KONSEP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL (KAT)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Keterpencilan membuat sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani, maupun sosial. sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan.

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia dimana dua pertiga wilayahnya

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DATA SPESIFIK BIDANG PP I UNTUK SUPPORT NTT SATU DATA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas Adat Terpencil (KAT) sebagai bagian dari penduduk. Indonesia merupakan lapisan paling bawah dalam struktur dan

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI REKOMENDASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BAB II URAIAN TEORITIS. dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

BAB I PENDAHULUAN. Sosial Provinsi Sumatera Utara mereka itu disebut sebagai Komunitas Adat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

HAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

Pesan Ibu Nusantara Bagi Arah Kebangsaan Indonesia: Akui dan Penuhi Hak-hak Konstitusional Pemeluk Agama Leluhur dan Penghayat Kepercayaan

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. desa-desa dimanapun cenderung memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang

8 KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

KEMENTERIAN PERTAHANAN RI DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

I. PENDAHULUAN. banyak dilaksanakan rnelalui program-program yang sentralistik serta diterapkan secara seragam

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENERTIBAN PENDUDUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanggapan, reaksi, maupun jawaban. Menurut The Great Encyclopedia dictionary,

Manajemen Pelayanan di Puskesmas

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. multi dimensional baik fisik, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

1. PENDAHULUAN. Suprihan (Supriharyono, 2002:1). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

Kedaulatan dan Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Pencapaian Pengelolaan Hutan Adat Lestari

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam. milik desa. Begitu besar peran yang diterima oleh desa, tentunya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerj

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Menurut Pitana dan Diarta (2009) konsep pariwisata mempunyai kata

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara R

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disegala bidang. Mengingat semakin meningkatnya migrasi dari desa ke kota

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan alam seperti pantai, danau, laut, gunung, sungai, air terjun, gua,

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Landasan Dasar, Asas, dan Prinsip K3BS Keanggotaan Masa Waktu Keanggotaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dengan demikian usaha. dan keseimbangan dalam hidupnya, baik secara rohani dan jasmani.

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

Transkripsi:

KONSEP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL (KAT) Menurut konvensi International Labour Organization (ILO 1989) masyarakat adat adalah masyarakat yang berdiam di negara-negara merdeka di mana kondisi sosial, kultural, dan ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat lain di negara tersebut dan statusnya diatur baik seluruh maupun sebagian oleh masyarakat adat dan tradisi masyarakat tersebut atau dengan payung hukum dan atau pengaturan khusus. Indonesia adalah Negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia yang ditandai dengan keberadaan 17.504 pulau, termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni. Indonesia juga merupakan Negara dengan suku bangsa yang terbanyak di dunia, yaitu lebih dari 740 suku bangsa/etnis. Indonesia juga dikenal sebagai Negara dengan bahasa daerah yang terbanyak, yaitu 583 bahasa dan dialek dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa. Selain menjadi kekayaan alam dan kebudayaan maka dalam konteks pembangunan, pemerintah Indonesia masih menemui kendala geografis untuk melaksanakan berbagai program pembangunan secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Masalah kesenjangan pembangunan antar wilayah di Indonesia sulit dihindari, baik antar wilayah barat, tengah, dan timur, maupun antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Departemen Sosial melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil menyelenggarakan program pemberdayaan KAT. Pemerdayaan KAT adalah serangkaian kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang diarahkan pada upaya pemberian kewenangan dan kepercayaan kepada KAT setempat untuk menemukan masalah dan kebutuhan beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuan sendiri, melalui upaya perlindungan, penguatan, pengembangan, konsultasi dan advokasi guna peningkatan taraf kesejahteraan sosialnya (Kementerian Sosial RI, 2014). Program ini telah mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian warga KAT di berbagai daerah.

Di dalam Kepres RI No. 111 Tahun 1999 pembinaan kesejahteraan sosial komunitas adat terpencil bertujuan untuk memberdayakan komunitas adat terpencil dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan agar mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani, dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan, yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan adat istiadat setempat. Masalah kesenjangan dimaksud salah satunya dialami oleh Komunitas Adat Terpencil (KAT) atau yang sebelumnya dikenal sebagai Suku Terasing dan Masyarakat Terasing. Permasalahan yang dialami warga KAT melekat dan identik dengan kriteria atau karakteristik KAT, bersifat kompleks dan multidimensional sehingga perlu upaya pemberdayaan secara komprehensif, holistik, terintegral, dan melembaga (berkesinambungan) baik oleh pemerintah, dunia usaha dan komponen masyarakat sipil. Keberhasilan pemberdayaan KAT selain ditentukan oleh tingkat partisipasi KAT dan masyarakat sekitarnya, juga terkait erat dengan keterlibatan berbagai pihak baik kementerian/lembaga, dinas/instansi sektoral di provinsi dan kabupaten, perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga kesejahteraan sosial dan komponen masyarakat lainnya, sesuai dengan kebutuhan KAT, yang dimulai sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan perbaikan. Komunitas Adat Terpencil (KAT) sebagai bagian dari penduduk Indonesia merupakan lapisan paling bawah dalam struktur dan perkembangan masyarakat. Komunitas Adat Terpencil menghadapi berbagai ketertinggalan dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar hidup sebagai manusia, hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari keberadaan mereka yang secara geografis sangat sulit dijangkau dan secara sosial termasuk dalam budaya terasing, sehingga interaksi sosial dengan kelompok masyarakat luar yang lebih maju kurang terjalin baik. Pengelolaan pendidikan KAT tidak dapat disamakan dengan pendidikan pada sekolah umumnya karena permasalahan sosial yang dihadapi sifatnya sangat kompleks meliputi segi kehidupan. Pemerintah selaku penyelenggara harus menjadi aktor utama sebagai wujud

