I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

2

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

DINAMIKA PDB SEKTOR PERTANIAN DAN PENDAPATAN PETANI

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan.

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III-2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Pertumbuhan Produksi Tahunan Industri Mikro dan Kecil YoY menurut Provinsi,

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan kerja yang ada. Kondisi yang demikian akan menjadi. kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa periode terakhir Indonesia merupakan salah satu negara dengan perkembangan ekonomi yang mengesankan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2011 mencapai 2.56 % dibanding triwulan II-2011 (qto-q)dan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2010 mengalami pertumbuhan 6.54 % (y-o-y) (BPS 2011). Hal tersebut menunjukan bahwa perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan luar biasa, terutama ketika negara-negara lain mengalami perlambatan ekonomi akibat adanya krisis ekonomi global. Namun, keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia yang ditandai dengan meningkatknya pertumbuhan ekonomi, ternyata masih menyisakan masalah sosial ekonomi yang harus mendapatkan perhatian serius yaitu kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan pada dasarnya diharapkan mampu mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat dan angka kemiskinan melalui penyerapan angkatan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat. Hal tersebut terkait dengan kualitas dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas hendaknya diikuti dengan penurunan tingkat kemiskinan, penurunan tingkat pengangguran, serta tercapainya stabilitas makro yang lain. Meskipun data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukan tingkat kemiskinan menurun setiap tahun, namun kualitas pertumbuhan ekonomi belum mencerminkan kebijakan pemerintah yang optimal. Jika dibandingkan dengan Negara-negara yang ada di kawasan ASEAN, tingkat kemiskinan di Indonesia cukup jauh tertinggal terutama jika dibandingkan dengan Malaysia. Berdasarkan data yang ada, tingkat kemiskinan di Indonesia hanya lebih rendah jika dibandingkan dengan Negara Laos.

2 Tabel 1 Perbandingan tingkat kemiskinan beberapa negara anggota ASEAN tahun 2006-2011 (%) Negara 2011 2010 2009 2008 2007 2006 Indonesia 12.49 13.33 14.2 15.4 16.6 17.8 Lao PDR 27.6 Malaysia 3.8 3.6 Thailand 8.1 9 8.5 9.6 Vietnam 14.5 16 Sumber : World Bank (2012) Selain itu, distribusi pendapatan secara nasional berdasarkan ukuran indeks Gini menunjukkan adanya ketimpangan (Gambar 1), dengan kata lain bahwa distribusi pendapatan nasional bersifat tidak merata. Membaiknya kondisi perekonomian dengan pertumbuhan yang lebih tinggi tidak dibarengi dengan percepatan penurunan nilai indeks Gini secara signifikan. Indeks Gini berfluktuasi dengan kecenderungan yang semakin meningkat. Jika dibandingkan antara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan, pada periode ketika terjadi pertumbuhan ekonomi yang positif (misalnya saja tahun 2004-2005), yang terjadi adalah penurunan angka kemiskinan tetapi indeks Gini justru mengalami peningkatan. Fakta ini menunjukkan bahwa disatu sisi pertumbuhan ekonomi bisa mengurangi kemiskinan tetapi disisi lain mengakibatkan meningkatnya ketimpangan diantara masyarakat. Koefisien Gini (%) Tingkat Kemiskinan (%) 40.00 30.00 20.00 10.00-7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00-2002 2003 Koefisien Gini 2004 2005 2006 2007 2008 Tingkat Kemiskinan 2009 2010 2011 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi (%) Sumber : diolah dari BPS 2012 Gambar 1 Profil pertumbuhan ekonomi ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia tahun 2002-2011.

