KAJIAN DINAMIKA STOK IKAN MATA BESAR

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

STUDI DINAMIKA STOK IKAN BIJI NANGKA

3. METODE PENELITIAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes

3.3 Pengumpulan Data Primer

3. METODE PENELITIAN

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

3. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

3. METODOLOGI PENELITIAN

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

KAJIAN STOK IKAN SWANGGI Priacanthus tayenus (Richardson, 1846) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, PANDEGLANG BANTEN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL

3 METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT

3. METODE PENELITIAN

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Peperek Klasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas

C E =... 8 FPI =... 9 P

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang

Transkripsi:

KAJIAN DINAMIKA STOK IKAN MATA BESAR (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) DI PERAIRAN UTARA JAWA TIMUR YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR OCTAVIANIES SUKAMTO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur adalah benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2010 Octavianies Sukamto C24060809

RINGKASAN Octavianies Sukamto. C24060809. Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh Mennofatria Boer dan Zairion. Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) merupakan sumber daya perikanan ekonomis yang dominan didaratkan di PPN Brondong. Data statistik perikanan DKP tahun 2009, menunjukkan bahwa upaya penangkapan ikan mata besar terus meningkat yang dikhawatirkan dapat mengancam kelestariannya. Oleh karena itu diperlukan upaya pengelolaan. Untuk melakukan upaya pengelolaan perikanan diperlukan informasi yang mendukung, salah satunya adalah kajian dinamika stok ikan mata besar. Tujuan dari penelitian ini adalah menduga pertumbuhan, laju mortalitas dan ekploitasi, upaya optimum dan tangkapan maksimum lestari, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, serta menentukan alternatif pengelolaan. Penelitian ini dilaksanakan di PPN Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Pengambilan contoh dilaksanakan 7 Februari sampai 27 Maret 2010. Bahan yang digunakan adalah ikan mata besar (1 050 ekor), data statistik serta kuisioner wawancara. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan digital dengan ketelitian 0.1 gram, meteran dengan ketelitian 1 milimeter, kamera digital, dan alat tulis. Data panjang bobot dianalisis dengan regresi linier sederhana untuk mengetahui pola pertumbuhannya, metode NORMSEP digunakan untuk menganalisis kelompok ukuran panjang ikan, laju mortalitas dan laju eksploitasi dianalisis menggunakan kurva tangkapan yang dilinierkan. Sedangkan analisis hasil tangkapan menggunakan data sekunder dari PPN Brondong menggunakan metode produksi surplus dengan pendekatan Schaefer dan Fox. Ikan mata besar memiliki hubungan panjang bobot W = 0.0001L 2.26 dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebasar 89.30% dengan nilai b berkisar 1.77 hingga 2.49 (b<3) yang menunjukkan bahwa ikan mata besar memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot). Panjang infinitif (L ) sebesar 330.75 mm dengan koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.19 dan umur ikan pada saat panjangnya 0 mm (t 0 ) adalah 0.36 tahun. Laju mortalitas total (Z) yang mencapai 0.77 per tahun dan mortalitas alami (M) mencapai 0.25 per tahun serta mortalitas penangkapan (F) mencapai 0.52 per tahun, sehingga diperoleh laju eksploitasi mencapai 68%. Hal tersebut berarti jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati baik karena faktor alam maupun faktor penangkapan sebesar 68%. Model produksi surplus ikan mata besar selama tahun 2004 sampai 2009 mengacu pada model Fox karena koefisien determinasi model Fox lebih besar dibandingkan dengan model Schaefer. Berdasarkan model Fox, upaya penangkapan optimum (f MSY ) sebesar 1 055 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar 7 638.48 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 5 499.70 ton per tahun. Hasil tangkapan maksimum (MSY) yang diperoleh menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong pada tahun 2007 dan 2009 telah melebihi potensi lestarinya (MSY). Alternatif pengelolaan yang disarankan agar sumberdaya ikan mata besar tetap optimal dan lestari antara lain dengan melakukan pengontrolan upaya tangkap dan penangkapan di wilayah fishing ground yang lain.

Ikan mata besar memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bobot dikarenakan tekanan eksploitasi yang tinggi. Mortalitasnya didominasi oleh mortalitas penangkapan dengan laju eksploitasi sebesar 68% artinya telah mengalami lebih tangkap (over eksploitasi). Model ikan mata besar mengikuti model Fox dengan jumlah tangkapan maksimum lestari sebesar 7 638.48 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 5 499.70 ton per tahun. Dalam upaya pengelolaan ikan mata besar juga diperlukan kajian lain mengenai reproduksi, bioekonomi, dan dinamika stok ikan mata besar pada musim yang berbeda. Kata kunci: Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846), PPN Brondong, pertumbuhan, FiSAT, mortalitas dan laju eksploitasi, model produksi surplus

KAJIAN DINAMIKA STOK IKAN MATA BESAR (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) DI PERAIRAN UTARA JAWA TIMUR YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR OCTAVIANIES SUKAMTO C24060809 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PENGESAHAN SKRIPSI Judul Nama NIM Program Studi : Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur : Octavianies Sukamto : C24060809 : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA NIP. 19570928 198103 1 006 Ir. Zairion, M.Sc NIP. 19640703 199103 1 003 Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc NIP. 19660728 199103 1 002 Tanggal Lulus : 28 Juni 2010

PRAKATA Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Februari hingga Maret 2010, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dangan baik. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak. Bogor, Juli 2010 Penulis vii

UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Zairion, M.Sc, masing masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan hingga penyelesaian skripsi. 2. Yonvitner, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus Samosir, M.Phil selaku wakil komisi pendidikan program S1, atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan. 3. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan. 4. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widaryanti atas arahan dan kesabarannya. 5. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong atas bantuan dan izin sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian. 6. Keluarga tercinta terutama papa, mama, dan adikku (Dwieyoga Andrey Sukamto) atas do a, kasih sayang, dukugan serta motivasinya. 7. Dompet Dhuafa Republika melalui Beastudi Etos atas beasiswa selama kuliah dan pembinaan. Korwil, pendamping dan saudara saudara seperjuangan terutama Etoser 06 atas pelajaran hidup, dan motivasi yang luar biasa. 8. Aditya atas do a, motivasi, dukungan dan perhatiannya. 9. Keluarga Besar KSR PMI Unit 1 IPB atas semangat, dukungan, kebersamaan, dan pengalaman yang berharga terutama KSR XIII XIX (Ratna, Ima, Rahma, mba Ayu, mba Ium, Yuda, Roky, Widi, Uun, and others). 10. Nira selaku patner penelitian atas semua bantuan dan dukungannya. Temanteman seperjuangan di MSP 43 terutama GZB ers (Intan, Nira, Siti, Ria, Yani, Yesti) atas motivasi, pengertian, dan semua kebersamaan kita. Rekan rekan stok (Dinda, Friska, Genny, Adisti, Sasha) atas bantuan, saran, dan dukungan. Rekan rekan FKM C serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. viii

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan, pada tanggal 8 Oktober 1988 dari Pasangan Bapak Gathot Sukamto dan Ibu Pani. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Mungli, Kalitengah Lamongan (2000), SLTPN 1 Kalitengah, Lamongan (2003), dan SMAN 1 Lamongan (2006). Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis mendapat kesempatan menjadi penerima Beastudi Etos (2006/2009). Penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan Korps Sukarela PMI Unit 1 IPB (2006/2010) sebagai Komandan XVI dan Sekretaris Divisi Human Resource Departement (HRD) Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (2007/2009) serta sebagai Sekretaris Jenderal Forum KSR PMI Perguruan Tinggi se Indonesia (2009/2011). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Kajian Dinamika Stok Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Utara Jawa Timur yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. ix

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x Halaman 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 2 1.3. Tujuan... 3 1.4. Manfaat... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA... 4 2.1. Ikan Mata Besar... 4 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi... 4 2.1.2. Sebaran dan musim penangkapan... 5 2.2. Alat Tangkap Ikan Mata Besar... 6 2.3. Pertumbuhan... 8 2.3.1. Hubungan panjang bobot... 8 2.3.2. Sebaran frekuensi panjang... 8 2.3.3. Parameter pertumbuhan... 9 2.4. Mortalitas dan Laju Eksploitasi... 9 2.5. Pengkajian Stok Ikan... 10 2.6. Model Produksi Surplus... 10 2.7. Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan... 11 2.8. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan... 11 3. METODE PENELITIAN... 13 3.1. Lokasi dan Waktu... 13 3.2. Bahan dan Alat... 13 3.3. Pengumpulan Data... 14 3.4. Analisis Data... 15 3.4.1. Pertumbuhan... 15 3.4.1.1. Hubungan panjang bobot... 15 3.4.1.2. Sebaran frekuensi panjang... 16 3.4.1.3. Identifikasi kelompok ukuran... 17 3.4.1.4. Pendugaan L, K, dan t 0... 17 3.4.2. Mortalitas dan laju eksploitasi... 18 3.4.3. Model produksi surplus... 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 23 4.1. Hasil... 23 4.1.1. Kondisi umum perairan Utara Jawa Timur... 23 4.1.2. Kondisi perikanan ikan mata besar... 24 4.1.3. Pertumbuhan... 25 4.1.3.1. Hubungan panjang bobot... 25 4.1.3.2. Sebaran frekuensi panjang... 26 4.1.3.3. Parameter pertumbuhan... 27 xii xiii xiv

xi 4.1.2. Mortalitas dan laju eksploitasi... 30 4.1.3. Model produksi surplus ikan mata besar... 31 4.2. Pembahasan... 33 4.2.1. Pertumbuhan... 33 4.2.1.1. Hubungan panjang bobot... 33 4.2.1.2. Sebaran frekuensi panjang...... 34 4.2.1.3. Parameter pertumbuhan... 35 4.2.2. Mortalitas dan laju eksploitasi... 36 4.2.3. Model produksi surplus ikan mata besar... 36 4.2.4. Implikasi pengelolaan ikan mata besar... 37 5. KESIMPULAN DAN SARAN... 39 5.1. Kesimpulan... 39 5.2. Saran... 39 DAFTAR PUSTAKA... 40 LAMPIRAN... 43 xi

DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil tangkapan ikan mata besar di PPN Brondong tahun 2004 sampai 2009... 2 2. Hubungan panjang bobot ikan mata besar pada setiap pengambilan contoh 25 3. Sebaran kelompok ukuran ikan mata besar... 28 4. Parameter pertumbuhan berdasarkan L, K, dan t 0 ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur (Februari Maret 2010)... 29 5. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan mata besar... 30 6. Analisis hasil tangkapan ikan mata besar... 31 7. Analisis parameter pertumbuhan dari beberapa penelitian... 35 xii

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846)... 5 2. Peta sebaran ikan mata besar (Priacanthus tayenus)... 6 3. Alat tangkap dogol... 7 4. Peta lokasi penangkapan ikan mata besar... 13 5. Skema pengambilan contoh ikan mata besar... 14 6. Komposisi hasil tangkapan dogol yang didaratkan di PPN Brondong... 25 7. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus)... 26 8. Kelompok ukuran panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus)... 27 9. Kurva pertumbuhan ikan mata besar (Priacanthus tayenus)... 29 10. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang... 30 11. Grafik hubungan effort dan CPUE dengan pendekatan Schaefer... 32 12. Hubungan hasil tangkapan (effort) dan hasil tangkapan... 32 13. Grafik hubungan effort dan CPUE dengan pendekatan Fox... 33 14. Hubungan panjang bobot ikan mata besar... 34 xiii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Bahan dan alat yang digunakan... 44 2. Pengukuran panjang dan bobot basah ikan... 45 3. Contoh kuesioneryang telah diisi... 46 4. Data panjang dan bobot ikan contoh... 47 5. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh I... 55 6. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh II... 56 7. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh III... 57 8. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh IV... 58 9. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh V... 59 10. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh VI... 60 11. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh VII... 61 12. Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh I 62 13. Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh II 64 14. Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh III 66 15. Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh IV 68 16. Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh V 70 17. Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh VI 72 18. Sebaran frekuensi panjang dianalisis menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh VII 74 19. Hasil pemisahan kelompok ukuran panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus) yang didaratkan di PPN Brondong... 76 20. Pendugaan parameter pertumbuhan ikan mata besar (L, K, dan t 0 ) yang didaratkan di PPN Brondong... 77 xiv

xv 21. Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F) dan laju eksploitasi (E)... 78 22. Analisis hasil tangkap dengan model produksi surplus... 80 xv

