Pesan Ibu Nusantara Bagi Arah Kebangsaan Indonesia: Akui dan Penuhi Hak-hak Konstitusional Pemeluk Agama Leluhur dan Penghayat Kepercayaan

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pesan Ibu Nusantara Bagi Arah Kebangsaan Indonesia: Akui dan Penuhi Hak-hak Konstitusional Pemeluk Agama Leluhur dan Penghayat Kepercayaan"

Sukarno Oesman
6 tahun lalu
Tontonan:

1 I. Latar Belakang Kerangka Acuan Dialog Publik dalam rangka memperingati Hari Ibu Nasional Pesan Ibu Nusantara Bagi Arah Kebangsaan Indonesia: Akui dan Penuhi Hak-hak Konstitusional Pemeluk Agama Leluhur dan Penghayat Kepercayaan Jakarta, 20 Desember 2012 Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk oleh keragaman realitas kelompok etnis, bahasa, agama/kepercayaan, adat istiadat dan budaya. Didalam keberagaman Indonesia terdapat kelompok masyarakat adat, yang memiliki asal usul leluhur secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, dengan sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan agama/kepercayaan serta wilayah tersendiri. Namun hingga sekarang, mereka yang memegang teguh dan mempraktikan ajaran agama leluhur yang mereka percaya dan penghayat kepercayaan yang tumbuh berkembang dalam masyarakat Indonesia masih mengalami peminggiran, diskriminasi dan stigmatisasi karena mempraktikkan agama leluhur dan kepercayaannya, berawal dari adanya kebijakan pemilahan oleh negara antara agama dan kepercayaan. Dalam berbagai dialog dan pengaduan kelompok perempuan penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan kepada Komnas Perempuan telah teridentifikasi sejumlah persoalan mendasar terkait pengakuan negara atas agama leluhur dan penghayat kepercayaan diantaranya, kesulitan untuk mencantumkan nama agama/kepercayaan mereka di dalam KTP/e-KTP. Dalam prakteknya selama ini, yang ditulis adalah agama lain yang bukan dianutnya, atau ditulis tanda (-) atau baca strip. Komnas Perempuan mendapat laporan dari perempuan penganut agama leluhur dan penghayat bahwa perlakuan berbeda yang mereka alami dalam pencatatan KPT/e-KTP bukan saja menunjukkan bentuk pengingkaran negara atas pilihan keyakinan seseorang, namun juga menghadirkan kekuatiran bagi para penganut agama leluhur/penghayat kepercayaan akan adanya tuduhan manipulasi data maupun ancaman kekerasan ditengah maraknya intoleransi atas nama agama di Indonesia. Kesulitan pencantuman ini memiliki konsekuensi selain pada eksistensi agama leluhur/penghayat kepercayaan, pemenuhan hak-hak konstitusional, termasuk untuk menikmati kemerdekaan beragama/berkeyakinan dan juga pada jaminan hak mereka atas akses layanan publik dan rasa aman. Pencantuman tanda (-) mereka dianggap tidak beragama, sehingga mereka tidak dapat memperoleh surat nikah dan akte kelahiran anak yang sama seperti untuk 1