pelaksana amanah UUD 1945 untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Keterpencilan membuat sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini masih ada yang menjalani kehidupan sangat memprihatinkan. Mereka mendiami tempat-tempat yang secara geografis relatif sulit dijangkau. Sebagian dari mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau nomaden dan menjalani kehidupan yang hanya terbatas pada pemenuhan hidup sehari-hari. Keterpencilan membuat mereka sangat terbatas dalam mengakses pelayanan sosial dasar, ekonomi dan politik. Pendidikan, kesehatan, serta sarana publik menjadi sesuatu hal yang sangat langka untuk dirasakan oleh kelompok masyarakat ini. Mereka sebagai warga negara belum mampu mengambil bagian dalam proses pembangunan dan terus mengalami ketertinggalan. Data statistik tahun 2005 menunjukkan bahwa 65% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perdesaan, dimana 35%-nya masih hidup di wilayah terpencil yang mendiami daerah-daerah yang secara geografis relatif sulit dijangkau, seperti: pegunungan, hutan, lembah, muara sungai, pantai dan pulau-pulau kecil. Sebagian dari mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau nomaden dan menjalani kehidupan yang hanya terbatas pada pemenuhan hidup sehari-hari. Jenis kegiatan ekonomi yang ditekuninya seperti pertanian, nelayan, berburu dan meramu. Mereka itu oleh Departemen Sosial diperkenalkan sebagai Komunitas Adat Terpencil (KAT) (http://www.kemsos. go.id diakses pada 10 Desember 2012 pukul 21.20WIB).

Gambar : Kampung KAT di Indonesia Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik (Keppres No. 111 Tahun 1999). Pengertian ini mengandung arti bahwa komunitas dipahami sebagai komunitas yang memiliki budaya atau adat tertentu yang berbeda atau unik. Sehingga sering disamakan dengan komunitas lokal asli yang memiliki berbagai kelebihan yang harus dipertahankan seperti kerjasamanya, budayanya, keguyubannya, dan interaksi sosialnya. komunitas kurang terlibat dalam jaringan pelayanan sosial, ekonomi, maupun politik. Adapun ciri-ciri komunitas adat terpencil adalah sebagai berikut : 1) Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogeny KAT umumnya hidup dalam kelompok kecil dengan tingkat komunikasi yang terbatas dengan pihak luar. Disamping itu kelompok KAT hidup dalam satu kesatuan suku yang sama dan bersifat tertutup. 2) Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan Pranata sosial yang ada dan perkembangan dalam KAT pada umumnya bertumpu pada hubungan kekerabatan dimana kegiatan mereka sehari-hari masih didasarkan pada hubungan kekerabatan dimana kegiatan mereka sehari-hari masih didasarkan pada hubungan darah dan ikatan tali perkawinan. Pranata sosial yang ada tersebut meliputi antara lain pranata ekonomi, pranata kesehatan, pranata hukum, pranata agama, pranata kepercayaan, pranata politik, pranata

pendidikan, pranata ilmu pengetahuan, pranata ruang waktu, pranata hubungan sosial, pranata kekerabatan, pranata sistem organisasi sosial. 3) Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau Secara geografis KAT umumnya berada didaerah pedalaman, hutan, pegunungan, perbukitan, laut, rawa, daerah pantai yang sulit dijangkau. Kesulitan ini diperkuat oleh terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, baik ke atau dari kantong KAT. Kondisi ini mempengaruhi dan menghambat upaya pemerintah dan pihak luar dalam memberikan pelayanan pembangunan secara efektif dan terpadu. 4) Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem Aktivitas kegiatan ekonomi warga KAT sehari-hari hanya sebatas memenuhi kebutuhan hidpnya sendiri (kebutuhan sehari-hari) e. Peralatan teknologinya sederhana Dalam upaya memanfaatkan dan mengolah SDA untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari baik dalam kegiatan pertanian, berburu, maupun kegiatann lainnya, KAT masih menggunakan peralatan yang sederhana yang diwariskan secara turun-temurun. 5) Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi Kehidupan KAT sangat menggantungkan kehidupan kesehariannya baik itu fisik, mental dan spiritual pada lingkungan alam seperti umumnya aktivitas keseharian warga berorientasi pada kondisi alam seperti umumnya aktivitas keseharian warga berorientasi pada kondisi alam atau berbagai kejadian dan gejala alam. 6) Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik. Sebagaimana konsekuensi logis dari keterpencilan, akses berbagai pelayanan sosial ekonomi dan politik yang tersedia dilokasi atau di sekitar lokasi tidak ada atau sangat terbatas sehingga menyebabkan sulitnya warga KAT untuk memperolehnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya.