BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki hubungan darah. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V HASIL PENELITIAN

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang tidak pasti dari kematian adalah waktu datang dan proses menjelangnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. kelompok berdasarkan atribut khas seperti ras, kesukubangsaan, agama, atau

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini para peserta didik berlomba-lomba untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang membuat stres. Dalam hal ini stres adalah perasaan tidak

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lembaga terkecil namun memberikan pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Koping. Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan akan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dihimpun hanya berdasarkan stres dan strategi penanggulangan stres pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu, khususnya individu yang telah menyandang gelar Strata Satu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi

BAB V PEMBAHASAN. dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang. setalah subjek mengalami gangguan somatoform, subjek mengalami

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. dan seluruh keluarga. Karena tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

5. PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah disebut keluarga batih. Sebagai unit pergaulan terkecil yang hidup dalam masyarakat, keluarga mempunyai peranan tertentu. Peran keluarga dinilai sangat penting dalam perkembangan seorang remaja, karena keluarga merupakan sarana bagi remaja berinteraksi dan belajar untuk mengungkapkan emosi, melihat hubungan anak dengan orangtua, sikap orangtua terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar, penanaman nilai-nilai yang diberikan orangtua, serta melakukan problem solving terhadap tekanan-tekanan yang muncul dari lingkungan sekitar (Soerjono, 2004). Menurut Lestari (2012), keluarga bagi seorang remaja memiliki banyak fungsi, seperti mendidik dan mengarahkan remaja, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya. Keluarga menjalankan peranannya sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk karakter serta moral seorang remaja. Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan anak saja, namun sebuah keluarga 1

sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi seorang remaja. Berawal dari keluarga segala sesuatu dapat berkembang, yaitu meliputi kemampuan untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku yang menyimpang (Mudjijono, 1995). Menurut Widi (2013), pada kenyataannya tidak semua remaja beruntung dapat memiliki sebuah keluarga yang utuh. Hal ini terkait dengan fakta bahwa tidak ada kehidupan pernikahan yang bebas dari masalah. Dalam sebuah hubungan tidak jarang menimbulkan harapan-harapan yang tidak realistik baik di pihak suami ataupun istri. Hal ini tidak menutup kemungkinan perkawinan tersebut dapat mengalami kehancuran atau perceraian. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), pada tahun 2013 angka perceraian di Indonesia menduduki peringkat tertinggi di Asia Pasifik. Angka perceraian ini tidak kunjung menurun di tahun-tahun berikutnya. Kasus gugatan cerai di Indonesia tertinggi dengan presentase 30% berada di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur. Sedangkan kota dengan putusan cerai terbanyak dalam kurun waktu satu tahun adalah Indramayu, Jawa Barat dengan jumlah kasus mencapai 9.444 kasus perceraian. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), angka perceraian di Indonesia tergolong masih tinggi, karena tercatat 212.400 pasangan bercerai dengan jumlah tertinggi pihak perempuan yang menginginkan bercerai. Jumlah kasus 2

perceraian di wilayah Jawa Tengah di tahun 2015 sebanyak 66.548 kasus, sedangkan di Yogyakarta tercatat sebanyak 5.220 kasus perceraian. Perceraian dalam keluarga merupakan peralihan besar dan penyesuaian utama bagi anak. Anak akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena kehilangan satu orangtua. Reaksi anak terhadap perceraian orangtua akan berbeda ketika sebelum perceraian dan sesudah perceraian. Anak membutuhkan dukungan, dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialaminya selama masa sulit ini (Cole, 2005). Orangtua yang mengalami kesedihan mendalam karena perceraian akan berimbas pada anak juga, sehingga akan menimbulkan perasaan sedih, marah, penyangkalan, takut, rasa luka, rasa kehilangan, dan lainnya. Anak akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial. Perasaanperasaan tersebut dapat termanifestasi dalam bentuk perilaku seperti suka mengamuk, menjadi kasar, pendiam, suka melamun, tidak suka bergaul, sulit berkonsentrasi, dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi di sekolah cenderung menurun, serta seringkali mengkhayalkan orangtuanya akan bersatu kembali (Mu`tadin 2002). Perceraian orangtua dapat menimbulkan stres bagi anak. Stres merupakan kondisi ketika individu berada dalam situasi yang penuh tekanan atau ketika individu merasa tidak sanggup mengatasi tuntutan yang dihadapinya (Marks, Murray, Evans, dkk, 2002). Atkinson 3

