BAB I PENDAHULUAN. Keterpencilan membuat sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini masih
|
|
- Yandi Pranoto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Keterpencilan membuat sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini masih ada yang menjalani kehidupan sangat memprihatinkan. Mereka mendiami tempattempat yang secara geografis relatif sulit dijangkau. Sebagian dari mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau nomaden dan menjalani kehidupan yang hanya terbatas pada pemenuhan hidup sehari-hari. Keterpencilan membuat mereka sangat terbatas dalam mengakses pelayanan sosial dasar, ekonomi dan politik. Pendidikan, kesehatan, serta sarana publik menjadi sesuatu hal yang sangat langka untuk dirasakan oleh kelompok masyarakat ini. Mereka sebagai warga negara belum mampu mengambil bagian dalam proses pembangunan dan terus mengalami ketertinggalan. Data statistik tahun 2005 menunjukkan bahwa 65% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perdesaan, dimana 35%-nya masih hidup di wilayah terpencil yang mendiami daerah-daerah yang secara geografis relatif sulit dijangkau, seperti: pegunungan, hutan, lembah, muara sungai, pantai dan pulau-pulau kecil. Sebagian dari mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau nomaden dan menjalani kehidupan yang hanya terbatas pada pemenuhan hidup sehari-hari. Jenis kegiatan ekonomi yang ditekuninya seperti pertanian, nelayan, berburu dan meramu. Mereka itu oleh Departemen Sosial diperkenalkan sebagai Komunitas Adat Terpencil (KAT) ( go.id diakses pada 10 Desember 2012 pukul 21.20WIB). 11
2 Komunitas Adat Terpencil merupakan salah satu dari 26 jenis Penyandang Masalah Kesejahteran Sosial (PMKS) yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2012 mengenai Pedoman Pendataan dan Pengelolaan data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial. Keterpencilan menjadi faktor penyebab terbesar mengapa komunitas adat terpencil belum mampu mengambil bagian dalam proses pembangunan dan mengalami ketertinggalan. Mereka belum sepenuhnya terjangkau oleh proses pelayanan pembangunan baik karena isolasi alam maupun isolasi sosial budaya. Sulitnya akses ke wilayah pemukiman Komunitas Adat Terpencil menjadi penghalang bagi pihak-pihak lain baik pemerintah maupun swasta yang ingin membuat jaringan dan akses pelayanan publik bagi mereka. Beberapa masalah yang dialami oleh Komunitas Adat Terpencil yaitu adanya hambatan fungsi sosial, hambatan fisik, geografis, ilmu pengetahuan (karena kurang atau terbatasnya informasi, hambatan keterampilan mereka masih menggunakan teknologi sederhana/tradisional dan belum mengenal teknologi modern dan budi daya) serta keterpencilan terhadap akses atau fasilitas pelayanan sosial dasar atau pelayanan publik lainnya. Komunitas Adat Terpencil memiliki sistem ekonomi yang bersifat subsisten, yaitu melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan belum semua mengenal sistem ekonomi pasar. Jenis kegiatan ekonomi yang ditekuni seperti perambah hutan, pertanian, nelayan, meramu dan berburu. Mereka mengalami keterbatasan untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan modern, sehingga angka kesakitan dan kematian pada mereka relatif tinggi. Mereka juga tidak 12
3 dapat mengakses pendidikan formal, sehingga sebagian besar dari mereka dan anakanaknya buta huruf (Manurung, 2007:35). Sebagai contoh, yakni komunitas adat terpencil yang terdapat di bagian utara pulau seram Maluku, terdapat daerah-daerah yang sulit untuk dijangkau. Untuk menempuh desa-desa tersebut hanya dimungkinkan dengan berjalan kaki. Perjalanannya memakan waktu beberapa hari untuk bisa tiba di desa tujuan. Daerah ini menjadi terisolasi karena belum ada infrastruktur yang tersedia. Infrastruktur yang sangat penting seperti transportasi, komunikasi, penerangan, kesehatan, air bersih dan jasa lainnya belum dapat dinikmati oleh masyarakat, sedangkan fasilitas pendidikan hanya pada tingkat Sekolah Dasar saja. Hal ini tidak jauh berbeda dengan komunitas adat terpencil yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara antara lain di Desa Simerpara Kabupaten Pak-Pak Barat, yang mana terdapat keterbatasan sarana jalan, alat transportasi, belum adanya sekolah dasar, posyandu, sistem penerangan, ladang berpindah dan sanitasi lingkungan yang dihadapi oleh kelompok masyarakat ini. Komunitas Adat Terpencil merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia yang memerlukan perhatian semua pihak. Kelompok masyarakat Komunitas Adat Terpencil ini juga mengakui betapa mereka membutuhkan perhatian. Mereka menginginkan adanya pemberdayaan dan pembinaan yang dilakukan secara berkelanjutan. Pola pikir mereka yang masih terkungkung tidak didukung oleh akses dan infrastruktur yang memadai (Kompas, 25 November 2012). Globalisasi, yang dewasa ini juga sedang gencarnya terjadi dalam kehidupan kita menjadi salah satu persoalan yang mempengaruhi eksistensi Komunitas Adat Terpencil. Suatu kenyataan telah terjadinya lonjakan perkembangan ilmu 13