3 Tabel 2 menunjukkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi antar kelompok masyarakat. Menurut tabel tersebut, kelompok rumah buruh pertanian dan pengusaha pertanian dengan kepemilikan tanah kurang dari 0.5 ha memiliki rata-rata tingkat pendapatan per rumah masing-masing Rp 23 990 000.00 dan Rp 34 680 000.00 yang merupakan kelompok dengan rata-rata pendapatan per rumah terkecil. Adapun rumah lain selain kedua kelompok rumah tersebut, memiliki rata-rata pendapatan per rumah yang berkali lipat dibandingkan kelompok buruh tani, bahkan jika dibandingkan dengan kelompok rumah perkotaan golongan atas, maka pendapatan buruh tani hanya sepertujuh dari pendapatan kelompok rumah tersebut. Tabel 2 Distribusi pendapatan antar kelompok rumah di Indonesia tahun 2008 Jumlah Pendapatan Rata-rata pendapatan Jumlah Rumah Kategori Rumah Tangga Kelompok Rumah per Rumah Tangga (Milyar Rp) (Ribu Rp) Buruh pertanian 7 367 966 176 757 23 990 Pengusaha pertanian memiliki tanah 9 952 671 345 205 34 685 0.000 ha 0.500 ha Pengusaha pertanian memiliki tanah 3 597 504 195 049 54 218 0.500 ha -1.000 ha Pengusaha pertanian memiliki tanah 2 470 540 191 309 77 436 1.000 ha lebih Rumah golongan rendah 9 122 381 494 234 54 178 pedesaan Bukan angkatan kerja dan golongan 3 306 788 173 152 52 363 tidak jelas pedesaan Rumah golongan atas pedesaan 3 922 657 468 455 119 423 Rumah golongan rendah 9 360 179 710 495 75 906 perkotaan Bukan angkatan kerja dan golongan 3 591 039 243 905 67 921 tidak jelas perkotaan Rumah golongan atas perkotaan 5 024 376 827 883 164 773 Total 57 716 100 3 826 445 66 298 Sumber : diolah dari SNSE 2008 Permasalahan lain yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah adanya keragaman profil kemiskinan secara regional (Gambar 2). Pulau-pulau di wilayah barat Indonesia seperti Sumatera, Jawa dan Kalimantan cenderung memiliki kondisi yang lebih baik dibanding pulau-pulau di wilayah timur seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Pada tahun 2011, tingkat kemiskinan secara

4 nasional adalah sebesar 12.49% dengan rata-rata tingkat kemiskinan di wilayah barat Indonesia sebesar 11.22% sedangkan untuk wilayah timur adalah 17.79%. Perbedaan yang cukup signifikan antara wilayah barat dan timur Indonesia menunjukkan bahwa pembangunan di Indonesia masih belum merata dalam hal pemberantasan tingkat kemiskinan. Jumlah Penduduk 1000 800 600 400 200 0 Nangroe Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin (%) Sumber : BPS (2012) Gambar 2 Profil kemiskinan regional di Indonesia tahun 2011. 35 30 25 20 15 10 5 0 Persentase Penduduk iskin (%) Tidak hanya secara regional, kesenjangan juga terjadi pada tingkat kemiskinan antara desa dan kota (Gambar 3). Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kemiskinan antara kelompok masyarakat perdesaan dengan kelompok masyarakat perkotaan. Selama kurun waktu 1996-2010 tingkat kemiskinan di desa selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan kota. 30 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Desa-Kota 20 10 0 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kota Desa Sumber : BPS (2012) Gambar 3 Perbandingan tingkat kemiskinan desa-kota di Indonesia tahun 1996-2011.