2 anak-anak lainnya, sulit mengakses program-program pemerintah, seperti layanan kesehatan dan bantuan ekonomi, sulit mendapatkan pekerjaan terutama jika hendak menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bagi perempuan, persoalan tersebut semakin bertumpuk oleh berbagai sikap diskriminatif yang juga mereka alami karena posisinya sebagai perempuan di rumah tangga dan praktek budaya patriarki di komunitas yang meminggirkan posisi perempuan. Kondisi ini sungguh ironis karena disisi lain, perempuan penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan memegang peran penting dalam merawat nilai dan tradisi leluhur yang menjadi warisan penting dalam kasanah budaya Indonesia. Begitu terpinggirkannya, hingga kerap terlewatkan dan diperlakukan seolah bukan warga negara dalam kehidupan berbangsa Indonesia. Kondisi memprihatinkan ini tampaknya akan terus berulang di masa-masa mendatang. Menjelang batas akhir pencatatan kependudukan di penghujung tahun 2012, terindikasi bahwa sejumlah persoalan ini belum memperoleh perhatian serius dari pihak berwenang. Padahal, keberulangan persoalan ini dan ketiadaan penyelesaian merupakan ancaman bagi pencapaian tujuan bernegara-berbangsa Indonesia, sebagaimana termaktub dalam Konstitusi. Untuk itu, dibutuhkan sebuah ruang dialog agar terbangun pemahaman umum yang menempatkan agama leluhur dan kepercayaan dalam posisi yang setara dan sejajar dengan agama yang diakui negara, serta untuk mengadvokasi hak-hak sipil sebagai warga negara Indonesia. Menanggapi kebutuhan tersebut, dan dalam rangka memperingati hari Ibu Nasional, Komnas Perempuan memfasilitasi dialog publik dengan tema Pesan Ibu Nusantara Bagi Arah Kebangsaan Indonesia: Akui dan Penuhi Hak-hak Konstitusional Pemeluk Agama Leluhur dan Penghayat Kepercayaan yang akan dilaksanakan di Jakarta, 20 Desember Diharapkan melalui dialog ini, ada ruang bersama agar persoalan dapat diurai dan perlu ditanggapi segera bersama-sama, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat. Ibu Nusantara yang dimaksudkan adalah para perempuan adat penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan. Dialog publik ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Komnas Perempuan merupakan mekanisme nasional untuk pemenuhan hak asasi perempuan di Indonesia, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 181 Tahun 1998 dan diperbaharui melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun Komnas Perempuan memiliki mandat untuk membangun kondisi yang kondusif untuk penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Dalam rangka menjalankan mandatnya dan sebagai bagian dari pemenuhan hak konstitusional warga negara, Komnas Perempuan memberi perhatian khusus pada persoalan, tantangan dan hambatan yang dihadapi perempuan penganut agama leluhur/penghayat kepercayaan. Upaya ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan mandat konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama dengan Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika 2

3 (ANBTI) sebuah inisiatif masyarakat sipil untuk mendukung gerakan mempertahankan Indonesia sebagai negara bhinneka tunggal ika. II. Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk: 1. Mengajak pemerintah dan publik menyimak pesan Ibu Nusantara sebagai bagian penting dalam segenap upaya membangun kebangsaan Indonesia, 2. Mendorong pemerintah, sesuai dengan mandat Konstitusi untuk pemenuhan hak-hak warga negara dan hak asasi manusia, untuk menyikapi segera pesan Ibu Nusantara 3. Mengajak masyarakat untuk turut memastikan pesan Ibu Nusantara dapat terselenggara dan terintegrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia yang menjunjung tinggi Bhinneka. III. Cakupan Topik dan Narasumber 1. Sambutan-sambutan oleh: a. Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Yuniyanthi Chuzaifah) b. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI (Linda Amalia Sari) : Peranan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Pemenuhan Hak-hak Konstitusional Penghanut Agama Leluhur/Penghayat Kepercayaan. 2. Pembicara Kunci oleh Gubernur Lemhanas RI (Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepanji, DEA) : Membangun Integritas Bangsa Berbasis pada Nilai-nilai Budaya Spiritual dan Kearifan Lokal. 3. Pembicara Kunci untuk pengantar dialog oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (Prof Dr. Mahfud MD): Jaminan Pemenuhan Hak-hak Konstitusional Bagi Penganut Agama Leluhur/Penghayat Kepercayaan. 4. Penyampaian Materi dan Tanggapan: a. Narasumber : Tenri Bibi (Penganut Tolotang), Dewi Kanti (Penganut Sunda Wiwitan) dan Dian Jennie (Penghayat Sapto Darmo). Judul Makalah : Praktek dan Persoalan yang dihadapi terkait Pelayanan e-ktp dan pencatatan administrasi lainnya, serta akses terhadap layanan publik dan kebebasan menjalankan keyakinan. b. Penanggap : - Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, dengan topik: Respon Pemerintah terkait Kendala dalam Layanan Kebijakan e-ktp bagi Penganut Agama Leluhur/Penghayat Kepercayaan. - Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri dengan topik: Peran Kementerian Dalam Negeri dalam Mendorong Kebijakan Daerah bagi Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Konstitusional Penganut Agama Leluhur/Penghayat Kepercayaan. 3