(1993), stres terjadi ketika individu dihadapkan dengan peristiwa yang mereka anggap membahayakan ketentraman kondisi fisik dan psikologis mereka ketika menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan. Sedangkan menurut Larsen & Buss (2005) stres adalah perasaan lelah (kewalahan) akibat peristiwa-peristiwa yang tidak mampu dikendalikan dan stres juga merupakan respon fisik dan psikologis terhadap tuntuntan dan tekanan. Menurut Hurlock (1996), stres yang dialami oleh remaja yang orangtuanya bercerai itu dikarenakan orangtua tidak lagi memberikan rasa aman dan nyaman kepada anaknya. Selain itu, dengan kepergian salah satu orangtuanya ini akan membuat remaja semakin tidak diperhatikan oleh orangtua yang pergi tersebut. Selanjutnya, untuk hal yang paling parah adalah munculnya perasaan kehilangan pada remaja. Remaja juga merasa bahwa dirinyalah yang menyebabkan orangtuanya bercerai. Sehingga, hal-hal seperti inilah yang menjadikan remaja menjadi stres karena perceraian orangtuanya. Pada penelitian ini, peneliti terlebih dahulu telah melakukan penggalian masalah awal dengan remaja yang nantinya akan menjadi subjek. Penggalian masalah awal ini dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2017 bertempat di rumah kontrakan Alde Saputro pada pukul 09:00 WIB sampai pukul 11:37 WIB. Pada penggalian masalah awal ini, peneliti memastikan kepada subjek bahwa subjek benar-benar stres akibat perceraian yang terjadi pada orangtuanya dan sekaligus menyelidiki gambaran awal strategi koping stres berfokus emosi yang mungkin akan muncul. Subjek adalah seorang 4

remaja perempuan yang masih duduk di bangku kelas dua SMP. Subjek mengaku ditinggal bercerai orangtuanya sejak pertengahan bulan februari 2017. Subjek menjelaskan bahwa dirinya seringkali merasa sedih ketika mengingat perceraian orangtuanya. Pada saat membahas perceraian orangtuanya, nampak tiba-tiba matanya menatap ke bawah dan kepalanya menunduk kebawah. Subjek kemudian mengatakan bahwa semua yang terjadi merupakan takdir Tuhan yang harus dihadapinya. Berdasarkan penggalian data awal menunjukkan bahwa subjek mengalami stres dengan perceraian orangtuanya dan kemudian subjek juga melakukan strategi koping berfokus emosi dengan melakukan penerimaan terhadap perceraian orangtuanya, sehingga secara tidak langsung subjek memiliki kecenderungan menggunakan strategi koping stres yang fokus pada emosi (Emotional Focused Coping) yaitu lebih kepada aspek penerimaan (acceptance). Pada saat seseorang dihadapkan pada kondisi stres karena adanya suatu permasalahan, maka secara otomatis orang tersebut berusaha untuk dapat mengurangi atau menghilangkan perasaan stres yang dialaminya itu, dan hal itu juga yang dilakukan oleh remaja yang mengalami stres karena perceraian orangtuanya. Peristiwa tersebut dikenal sebagai istilah koping stres (Taylor, 2009). Seperti diungkapkan oleh Radley (1994) istilah koping stres dapat diartikan sebagai penyesuaian secara kognitif dan perilaku menuju keadaan yang lebih baik, mengurangi, dan bertoleransi dengan tuntutantuntutan yang ada yang mengakibatkan stres. Upaya remaja dalam hal mengurangi atau menghilangkan perasaan stres dilakukan dengan koping. 5