5 Adanya ketidakmerataan pembangunan dan kesenjangan ekonomi selama ini, menjadi suatu pekerjaan rumah bagi pemerintah yang sulit untuk dipecahkan. Sebagian kalangan menganggap bahwa faktor yang menjadi biang keladi dari fenomena ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah (unbalanced growth) dan ketidak merataan distribusi pendapatan adalah tidak tersedianya lapangan pekerjaan di pedesaan. Hal ini disebabkan karena para petani kecil dan buruh tani tidak memiliki faktor produksi berupa lahan yang menjadi faktor produksi utama di sektor pertanian. Kondisi ini dapat dilihat dari adanya ketimpangan struktur kepemilikan lahan dari tahun 1963-2003 seperti ditunjukkan pada Gambar 4. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 3 9 45 44 Rumah petani 24 25 40 11 tanah yang dikuasai 2 9 43 46 Rumah petani 21 27 41 12 tanah yang dikuasai 2 11 42 45 Rumah petani tanah yang dikuasai Rumah petani tanah yang dikuasai Rumah petani 1963 1973 1983 1993 2003 19 31 40 11 1 11 39 49 12 34 42 13 2 11 36 51 14 35 38 13 tanah yang dikuasai < 0.50 ha 0.50-2.00 ha 2.00-5.00 ha > 5.00 ha Sumber : Sensus Pertanian, dalam Bachriadi dan Wiradi (2011) Gambar 4 Perkembangan struktur kepemilikan lahan di Indonesia 1963-2003. Gambar 4 menunjukkan dinamika perubahan dalam kelompok petani pengguna lahan berdasarkan kategori luas lahan yang dimilikinya. Selama periode 1963-2003 jumlah rumah petani yang memiliki tanah kurang dari 0.5 ha adalah sekitar 44%-51% dari total petani. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari total populasi petani di Indonesia hanya memiliki lahan yang luasnya kurang dari setengah ha. Adapun luas lahan yang dimiliki oleh separuh dari rumah pertanian itu hanya sekitar 11%-13%. Disisi lain, jumlah rumah petani yang memiliki luas lahan pertanian diatas 5 ha adalah sekitar 2%-

6 3% dari total petani dengan jumlah lahan yang dikuasai adalah sekitar 12%-24% (yang notabane nilainya lebih besar dibandingkan dengan luas lahan yang dimilki oleh hampir setengan populasi petani). Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika ketimpangan pemilikan lahan ini dianggap sebagai salah satu faktor penyebab ketimpangan pendapatan dan kesenjangan pembangunan ekonomi. Salah satu solusi potensial untuk mengatasi masalah kesenjangan pembangunan ekonomi adalah reforma agraria. Dalam arti sempit, reforma agraria adalah penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan lahan dan merupakan bagian pokok dalam konsep reforma agraria. Strategi reforma agraria sebagai solusi pengurangan tingkat kemiskinan sudah banyak dilakukan oleh negara lain, seperti India, Zimbabwe, Mozambik dan Ghana. Hasil penelitian di India membuktikan bahwa reforma agraria berkaitan erat dengan pengurangan tingkat kemiskinan melalui dua tipe reformasi lahan, yaitu reformasi sistem penyewaan lahan dan penghapusan perantara (broker) lahan. Selain itu, reforma agraria juga memberi keuntungan bagi masyarakat yang tidak memiliki tanah dengan meningkatkan upah sektor pertanian dan pada akhirnya mengurangi tingkat kemiskinan (Besley & Burgess 1998). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk meneliti secara kuantitatif mengenai efek yang dapat ditimbulkan dari adanya kebijakan reforma agraria berupa redistribusi lahan terhadap tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan dan perekonomian secara sektoral dan makro di Indonesia. 1.2. Perumusan Masalah Sesuai dengan pembahasan pada bagian sebelumnya, dimana berdasarkan literatur serta pengalaman proses perkembangan ekonomi negara-negara lain, reforma agraria dianggap sebagai suatu solusi untuk mengatasi permasalahan sosial seperti kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Banyak negara yang berhasil menerapkan reforma agraria sebagai jalan keluar bagi negaranya untuk melakukan sebuah proses modernisasi dan pembangunan dalam rangka