4 pengetahuan dan teknologi dengan pesat. Globalisasi berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang dapat menerima adanya globalisasi ada pula masyarakat yang sulit menerima atau bahkan menolaknya. Globalisasi tidak jarang memaksa perubahan perilaku masyarakat pada umumnya terkhusus bagi kelompok masyarakat komunitas adat terpencil. Nilai-nilai globalisasi menuntut persamaan, persaingan dan modernisasi yang bertentangan dengan nilainilai tradisional yang dianut oleh komunitas adat terpencil. Komunitas Adat Terpencil mengalami masalah keterpencilan yang membuat mereka semakin tertinggal dan tidak tersentuh oleh proses pembangunan, belum lagi persoalan globalisasi yang tidak jarang memaksa mereka untuk harus mengikuti perkembangan zaman, persamaan dan modernisasi, padahal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun mereka belum mampu melakukannya dengan maksimal. Persoalan globalisasi menjadi tantangan berat bagi Komunitas Adat Terpencil, dimana seringkali globalisasi bertentangan dengan nilai-nilai budaya serta kearifan lokal leluhur yang telah diwariskan turun-temurun di dalam kelompok mereka. Kedua hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab terbesar Komunitas Adat Terpencil menjadi suatu permasalahan kesejahteraan sosial. Dewasa ini keberadaan Komunitas Adat Terpencil tidak hanya menjadi persoalan nasional, akan tetapi sudah menjadi persoalan global. Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) pada tahun 1995 telah mengeluarkan Declaration on the Rights of Indigenous Peoples sebagai landasan moral bagi setiap negara dalam rangka memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap Komunitas Adat Terpencil. Dalam deklarasi tersebut diatur secara rinci ke dalam 45 pasal, yang sebagian besar mengatur hak-hak Komunitas Adat Terpencil sebagai komunitas manusia maupun 14
5 sebagai bagian dari warga negara. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut semakin memperkuat tuntutan terhadap negara, baik dari dalam negeri maupun dunia internasional, untuk memberikan pelayanan dan perlindungan bagi Komunitas Adat Terpencil ( diakses pada 11 Desember 2012 pukul WIB). Sebagai warga negara, Komunitas Adat Terpencil juga memiliki hak untuk hidup sejahtera, hak memperoleh pelayanan sosial dasar, hak partisipasi dalam pembangunan dan hak perlindungan dari berbagai kondisi yang mengganggu, baik secara sosial, budaya, ekonomi, hukum maupun politik. Berbagai hak yang dimiliki Komunitas Adat Terpencil tersebut perlu mendapatkan perhatian dan perlakukan dari pemerintah, sebagaimana perilaku negara dalam memenuhi hak-hak warga negara pada umumnya. Perhatian Negara terhadap Komunitas Adat Terpencil ini merupakan implementasi dari kewajiban Negara dalam memenuhi kesejahteraan seluruh warga negaranya. Seperti yang sudah dituliskan pada Konvensi International Labour Organization No. 169 tahun 1989 disebutkan, bahwa negara sudah seharusnya bertanggungjawab untuk memberi perlindungan hak azasi dan kesempatan yang sama melalui peraturan hukum baik di tingkat nasional maupun daerah, serta regulasi-regulasi kebijakan lainnya. Pemerintah Indonesia telah merespon Konvensi tersebut dengan diundangkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden RI tersebut, Departemen Sosial sebagai instansi sektoral yang bertanggung jawab terhadap kondisi kehidupan Komunitas 15
6 Adat Terpencil, mengeluarkan berbagai keputusan dan peraturan yang di dalamnya secara substansial mengatur pelaksanaan pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. ( diakses pada tanggal 11 Desember 2012 pukul WIB). Berdasarkan kondisi tersebut maka Komunitas Adat Terpencil sebagai warga bangsa perlu diberdayakan agar mereka mampu menjalani kehidupan sebagai warga bangsa pada umumnya. Sebagai respon atas kondisi kehidupan Komunitas Adat Terpencil tersebut, Departemen Sosial Republik Indonesia telah menyelenggarakan program pemberdayaan terhadap mereka yang dimulai sejak tahun 1972, dimana pada saat itu digunakan istilah masyarakat terasing. Meskipun program pemberdayaan telah dilakukan, namun capaian tujuan program belum secara optimal menyentuh persoalan pokok kehidupan anggota Komunitas Adat Terpencil. Mereka memang telah berdaya secara sosial-ekonomi, namun masih belum berdaya secara politis dan hukum. Pemberdayaan yang dilaksanakan tentunya perlu memperhatikan kondisi sosial budaya khas mereka yang pada umumnya masih diliputi oleh nilai dan norma yang berdasarkan adat. Oleh karena itu, dimensi-dimensi dalam pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil meliputi : sosial, ekonomi, politik, budaya, spiritual dan lingkungan. Melalui pemberdayaan ini Komunitas Adat Terpencil akan mampu mewujudkan kesejahteraan sosial yang ditandai dengan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dan melaksanakan peranan sosialnya secara optimal (Suharto, 2009:98). Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dikatakan 16
