 4 di atmosfir. Laju emisi dari lahan sawah berkisar antara 26-61 Tg/tahun (terra gram = 10 12 gram; IPCC, 2002), atau sebanding dengan 6-29% total emisi CH 4 per tahun (Inubushi et

50 al., 2001; Prather et al., 2001). Laju produksi dan emisi CH 4 di lahan sawah untuk tiap wilayah besarnya bervariasi. Variasi emisi CH 4 tersebut dipengaruhi oleh jenis tanah, pengelolaan tanah dan tanaman (Setyanto, 2004). Ekosistem dengan kondisi anaerob dominan, terutama akibat penggenangan seperti pada tanah sawah dan lahan basah lainnya, merupakan sumber utama emisi CH 4. Pada lahan sawah dengan sistem penggenangan kontinyu, suplai oksigen dari atmosfir ke tanah akan terputus. Akibatnya terjadi proses fermentasi bahan organik tanah secara anaerob, yang akan menghasilkan metan sebagai produk akhir proses (Neue, 1993). Di sisi lain, beras sudah menjadi makanan pokok sekitar 2,7 milyar orang atau hampir separuh penduduk dunia dan kebutuhannya terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk, khususnya di negara-negara Asia (IRRI, 2007). Menurut data IRRI produksi beras dunia tahun 2007 mencapai sekitar 645 juta ton. Produksi beras di Asia memberikan kontribusi sekitar 90% dari total, dan Indonesia menduduki negara dengan produksi beras terbesar ketiga setelah Cina dan India. Mayoritas produksi padi di Asia adalah pada lahan sawah dengan cara penggenangan. Cara budidaya padi di Indonesia, terutama pengelolaan air irigasi dan rotasi tanaman, banyak melepaskan CH 4 (metan), N 2 O (nitrous oksida), dan CO 2 (karbon dioksida) ke atmosfer. Emisi CH 4 sebagian besar disebabkan oleh kegiatan-kegiatan yang tidak efisien, seperti pengairan yang berlebihan, cara pemupukan atau penggunaan pupuk yang tidak tepat. Emisi CH 4 dari lahan sawah di Indonesia berkisar antara 1,3 34,9 mg m -2 jam -1 (Husin et al., 1994; Nugroho et al., 1996; Setyanto, 2004; Setyanto et al., 2005; Wihardjaka, 2001; Suprihati et al., 2006). Mitigasi emisi CH 4 Mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK) adalah suatu usaha untuk menekan laju emisi GRK dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas manusia (Setyanto, 2004). Mitigasi selalu menjadi isu di dalam sidang-sidang tahunan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC). Protokol Kyoto sebagai salah satu komitmen yang

51 dihasilkan dalam UNFCCC mencapai kesepakatan bahwa selama periode 2008-2012 negara-negara maju wajib mengurangi tingkat emisi GRK sampai pada tingkat yang dapat mengurangi laju perubahan iklim, yaitu rata-rata sebesar 5,2% dari emisi pada tahun 1990 (Setyanto, 2004) Di bidang pertanian upaya yang dapat dilakukan melalui pengaturan kegiatan pengelolaan lahan yang mampu menekan laju emisi GRK, seperti pemilihan varietas, pengelolaan air irigasi dan penggunaan pupuk yang ramah lingkungan. Di Cina, perubahan pola pemberian air irigasi dengan cara penggenangan kontinyu ke pengeringan pada tengah musim tanam padi telah dilakukan sejak awal tahun 1980-an di banyak areal padi sawah. Usaha ini terbukti mampu menurunkan laju emisi CH 4 (Li et al., 2002). Upaya pemecahan persoalan produksi dan peningkatan produktivitas pertanian harus diimbangi dengan upaya pelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian upaya untuk menurunkan tingkat emisi CH 4 dari tanah sawah harus diarahkan dan dilakukan dengan tanpa mengorbankan produksi beras. Usaha gerakan hemat air terus dicanangkan mengingat sumber daya air sangat terbatas. Berbagai metode budidaya padi telah diterapkan di Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi beririgasi dengan perubahan pola pengelolaan tanaman, tanah, air, dan nutrisi. Pola pengelolaan air dengan cara pemberian air irigasi secara terputus/intermitten terbukti mampu menghemat air irigasi hingga 50%, tanpa mengurangi produktivitas tanaman. Selain itu, pola ini juga dapat menurunkan laju emisi CH 4 (Li et al., 2002; Setyanto, 2004; Setyanto dan Abu Bakar, 2005). Salah satu alternatif budidaya padi ramah lingkungan yang saat ini mulai berkembang di Indonesia adalah teknologi System of Rice Intensification (SRI). Budidaya padi SRI yang pertama kali dikembangkan oleh Fr. Henri de Lauline SJ. di Madagaskar pada awal tahun 1980 mulai dikembangkan di Indonesia pada tahun 1999. Perbedaan metode SRI dengan metode konvensional petani terletak pada pengelolaan tanah dan tanaman, serta metode pemberian air irigasi. Metode SRI yang berkembang di Jawa Barat memiliki ciri hanya menggunakan pupuk organik dan sistem irigasi macak-macak. Sedangkan metode SRI di NTB,