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong merupakan salah satu pelabuhan perikanan di perairan utara Jawa Timur. PPN Brondong terletak di Kelurahan Brondong, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur (JICA 2009). Daerah tangkapan nelayan PPN Brondong berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan 712 (WPP 712) yaitu Laut Jawa dan sekitarnya meliputi perairan Pulau Masalemboo, Pulau Matasiri, Pulau Bawean, dan Pulau Kramean. Wilayah tersebut sangat potensial dengan beragam jenis ikan baik pelagis maupun demersal. Laut Jawa merupakan bagian wilayah perairan Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya cukup besar dan telah dieksploitasi secara intensif (Atmaja et al. 2003 in Perdana 2007). Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) merupakan ikan demersal dan sumber daya perikanan ekonomis yang didaratkan di PPN Brondong serta termasuk salah satu hasil tangkapan yang dominan. Ikan ini hidup pada kedalaman 20 200 m dan memiliki ukuran maksimum 30 cm. Pada umumnya ikan mata besar ditangkap menggunakan alat tangkap dogol. Ikan ini tergolong ikan nokturnal (aktif ketika malam hari) dengan makanan berupa udang kecil, zooplankton dan larva ikan. Selain itu, ikan mata besar memiliki protein myofibril dalam jumlah yang besar (Subagio 2004). Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai sumber daya di PPN Brondong antara lain Studi pemanfaatan sumberdaya ikan dan analisa pendapatan nelayan Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur (Setiawan 2005) dan Studi tentang komposisi hasil tangkapan dan beberapa aspek biologi ikan layur (Trichiurus lepturus) yang tertangkap alat tangkap cantrang di PPN Brondong, Lamongan, Jawa Timur oleh (Perdana 2007). Selain itu, penelitian mengenai ikan mata besar yang telah dilakukan adalah Karakteristik protein miofibril ikan kuniran (Upeneus moluccensis) dan ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) (Subagio et al. 2004). Secara umum belum ada kajian mengenai sumberdaya ikan mata besar di PPN Brondong. Data statistik perikanan DKP tahun 2009 menunjukkan, jumlah produksi penangkapan ikan mata besar terus meningkat. Mengingat ikan mata besar merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan dikhawatirkan apabila terus menerus dieksploitasi akan terjadi lebih tangkap (overfishing), maka diperlukan upaya

2 pengelolaan untuk pemanfaatan secara optimal dan lestari, sesuai mandat Undang Undang Perikanan Nomor 45 tahun 2009 bahwa pengelolaan perikanan dilakukan untuk tercapainya manfaat sumberdaya ikan yang optimal dan lestari. Untuk melakukan upaya pengelolaan perikanan diperlukan informasi yang mendukung karena itu diperlukan kajian mengenai sumberdaya, diantaranya adalah kajian dinamika stok sumberdaya ikan mata besar di PPN Brondong. 1.2. Rumusan Masalah Pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan terkendali merupakan tolok ukur dari pengoptimalan kegiatan perikanan tangkap. Berdasarkan data laporan tahunan DKP tahun 2009, upaya tangkapan (effort) relatif meningkat setiap tahunnya (Tabel 1). Tabel 1. Hasil tangkapan ikan mata besar di PPN Brondong tahun 2004 sampai 2009. Tahun Hasil Tangkapan (ton) Effort (unit) 2004 7 387 453 2005 5 870 830 2006 5 914 961 2007 7 867 969 2008 7 378 1 393 2009 9 014 1 386 Sumber: DKP (2009) Berdasarkan data tersebut diketahui upaya tangkapan ikan mata besar relatif meningkat setiap tahun. Hal itu menunjukkan naiknya tekanan eksploitasi ikan mata besar. Penangkapan ikan yang terus berkembang dikhawatirkan dapat menyebabkan berkurangnya sumberdaya terutama ikan mata besar. Apabila tidak dilakukan upaya pengelolaan untuk pemanfaatan secara optimal dan lestari dikhawatirkan ikan mata besar akan mengalami overfishing karena sumber daya perikanan kepemilikannya bersifat milik bersama (common property). Pengkajian dinamika stok ikan mata besar merupakan salah satu upaya untuk memberikan informasi dalam pengelolaan agar pemanfaatan sumberdaya dapat lestari. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini difokuskan pada kajian dinamika stok ikan mata besar dengan batasan daerah penangkapan yang berpangkalan di PPN Brondong. Pokok permasalahan dalam rangka pengelolaan perikanan ikan mata besar secara optimal dan lestari, antara lain:

3 1. Bagaimana dinamika stok ikan mata besar yang mencakup pertumbuhan dan mortalitas di perairan utara Jawa timur yang didaratkan di PPN Brondong? 2. Bagaimana tangkapan maksimum lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY) optimum dari kegiatan penangkapan sumber daya ikan mata besar? 3. Berapa jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau Total Allowable Catch (TAC) dari kegiatan penangkapan ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong? 1.3. Tujuan Penelitian mengenai dinamika stok ikan mata besar di PPN Brondong bertujuan untuk: 1. Menduga pola pertumbuhan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong 2. Menduga laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan mata besar 3. Menentukan upaya (effort) optimum dan tangkapan maksimum lestari atau MSY (Maxsimum Sustainable Yield) serta jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau Total Allowable Catch (TAC) dari kegiatan penangkapan ikan mata besar 4. Merumuskan alternatif pengelolaan sumber daya ikan mata besar 1.4. Manfaat Penelitian ini memberikan infomasi biologi yang dapat dimasukkan dalam merumuskan upaya pengelolaan perikanan agar pemanfaatannya dapat optimal dan lestari.

4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Mata Besar 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mata besar (Priacanthus tayenus) menurut Richardson (1846) in www.fishbase.org (2009) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Priacanthidae Genus : Priacanthus Spesies : Priacanthus tayenus (Richardson, 1846) Sinonim : Priacanthus holocentrum (Bleeker, 1849); Priacanthus schmittii (Bleeker, 1852); Priacanthus tayanus (Richardson, 1846) Nama Umum : Purple spotted bigeye Nama Lokal : swangi/ semerah padi (PPN Pemangkat), swangi (Pelabuhan Perikanan Banjarmasin), swangi (PPP Tegalsari), mata bulan (PPN Ambon), camaul (PPN Pelabuhan ratu), belong (PPN Pekalongan), capa (PPN Sibolga),swanggi (PPS Jakarta), swanggi/ golok sabrang (PPN Brondong), swanggi (PPN Prigi) (DKP 2009) Ikan mata besar merupakan ikan demersal yang banyak dikenal dengan nama ikan swanggi (Gambar 1). Ikan ini umumnya memiliki tubuh berwarna merah, sirip caudal berbentuk episerkal, dan bentuk badan pipih. Panjang rata rata sebesar 25 cm dan panjang maksimum sebesar 35 cm (Starnes 1988 in www.fishbase.org 2009). Famili Priacantidae memiliki mata besar, mulut lebar, rahang yang kokoh, terdapat sirip punggung yang terdiri dari 10 jari jari keras dan 10 15 jari jari lemah. Bentuk ikan tegak hingga membulat, juga terdapat membran yang menghubungkan jari jari sirip perut sebelah dalam ke tubuh. Selain itu, memiliki sisik stenoid dan biasanya

5 berwarna cerah. Secara garis besar ikan ini mudah dikenali karenaa mata yang besar (Nelson 1984 in Wangsadinata 2009). Sumber : Dokumentasi pribadi (2010) Gambar 1. Ikan mata besar (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) Menurut ICRF (2004), ikan ini merupakan jenis nokturnal atau aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi di gua gua karang. Namun kadang kadang kegiatan makan dilakukan sepanjang hari. Makanannya berupa udang kecil, zooplanktonn dan larva ikan. 2.1.2. Sebaran dan musim penangkapan Ikan mata besar merupakan ikan demersal yang hidup di perairan dangkal 20 m hingga mencapai kedalaman 200 m. Sebagian kecil ikan ini hidup di perairan dalam dan pada saat kecil hidup di daerah inshore. Ikan ini memiliki daerah penyebaran yang luas di perairan tropis dan kadang kadang ditemukan secara soliter ataupun dalam bentuk gerombolan yang besar (Kuiter 1992 in Wangsadinata 2009) ). Ikan ini tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia meliputi pantai barat pulau Sumatra, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Flores, perairan Sulawesi Tenggara, Selat Makasar, Laut Banda, Perairan Kabupaten Bangai, dan Poso. Selain itu, ikan mata besar juga tersebar di perairan Filipina, perairan Taiwan, Teluk Benggala, pantai utara Australia, samudra Atlantik bagian tengah, dan bagian timur perairan Afrika (www.fishbase.org). Peta sebaran ikan mata besar (Gambar 2).

6 Sumber : www.aquamaps.org (2010) Gambar 2. Peta sebaran ikan mata besar (Priacanthus tayenus) ( : Wilayah sebaran ikan mata besar) Ikan mata besar merupakan jenis ikan target tangkapan sehingga merupakan ikan ekonomis. Kegiatan penangkapanya dipengaruhi oleh cuaca. Namun demikian, musim penangkapan ikan ini tetap terjadi setiap hari sepanjang tahun. Musim penangkapan ikan mata besar terdiri dari musim puncak dan musim sedang. Musim puncak penangkapannya terjadi pada bulan Juli hingga Oktober sedangkan musim sedang terjadi antara bulan November hingga bulan Juni (DKP 2009). 2.2. Alat Tangkap Ikan Mata Besar Ikan mata besar hidup di dasar perairan dan ditangkap menggunakan alat tangkap berupa dogol. Jaring dogol atau cantrang atau lampara dasar (bottom seine) ditujukan untuk menangkap ikan demersal. Konstruksi umum jaring dogol adalah terdiri dari tiga bagian yaitu sepasang sayap (wing) di bagian depan, terbuat dari jaring nilon multifilament d 15 ukuran mata 5 6 inch, bagian tengah (body/ towing warp) di bagian tengah terbuat dari jaring nilon multifilament d 12 ukuran mata 1.5 5 inch dan kantong (cond end) terbuat dari jaring nilon multifilament d 12 ukuran mata jaring ¾ inch. Bagian pangkal depan (sayap) dibiarkan terbuka dan berfungsi sebagai mulut jaring. Sedangkan ujung dari bagian belakang (kantong) diikat sehingga saat dioperasikan ikan yang telah tertangkap tidak keluar kembali. Dalam

7 pengoperasiannya, jaring ini dilengkapi siwakan (otter board) yang berfungsi sebagai pembuka mulut (Widodo & Wododo 2003) (Gambar 3). Sumber: JICA (2009) Gambar 3. Alat tangkap dogol Jaring dogol dioperasikan dengan cara ditarik dengan perahu/ kapal bermotor sepanjang dasar perairan. Ikan yang telah masuk melalui mulut akan tertampung di bagian kantong seperti halnya jaring trawl. Jaring dogol dioperasikan dengan kapal bermotor ukuran antara 10 20 GT dengan tenaga penggerak antara 30 100 HP. Lama trip kapal jaring dogol ukuran kecil umumnya satu hari per trip. Armada jaring dogol dengan kapal besar umumnya 20 hari per trip. Kapal jaring dogol melakukan tebar jaring rata rata delapan kali per hari (Widodo & Wododo 2003). Alat tangkap dogol yang digunakan di PPN Brondong memiliki spesifikasi antara lain tali selambar (panjang 1200 m dan jenis tali dari bahan macron), dan jaring (bahan jaring kurang lebih sebanyak 26 peace, panjang 36 m, dan lebar 8). Jaring pada bagian kantong memiliki diameter benang 1.2 mm dan diameter mata jaring 1.25 inch, sedangkan jaring pada bagian sayap memiliki diameter benang 1.2 inch dan diameter mata jaring 20 cm. Pada saat jaring ini ditebar, posisi mulut kantongnya berada sampai dasar perairan maka ikan yang tertangkap adalah jenis ikan demersal antara lain Beloso, Kakap merah, Swanggi atau Mata besar, Lecam, Jaket, Cumi cumi, Kapas kapas, Kerong kerong, Kurisi, Layur, Lemadang, Pari kampret, Kuwe, Beronang lada, Remang,