7 bahwa Pemberdayaan Komuitas Adat Terpencil (PKAT) merupakan salah satu bentuk kepedulian dan komitmen pemerintah dalam mempercepat proses pembangunan pada mereka yang masih belum tersentuh proses pembangunan nasional yang pada umumnya berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Kementerian Sosial, melalui program Komunitas Adat Terpencil mengkhususkan memberdayakan mereka agar bersama-sama dengan masyarakat Indonesia lainnya ikut dalam proses pembangunan sebagaimana yang dicita-citakan dalam amanat UUD 1945 (Departemen Sosial RI, 2003). Dalam hal ini, Pemberdayaan yang dimaksudkan adalah sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggung jawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan kewajiban negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro, 2002:6). 17
8 Menurut data dari Kementrian Sosial Republik Indonesia tahun 2012, Komunitas Adat Terpencil di Indonesia kini telah tersebar di 24 provinsi 263 kabupaten, kecamatan, desa dan lokasi permukiman. Sedangkan untuk pulau sumatera, populasi Komunitas Adat Terpencil berjumlah kurang lebih jiwa yang tersebar di sembilan provinsi yakni Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau dengan jumlah populasi Komunitas Adat Terpencil yang sudah diberdayakan adalah sebanyak jiwa. Populasi Komunitas Adat Terpencil di Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak jiwa. Sebanyak jiwa yang telah diberdayakan dan jiwa yang belum diberdayakan (Irwan, diakses pada 3 maret 2013 pukul WIB). Jumlah populasi Komunitas Adat Terpencil yang belum diberdayakan masih cukup tinggi, lebih dari setengah populasi Komunitas Adat Terpencil masih belum terjamah oleh program-program pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam rangka pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil mustahil untuk dilakukan sendiri, namun juga harus melibatkan Instansi/Dinas terkait sejak awal persiapan hingga terminasi secara sinergis. Perlu dilakukan koordinasi dan integritas program melalui kerja sama intern maupun lintas sektor terkait dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi sosial guna memaksimalkan program bantuan maupun pemberdayaan yang akan dilaksanakan. Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu instansi pemerintah yang turut dan berperan besar dalam melaksanakan upaya maupun program pemberdayaan sosial yang salah satunya adalah Pemberdayaan 18
9 Komunitas Adat terpencil, khususnya yang tersebar di provinsi Sumatera Utara. Pemberdayaan Sosial tersebut ditujukan kepada kelompok orang, baik yang terbentuk secara sukarela maupun yang sengaja dibentuk dengan tujuan tertentu, miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi dengan kriteria masyarakat yang mengalami keterbatasan akses pelayanan sosial dasar, tertutup, homogen, dan penghidupannya tergantung kepada sumber daya alam, termarjinalkan di pedesaan dan perkotaan, serta tinggal di wilayah perbatasan antar negara, daerah pesisir, pulau-pulau terluar, dan terpencil. Lingkup daripada Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang diselenggarakan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial yakni penataan perumahan dan permukiman, kehidupan beragama, administrasi kependudukan, pendidikan, kesehatan, peningkatan pendapatan, kesejahteraan sosial. Adapun yang menjadi lokasi pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang dilaksanakan oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial di Provinsi Sumatera Utara diantaranya yaitu; Desa Tuhawaebu, Kecamatan Idanagawo, Kabupaten Nias; Huta Partukkoan Desa Salaon Dolok, Kecamatan Ronggur Ni Huta Kabupaten Samosir; Dusun III Desa Sihapas, Kecamatan Suka Bangun, Kabupaten Tapanuli Tengah; Desa Parmonangan, Kecamatan Pakkat, Kabupaten Humbang Hasundutan; dan Desa Sionom Hudon Selatan, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Lokasi-lokasi tersebut telah dipilih melalui beberapa tahap penyeleksian bagi pemilihan lokasi Komunitas Adat Terpencil yang telah ditetapkan melalui keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Tahap-tahap tersebut yaitu; tahap persiapan yang meliputi kegiatan pemetaan sosial, penjajagan awal, studi kelayakan 19