Lazarus (dalam Radley, 1994) beliau mengungkapkan bahwa setiap individu melakukan cara koping yang berbeda-beda dalam menghadapi situasi yang menekan dari lingkungan, mekanisme atau cara koping ini bisa meliputi kognitif (pola pikir) dan perilaku (tindakan). Coping stres terdiri dari dua strategi, yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Penelitian ini akan lebih membahas mengenai strategi koping yang berfokus pada emosi (Emotional Focused Coping). Emotional Focused Coping merupakan strategi untuk meredakan emosi individu yang ditimbulkan oleh stresor (sumber stres), tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang menjadi sumber stres secara langsung. Emotion focused coping memungkinkan individu melihat sisi kebaikan (hikmah) dari suatu kejadian, mengharap simpati dan pengertian orang lain, atau mencoba melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang telah menekan emosinya, namun hanya bersifat sementara (Folkman & Lazarus, 1985). Aspek-aspek emotional focused coping menurut Carver (1989), antara lain adalah menerima dukungan sosial secara emosional (Seeking Social Support for Emotional Reason), reinterpretasi positif dan pertumbuhan (positive reinterpretation and growth), penerimaan (acceptance), penyangkalan (denial), serta kembali kepada ajaran agama (turning to religion). Harapannya, walaupun subjek hanya diasuh oleh orangtua yang single parent, subjek tetap memiliki koping stres yang bagus. Namun, pada kenyataannya tidak semua remaja yang orangtuanya bercerai mampu untuk memiliki koping 6

stres yang baik dan malah justru sebaliknya. Mereka terjerumus ke hal-hal yang negatif, sehingga dapat merugikan diri mereka sendiri. Berdasarkan hasil penelitian dari Lailatul Mubarokah tentang gambaran strategi koping stres pada remaja dengan orangtua yang bercerai di SMA Muhamadiyah 3 Yogyakarta tahun 2010, dapat disimpulkan bahwa keadaan yang menimbulkan ketegangan yang dialami remaja dengan orangtua yang bercerai pada dasarnya bersumber pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal individu berupa frustasi karena harapan untuk memiliki orangtua yang utuh tidak terwujud, sehingga arti penting peran orangtua bagi kehidupan subjek yang dapat memicu stres. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang juga ikut berkontribusi besar terhadap remaja dengan orangtua yang bercerai. Subjek dalam penelitian ini menggunakan strategi koping yang berfokus pada emosi, terbukti dengan subjek memberikan penilaian positif (positive reappraisal) terhadap masalah yang terjadi, setelah tidak ada koping aktif yang bias mereka lakukan lagi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian yang berjudul Gambaran Strategi Koping Stres Berfokus pada Emosi (Emotional Focused Coping) Remaja dengan Orangtua yang Bercerai. Sehingga diharapkan mampu untuk mengeksplorasi bagaimana strategi koping stres berfokus pada emosi yang dilakukan oleh remaja yang orangtuanya bercerai tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai strategi koping stres berfokus emosi yang 7

dilakukan remaja, sehingga diharapkan mereka dapat tetap survive pasca perceraian orangtuanya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu tentang bagaimana gambaran strategi koping stres berfokus emosi pada remaja dengan orangtuanya bercerai. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran strategi koping stress berfokus emosi pada remaja dengan orangtua bercerai. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya ataupun para pembaca mengenai gambaran strategi koping stres yang berfokus pada emosi remaja dengan orangtua yang bercerai, sehingga bisa menjadi tambahan literature bagi perkembangan ilmu psikologi. 8

2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi awal dan bahan pertimbangan untuk melakukan intervensi terhadap strategi koping stres berfokus emosi pada remaja korban perceraian orangtua. 9