8 Kerapu, Kuniran, Manyung, Peperek, Ayam ayaman, dan lain lain. Jenis kapal motor yang dipakai untuk operasional alat tangkap ini adalah kapal motor dengan ukuran 10 20 GT dengan kekuatan mesin 3 buah x 40 PK. Kekuatan daya dorong mesin ini cukup besar mengingat penggunaannya sebagai penarik serta penahan jaring pada waktu hauling jaring. Terdapat kapal motor sejumlah 353 di PPN Brondong yang aktif menggunakan alat tangkap dogol (DKP 2009). 2.3. Pertumbuhan 2.3.1. Hubungan panjang bobot Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan dimanfaatkan untuk menjelaskan sifat pertumbuhannya. Analisis hubungan panjang bobot dapat digunakan untuk mempelajari pola pertumbuhan. Bobot dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bobot ikan pangkat tiga dari panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot dari panjangnya (Effendie 2002). Hasil analisis hubungan panjang dan bobot akan menghasilkan suatu nilai konstanta b yaitu pangkat yang menunjukan pola pertumbuhan ikan (Effendie 2002). Pada ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya sama dengan pertambahan bobot, sebaliknya pada ikan dengan pertumbuhan pola allometrik (b 3) pertambahan panjang tidak sama dengan pertambahan bobot. Pertumbuhan dinyatakan dengan pertumbuhan allometrik positif jika b>3, yang menandakan pertumbuhan bobot lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjang. Sedangkan pertumbuhan dinyatakan dengan pertumbuhan allometrik negatif apabila b<3, ini menandakan jika pertambahan panjang lebih lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot (Ricker 1970 in Effendie 2002). 2.3.2. Sebaran frekuensi panjang Dalam metode pengkajian stok diperlukan data komposisi umur. Umur ikan dapat ditentukan dari sebaran frekuensi panjang melalui analisis kelompok umur karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatu sebaran normal (Busacker et al. 1990). Pada perairan beriklim subtropis, data komposisi umur diperoleh melalui perhitungan terhadap lingkaran lingkaran tahunan (terbentuk akibat fluktuasi lingkungan pada saat pergantian musim) pada bagian keras ikan, yaitu

9 sisik dan otolith. Sedangkan pada perairan beriklim tropis, dalam pengkajian stok dilakukan analisis sejumlah data frekuensi panjang yang dikonversi ke dalam komposisi umur. Komposisi umur yang diketahui melalui analisis frekueasi panjang digunakan untuk menentukan parameter pertumbuhan dengan metode metode estimasi yang sesuai. Selain itu, mortalitas total juga dapat diduga dari hasil tangkapan yang dilinierkan. Metode metode tersebut merupakan metode yang berbasis pada data panjang (Sparre & Venema 1999). 2.3.3. Parameter pertumbuhan Menurut Aziz (1989), pertumbuhan merupakan pertambahan panjang atau bobot selama waktu tertentu atau peningkatan biomassa suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan bahan dalam lingkungannya. Berdasarkan Effendie (2002), pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi antara lain keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi yaitu suhu dan makanan. Pada umumnya faktor dalam lebih sulit dikontrol daripada faktor luar. Pertumbuhan untuk populasi merupakan pertambahan jumlah. Widodo & Suadi (2006), menyebutkan bahwa ukuran populasi dapat dinyatakan baik sebagai jumlah ikan hasil estimasi atau bobot total atau biomassa ikan hasil estimasi. Peningkatan dalam jumlah ikan ditentukan oleh pertumbuhan badan individu ikan dalam populasi, dan penambahan atau recruitmen dari generasi baru ikan ikan muda. 2.4. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Mortalitas terdiri dari mortalitas alami dan mortalitas penangkapan. Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi akibat selain penangkapan meliputi berbagai peristiwa seperti kematian, predasi, penyakit, dan usia tua. Laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan von Bertalanffy yaitu K dan L. Ikan yang pertumbuhannya (K) tinggi mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L karena pemangsa ikan besar lebih sedikit daripada ikan kecil (Beverton & Holt 1957). Sedangkan mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan (Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas penangkapan merupakan suatu fungsi dari upaya penangkapan, yang mencakup

10 jumlah, jenis, efektivitas dari penangkapan dan waktu yang digunakan untuk melakukan penangkapan (Widodo & Suadi 2006). Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Laju eksploitasi adalah jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati baik karena faktor alam maupun faktor penangkapan (Pauly 1984). Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan (King 1995). 2.5. Pengkajian Stok Ikan Menurut Widodo & Suadi (2006), pengkajian stok meliputi berbagai perhitungan statistik dan matematik untuk membuat prediksi kuantitatif mengenai reaksi dari berbagai populasi ikan terhadap alternatif pengelolaan. Pengkajian stok mencakup estimasi tentang jumlah atau kelimpahan dari sumberdaya. Selain itu, mencakup pula pendugaan terhadap laju penurunan sumberdaya yang diakibatkan oleh penangkapan serta sebab lainnya, dan satu atau lebih referensi mengenai berbagai tingkat laju penangkapan dan tingkat kelimpahan dimana stok dapat mejaga dirinya dalam jangka panjang. Pengkajian stok ikan bertujuan untuk memprediksi tentang berbagai kecenderungan (trend) yang mungkin terjadi sebagai respon sumberdaya terhadap berbagai perubahan kebijakan dan usaha pemanfaatan sumberdaya. Dalam proses pengurangan stok, pengurangan populasi ikan diikuti dengan penurunan komponen antara lain; produktivitas perikanan atau hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE), hasil tangkapan total yang didaratkan, bobot rata rata ikan, struktur umur populasi ikan (ukuran, umur), dan komposisi spesies ikan (ekologi perikanan). 2.6. Model Produksi Surplus Model produksi surplus merupakan suatu model yang digunakan untuk menentukan tingkat optimal rata rata produksi surplus (surplus production). Dasar pemikiran model ini adalah peningkatan populasi ikan akan diperoleh dari sejumlah ikan muda yang dihasilkan setiap tahunnya, sedang penurunan populasi merupakan akibat dari mortalitas baik karena faktor alam maupun faktor eksploitasi atau penangkapan (Widodo & Suadi 2006). Tujuan penggunaan model produksi surplus untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang menghasilkan

11 suatu hasil tangkapan yang maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi stok dalam jangka panjang yang biasa disebut dengan hasil tangkapan maksimum lestari (maximum Suistaible yield). Metode ini banyak digunakan di daerah perairan tropis karena dalam penggunaan model ini tidak memerlukan kelompok umur dan penerapannya hanya menggunakan hasil tangkapan per upaya (CPUE) (Spare & Venema 1999). 2.7. Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/ TAC) dan tingkat pemanfaatkan sumberdaya ikan (TP) dapat ditentukan dengan analisis surplus produksi. Besarnya TAC biasanya dihitung berdasarkan nilai tangkapan maksimum lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) suatu sumberdaya perikanan yang perhitungannya didasarkan atas berbagai pendekatan atau metode (Boer & Aziz 2001). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan merupakan salah satu upaya pengelolaan sumberdaya perikanan agar tidak terjadi over fishing. 2.8. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengelolaan perikanan merupakan suatu proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya, dan implementasinya dari aturan aturan main di bidang perikanan dalam konteks menjamin kelangsungan produktivitas sumber dan pencapaian tujuan perikanan lainnya (FAO 1997 in Widodo & Suadi 2006). Pengelolaan perikanan bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan dan memeliharanya pada tingkat hasil yang stabil medekati produksi optimumnya. Untuk mengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut diperlukan suatu strategi pengelolaan yang didasarkan pada data dan informasi mengenai dinamika stok ikan yang meliputi struktur komunitas, biologi reproduksi, pertumbuhan, mortalitas, peremajaan, dan besaran stok ikan (Kartamiharja & Purnomo 2006). Undang undang perikanan nomor 45 tahun 2009 menyatakan pengelolaan perikanan adalah semua upaya termasuk proses terintegrasi pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya, implementasi serta penegakan hukum peraturan perundangan dibidang perikanan, oleh pemerintah dan otoritas lain diarahkan mencapai kelangsungan produktifitas

12 sumberdaya hayati dengan tujuan yang telah disepakati. Potensi sumberdaya perikanan perlu dikelola dengan baik. Tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah tercapainya kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa dan mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan serta menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan tangkapan maksimum lestari (Boer & Azis 2007).

13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di PPN Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Pengambilan data primer hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Brondong dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai Maret 2010 dengan interval pengambilan contoh 8 hari. Sedangkan pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai April 2010 di PPN Brondong. Berikut ini disajikan peta lokasi penangkapan ikan mata besar (P. tayenus) yang didaratkan di PPN Brondong (Gambar 4). Gambar 4. Peta lokasi penangkapan ikan mata besar 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong, data statistik hasil tangkapan dan upaya tangkap ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong serta kuisioner hasil wawancara dengan nelayan yang menangkap ikan mata besar di PPN Brondong. Alat yang digunakan pada penelitian ini

14 antara lain timbangan digital tipe SCA 301 dengan ketelitian 0,1 gram, meteran dengan ketelitian 1 milimeter, kamera digital, dan alat tulis. 3.3. Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran panjang dan bobot ikan untuk mengetahui pola pertumbuhan individu dan pertumbuhan populasi ikan mata besar. Panjang ikan yang diukur adalah panjang total yang meliputi panjang mulai dari bagian terdepan kepala sampai bagian ujung ekor ikan. Sedangkan bobot ikan yang ditimbang merupakan bobot basah total yang merupakan bobot total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Pada penelitian ini dilakukan pengambilan contoh sebanyak 7 kali selama 2 bulan dengan interval waktu 8 hari. Ikan contoh diambil secara acak dari ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong sebanyak 150 ekor setiap pengambilan data. Ikan yang diukur diambil dari beberapa kapal nelayan yang berbeda (Gambar 5). Gambar 5. Skema pengambilan contoh ikan mata besar

15 Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan ikan mata besar. Data yang dikumpulkan yaitu data kegiatan operasi penangkapan, daerah penangkapan, biaya operasi penangkapan dan unit penangkapan ikan mata besar yang meliputi pemilik mesin kapal nelayan atau anak buah kapal dan alat tangkap. Sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi data produksi hasil tangkapan ikan mata besar dan upaya penangkapan (kapal, alat tangkap, dan nelayan). Data data tersebut diperoleh dari dokumen PPN Brondong. 3.4. Analisis Data 3.4.1. Pertumbuhan 3.4.1.1. Hubungan panjang bobot Menurut Effendie (2002), bobot dianggap sebagai fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena panjang dan bobot ikan berbeda beda sehingga untuk menganalis hubungan panjang dan bobot ikan masingmasing spesies ikan digunakan rumus sebagai berikut: W al (1) dengan W adalah bobot, L adalah panjang, a adalah konstanta dan b adalah penduga pola hubungan panjang bobot. Rumus umum tersebut bila ditranformasikan ke dalam logaritma, akan diperoleh persamaan Log W = Log a + b Log L, yaitu persamaan linier atau persamaan garis lurus. Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai y dan Log L sebagai x, sedemikian hingga persamaan regresi: y i = β 0 + β 1 x i +ε i atau y b 0 + b 1 konstanta b diduga dengan b 1 dan konstanta a diduga dengan 10 b0. Sedangkan b 1 dan b 0 masing masing dihitung dengan (Dowdy et al. 2004): b 1 x y x y x n x (2) dan b (3)

16 Untuk menguji nilai β 1 = 3 atau β 1 3 digunakan uji t, dengan hipotesis: H0 : β 1 = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik. H1 : β 1 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik. Hubungan allometrik terdiri dari dua macam, yaitu allometrik positif, jika b>3 (pertambahan bobot lebih cepat daripada pertambahan panjang) dan allometrik negatif, jika b<3 (pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan bobot). Adapun statistik uji yang digunakan adalah: t hitung b1 3 = S b 1 S adalah simpangan baku dugaan b 1 atau b yang dihitung dengan: S s x (4) x sedangkan s 2 adalah kuadrat tengah sisa sebagai penduga 2, yang dapat dihitung dengan: s y y b x y x y n (5) Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan pada selang kepercayaan 95% nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t tabel, sehingga kaidah keputusan yang diambil adalah jika t hitung > t tabel, tolak hipotesis nol (H 0 ) atau pola pertumbuhan bersifat allometrik, dan jika t hitung > t tabel, gagal tolak hipotesis nol (H 0 ) atau pola pertumbuhan bersifat isometrik. 3.4.1.2. Sebaran frekuensi panjang Penyusunan sebaran frekuensi panjang dilakukan dengan data menggunakan data panjang total ikan mata besar. Tahapan untuk menganalisis data frekuensi panjang ikan yaitu menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan, menentukan lebar selang kelas, dan menentukan kelas frekuensi serta memasukkan frekuensi masing masing kelas dengan memasukkan panjang masing masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan. Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang yang sama, kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat diduga pergeseran sebaran kelas panjang setiap pengambilan contoh, yang

