1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dewasa ini sering kali dikaitkan dengan keberadaan energi. Energi merupakan salah satu input penting dalam proses produksi. Ketersediaan energi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi isu yang sangat penting untuk dibahas dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebutuhan akan energi sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro. Aktivitas ekonomi dengan dukungan input yang baik tentunya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik jika dibandingkan dengan aktivitas ekonomi yang tidak didukung dengan input yang baik. Jadi keberadaan energi sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi para pelaku ekonomi. Konsumsi terhadap energi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Konsumsi dunia terhadap energi total mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2000, konsumsi energi dunia tercatat sejumlah 9.382,4 ribu TOE (Tones of Oil Equivalent) dan terus meningkat dalam sebelas tahun terakhir sampai menembus jumlah 12.002,4 ribu TOE akhir tahun 2010. Nilai ini diperkirakan akan terus meningkat dengan munculnya negara-negara industri baru seperti China dan India. Peningkatan konsumsi terhadap energi juga terjadi di Indonesia. Pada periode yang sama, konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari 98,4 ribu TOE ke 140 ribu TOE. Hal ini dapat menjadi salah satu indikator bahwa Indonesia saat ini sangat tergantung dengan ketersediaan energi. Aktivitas sehari-hari tidak dapat lepas dari penggunaan energi. Penggunaan energi juga diprediksi akan terus meningkat seiring dengan rencana pemerintah untuk
2 meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah agar mampu menjaga ketersediaan energi yang cukup untuk menopang rencana mereka. (British Petroleum (BP) Statistical Review of World Energy Market 2010). Kebutuhan energi dunia saat ini sangat banyak disokong oleh minyak mentah atau minyak bumi (oil). Menurut data dari BP Statistical Review of World Energy 2010, dari total konsumsi energi dunia hampir 34 persen pemenuhannya berasal dari oil. Sementara sisanya, dipenuhi dari gas alam, batu bara dan nuklir. Sementara di Indonesia, kebutuhan akan energi disokong oleh minyak mentah sampai 42,5 persen. Hal ini menunjukkan betapa besarnya kebutuhan energi kita terhadap minyak mentah. Produksi minyak mentah Indonesia menunjukkan nilai yang semakin menurun setiap tahunnya. Data dari BP Statistical Review of World Energy Market 2010, produksi minyak mentah Indonesia pada tahun 1996 sebesar 1.580 ribu barel per hari terus mengalami penurunan menjadi 1.456 ribu pada tahun 2000, 1.090 ribu tahun 2005, dan terus menurun hingga 990 ribu pada tahun 2009. Penurunan produksi Indonesia ini menyebabkan Indonesia harus keluar dari anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) pada tahun 2009. Keanggotaan Indonesia dicabut karena sudah tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan dalam negerinya sendiri. Penurunan produksi dari tahun ke tahun yang dialami oleh Indonesia diikuti oleh peningkatan konsumsi minyak mentah. Konsumsi Indonesia sebesar 939 ribu barel per hari pada tahun 1996 terus mengalami peningkatan sampai tahun 2009 dengan konsumsi sebesar 1.289 ribu barel per hari. Peningkatan ini
3 diprediksi akan terus terjadi karena beberapa faktor antara lain karena terus meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (BP Statistical Review of World Energy Market 2010). Berdasarkan data dari U.S. EIA (United States Energy Information and Administration) produksi Indonesia mengalami penurunan sejak 1997. Dan pada tahun 2003 Indonesia telah menjadi negara net-importir minyak dan pada tahun 2009 Indonesia harus melepaskan statusnya sebagai anggota OPEC karena tidak akan memiliki visi yang sama dengan OPEC dengan statusnya sebagai netimportir minyak. Puncaknya, pada tahun 2003, produksi Indonesia bahkan tidak mampu mencukupi kebutuhan energi masrakat Indonesia. Hal ini