7 mengatasi permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapinya. Namun dalam kenyataannya, pelaksanaan proses reforma agraria di beberapa negara tidak semudah dan semulus seperti apa yang ada didalam teori dan literatur. Oleh karena itu, pelaksanaan proses reforma agraria menjadi sebuah objek yang menimbulkan pro kontra dari berbagai pihak terkait adanya konflik berbagai kepentingan. Berdasarkan literatur yang ada, pelaksanaan reforma agraria beberapa negara di belahan dunia menghasilkan dampak yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan sistem pemerintahan yang dianut Negara tersebut serta proses pelaksanaan reforma agraria yang bebeda pula. Beberapa literatur menunjukkan bahwa reforma agraria berupa redistribusi kepemilikan lahan dapat menurunkan tingkat kemiskinan, meningkatkan pemerataan pendapatan, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan kenaikan dan penurunan output dari berbagai sektor ekonomi (Chitiga & Mabugu 2008). Sementara itu, Bautista dan Thomas (1999) menunjukkan bahwa Reforma Agraria memberikan dampak bagi perekonomian berupa penurunan ekonomi secara agregat, penurunan ekspor dan impor, penurunan tingkat kemiskinan yang disertai dengan peningkatan pemerataan pendapatan. Hasil-hasil penelitian sebelumnya secara konsisten menunjukkan bahwa kebijakan reforma agraria mampu memperbaiki kondisi kemiskinan dan masalah distribusi pendapatan. Pada dasarnya, reforma agraria mencoba untuk mengalihkan kepemilikan lahan dari kelompok rumah yang memiliki lahan diatas batas maksimal yang ditetapkan undang-undang (dalam hal ini kelompok masyarakat tersebut masuk ke dalam kelompok masyarakat kaya) kepada para buruh tani dan petani dengan kepemilikan lahan kecil(yang menjadi kelompok terbesar penyumbang kemiskinan di Indonesia). Dengan adanya redistribusi kepemilikan lahan kepada para buruh tani dan petani dengan kepemilikan lahan kecil, maka kedua kelompok masyarakat ini akan memperoleh pendapatan tambahan dari sewa lahan yang sebelumnya dinikmati oleh kelompok masyarakat kaya. Secara tidak langsung, redistribusi kepemilikan lahan mengakibatkan redistribusi pendapatan dari kelompok masyarakat kaya kepada kelompok

8 masyarakat miskin, dalam artian, kelompok masyarakat kaya akan kehilangan sebagian pendapatan yang berasal dari sewa kepemilikan lahan yang kemudian dialihkan kepada kelompok masyarakat buruh tani dan petani dengan kepemilikan lahan kecil. Pada akhirnya, kenaikan pendapatan yang terjadi pada kelompok buruh tani dan petani dengan kepemilikan lahan kecilakan mendorong kedua kelompok masyarakat ini keluar dari belenggu kemiskinan. Dampak kebijkaan redistribusi lahan terhadap perekonomian secara makro dan sektoral memiliki hasil yang berbeda-beda antara satu penelitian dengan yang lainnya. Perubahan pendapatan masyarakat yang terjadi akibat redistribusi lahanakan merubah komposisi barang dan jasa yang dikonsumsi. Barang-barang yang banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat yang mengalami kenaikan pendapatan akan mengalami kenaikan permintaan, sedangkan barang-barang yang banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan akan mengalami kondisi penurunan permintaan. Perubahan pola konsumsi dan komposisi permintaan ini selanjutnya akan mengakibatkan perubahan pada komposisi produksi dari setiap sektor yang ada dalam perekonomian. Jika total kenaikan dari sektor-sektor yang mengalami kenaikan output lebih besar dibandingkan dengan penurunan dari semua sektor-sektor yang mengalami penurunan output maka secara agregat output nasional (produk domestik bruto/pdb) akan mengalami peningkatan, dan sebaliknya jika total penurunan dari semua sektor yang mengalami penurunan lebih besar dibandingkan peningkatan output dari sektor yang lain maka output nasional akan mengalami penurunan. Sampai sejauh ini, pelaksanaan proses reforma agraria di Indonesia telah mengalami pasang surut. Mandegnya proses reforma agraria di Indonesia selama ini tidak terlepas dari dinamika politik, masalah legalitas tanah, tumpang tindih peraturan mengenai pertanahan, ketersediaan data base kepemilikikan tanah yang terbatas, serta berbagai masalah lain yang menjadi penghambat bagi terlaksananya proses reforma agraria (Wiradi 2009). Terlepas dari semua permasalahan yang ada, penelitian ini mencoba untuk melakukan sebuah simulasi kebijakan reforma agraria berupa penerapan redistribusi lahan serta mengalisis dampak dari