17 menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada dan perubahan posisi ukuran panjang kelompok umur yang sama. 3.4.1.3. Identifikasi kelompok ukuran Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan kedalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing masing dicirikan oleh rata rata panjang dan simpangan baku. Menurut Boer (1996) jika f i adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke i (i = 1, 2,..., N), μ j adalah rata rata panjang kelompok umur ke j, j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke j dan p j adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke j (j= 1, 2,..., G) maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga { µ j, j, j } adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum Likelihood function): N L = G log (6) sedangkan = 2π yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah μ j dan simpangan baku j. x i adalah titik tengah kelas panjang ke i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing masing terhadap μ j, j, dan p j sehingga diperoleh dugaan j, j, dan j yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan. 3.4.1.4. Pendugaan L, K, dan t 0 Pertumbuhan panjang ikan dapat dinyatakan dengan Model von Bertalanffy sebagai berikut (Sparre & Venema 1999). L t = L (1 e [ K(t t 0 )] ) (7) L t adalah panjang ikan pada saat umur ke t (milimeter), L adalah panjang maksimum teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per tahun), t 0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (tahun). Nilai L dan K didapatkan dari hasil perhitungan dengan metode Non Parametrik Scoring of Von Bertalanffy Growth Function melalui bantuan software

18 ELEFAN 1 (Electronic Length Frequencys Análisis) yang terintegrasi dalam program FiSAT II. Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984) sebagai berikut : Log ( t 0 ) = 0.3922 0.2752 (Log L ) 1.0380 (Log K) (8) 3.4.2. Mortalitas dan laju eksploitasi Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkahlangkah berikut : Langkah 1 : Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan Von Bartalanffy. ln 1 (9) Langkah 2 : Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata rata ikan untuk tumbuh dari panjang L 1 dan L 2 (Δt) t t L t L K ln 1 L L L L (10) Langkah 3 : Menghitung (t + Δt/2) t L L t ln 1 L L (11) Langkah 4 : Menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinearkan yang yang dikonversikan ke panjang ln C L,L L, C ZtL L (12) Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linier dengan kemiringan (b)= Z Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut : ln 0.0152 0.2790 ln 0.6543 ln 0.4630 ln (13) Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk menghitung jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol dikalikan dengan 0.8 sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah. 0.8 exp 0.0152 0.2790 ln 0.6543 ln 0.4630 ln (14)

19 M adalah mortalitas alami, L adalah panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bartalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bartalanffy, T adalah rata rata suhu permukaan air ( o C). Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan : F = Z M (15) Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984) : E F F M F Z (16) Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) masing masing adalah : F optimum = M sehingga E optimum = 0.5 (17) 3.4.3. Model produksi surplus Pendugaan potensi sumberdaya ikan mata besar dapat dilakukan dengan menggunakan model produksi surplus yang dikembangkan oleh Scaefer dan Fox. Data yang digunakan dalam model produksi surplus terdiri atas data time series 5 tahun terakhir, yaitu produksi dan jumlah unit bagan yang beroperasi. Data produksi dan jumlah unit bagan digunakan untuk perhitungan nilai hasil tangkapan per upaya (Catch per unit effort atau CPUE). Tingkat upaya penangkapan optimum (f MSY ) dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan model Schaefer (1954) in Boer & Aziz (1995) dapat diketahui melalui persamaan berikut : 1) Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f), C a bf ; a,b >0 (18) C af bf (19)

20 Upaya penangkapan optimum (f msy ) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan (C) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol atau C 0, sehingga C a 2bf 0 (20) atau, f (21) 2) Maximum sustainable yield (MSY) atau merupakan hasil tangkapan maksimum lestari diperoleh dengan mensubtitusikan nilai upaya penangkapan optimum (f msy ) ke persamaan (19) di atas. MSY Pada model ini, dengan nilai konstanta (22) dan b pada rumus (18) digunakan analisis regresi linier sedarhana dengan melinierkan model Schaefer seperti berikut: ln C a bf (23) Sedangkan a dan b yang digunakan dihitung seperti pada persamaan (2) dan (3). Hubungan yang digunakan untuk menghitung CPUE adalah sebagai berikut (Gulland 1983) : CPUE (24) CPUE adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/unit), catch adalah hasil tangkapan per tahun (kg), dan effort adalah upaya penangkapan per tahun (unit). Model kedua yang digunakan dalam model produksi surplus adalah model alternatif yang diperkenalkan Fox (1970) in Sparre & Venema (1999). Model ini menghasilkan garis lengkung bila C/f t secara langsung diplot terhadap upaya (f t ), akan tetapi bila C/f t diplot dalam bentuk logaritma terhadap upaya maka akan menghasilkan garis lurus. Adapun perumusan MSY model Fox (1970) in Boer & Aziz (1995) adalah sebagai berikut.

21 ln C a bf (25) sehingga C e (26) C f e (27) f msy dapat dihitung pada saat C / f =0 sehingga : C e f e b 0 (28) sehingga diperoleh dugaan f (upaya tangkap optimum) : f (29) untuk mendapatkan MSY, maka persamaan (29) disubstitusikan ke persamaan (27), yaitu : C e (30) sehingga MSY e (31) Kedua model tersebut kemudian dibandingkan nilai koefisien determinasinya (R) dari hasil regresi masing masing. Model yang mempunyai nilai R yang lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan model sebenarnya. Koefisien dterminasi merupakan bilangan yang menyatakan proporsi keragaman total nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai nilai peubah X melalui hubungan linier tersebut (Dowdy et al. 2004). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/ TAC) dan tingkat pemanfaatkan sumberdaya ikan (TP) dapat ditentukan dengan analisis surplus produksi. Besarnya TAC biasanya dihitung berdasarkan nilai Tangkapan Maksimum Lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) suatu sumberdaya perikanan yang perhitungannya didasarkan atas berbagai pendekatan/metode (Boer & Aziz 1995). Potensi lestari sumberdaya ikan dapat diketahui berdasarkan hasil MSY dan

22 merupakan hasil prosentase jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu terhadap nilai TAC yaitu : PL 90% MSY (32) sehingga untuk menentukan TAC adalah : TAC 80% PL (33) Hal ini berdasarkan prinsip kehati hatian dalam pendugaan stok sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan dapat terus lestari.

23 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan utara Jawa Timur Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong merupakan salah satu pelabuhan perikanan di pesisir utara Jawa Timur. PPN Brondong terletak di posisi geologis pada koordinat 06 52 43 Lintang Selatan dan 112 16 08 Bujur Timur (JICA 2009). Daerah tangkapan nelayan PPN Brondong adalah di Wilayah Pengelolaan Perikanan 712 (WPP 712) yaitu Laut Jawa dan sekitarnya meliputi perairan Pulau Masalimbu, Pulau Matasiri, Pulau Bawean, dan Pulau Kramean. Perairan laut Jawa pada umumnya didominasi oleh ikan pelagis namun hasil tangkapan utama yang didaratkan di PPN Brondong didominasi oleh ikan demersal. Laut Jawa merupakan perairan paparan benua (continenlat shelf) dengan kedalaman rata rata 40 meter (Durand & Petit 1997 in Widodo & Wododo 2003). Perairan ini merupakan daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang paling luas di kawasan barat Indonesia dan kaya akan zooplankton. Jumlah zooplankton yang teridentifikasi pada tahun 2001 mencapai 35 taksa yang sebagian besar didominasi oleh Copepoda terutama genus Calanoida dengan kisaran antar 1 000 3 000 ind/m 3 dari 2 100 9 000 ind/ m 3 total zooplankton yang ada. Suhu perairan relatif cukup tinggi karena termasuk dalam ekuator yaitu berkisar antara 27.1 29.7 C dengan dua nilai maksimum dan dua nilai minimum dalam setahun. Nilai maksimum pertama berkisar antara 29.1 29.7 C pada bulan April sampai Mei, sedangkan nilai maksimum kedua antara 28.8 29.2 C. pada bulan Oktober sampai November. Nilai minimum pertama berkisar antara 27.4 28.3 C pada bulan Desember sampai Januari sedangkan nilai minimum kedua berkisar antara 27.5 28.5 C pada bulan Agustus (Ilahalude 1979 in DKP & LIPI 2001). Salinitas perairan laut Jawa juga memiliki dua nilai maksimum dan dua nilai minimum dalam setahun. Nilai maksimum pertama berkisar antara 32.5 33.0 pada bulan November sedangkan nilai maksimum kedua berkisar antara 31.7 32.0 pada bulan Mei. Nilai maksimum juga dipengaruhi oleh adanya musim kemarau. Nilai minimum pertama berkisar antara 30.6 31.0 sedangkan nilai minimun kedua sebesar 31.0 31.4 pada Bulan Juli (Suriaatmadja 1956 & Ilahude 1975 in DKP & LIPI 2001). Laut Jawa selain variabilitas musiman (angin munson) perubahan salinitas

24 di pantai utara Jawa juga dipengaruhi oleh massa air tawar dari sejumlah aliran sungai (Soeriaatmaja 1956 in Suwarso & Tuti 2003). 4.1.2. Kondisi perikanan ikan mata besar Ikan yang didaratkan di PPN Brondong bermacam macam mulai dari jenis ikan demersal hingga pelagis. Ikan yang dominan didaratkan adalah jenis ikan demersal. Ikan mata besar merupakan salah satu ikan demersal yang dominan didaratkan di pelabuhan perikanan brondong. Daerah penangkapan ikan mata besar yaitu perairan Pulau Bawean yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan 712 (WPP 712). Musim puncak penangkapan ikan ini terjadi pada bulan Juli sampai Oktober. Sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan November sampai Juni. Berdasarkan hasil wawancara dan data statistik DKP 2009 diketahui bahwa ikan mata besar ditangkap menggunakan alat tangkap dogol dengan ukuran mata jari berkisar antara 1.25 inch sampai 4 inch. Kapal penangkap ikan yang digunakan adalah kapal motor berukuran 10 20 GT. Nelayan penangkap ikan ini terdiri dari nelayan musiman dan nelayan penuh yang berasal dari daerah sekitar PPN Brondong antara lain Palang, Belimbing dan Paciran. Setiap kali trip dilakukan selama 5 sampai 15 hari dengan biaya antara 5 juta sampai 20 juta setiap tripnya. Pemasaran hasil tangkapan ikan mata besar di PPN Brondong dalam bentuk segar dan produk olahan. Namun sebagian besar dipasarkan dalam bentuk segar yaitu 61.2 % (DKP 2009). Berbagai bentuk olahan dan ikan segar dipasarkan untuk memenuhi permintaan pasar lokal maupun daerah lainnya. Ikan segar dipasarkan ke Jawa Timur dan Jakarta sebagai bahan baku pabrik pengolahan dan ikan pindang dipasarkan ke Jawa Timur dan Jawa Tengah, ikan asin sebagian besar di pasarkan ke Jawa Barat, sedangkan untuk ikan panggang sebagai konsumsi lokal. Pemasaran hasil tangkapan ikan dari PPN Brondong ke konsumen masih tetap menggunakan transporatsi darat. Pemilihan transportasi darat ini karena biaya yang lebih murah dan didukung oleh sarana dan prasarana yang baik (akses jalan raya, jembatan, transporatsi dan lain lain). Harga rata rata ikan mata besar dalam bentuk segar adalah 7000 rupiah per kg. Sedangkan harga ikan mata besar dalam bentuk olahan bervariasi tergantung biaya produksi. Ikan mata besar merupakan hasil tangkapan dominan kedua yang didaratkan di PPN Brondong yang ditangkap menggunakan dogol. (Gambar 6).