4 - Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dengan topik: Langkah tindak lanjut untuk implementasi Hasil Kongres Penghayat Kepercayaan, Komunitas Adat dan Tradisi yang telah dilaksanakan di Surabaya. - Direktorat HAM, Kementerian Hukum dan HAM RI, dengan topik : Perlindungan dan Pemajuan Hak-hak Kelompok Minoritas. - Direktorat Perlindungan Perempuan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak RI, dengan topik : Peran KPPA untuk Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Konstitutional Perempuan dan Anak Penganut Agama Leluhur/Penghayat Kepercayaan. IV. Waktu dan Tempat Kegiatan Dialog ini dilaksanakan pada : Hari/ Tanggal : Kamis, Tanggal 20 Desember 2012 Tempat : Aula Mahkamah Konstitusi Lt. Dasar Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat Waktu : Pukul s/d WIB V. Peserta Dialog Publik Peserta yang hadir dalam dialog publik sejumlah 150 orang terdiri dari unsur penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan, kementerian/lembaga, komisi HAM, lembaga agama, akademisi, LSM, organisasi pemuda, organisasi perempuan dan media massa VI. Agenda Acara (tentative) Waktu Kegiatan Keterangan Registrasi Peserta Acara Pembukaan : MC Menyanyikan lagu Indonesia Raya Doa dan Kidung oleh perwakilan Perempuan Penganut Agama Lokal/Penghayat Kepercayaan Pengantar dan Sambutan Ketua Komnas Perempuan Ibu Yuniyanti Chuzaifah Sambutan dari Menteri Pemberdayaan Ibu Linda Amalia Sari 4

5 Perempuan dan Anak Peranan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam Pemenuhan Hak-hak Konstitusional Penganut Agama Leluhur/Penghayat Kepercayaan Pembicara Kunci oleh Gubernur Lemhanas : Membangun Integritas Bangsa Berbasis pada Nilai-nilai Budaya Spiritual dan Kearifan Lokal Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepanji, DEA Pembicara Kunci untuk Pengantar Dialog oleh Ketua Mahkamah Konstitusi : Jaminan Pemenuhan Hak-hak Konstitusional Penganut Agama Leluhur/Penghayat Kepercayaan Istirahat Praktek dan Persoalan yang dihadapi terkait Pelayanan e-ktp dan pencatatan administrasi lainnya, serta akses terhadap layanan publik dan kebebasan menjalankan keyakinan Prof. Dr. Mahfud MD Pengantar oleh Moderator Taty Krisnawaty Tanggapan dari: Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri RI Kepala Biro Hukum Kemeterian Dalam Negeri Dirjen Perlindungan Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM RI Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Ibu Tenri Bibi (Agama Tolotang, Sulawesi Selatan) Dewi Kanti (Penganut Sunda Wiwitan, Jawa Barat) Dian Jennie (Penghayat Sapto Darmo). 5

6 Tanya Jawab Istirahat (performance art: Dayak Kaharingan, Merapu, Cirendeu) 6

dokumen-dokumen yang mirip

RESOLUSI AGAMA LELUHUR. Tobelo, 20 Aprill 2012

RESOLUSI AGAMA LELUHUR. Tobelo, 20 Aprill 2012 RESOLUSI AGAMA LELUHUR Tobelo, 20 Aprill 2012 RESOLUSI AGAMA LELUHUR Kami Masyarakat Adat dari berbagai wilayah di Indonesia berkumpul dalam Dialog Budaya Komunitas Adat yang diselenggarakan pada tanggal