menjadi fenomena yang menarik untuk dilihat bagaimana produksi dan konsumsi minyak energi ini akan mempengaruhi kegiatan perdagangan internasional yang dilakukan oleh Indonesia. Minyak mentah merupakan salah satu komoditas yang diekspor dan sekaligus diimpor oleh Indonesia. Ini menunjukkan bahwa harga minyak mentah dunia akan mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran perdagangan Indonesia. Booming harga minyak yang terjadi pada tahun 2005 dan 2008 mendorong peningkatan inflasi Indonesia. Tercatat inflasi Indonesia mencapai 11 persen dan 9,8 persen (SEKI-BI). Angka ini menunjukkan angka tertinggi semenjak krisis tahun 1998. Peningkatan tingkat harga ini tentu tidak diinginkan pemerintah. Pemerintah tentunya menginginkan nilai inflasi yang stabil agar perekonomian dapat dijaga. Keadaan makroekonomi yang stabil sangat penting dilakukan untuk membantu para pelaku ekonomi dalam maupun luar negeri dapat berkerja dengan
4 baik. Oleh karena itu, keadaan makroekonomi perlu dijaga pada keadaan yang baik. Pemerintah memiliki tanggung jawab atas berjalannya perekonomian. Makroekonomi bisa menjadi indikator kesejahteraan suatu negara. Makroekonomi yang baik akan menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di negara tersebut juga baik dan sebaliknya. Keadaan makroekonomi yang terjaga dalam keadaan baik menunjukkan bahwa kegiatan perekonomian yang terjadi di negara tersebut berjalan dengan baik sehingga kesejahteraan dapat tercapai. Oleh karena itu, pemerintah harus mampu mengeluarkan kebijakan yang bisa menjaga stabilnya ekonomi. Harga minyak mentah dunia, beberapa periode terakhir, mengalami pergerakan yang cukup fluktuatif. Minyak mentah jenis West Texas Intermediete (WTI) maupun brent kecenderungan peningkatan setiap bulannya. Data dari U.S. Energy Information Administration menunjukkan harga West Texas Intermediete sebesar 46,84 US Dollar per barel pada Januari 2000 dan 44,51 US Dollar untuk jenis brent pada waktu yang sama. Dalam kurun waktu sepuluh tahun harganya melambung mencapai 74,47 US Dollar untuk jenis WTI dan 74,46 US Dollar untuk jenis brent pada akhir Desember 2009. Dalam selang waktu sepuluh tahun tersebut harga minyak, baik jenis WTI maupun brent, mengalami perubahan harga yang sangat fluktuatif seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.1. Harga minyak mentah dunia, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.1, mencapai harga tertingginya pada tahun 2008 dengan kisaran harga mencapai 130 US Dollar per barel. Ini merupakan kenaikan harga minyak dunia tertinggi dalam sejarah. Keadaan ini mebuat perekonomian berada pada ambang ketidakpastian. Indonesia
5 bahkan meningkatkan harga minyak domestiknya untuk mengurangi beban negara akibat dari kenaikan harga minyak ini. US Dollar per Barel 160 140 120 100 80 60 40 20 brent WTI 0 Jan-2000 Sep-2000 May-2001 Jan-2002 Sep-2002 May-2003 Jan-2004 Sep-2004 May-2005 Jan-2006 Sep-2006 May-2007 Jan-2008 Sep-2008 May-2009 Sumber : U.S. Energy Information Administration 2010 (diolah) Gambar 1.1. Harga Minyak Mentah Dunia Jenis WTI dan Brent Kenaikan harga minyak dunia dapat terjadi karena beberapa hal. Ketegangan yang terjadi di Timur Tengah membuat pasokan minyak dunia yang berasal dari sana menjadi terhambat. Kekurangan suplai ini menyebabkan kenaikan harga minyak mentah dunia. Dari sisi permintaan, permintaan akan minyak mintah dunia meningkat seiring dengan munculnya negara industri baru seperti India dan China. OPEC juga berusaha untuk mengimbangi kenaikan harga minyak dunia dengan menjamin suplai tetap ada. Kedua hal ini membuat harga minyak duniia menjadi fluktuatif. Pergerakan harga minyak dunia ini menjadi perhatian yang penting bagi publik. Hal ini menjadi kekhawatiran sendiri bagi negara yang selama ini menjadi konsumen utama minyak mentah dunia. Peningkatan harga minyak mentah dunia yang berkelanjutan dikhawatirkan dapat merugikan perekonomian dunia dan memiliki konsekuensi politik dan ekonomi (Abu, 2010).