25 Gambar 6. Sumber : Ditjen Tangkap DKP (2009) Komposisi 2008 Biji nangka (33%) Mata besar (19%) Kapasan (14%) Layang (11%) Manyung (7%) Pari (5%) Beloso (4%) Kerapu (3%) Putihan (2%) Kakap merah (2%) hasil tangkapan dogol yang didaratkan di PPN Brondong tahun 4.1.3. Pertumbuhan 4.1.3.1. Hubungan panjang bobot Analisis hubungan panjang dan bobot akan menghasilkan suatuu nilai konstanta b yaitu pangkat yang menunjukan pola pertumbuhan ikan (Effendi 2002). Berdasarkan Tabel 2 diketahui hubungan panjang bobot ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong dari pengambilan contoh 1 sampai pengambilan contoh 7 menunjukkan bahwa nilaii b < 3 dengan nilai koefisien determinasi setiap pegambilan contoh relatif besar artinya model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya. Pertumbuhan ikan mata besar allometrik negatif dengan nilai b berkisarr 1.77 hingga 2.491 (b< 3) dari pengambilan contoh I sampai VII. Pola pertumbuha n ini didukung diuji lanjut menggunakan uji t dengan selang kepercayaan 95 % terhadap nilai b (Lampiran 5 sampai Lampiran 11). Tabel 2. Hubungan panjang bobot ikan mata besar setiap pengambilan contoh Pengambilan contoh 1 2 3 4 5 6 7 Waktu n 07 Februari 2010 150 15 Februari 2010 150 23 Februari 2010 150 03 Maret 2010 150 11 Maret 2010 150 19 Maret 2010 150 27 Maret 2010 150 b 2.26 R² 92 % Keterangan Allometrik negatif 1.98 89 % Allometrik negatif 2.49 89 % Allometrik negatif 2.15 92 % Allometrik negatif 1.77 77 % Allometrik negatif 2.40 89 % Allometrik negatif 2.17 91 % Allometrik negatif

26 4.1.3.2. Sebaran frekuensi panjang Jumlah ikan yang diambil setiap pengambilan data sebanyak 150 ekor dan panjang ikan mata besar yang diamati selama penelitian sebanyak 1 050 ekor. Sebaran ukuran panjang ikan mata besar setiap pengambilan data mengalami pergeseran ke arah kanan yang menunjukkan adanya pertumbuhan (Gambar 7). Gambar 7. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus)

27 4.1.3.3. Parameter Pertumbuhan Panjang minimum dan maksimum ikan mata besar pada pengambilan contoh adalah 115 mm dan 315 mm. Kelompok ukuran ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong yang telah dipisahkan menggunakan metode NORMSEP dapat dilihat sebagai berikut (Gambar 8). Gambar 8. Kelompok ukuran panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus) ( : Pertumbuhan populasi )

28 Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat 16 kelompok ukuran panjang. Pada pengambilan data I sampai pengambilan data VII terdapat 4 kelompok umur. Indeks sparasi sebaran kelompok ukuran ikan mata besar berkisar antara 3.00 sampai 6.09 (Tabel 3), sehingga secara keseluruhan mempunyai nilai indeks sparasi >2. Tabel 3. Sebaran kelompok ukuran ikan mata besar Tanggal Kelompok Ukuran Nilai Tengah Indeks Sparasi 07 Februari 2010 1 181.54 ± 9.09 n.a. 2 208.03 ± 4.21 3.98 3 233.54± 6.43 4.80 4 286.26 ± 12.86 5.47 15 Februari 2010 1 205.10 ± 10.24 n.a. 2 235.71 ± 9.54 3.09 3 261.91± 7.85 3.00 4 283.48 ± 4.44 3.51 23 Februari 2010 1 176.34 ± 7.26 n.a. 2 206.07 ± 5.49 4.66 3 237.90 ± 11.52 3.74 4 287.50 ± 4.76 6.09 03 Maret 2010 1 204.42 ± 9.85 n.a. 2 245.10± 6.16 5.08 3 274.41± 6.36 4.68 4 296.13 ± 7.46 3.14 11 Maret 2010 1 215.92± 10.44 n.a. 2 247.34 ± 8.46 3.32 3 274.59 ±5.31 3.96 4 295.18 ± 4.09 4.38 19 Maret 2010 1 181.64 ± 3.86 n.a. 2 203.55 ± 6.20 4.36 3 227.18 ± 7.50 3.45 4 269.99 ± 10.24 4.83 27 Maret 2010 1 186.83 ± 7.28 n.a. 2 214.02 ± 8.14 3.53 3 245.05 ± 8.56 3.72 4 296.34 ± 15.45 4.27 Hasil analisis pertumbuhan menghasilkan parameter pertumbuhan antara lain panjang maksimum secara teoritis (L ), koefisien determinasi (K), dan umur ikan pada saat panjang ikan sama dengan nol (t 0 ) (Tabel 4).

29 Tabel 4. Parameter pertumbuhan berdasarkan L, K, dan t 0 ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur (Februari Maret 2010) Parameter Nilai L (mm) 330.75 K (per tahun) 0.19 t 0 0.36 Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk pada ikan mata besar adalah L t =330.75(1 e [ 0.19(t+0.36)] ). Panjang maksimum ikan yang diamati di PPN Brondong adalah 315.00 mm, sedangkan panjang asimtotik (infinitif) adalah 330.75 mm. Koefisien pertumbuhan ikan mata besar sebasar 0.19 per tahun. Berdasarkan parameter pertumbuhan tersebut dilakukan analisis hubungan umur ikan (bulan) dan panjang ikan (mm) sehingga diperoleh kurva dugaan pertumbuhan ikan mata besar (Gambar 9). 350 L Panjang total (mm) 300 250 200 150 100 L t =330.75(1 e [ 0.19(t+0.36] ) 50 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 Umur (bulan) Gambar 9. Kurva pertumbuhan ikan mata besar (Priacanthus tayenus) Pada saat ikan berumur 36 bulan, secara teoritis panjang total ikan adalah 330.75 mm. Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa laju pertumbuhan ikan mata besar tidak sama selama rentang hidupnya.

30 4.1.4. Mortalitas dan laju eksploitasi Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan mata besar disajikan pada Gambar 10. Ln [C(L1,L2)/delta t] 8 7 6 5 4 3 2 1 0 y = 0.77x + 10.80 R² = 0.96 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 t (L1/L2)/2 Gambar 10. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang ( : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z) Hasil regresi kurva hasil tangkapan pada Gambar 10 menunjukkan nilai mortalitas total (Z). Untuk menduga mortalitas alami (M) digunakan persamaan empiris Pauly dengan nilai suhu (T) sebesar 28.4 o C (BRKP DKP 2001) sehingga diperoleh dugaan mortalitas dan laju eksploitasi seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan mata besar Laju Nilai (per tahun) Mortalitas total (Z) 0.77 Mortalitas alami (M) 0.25 Mortalitas penangkapan (F) 0.52 Eksploitasi (E) 0.68 Berdasarkan Tabel 5, laju mortalitas total (Z) ikan mata besar yang mencapai 0.77 dan laju mortalitas alami (M) mencapai 0.25 serta laju mortalitas tangkapan (F) mencapai 0.52 dapat digunakan untuk menghitung laju eksploitasi, yaitu mencapai 68%, yang berarti jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan

31 yang mati baik karena faktor alam maupun faktor penangkapan sebesar 68%. Persamaan empiris Pauly yang digunakan memiliki asumsi ikan ikan kecil memiliki mortalitas alami tinggi, spesies ikan yang tumbuh cepat mortalitas alaminya tinggi, dan semakin hangat suhu perairan semakin tinggi mortalitas alami (Spare & Venema 1999). 4.1.5. Model produksi surplus ikan mata besar Ikan mata besar merupakan ikan dominan ke 2 yang didaratkan di PPN Brondong yang ditangkap menggunakan alat tangkap dogol. Data analisis hasil tangkapan ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong dapat dilihat pada Tabel 6. Pada penelitian ini nilai effort yang digunakan adalah jumlah alat tangkap dogol. Tabel 6. Analisis hasil tangkapan ikan mata besar Tahun Hasil Tangkapan (ton) Effort (unit) CPUE (ton/unit) Ln CPUE 2004 7 387 453 16.31 2.79 2005 5 870 830 7.07 1.96 2006 5 914 961 6.15 1.82 2007 7 867 969 8.12 2.09 2008 7 378 1 393 5.29 1.67 2009 9 014 1 386 6.50 1.87 Berdasarkan analisis hasil tangkapan diatas dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan mata besar relatif berfluktuasi. Tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 mengalami penurunan hasil tangkapan. Tahun 2004 sampai 2009 cenderung mengalami peningkatan hasil tangkapan. Sedangkan upaya penangkapan (effort) cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2004 hingga tahun 2009. Upaya tangkapan yang digunakan dalam analisis merupakan jumlah alat tangkap dogol dan hasil tangkapan yang digunakan merupakan hasil tangkapan ikan mata besar dengan alat tangkap dogol. Pendugaan potensi sumberdaya ikan mata besar dapat dilakukan dengan menggunakan model produksi surplus yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Hasil analisis pendugaan stok ikan mata besar disajikan pada Gambar 11 dan 12.

32 CPUE (ton/unit) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 y = 0.009x + 17.62 R² = 0.67 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 Effort (unit) Gambar 11. Grafik hubungan effort dan CPUE dengan pendekatan Schaefer Ln CPUE 4 3 2 1 0 y = 0.0001x + 2.98 R² = 0.72 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 Effort (unit) Gambar 12. Grafik hubungan effort dan CPUE dengan pendekatan Fox Berdasarkan hubungan linier pada gambar diatas diperoleh koefisien a dan b yang digunakan dalam perhitungan nilai MSY dan fmsy serta koefisien determinasi. Hasil analisis dengan pendekatan Schaefer yaitu upaya penangkapan optimum (f MSY ) sebesar 938 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar 8 265.54 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 5 951.19 ton per tahun. Hasil tangkapan maksimum (MSY) yang diperoleh secara umum menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan mata besar di pantai untara jawa timur yang didaratkan di PPN Brondong di bawah potensi lestarinya (MSY), kecuali pada tahun 2009 dan telah mengalami kelebihan upaya tangkap antara tahun 2007 sampai tahun 2009 (Gambar 13).

33 Hasil tangkapan (ton) 10000 8000 6000 4000 2000 MSY 0 f MSY 0 500 1000 1500 2000 Effort (unit) Schaefer Gambar 13. Hubungan upaya tangkapan (effort) dan hasil tangkapan Sedangkan dengan pendekatan Fox diperoleh nilai upaya penangkapan optimum (f MSY ) sebesar 1 055 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar 7 638.48 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 5 499.70 ton per tahun. Hasil tangkapan maksimum (MSY) yang diperoleh menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong pada tahun 2004, 2007, 2008 sampai 2009 melebihi potensi lestarinya (MSY) dan pada 2009 melebihi upaya tangkap optimumnya. 4.2. Pembahasan 4.2.1. Pertumbuhan 4.2.1.1. Hubungan panjang bobot Bobot dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan pangkat tiga dari panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot dari panjangnya (Effendie 2002). Berdasarkan analisis hubungan panjang dan bobot menggunakan data panjang total dan bobot basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan mata besar di PPN Brondong diperoleh persamaan pertumbuhan W = 0.0001L 2.26 (Gambar 14) dan nilai b ikan mata besar kurang dari 3 yang menunjukkan bahwa ikan mata besar memiliki pola pertumbuhan allometrik

34 negatif, artinya pertambahan panjang ikan lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot (Ricker 1970 in Effendie 2002). Bobot (gram) 400 350 300 250 200 150 100 50 0 W = 0.0001L 2.26 R² = 0.89 n = 150 150 200 250 300 350 Panjang total (mm) Gambar 14. Hubungan panjang bobot ikan mata besar Pola pertumbuhan tersebut juga didukung oleh hasil uji t yang menunjukkan thitung lebih besar daripada ttabel yang artinya tolak H 0 (nilai b 3 maka hubungan panjang bobot adalah allometrik). Pola pertumbuhan allometrik negatif dipengaruhi tingkat faktor dalam antara lain perbedaan spesies, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar dipengaruhi suhu dan makanan. Selain itu, perbedaan spesies dan lingkungan juga mempegaruhi pola pertumbuhan (Effendie 2002). Pada ikan mata besar pola pertumbuhan allometrik negatif diduga dipengaruhi oleh faktor spesies. Ikan mata besar memiliki bentuk tegak hingga membulat (Nelson 1984 in Wangsadinata 2009). Selain itu, dipengaruhi tekanan penangkapan yang akan dibahas pada sub bab selanjutnya dan jumlah serta variasi ukuran ikan yang diamati. 4.2.1.2. Sebaran ukuran panjang Modus kelas panjang pada gambar sebaran ukuran ikan mata besar relatif bergeser ke arah kanan yang menunjukkan adanya pertumbuhan. Widodo & Suadi (2006) menyebutkan peningkatan jumlah ikan ditentukan oleh pertumbuhan badan individu ikan dalam populasi, dan penambahan atau recruitmen dari generasi baru ikan ikan muda. Panjang maksimum ikan mata besar yang didaratkan di PPN brondong adalah 315 mm. Menurut Starnes (1988) in www.fishbase.org (2009),