9 kebijakan tersebut bagi perekonomian Indonesia. Sebuah pertanyaan besar yang menjadi pemicu penulis untuk melakukan penelitian ini adalah : Siapakah yang akan menikmati dampak dari kebijakan redistribusi lahan dan seberapa besar nilai korbanan yang akan terjadi jika redistribusi lahan dilaksanakan? Namun demikian, penelitian ini hanya menjawab sebagian kecil dari pertanyaan tersebut terkait dengan keterbatasan data dan penyederhanaan-penyederhanan asumsi yang ditetapkan dalam model analisis. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian ini memiliki tujuan : 1. Menganalisis dampak pelaksanaan redistribusi lahan terhadap perekonomian secara sektoral di Indonesia. 2. Menganalisis dampak pelaksanaan redistribusi lahan terhadap makro ekonomidi Indonesia 3. Menganalisis dampak pelaksanaan redistribusi lahan terhadap distribusi pendapatan di Indonesia. 4. Menganalisis dampak pelaksanaan redistribusi lahan terhadap kemiskinan di Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan tujuan dari penelitian ini, maka diharapkan output dan bahasan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat memberikan suatu khasanah baru terkait dampak diterapkannya kebijakan redistribusi lahan di Indonesia. Adapun informasi akhir yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Gambaran dampak perubahan perekonomian secara makro dan sektoral, jika pemerintah menerapkan kebijakan redistribusi lahan. 2. Gambaran dampak perubahan tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan jika kebijakan redistribusi lahan diterapkan.

10 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Bagi bangsa Indonesia, reforma agraria bukan kebijakan baru. Kebijakan reforma agraria di Indonesia pertama kali dicetuskan bersamaan dengan kebijakan serupa di Taiwan. Namun ketika Taiwan terus melesat dengan industrialisasinya, reforma agraria di Indonesia malah mandeg, sebab kebijakan reforma agraria ini mengalami banyak rintangan di tengah jalan. Reforma agraria bukanlah program yang ringan untuk dilaksanakan. Cakupan dan dampak dari program ini berdimensi sangat luas bagi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karenanya gerakan ini menuntut keterlibatan penuh seluruh komponen bangsa. Selain itu pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa gerakan reforma agraria ini juga harus dilaksanakan dengan sepenuh hati, pikiran, dan sumberdaya, sehingga reforma agraria mampu memberikan ruang gerak agar terjadi dinamika sosial yang positif bagi masyarakat. Seiring dengan kompleksitas dan luasnya cakupan mengenai gerakan reforma agararia, maka penelitian ini hanya membatasi bahasannya mengenai analisis dampak yang dapat ditimbulkan oleh kebijakan redistribusi lahan, dilihat dari sisi ekonomi, tingkat kemiskinan serta distribusi pendapatan yang terjadi. Dalam penelitian ini, penulis mengabaikan hal-hal yang terkait teknis serta berbagai benturan kebijakan serta kepentingan yang menjadi penghambat dan permasalahan bagi terlaksananya reforma agraria. Analisis yang dilakukan juga tidak memperhitungkan kemungkinan terjadinya instabilitas politik dan keamanan yang dapat ditimbulkan dari pelaksanaan kebijkan redistribusi lahan.