10 dan penyusunan rencana program ( diakses pada 3 maret 2013 pukul WIB). Salah satu lokasi pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang telah dilaksanakan di wilayah Sumatera Utara antara lain terdapat di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan. Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara telah melakukan pemetaan sosial serta studi kelayakan di desa ini sejak tahun 2009, menjalankan program pemberdayaan pada tahun 2010 dan telah melaksanakan terminasi di akhir tahun 2012 silam. Terdapat 50 kepala keluarga di Desa Sionom Hudon Selatan yang telah mengikuti Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Dengan terlaksananya Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana respon warga binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Penulis tertarik untuk meneliti dan menyusunnya ke dalam bentuk skripsi yang berjudul Respon Warga Binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan. 20
11 I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana Respon Warga Binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan? 1.3 Pembatasan Masalah Untuk lebih mempertajam masalah yang ingin diteliti tentang Respon Warga Binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan. Penulis membatasi materi kajian, maka objek sasaran yang diteliti sebagai berikut: a. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan. b. Manfaat Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil bagi warga binaan di Desa Sionom Hudon Selatan. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon warga binaan terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan. 21
12 1.4.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka: 1. Pengembangan konsep dan teori-teori pemberdayaan masyarakat khususnya pemberdayaan bagi komunitas adat terpencil. 2. Memperkaya wawasan serta pengetahuan mengenai pemberdayaan komunitas adat terpencil serta dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil di berbagai wilayah di Indonesia Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab, dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisi uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Berisi tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. 22
13 BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian yang turut memperkaya karya ilmiah ini. BAB V : ANALISIS DATA Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya. BAB VI : PENUTUP Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan. 23
BAB I PENDAHULUAN. kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia dimana dua pertiga wilayahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia dimana dua pertiga wilayahnya merupakan wilayah laut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sosial Provinsi Sumatera Utara mereka itu disebut sebagai Komunitas Adat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan masyarakat yang tidak bisa hidup secara layak dan cenderung memprihatinkan sebenarnya masih dapat kita temui di berbagai daerah di Indonesia khususnya di
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG
- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le
No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciJane H Tampubolon
RESPON WARGA BINAAN TERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL OLEH DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA DI DESA SIONOM HUDON SELATAN KECAMATAN PARLILITAN KABUPATEN HUMBANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersangkutan dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani, maupun sosial. sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lokasi tempat tinggal suku bangsa yang terasing atau terpencil mengakibatkan akses terhadap pelayanan publik menjadi terhambat dan menjadi rendah. komunitas adat terpencil
Lebih terperinciEVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI DESA SIONOM HUDON SELATAN KECAMATAN PARLILITAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI DESA SIONOM HUDON SELATAN KECAMATAN PARLILITAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN EVI HARYATI SARAGIH 090902054 vee_evi@yahoo.com Abstrak
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan UUD 1945 telah dinyatakan secara. tegas bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah
BAB I PENDAHULUAN I.1.LATAR BELAKANG Dalam Pembukaan UUD 1945 telah dinyatakan secara tegas bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan salah satu cara untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyandang cacat tubuh pada dasarnya sama dengan manusia normal lainnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyandang cacat tubuh pada dasarnya sama dengan manusia normal lainnya, perbedaannya terletak pada kelainan bentuk dan keberfungsian sebagian fisiknya saja,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanggapan, reaksi, maupun jawaban. Menurut The Great Encyclopedia dictionary,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon 2.1.1. Pengertian Respon Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, respon didefinisikan sebagai suatu tanggapan, reaksi, maupun jawaban. Menurut The Great Encyclopedia dictionary,