35 panjang maksimum ikan mata besar (P. tayenus) adalah 350 mm. Perbedaan nilai maksimum tersebut diduga karena perbedaan habitat sehingga faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya juga berbeda. Ukuran panjang ikan terkecil yang tertangkap pada pengamatan ini adalah 155 mm. Hal tersebut disebabkan karena ukuran mesh size jaring dogol yang digunakan 1.25 inch atau 317.5 mm. Ukuran mata jaring tersebut memungkinkan ukuran panjang terkecil dan ukuran panjang maksimum ikan yang diamati dapat tertangkap. 4.2.1.3. Parameter pertumbuhan Panjang maksimum Ikan mata besar yang didaratkan di PPN Brondong adalah 315.00 mm. Panjang asimtotik yang didapat berdasarkan perhitungan parameter pertumbuhan adalah 330.75 mm. Nilai yang tidak terpaut jauh antara panjang maksimum dan panjang asimtotik menunjukkan intensitas penangkapan yang relatif tinggi. Hasil analisis beberapa peneliti mengenai parameter pertumbuhan ikan mata besar (Tabel 7). Tabel 7. Analisis parameter pertumbuhan dari beberapa penelitian Sumber Lokasi Spesies Koefisien pertumbuhan (K) Per tahun Dwiponggo (1978) Pantai Utara Priacanthus Jawa Tengah Sukamto (2010) Pantai Utara Jawa Timur macracanthus Priacanthus tayenus L (mm) 1.30 237.50 0.19 330.75 Perbedaan nilai koefisien pertumbuhan dan panjang asimtotik ikan mata besar sepeti pada Tabel 6 disebabkan karena perbedaan spesies ikan mata besar dan lokasi penelitian. Nilai koefisien pertumbuhan berbanding terbalik dengan panjang asimtotik artinya semakin besar koefisien pertumbuhan maka panjang asimtotik ikan semakin kecil dan sebaliknya. Hal ini berarti apabila koefisien pertumbuhan ikan semakin besar maka ikan akan mati sebelum mencapai panjang maksimum. Berdasarkan kurva pertumbuhan, ikan mata besar yang berumur muda memiliki laju pertumbuhan lebih besar dibandingkan dengan ikan yang berumur tua. Cepatnya laju pertumbuhan ikan mata besar pada saat muda dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengelola sumberdaya perikanan dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan agar memperhatikan pemanfaatannya secara berkelanjutan (Suman et al. 2006).

36 4.2.2. Mortalitas dan laju eksploitasi Mortalitas ikan mata besar sebagian besar disebabkan faktor penangkapan. Perbandingan jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan jumlah total ikan yang mati baik karena faktor alam maupun faktor penangkapan sebesar 68%. Laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan von Bertalanffy yaitu K dan L. Ikan yang pertumbuhannya (K) tinggi mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L karena pemangsa ikan besar lebih sedikit daripada ikan kecil (Beverton & Holt 1957). Nilai laju eksploitasi melebihi 50 % menunjukkan dugaan bahwa ikan mata besar telah mengalami over eksploitasi. Laju eksploitasi optimun adalah 50 % (E optimum = 0.5) (Pauly 1983). Apabila sumberdaya ikan mata besar terus dieksploitasi dikhawatirkan akan terjadi kepunahan. Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan (King 1995). 4.2.3. Model produksi surplus ikan mata besar Berdasarkan Gambar 11 dan 12 hubungan antara effort per tahun dengan CPUE menggunakan pendekatan Schaefer dan Fox didapatkan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 67.80 % dan 72.00 %. Koefisien determinasi pendekatan Fox lebih besar dari dibandingkan dengan pendekatan Schaefer. Hal ini menunjukkan model Fox lebih cocok digunakan untuk menggambarkan dinamika stok ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong selama tahun 2004 sampai 2009. Oleh karena itu dalam pengelolaan ikan mata besar mengacu pada model fox karena koefisien determinasi (R 2 ) pendekatan Fox mempunyai hubungan lebih dekat dengan model yang sebenarnya (Dowdy et al. 2004). Hasil analisis dengan pendekatan Fox menunjukkan upaya penangkapan optimum (f MSY ) tidak boleh melebihi 1 055 unit per tahun dengan jumlah tangkapan tidak lebih dari 7 638.48 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 5 499.70 ton per tahun. Hasil tangkapan maksimum (MSY) yang diperoleh menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur yang didaratkan di PPN Brondong pada tahun 2004 sampai 2007 di bawah potensi lestarinya (MSY) dan pada tahun 2007 sampai 2009 melebihi potensi lestarinya. Sparre & Venema (1999), menyatakan pada pendekatan Fox nilai Y/f selalu lebih besar daripada nol untuk seluruh nilai f. Alat tangkap dogol yang dianalisis dalam model surplus produksi ini selain menangkap ikan mata besar juga menangkap ikan biji nangka yang merupakan hasil

37 tangkapan dominan. Menurut Syamsiyah (2010), model pengelolaan ikan biji nangka mengacu pada pendekatan Schaefer dengan nilai upaya penangkapan optimum (FMSY) sebesar 1 274 unit per tahun dan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar 12 012 unit per tahun. Jika dibandingkan dengan hasil tersebut maka pendekatan Fox relatif lebih tepat. Nilai fmsy dan MSY dari pendekatan Schaefer lebih besar sehingga apabila mengacu pada model tersebut dikhawatirkan akan mengancam kelestarian ikan mata besar. Kedua hasil ini dibandingkan karena pengamatan dilakukan pada alat tangkap, waktu dan lokasi penelitian yang sama. 4.2.4. Implikasi untuk pengelolaan ikan mata besar Pengelolaan perikanan merupakan suatu proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya, dan implementasinya dari aturan aturan main di bidang perikanan dalam konteks menjamin kelangsungan produktivitas sumber dan pencapaian tujuan perikanan lainnya (FAO 1997 in Widodo & Suadi 2006). Pengelolaan perikanan bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan dan memeliharanya pada tingkat hasil yang stabil medekati produksi optimumnya. Untuk mengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut diperlukan suatu strategi pengelolaan yang antara lain di dasarkan pada data dan informasi mengenai dinamika stok ikan yang meliputi struktur komunitas, biologi reproduksi, pertumbuhan, mortalitas, peremajaan, dan besaran stok ikan (Kartamiharja & Purnomo 2006). Pada penelitian ini, dinamika stok ikan mata besar dilihat dari parameter pertumbuhan, mortalitas dan besaran stok ikan mata besar. Berdasarkan fakta yang diperoleh pertumbuhan ikan mata besar allometrik negatif. Laju eksploitasi ikan mata besar sebesar 68% dan sebagian besar didominasi oleh mortalitas akibat penangkapan sebesar 0.25 per tahun. Laju eksploitasi relatif besar dan dilihat dari hubungan antara hasil tangkapan dan upaya tangkapan diketahui bahwa hasil tangkapan ikan mata besar pada tahun 2004, 2007, 2008, dan 2009 telah melebihi nilai potensi lestari. Dari hal tersebut upaya pengelolaan ikan mata besar yang disarankan adalah mengontrol upaya penangkapan dan memanfaatkan wilayah fishing ground yang lain. Memaksimumkan yield per recruit dapat merupakan tujuan umum sebagian besar pengelolaan perikanan, secara teoritis mudah dikerjakan melalui control upaya penangkapan (E) dan ukuran pertama kali ikan tertangkap (Lc) (Atmaja & Nugroho 2005).

38 Pengontrolan upaya tangkap pada perikanan ikan mata besar di PPN Brondong dapat dilakukan dengan pembatasan jumlah armada yang menangkap ikan mata besar, dan pembatasan jumlah alat tangkap. Pembatasan jumlah armada dan jumlah tangkapan mengacu pada analisis hasil tangkapan dengan pendekatan Fox yaitu upaya penangkapan optimum (f MSY ) tidak boleh melebihi 1 055 unit per tahun dengan jumlah tangkapan tidak lebih dari 7 638.47 ton per tahun. Selain itu, hasil tangkapan yang melebihi nilai potensi lestarinya dipengaruhi oleh kenaikan jumlah effort yang digunakan pada tahun sebelumnya (Tabel 6). Pembatasan upaya tangkapan pada penerapannya dilapangan relatif sulit karena itu, selain pambatasan upaya tangkapan diberikan alternatif lain yaitu pemanfaatan daerah penangkapan lainnya. Berdasarkan informasi nelayan ikan mata besar sebagian besar menagkap ikan mata besar di perairan Pulau Bawean dan sebagian kecil di perairan pulau Masalemboo, perairan Pulau Matasiri dan perairan Pulau Kramean yang juga merupakan daerah fishing ground ikan mata besar belum mampu dijangkau. Menurut informasi dari nelayan ikan mata besar wilayah tersebut tidak mampu dijangkau karena sebagian besar kekuatan kapalnya berkisar 10 20 GT sehingga untuk memanfaatkan daerah penangkapan lainnya diperlukan bantuan untuk menambah kekuatan kapal nelayan ikan mata besar.

39 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pada penelitian studi dinamika stok ikan mata besar (Priacanthus tayenus) yang di daratkan di PPN Brondong dapat disimpulkan : 1. Pola pertumbuhan ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur allometrik negatif dengan persamaan pertumbuhan L t = 330.75(1 e [ 0.19(t+0.36)] ). Pertumbuhan panjang ikan lebih cepat dibandingkan pertumbuhan berat dikarenakan tekanan eksploitasi yang tinggi. 2. Laju mortalitas ikan mata besar didominasi oleh mortalitas penangkapan dengan perbandingan antara laju mortalitas penangkapan dan laju mortalitas total sebesar 68% artinya sumberdaya ikan mata besar telah mengalami overeksploitasi. 3. Model stok ikan mata besar mengikuti model Fox, dengan jumlah maksimum tangkapan lestari sebesar 7 638.48 ton per tahun. Pada tahun 2007 dan 2009 hasil tangkapan telah melebihi potensi lestarinya. 4. Alternatif pengelolaan sumberdaya ikan mata besar di perairan utara Jawa Timur melalui pengontrolan upaya tangkap dan pemanfaatan wilayah fishing ground yang lain. 5.2. Saran Dalam pengelolaan sumberdaya ikan mata besar agar dapat optimal dan lestari diperlukan kajian mengenai biologi reproduksi, bioekonomi dan pengkajian aspek yang sama pada musim yang berbeda.

40 DAFTAR PUSTAKA Atmaja SB & Nugroho D. 2005. Aplikasi model Beverton & Holt bagi Ikan layang (Decapterus spp) di Laut Natuna dan sekitarnya. Jurnal penelitian Perikanan Indonesia XII (6) : 11 16. Aziz KA. 1989. Dinamika populasi ikan. Handbook perikanan Indonesia. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Beverton RJH & Holt SJ. 1957. On the dynamics of exploited fish population. Her Majessty s Statinery Office. London. 533 p. Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L, K, t 0 ) berdasarkan data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 4(1): 75 84. Boer M & Aziz KA. 1995. Prinsip prinsip dasar pengelolaan sumberdaya perikanan melalui pendekatan bio ekonomi. Jurnal Ilmu ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia III(2): 109 119. Boer M dan Aziz KA. 2007. Gejala tangkap lebih perikanan pelagis kecil di perairan Selat Sunda. In Jurnal Ilmu ilmu Perikanan dan Perikanan Indonesia. XIV(2): 98. [BRKP DKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2001. Pengkajian stok ikan di perairan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Tangkap, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, LIPPI. Jakarta.124 hlm. Busacker GP, Adelman IR, & Goolish EM. 1990. Growth. p.363 382 in Schreck, C. B and P. B. Moyle (editor), Methods for Fish Biology. American Fisheries Society, Maryland. USA. [DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2009. Laporan kegiatan pemantauan produktivitas alat tangkap tahun 2008. PPN Brondong. Lamongan. 103 hlm. [DKP & JICA] Direktoral Jenderal Perikanan Tangkap dan Japan Internasional Cooperation Agency. 2009. Pengelolaan sumberdaya perikanan. DKP & JICA. Jakarta. [DKP & LIPI] Direktoral Jenderal Perikanan Tangkap dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2001. Pengkajian stok di Perairan Indonesia. BRKP DKP & LIPI. Jakarta. Dowdy S, Weardon S & Chiko D. 2004 Statistics for reasearch third edition. A John Willey & Sons Inc. Hoboken, New Jersey. 627 p. Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hlm. Gulland JA. 1983. Fish stock assessment: a manual of basic methods, volume 1. John Wiley & Sons, inc. New York, USA. xii + 223p. [ICRF] Indonesian Coral Reef Fondation. 2004. Panduan dasar pengenalan ikan karang secara visual Indonesia. ICRF. Jakarta. 24 hlm. [JICA] Japan International Cooperation Agency. 2009. Indonesian Fishing Ports 2009. DGCF, MMAF and JICA. Jakarta. 209 hlm.