6 Selain pada tahun 2008, sebenarnya harga minyak pernah mengalami peningkatan besar (booming) pada periode tahun 1970-an sampai awal 1980-an. Saat itu Indonesia masih merupakan salah satu pemasok minyak dunia. Beberapa keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia saat itu adalah meningkatnya nilai ekspor Indonesia dari US$ 1 Miliar pada 1973 menjadi US$ 23,36 Miliar pada tahun 1981. Ekonomi juga mengalami pertumbuhan yang cukup besar mencapai 9,9 persen selama periode tersebut (Mubyarto, 1988). Pertumbuhan ekonomi pada masa itu merupakan pertumbuhan ekonomi terbesar yang pernah dicapai oleh Indonesia. Keuntungan ekonomi yang diperoleh Indonesia ternyata membawa beberapa dampak buruk seperti tingginya tingkat inflasi. Laju inflasi Indonesia lebih tinggi dari inflasi dunia. Indonesia juga mengalami gejala the Dutch Disease yang ditandai dengan tingkat inflasi yang tinggi tadi. Selain itu, masyarakat Indonesia menjadi malas dan boros dalam kehidupannya sehari-hari. Meskipun terjadi peningkatan ekspor, nilai impor Indonesia juga meningkat relatif lebih tinggi dari nilai ekspornya. Secara historis Indonesia pernah sangat bergantung pada perdagangan minyak mentah dalam membangun perekonomiannya. Pertumbuhan ekonomi yang besar akibat dari adanya pengaruh harga minyak mentah dunia tentunya cukup menunjukkan bahwa harga minyak mentah dunia memiliki pengaruh yang signifikan pada perekonomian Indonesia pada masa lalu. Hal yang menarik untuk melihat apakah hal yang sama akan terjadi pada keadaan Indonesia saat ini. Selain harga minyak, ternyata volatilitas harga juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian Gozali (2011) menunjukkan adanya pengaruh volatilitas terhadap kinerja makroekonomi
7 Indonesia. Hal ini dapat menjadi variabel tambahan dalam menentukan pengaruh harga minyak dunia terhadap kinerja makro ekonomi Indonesia. Minyak mentah dunia merupakan komoditas yang juga diperdagangkan di pasar berjangka. Keadaan ini menyebabkan harga minyak dunia tidak jauh berbeda dengan saham. Peningkatan volatilitas atau ketidakpastian akan meningkatkan tingkat spekulasi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi. Ketidakpastian harga minyak akan mengakibatkan para pelaku ekonomi semakin ragu untuk melakukan kegiatan ekonomi sehingga kegiatan perekonomian dapat terhambat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis mencoba untuk meneliti pengaruh harga minyak dunia terhadap kinerja makroekonomi Indonesia dengan judul Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Makroekonomi Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Booming harga minyak yang terjadi pada tahun 2005 dan 2008 membawa dampak buruk terhadap tingkat harga secara umum di Indonesia. Inflasi Indonesia tercatat mencapai 11 persen dan 9,8 persen. Pada tahun tersebut nilai minyak mengalami lonjakan masing-masing 10 US Dollar per barel dan 30 US Dollar per barel. Nilai inflasi yang tercatat tersebut merupakan peningkatan inflasi terbesar yang terjadi di Indonesia sejak krisis tahun 1998. Minyak mentah dunia memiliki peran yang sangat vital dalam proses produksi barang-barang Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan produksi Indonesia secara kesuluruhan menurun. Hal ini dapat
8 mendorong Indonesia pada keadaan stagflasi yang tidak diinginkan dalam perekonomian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh harga minyak dunia terhadap negara yang merupakan net-eksportir minyak dan netimportir minyak. Negara yang mengekspor minyak tentunya mendapat razeki yang besar dengan peningkatan harga minyak dunia karena pendapatan dari penjualan minyaknya akan meningkat. Sementara, negara pengimpor minyak tentunya harus merana karena uang yang mereka keluarkan untuk membeli minyak akan meningkat. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang mengalami perubahan status tersebut. Sehingga menjadi menarik melihat apakah ada perbedaan pengaruh akan perubahan status tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah: 1. Variabel makroekonomi apa saja yang dipengaruhi oleh adanya pergerakan harga dan volatilitas harga minyak dunia? 2. Bagaimanakah pengaruh shock yang berasal dari harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel makro ekonomi? 3. Bagaimana kontribusi dari variabel harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel makro ekonomi? 4. Apa saja implikasi kebijakan atas dinamika harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap makroekonomi Indonesia?
9 1.3 Tujuan Penelitian Melihat masalah yang dirumuskan di atas maka tujuan penelitian yang akan dicapai adalah: 1. Menganalisis variabel makro ekonomi apa saja yang dipengaruhi oleh adanya pergerakan harga dan volatilitas harga minyak dunia. 2. Menganalisis pengaruh shock yang berasal dari harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel makro ekonomi. 3. Menganalisis kontribusi variabel harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel makro ekonomi. 4. Menganalisis apa saja implikasi kebijakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah atas dinamika harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap makroekonomi Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perekonomian Indonesia terutama perekonomian makro. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagi keilmuan makro, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu melihat bagaimana pengaruh harga minyak dunia terhadap perekonomian Indonesia. 2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi bahan tujukan atau pertimbangan dalam pengambilan keputusan tentang perminyakan di Indonesia.
10 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya memfokuskan pada minyak mentah tanpa memasukkan produk olahannya. Harga minyak mentah dunia yang akan digunakan di sini adalah harga minyak mentah jenis West Texas Intermediete yang merupakan acuan harga minyak mentah dunia. Penelitian ini tidak membedakan ketika terjadi kenaikan harga atau penurunan harga minyak dunia. Variabel makroekonomi yang akan dilihat pergerakannya akibat adanya perubahan harga minyak dunia dan volatilitasnya pada penelitian ini adalah Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto, GDP), inflasi, Real Exchange Rate, Suku Bunga Modal Kerja, private consumption, government consumption, investasi, ekspor, dan impor.