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012
1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA I. UMUM Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan
Lebih terperinciPERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001
PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992
Lebih terperinci2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20
No.1910, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Restorasi Sosial. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG RESTORASI SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. Kompleksnya kebutuhan
Lebih terperinciPRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186 TAHUN 2014 TENT.ANG
PRE SI DEN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENT.ANG PEMBERDAY AAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka pada bagian ini peneliti akan menarik beberapa kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik, Penduduk buta aksara usia tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia yang dilakukan secara sengaja untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya. Pembangunan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Penulis melakukan penelitian studi komparatif sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Disampaikan Pada Gladi Manajemen Pemerintahan Desa Bagi Kepala Bagian/Kepala Urusan Hasil Pengisian Tahun 2011 Di Lingkungan Kabupaten Sleman, 19-20 Desember 2011 Cholisin : Staf
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integritas Bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan era globalisasi. Berbagai macam budaya global yang masuk melalui beragam media komunikasi dan informasi. Dengan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG
LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN KELUARGA DI DESA ARJASARI KABUPATEN BANDUNG
(Kegiatan Pengabdian Internal UNPAR) PEMBERDAYAAN KELUARGA DI DESA ARJASARI KABUPATEN BANDUNG Disusun Oleh: Dr. Gandhi Pawitan Dr. Sukawarsini Djelantik Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa meningkatnya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 76 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 101 TAHUN 2012 TENTANG PENERIMA
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI TENGAH
GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PERESMIAN LOKASI PEMUKIMAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI LOKASI SISERE DESA LABUAN TOPOSO KEC LABUAN KABUPATEN DONGGALA RABU, 13 APRIL
Lebih terperinciREKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER PROVINSI TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PROVINSI
REKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PUSAT DATA DAN INFORMASI KESEJAHTERAAN SOSIAL Jl. Salemba Raya No. 28 Jakarta Pusat, 10430, telp.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap kekuatan kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan kekuatan
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS
REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kantor, hingga pembelian barang dan jasa untuk kantor pemerintah. Bahkan sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kontrak untuk pekerjaan publik antara pemerintah dengan sektor swasta/privat merupakan bisnis dengan ukuran yang sangat besar. Mulai dari proyek-proyek infrastruktur
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa sebagai bagian dari bangsa
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibahas karena tidak hanya menyangkut kehidupan seseorang, tetapi akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan sosial yang sangat kompleks di Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun kemiskinan menjadi topik yang hangat untuk dibahas karena
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah
No.638, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Kabupaten Humbang Hasundutan dengan Kabupaten Pakpak Bharat. Provinsi Sumatera Utara. Batas Daerah. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.686, 2017 KEMENSOS. Kawasan Ramah Lanjut Usia. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN RAMAH LANJUT
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN IMPLIKASI REKOMENDASI
341 BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI REKOMENDASI Berdasarkan permasalahan kajian penelitian ini, maka ditarik beberapa kesimpulan bagi penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, khususnya program pendidikan
Lebih terperinci2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerj
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1557, 2017 KEMENPU-PR. Penyediaan Rumah Khusus. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KOMUNITAS ADAT TERPENCIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa komunitas adat terpencil yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,
Lebih terperinciRUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN
Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22
Lebih terperinciDirektorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia kaya ragam budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, agama
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Lingkungan Alam Penelitian ini dilakukan di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hansundutan. Desa ini memiliki batas-batas administratif
Lebih terperinciTransformasi Desa Indonesia
Transformasi Desa Indonesia 2003-2025 Dr. Ivanovich Agusta iagusta1970@gmail.com Relevansi Transformasi dari Pemerintah Sumber Penerimaan Total Penerimaan (Rp x 1.000) Persentase PAD 3.210.863 18,13 Bantuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinci- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
Lebih terperinci2 sumber daya manusia, peran masyarakat, dan dukungan pendanaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan adanya upaya terarah, terpadu, dan
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh provinsi di Indonesia, dan sekitar dari desa tergolong desa yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki 70.611 desa yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, dan sekitar dari 32.376 desa tergolong desa yang tertinggal
Lebih terperinci2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata
No.1359, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penetapan. Tahun 2018. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2009 tercatat 32,53
Lebih terperinciVisi, Misi, Tujuan Dan Sasaran
Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Visi tersebut harus bersifat dapat dibayangkan (imaginable), diinginkan oleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara
Lebih terperinciMENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG FORUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL DUNIA USAHA DALAM PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :, a. bahwa penyelenggaraan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara
Lebih terperinci- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018
- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap barang dan jasa, kesehatan, geografis, gender, dan kondisi lingkungan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah global yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, satu sama lain seperti: tingkat pendapatan, pendidikan, akses
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di abad 21 ini tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan dimana-mana sudah semakin cepat dan kompleks, guna memenuhi kebutuhan manusia yang juga semakin banyak. Namun
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena itu, kesehatan adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi asas Cabotage merupakan sebuah prinsip yang lahir dari rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan udaranya. Dalam konteks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak mengenal batas wilayah. Batas batas wilayah suatu negara bukanlah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Batas batas wilayah suatu negara bukanlah menjadi suatu kendala
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PELATIHAN PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (TKSM)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sebagai penerus bangsa merupakan salah satu komunitas yang harus diperhatikan dan dilindungi serta dijamin hak-haknya sebagai seorang anak. Berdasarkan data dari
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilaksanakan di daerah bertujuan untuk meningkatkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan yang dilaksanakan di daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat, yang sesuai dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)
Lebih terperinciVISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN
VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA EKSPEDISI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA KORIDOR MALUKU DAN MALUKU UTARA TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena itu, kesehatan adalah
Lebih terperinci2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu
No.740, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. TA 2017. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan telah membawa dampak pada keterlantaran, ketunaan sosial hingga masalah sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298) I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
Lebih terperinci