52 Gorontalo dan Sulawesi Selatan menggunakan pupuk kimia serta sistem irigasi dengan genangan dangkal 2-3 cm. Ciri-ciri umum yang lain dari metode SRI ini adalah penggunaan bibit muda, yaitu 10 hari setelah semai, dan tanam 1 bibit per lubang. Hasil di lapangan menunjukkan bahwa dengan budidaya model SRI tingkat produktivitas tanaman padi dapat mencapai 8-10 ton/ha dengan penghematan air sekitar 50% (Balai Irigasi, 2007). Model DNDC Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengukur emisi CH 4 dan gas rumah kaca lainnya, baik pengukuran langsung di lapang maupun di laboratorium. Untuk memperkirakan besarnya laju emisi gas rumah kaca dengan presisi menjadi sulit karena sangat dipengaruhi oleh iklim, sifat tanah, lama penggenangan, varietas padi, pertumbuhan tanaman dan cara budidaya tanaman (Babu et al., 2006). Estimasi laju emisi gas rumah kaca untuk suatu wilayah yang lebih luas tidak dapat dengan mudah diturunkan dari nilai hasil pengukuran skala field-plot karena tingginya error yang terjadi pada pengukuran skala field-plot (Babu et al., 2006). Sejumlah model telah dikembangkan untuk memperkirakan laju emisi CH 4 dari lahan sawah dan tiap-tiap model menggunakan pendekatan yang berbeda. Meskipun model-model yang ada tersebut dapat menghasilkan suatu pola emisi CH 4 dan juga N 2 O di suatu wilayah dengan tingkat akurasi yang dapat dipercaya, akan tetapi jika digunakan untuk mensimulasi emisi pada wilayah lain dengan pola pengelolaan lahan yang berbeda hasilnya belum dapat dipastikan. Salah satu model yang telah dikembangkan adalah DNDC model. Denitrification-Decomposition (DNDC) model merupakan suatu model simulasi komputer yang berorientasi pada proses biogeochemistry carbon dan nitrogen dalam tanah. Simulasi DNDC model selain dapat digunakan untuk memperkirakan produksi serta laju emisi CH 4 di dalam agroekosistem, juga gasgas CO 2 dan N 2 O. Perubahan kadar lengas pada lahan padi sawah dari kondisi jenuh dan tidak jenuh berpengaruh pada nilai potensial redoks (Eh) tanah. Salah satu kunci untuk mengatur produksi dan konsumsi CH 4 dari lahan sawah adalah dinamika Eh tanah (Li et al., 2005) karena CH 4 diproduksi pada Eh tertentu. Model ini menelusuri

53 dinamika Eh tanah yang dikaitkan dengan tingkat genangan air di lahan untuk menentukan emisi gas dari ekosistem lahan padi sawah. Pengkombinasian dengan persamaan Nernst dan Michaelis-Menten pada model ini dapat menentukan dinamika Eh tanah dan pengaruhnya terhadap produksi dan emisi CH 4 (Li et al., 2005). Modifikasi model DNDC ini menambahkan rangkaian proses anaerob yang memungkinkan simulasi siklus biogeokimia C dan N pada ekosistem lahan sawah. Dari hasil-hasil penelitian terdahulu terbukti bahwa model DNDC mampu menangkap aspek-aspek utama produksi dan emisi CH 4 dari lahan sawah pada lokasi dengan perbedaan kondisi geografi yang sangat besar (Li et al., 2005; Babu et al., 2006), sehingga didapatkan nilai produksi emisi metan pada skala wilayah yang lebih luas untuk perkiraan waktu jangka panjang. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. mengukur laju emisi gas CH 4 dari lahan padi sawah yang mempunyai pola budidaya padi lahan sawah hemat air 2. melakukan simulasi pola pengelolaan air dengan model DNDC untuk mengetahui laju emisi gas CH 4 dari lahan sawah Hipotesis 1. Perlakuan pengelolaan air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju emisi CH 4 2. Pengelolaan air macak-macak dan berselang (intermittent) menghasilkan laju emisi CH 4 yang lebih rendah tanpa menurunkan hasil gabah