41 Kartamiharja ES & Purnomo K. 2006. Parameter populasi, kebiasaan makan, dan total hasil tangkapan ikan dominan di waduk wadaslintang, Jawa tengah. Jurnal Ilmuilmu Perairan dan Perikanan XII(1):26. King M. 1995. Fisheries biology, assessment, and management. Fishing News Book. London, USA. 341p. Pauly D. 1983. Studying single species dynamic in a tropical multispecies contex in D. Pauly & G. I Murphy (editor). Theory and management of tropical fisheries. Proceedings of the ICLRAM/CSRIO, workshop on the theory & management of tropical multispecies stocks, 12 21 January 1981. Cronulla, Australia. Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters: a manual for use with programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325p. Perdana RA. 2007. Studi tentang komposisi hasil tangkapan dan beberapa aspek biologi ikan layur (Trichiurus lepturus) yang tertangkap dengan alat tangkap cantrang di PPN Brondong, Lamongan, Jawa Timur [skripsi]. Program Studi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Jakarta. 60 hlm. Setiawan I. 2005. Pemanfaatan sumberdaya ikan dan analisa pendapatan nelayan Bondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya. Malang. Sparre P & Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku i manual (Terjemahan dari Introduction to tropical fish stock assessment part 1). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm. Subagio. 2004. Karakteristik protein miofibril dari ikan kuniran (Upeneus moluccensis) dan Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus), Volume XV. [terhubung berkala]. http://www.akademik.unsri.ac.id/2004/1 9.pdf. [8 Oktober 2009]. Suman A, Motinintja DR, Haluan J, & Boer M. 2006. Pola pemanfaatan sumberdaya udang dogol (Metapenaeus ensisde haan) secara berkelanjutan di perairan Cilacap dan sekitarnnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi, Sumberdaya dan Penangkapan XII (1) : 41 46. Suwarso & Tuti H. 2003. Biologi dan ekologi ikan pelagis kecil di pantai utara Jawa barat dan selat sunda. Jurnal ilmu ilmu perairan dan perikanan Indonesia IX(7): 30 43. Syamsiyah NN. 2010. Studi Dinamika Stok Ikan Biji Nangka (Upeneus sulphureus Cuvier, 1829). (Skripsi dalam proses]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hlm. Undang undang Republik Indonesia. 2009. Undang undang Republik Indonesia nomor 45 tentang perikanan. Jakarta. 53 hlm. Wangsadinata V. 2009. Sistem Pengendalian Mutu Ikan Swanggi (Priacanthus macracanthus) (Studi Kasus di CV Bahari Express, Pelabuhan Ratu, Sukabumi) [skripsi]. Departemen Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 76 hlm.

42 Widodo J & Suadi. 2006. Pengelolaan sumberdaya perikanan laut. Gadjah mada University Press. Yogyakarta. 252 hlm. Widodo AAP & Wododo J. 2003. Perikanan pari artisanal di Laut Jawa. Jurnal jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia IX(7): 37 47. www.aquamaps.org. Priacanthus tayenus. [terhubung berkala]. http://www. Aquamaps.org/preamp.php?cache=1&SpecID=Fis 31051. [15 Desember 2009]. www.fishbase.org. Priacanthus tayenus. [terhubung berkala]. http://www. fishbase.org/summary/spesiessummary.php?id=1144&genusname=priacanthu s&spesiesname=tayenus. [15 Desember 2009].

LAMPIRAN 43

44 Lampiran 1. Bahan dan alat yang akan digunakan Ikan Mata Besar (Priacanthus tayenus) Timbangan digital Meteran jahit Kamera digital

45 Lampiran 2. Metode pengukuran panjang total dan bobot basah ikan Pengukuran panjang total ikan Pengukuran bobot basah ikan contoh

46 Lampiran 3. Contoh kuisioner yang telah diisi Hari/Tanggal wawancara : 7 Februari 2010 Nama nelayan : Muhtadin (pemilik kapal/pekerja)* Usia : 32 tahun Alamat : Paciran Jumlah tanggungan : 5 Orang Jenis nelayan : musiman/penuh Jenis alat tangkap : Dogol Spesifikasi panjang : Lebar : 15 meter Tinggi : 40 meter Ukuran mata jaring : 5 cm Jenis perahu : Perahu motor Bobot perahu : 10 ton Jumlah ABK : 10 orang Daerah penangkapan : Bawean Biaya operasional : 6 10 juta Jenis ikan yang paling banyak ditangkap : kuniran, golok/ ikan mata besar, kakap Info lain : Nama Kapal : Maharani Musim puncak : Desember sampai Maret Musim paceklik : April sampai Juli Harga jual ikan : 7000 per kilogram Keterangan : *Coret yang tidak perlu

47 Lampiran 4. Data panjang dan bobot ikan contoh Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) 29.0 191 28.2 185 17.4 77 28.2 173 20.5 104 29.0 243 30.0 295 23.5 170 20.2 113 18.9 85 29.2 196 19.2 91 28.2 221 27.2 246 23.5 155 27.0 172 17.6 69 27.3 216 19.4 95 28.4 233 28.0 195 24.0 176 20.7 103 17.0 68 24.3 130 19.6 99 22.0 140 28.0 194 30.0 253 21.6 116 16.4 68 24.0 138 21.6 116 29.3 256 24.5 182 29.4 212 23.6 126 17.1 53 23.3 142 20.0 105 31.1 318 25.0 169 30.9 257 24.9 150 19.1 91 24.5 148 19.4 100 29.1 251 29.8 225 25.0 266 20.8 102 18.0 86 27.2 192 21.3 121 27.2 221 24.2 169 27.6 211 20.6 128 16.1 56 24.4 149 18.7 83 30.0 316 22.7 127 24.4 175 21.0 117 17.1 77 26.2 162 25.8 163 30.5 277 26.4 174 29.6 247 20.5 108 16.4 55 29.5 226 18.0 98 26.5 238 23.2 146 26.7 166 24.2 144 16.2 52 29.8 228 25.9 169 24.1 184 23.5 141 27.6 197 19.6 102 17.2 67 26.0 266 19.5 100 30.5 233 31.5 257 23.6 159 21.2 114 18.0 69 25.5 134 21.0 110 25.6 197 23.5 156 29.8 210 28.1 194 17.2 72 28.5 187 30.0 254 24.0 157 29.1 236 29.1 198 19.6 95 18.2 76 24.3 179 27.5 184 23.5 183 31.0 297 27.5 146 30.3 283 17.1 69 28.4 207 20.5 107 27.0 185 24.2 175 25.8 157 20.7 92 17.0 67 29.6 192 29.0 250 23.3 156 23.0 116 19.6 106 27.1 204 17.5 67 27.1 173 27.0 161 22.7 153 30.5 297

48 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) 27.4 174 26.3 171 19.0 68 29.9 238 27.0 167 24.2 189 23.6 154 23.5 150 28.0 182 17.3 62 28.4 187 28.0 184 22.8 151 24.6 176 24.3 162 26.4 174 16.1 56 21.5 125 26.5 180 26.5 230 26.0 161 19.5 111 21.7 123 17.2 55 29.3 253 27.5 189 23.1 188 29.2 251 26.4 167 21.8 128 16.9 59 30.0 265 27.3 198 28.5 250 22.6 168 20.6 119 28.3 229 16.1 58 28.2 257 25.2 147 24.0 185 28.5 246 24.6 154 24.7 180 16.1 54 28.7 246 24.0 139 23.5 168 27.2 203 24.2 164 28.6 176 17.3 73 30.0 263 27.5 189 24.0 170 25.7 183 23.9 167 23.8 153 16.5 57 27.1 189 28.0 202 25.2 222 24.5 176 26.2 168 25.5 168 19.2 85 28.3 174 28.0 189 23.5 195 28.7 229 25.8 189 25.4 164 18.6 72 25.0 142 25.0 152 22.3 133 31.0 284 22.6 132 21.7 126 18.9 69 29.0 198 24.0 147 23.4 188 25.0 147 23.7 191 28.2 190 18.3 74 27.2 189 26.7 218 29.6 222 23.9 179 24.1 172 27.0 178 19.1 80 24.0 172 23.5 122 28.0 252 31.5 314 26.7 150 26.6 163 17.3 51 21.2 119 24.0 144 29.0 265 23.7 181 24.0 116 26.0 162 17.7 57 29.7 199 20.6 108 23.0 133 29.6 269 24.0 129 26.1 168 16.5 45 29.0 245 25.0 177 29.2 281 30.0 235 29.0 191 25.7 170 17.4 54 22.2 121 22.5 145 31.5 327 27.0 144 24.0 138 21.5 127 21.2 87 27.6 196 20.5 106 22.5 143 26.5 176 23.7 117 23.4 124 22.0 89 27.2 225 22.0 120 31.5 312 24.0 133

49 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) 22.1 150 26.0 139 17.0 56 29.0 275 22.5 142 29.6 277 23.0 159 20.6 101 25.2 170 29.5 253 27.0 200 22.6 142 22.0 131 22.0 144 24.5 148 21.8 149 19.0 91 24.0 150 27 274 20.5 121 25.0 182 23.4 98 21.6 119 20.8 99 27.5 186 20.9 114 22.0 138 24.2 157 19.4 85 23.0 143 20.1 115 26.2 147 26.7 179 23.5 130 24.0 190 18.7 77 26.2 127 19.0 67 25.0 176 23 129 20.8 120 25.5 189 17.7 75 20.2 102 19.1 96 20.0 100 21.5 115 21.6 120 29.0 276 18.0 72 24.2 128 20.1 104 24.2 124 23.5 142 22.7 113 25.6 173 17.9 74 21.6 129 24.0 112 25.4 157 25 166 21.3 115 22.0 145 19.8 95 21.6 122 19.2 97 24.1 148 26.7 226 22.5 135 23.0 147 16.7 56 20.9 121 20.1 102 27.2 179 27.5 167 21.7 123 28.5 273 19.1 86 20.8 101 19.5 94 27.6 170 27.6 172 22.1 119 22.0 133 18.6 82 20.1 107 18.4 89 29.5 298 26.9 190 23.1 144 23.5 128 17.7 71 20.4 105 18.7 71 26.8 178 24.5 157 21.5 117 27.5 149 18.9 84 18.9 94 19.0 99 28.2 230 29.7 232 22.0 120 24.9 173 18.4 68 23.0 122 17.1 70 26.5 173 24.5 171 19.5 97 28.1 278 17.7 70 20.3 97 28.7 264 23.5 124 27.4 177 21.4 130 29.6 245 20.9 95 18.3 93 28.5 262 27.2 198 31 274 22.0 119 24.0 159 24.1 159 20.5 106 23.0 144 28.0 185 23 137 20.3 107 23.5 144 18.6 85 20.8 102 23.1 138 26.3 188 26.7 183 20.0 102 22.5 156

50 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) 19.7 85 20.3 99 25.1 165 21.4 126 24.0 151 22.0 129 30.0 260 19.8 91 21.1 111 28.5 244 29.5 277 29.5 191 20.2 125 29.5 211 19.4 74 19.2 91 23.4 146 26.5 178 25.5 170 22.8 128 28.0 189 19.7 88 19.7 92 20.1 112 29.5 231 25.0 140 19.0 87 29.5 239 16.1 61 19.2 94 19.1 106 21.5 127 27.5 180 20.2 100 28.5 216 17.3 74 19.9 86 19.3 93 24.0 169 25.0 156 22.8 120 22.0 167 16.6 64 21.4 107 20.5 98 21.6 124 20.0 138 20.4 119 25.5 169 16.0 77 20.8 112 20.1 100 19.7 91 25.0 164 20.0 109 25.0 160 18.1 77 18.0 88 20.5 102 23.0 172 21.0 127 19.7 98 24.0 126 18.3 73 20.5 97 20.2 91 21.0 110 19.0 91 22.0 104 24.5 163 16.2 58 21.2 112 20.0 102 21.0 108 20.8 130 20.5 116 24.0 168 18.4 78 21.1 111 20.4 115 23.3 128 21.6 123 20.5 110 25.3 161 19.2 77 17.0 68 20.2 105 28.8 211 24.6 138 20.7 107 27.0 225 17.6 64 18.5 77 19.2 96 29.0 164 22.5 120 22.6 120 23.8 166 19.4 87 19.5 97 18.0 70 18.5 86 21.6 118 19.7 102 25.7 181 19.1 78 18.7 77 19.3 91 20.7 110 22.0 132 21.8 119 23.0 159 18.9 87 20.0 94 19.3 93 18.0 83 22.5 130 19.0 94 23.5 178 17.9 64 19.1 98 20.3 94 19.5 88 24.5 142 18.6 92 22.0 138 19.6 68 19.8 94 20.7 90 25.1 159 21.6 118 18.3 86 25.4 171 16.9 57 21.0 95 21.2 108 21.0 127 17.6 95 17.2 72 25.5 174

51 Lampiran 4. (lanjutkan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) 17.5 66 20.5 99 20.5 103 24.7 149 21.0 101 19.0 92 19.8 89 18.9 85 18.8 88 20.3 111 18.0 77 22.0 131 19.4 94 17.0 75 18.2 78 16.3 83 20.0 96 18.1 83 26.1 173 20.0 83 29.0 284 17.0 68 18.2 81 21.5 101 20.0 109 22.0 124 19.0 94 18.3 105 18.2 78 18.8 80 20.4 105 25.1 157 26.4 174 20.0 97 25.6 187 25.0 141 19.5 106 18.6 89 19.6 90 20.7 108 18.0 78 24.9 179 27.0 220 27.5 184 18.0 68 19.1 95 21.7 117 19.1 90 18.0 99 27.6 217 30.0 262 20.1 104 17.5 80 22.5 141 17.6 68 17.5 91 25.8 174 21.2 117 19.3 84 17.0 67 21.2 111 17.0 71 21.0 116 25.6 185 22.0 116 19.8 103 15.5 49 20.9 92 21.8 171 24.6 175 23.3 159 22.0 122 19.2 91 16.5 63 20.3 95 22.1 168 18.5 85 25.2 138 27.0 166 22.0 105 24.9 154 22.2 143 25.5 218 19.2 94 24.3 165 24.5 146 18.0 86 20.0 96 21.5 109 22.6 131 25.5 184 23.1 176 23.7 160 21.0 113 20.0 99 22.5 126 23.5 189 24.9 179 29.3 193 26.0 161 19.4 96 18.0 83 20.5 107 26.6 181 21.0 117 28.5 234 28.0 227 20.1 101 19.4 106 22.3 120 27.4 184 20.5 109 29.6 224 26.5 183 20.5 107 20.5 121 20.0 95 23.2 178 20.5 115 25.3 179 23.0 140 21.0 117 18.2 83 22.5 127 27.1 250 24.5 174 23.7 148 21.1 104 19.2 93 20.5 109 23.7 141 23.0 152 21.0 109 27.7 193 20.8 108 20.2 104 19.5 91 18.6 95 23.3 168 25.5 185

52 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) 26.0 167 22.2 125 24.0 155 20.5 95 25.5 160 25.5 136 17.0 105 29.4 200 21.0 124 20.6 109 21.5 124 18.7 141 28.7 271 24.6 179 23.7 159 18.0 85 21.7 122 20.3 97 22.5 95 30.4 243 18.5 93 26.2 176 19.5 96 20.8 102 18.5 83 20.0 110 29.0 268 20.5 114 20.9 123 18.5 81 25.0 159 21.5 129 21.5 90 21.2 158 20.0 102 23.0 167 21.0 87 24.0 135 22.0 138 18.0 119 30.0 230 21.5 114 27.2 169 21.3 116 23.0 130 20.5 97 17.5 96 22.5 120 24.5 170 30.0 365 23.7 147 20.4 105 20.8 116 21.4 112 24.0 185 21.7 112 19.5 91 20.8 95 28.0 233 20.9 111 23.0 135 22.3 135 20.0 106 26.5 164 23.0 114 23.3 132 22.0 123 20.0 100 22.9 168 18.0 89 24.2 134 20.2 93 26.0 164 17.5 72 24.0 150 22.8 136 25.7 188 23.4 158 23.6 105 21.3 98 21.3 103 23.0 131 23.2 148 19.6 101 20.0 93 21.6 112 22.2 143 24.0 166 23.0 109 25.5 194 20.0 109 21.3 107 20.3 101 21.2 97 28.0 236 22.2 110 23.0 160 19.1 85 20.0 98 20.0 103 21.4 128 30.0 272 22.6 140 27.0 190 24.9 182 19.2 87 19.8 122 25.6 152 24.5 177 21.7 135 25.5 149 19.2 90 21.2 101 21.1 109 27.2 179 23.8 181 25.5 152 25.9 153 19.4 106 21.6 104 19.1 95 22.2 135 19.7 92 21.5 134 23.5 146 25.8 189 17.2 63 20.7 99 21.7 117 20.5 96 20.6 124 24.5 158 25.6 186 19.3 85 21.4 120 22.0 138 21.5 99 21.6 158 21.0 134 21.6 130

53 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) 19.0 87 19.9 94 18.3 88 23.0 131 19.0 129 21.5 135 19.4 81 19.4 73 20.2 95 18.0 84 21.4 111 20.6 124 25.0 134 25.6 183 17.4 62 19.4 102 18.3 83 21.3 114 21.0 112 19.5 92 18.6 84 18.5 77 19.5 90 18.2 87 19.8 91 22.5 109 19.0 86 18.4 85 18.8 77 19.6 98 17.1 64 19.8 104 20.0 103 18.7 80 18.1 70 19.0 84 20.7 100 22.0 122 20.0 94 28.0 245 20.7 106 18.3 102 18.2 79 19.5 88 21.0 106 19.5 99 27.5 188 20.3 91 24.8 181 18.3 80 20.3 95 21.3 111 21.5 104 23.0 142 22.0 116 18.1 90 18.5 94 21.3 109 20.3 108 20.5 106 24.5 141 18.2 93 18.0 102 18.2 78 19.5 88 20.8 115 27.5 207 24.0 153 19.0 83 21.5 117 18.5 76 21.5 106 19.9 109 25.9 187 28.5 192 27.5 224 19.7 104 18.5 76 21.5 106 19.9 109 25.9 187 28.5 192 27.5 224 19.7 104 19.5 75 21.2 111 20.1 102 20.2 103 21.6 126 18.3 82 19.2 98 24.0 129 19.7 93 20.3 105 22.0 119 20.3 174 17.0 64 24.6 178 22.9 140 19.5 92 19.0 84 20.5 103 25.4 184 20.0 93 21.5 110 19.9 93 20.7 108 20.1 98 20.5 109 21.5 152 21.0 119 19.5 93 19.4 87 20.1 109 20.2 108 19.2 91 25.0 168 20.6 112 20.7 109 22.7 133 21.2 112 23.3 137 21.0 102 25.5 199 22.5 138 25.6 185 19.0 87 19.1 97 21.4 117 19.5 90 24.0 177 21.0 110 21.0 113 19.5 108 19.8 104 18.1 83 23.0 146 24.0 133 20.5 118 20.6 100

54 Lampiran 4. (lanjutan) Minggu 7 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Senin 15 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Selasa 23 Februari 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Rabu 3 Maret 2010 Panjang (cm) Bobot (gram) Kamis 11 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Jum'at 19 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) Sabtu 27 Maret 2010 Panjang Bobot (cm) (gram) 25.4 125 19.2 88 19.4 95 19.0 97 23.6 130 21.5 109 17.0 73 19.7 105 20.6 112 22.1 132 19.0 90 22.9 138 20.0 106 18.2. 78 22.6 99 21.2 110 20.3 102 20.0 98 25.0 172 22.0 111 21.4 113 21.0 114 20.2 109 20.2 102 21.0 105 26.0 185 25.5 204 26.2 190 19.8 96 18.1 84 22.2 129 19.0 85 24.5 128 26.0 239 16.5 60 18.1 70 20.7 102 20.2 102 20.0 99 21.5 143 27.7 188 20.0 108 16.2 56 21.8 120 21.9 116 19.0 94 24.5 157 26.0 186 26.4 191 19.2 94 20.9 109 21.7 150 20.1 102 23.5 127 25.4 192 18.6 85 17.3 62 20.9 113 20.9 121 20.5 109 21.0 121 23.4 183 24.7 179 17.2 70 23.4 127 19.2 91 21.7 125 22.0 123 22.5 165 17.6 83 19.5 82 21.7 117 20.6 100 27.4 187 22.0 126 21.5 135 21.0 109

55 Lampiran 5. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh I Waktu pengambilan contoh: 7 Februari 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.26 Sb (simpangan baku nilai b): 0.06 300 Bobot (gram) 250 200 150 100 50 W = 0.0001L 2.26 R² = 0.92 0 150 200 250 300 350 Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t 2,26 3 0.06 13.02 t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

56 Lampiran 6. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh II Waktu pengambilan contoh: 15 Februari 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 1.98 Sb (simpangan baku nilai b): 0,06 Bobot (gram) 300 250 200 150 100 50 W= 0.002L 1.98 R² = 0.89 0 150 200 250 300 350 Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t 1.98 3 0,06 17.62 t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

57 Lampiran 7. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh III Waktu pengambilan contoh: pada 23 Februari 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.49 Sb (simpangan baku nilai b): 0.06 Bobot (gram) 300 250 200 150 100 50 W = 0.0001L 2.49 R² = 0.89 0 150 200 250 300 350 Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t 2.49 3 0.06 7.35 t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

58 Lampiran 8. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh IV Waktu pengambilan contoh: 3 Maret 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.15 Sb (simpangan baku nilai b): 0.05 350 Bobot (gram) 300 250 200 150 100 50 W= 0.01L 2.15 R² = 0.92 0 150 200 250 300 350 Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t 2.15 3 0.05 16.16 t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

59 Lampiran 9. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh V Waktu pengambilan contoh: 11 Maret 2010 Ukuran contoh (n):150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 1.77 Sb (simpangan bakunilai b): 0.09 300 Bobot (gram) 250 200 150 100 50 W= 0.009L 1.77 R² = 0.77 0 150 200 250 300 350 Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t 1.77 3 0.08 15.39 t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

60 Lampiran 10. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh VI Waktu pengambilan contoh: 19 Maret 2010 Ukuran contoh (n):150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.40 Sb (standard eror nilai b): 0.07 Bobot (gram) 350 300 250 200 150 100 50 0 W= 0.0001L 2..40 R² = 0.89 150 200 250 300 350 Panjang total (mm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t 2.40 3 0.07 8.96 t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150 = 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

61 Lampiran 11. Uji statistik nilai b ikan mata besar pada pengambilan contoh VII Waktu pengambilan contoh: 27 Maret 2010 Ukuran contoh (n): 150 Diketahui: b (nilai pola pertumbuhan ikan mata besar): 2.17 Sb (standard eror nilai b): 0.06 350 Bobot (gram) 300 250 200 150 100 50 W = 0.001L 2.17 R² = 0.91 0 150 200 250 300 350 Panjang total (cm) Contoh perhitungan pengambilan contoh pendahuluan: H 0 : b = 3 H 1 : b 3 t 2.17 3 0.06 14.88 t tabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 150= 1.15 oleh karena t hitung > t tabel maka tolak hipotesis nol (H 0 ) dan terima (H 1 ): b 3 Artinya pola pertumbuhan ikan mata besar bersifat allometrik negatif pada selang kepercayaan 95%

62 Lampiran 12. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh I a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi 155 159 154.5 159.5 157 0 160 164 159.5 164.5 162 4 165 169 164.5 169.5 167 3 170 174 169.5 174.5 172 6 175 179 174.5 179.5 177 8 180 184 179.5 184.5 182 11 185 189 184.5 189.5 187 10 190 194 189.5 194.5 192 14 195 199 194.5 199.5 197 14 200 204 199.5 204.5 202 2 205 209 204.5 209.5 207 4 210 214 209.5 214.5 212 3 215 219 214.5 219.5 217 1 220 224 219.5 224.5 222 1 225 229 224.5 229.5 227 4 230 234 229.5 234.5 232 5 235 239 234.5 239.5 237 9 240 244 239.5 244.5 242 12 245 249 244.5 249.5 247 2 250 254 249.5 254.5 252 5 255 259 254.5 259.5 257 4 260 264 259.5 264.5 262 4 265 269 264.5 269.5 267 3 270 274 269.5 274.5 272 3 275 279 274.5 279.5 277 5 280 284 279.5 284.5 282 0 285 289 284.5 289.5 287 1 290 294 289.5 294.5 292 6 295 299 294.5 299.5 297 3 300 304 299.5 304.5 302 2 305 309 304.5 309.5 307 1 310 314 309.5 314.5 312 0 315 319 314.5 319.5 317 0

b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh I 63

64 Lampiran 13. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh II a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi 155 159 154.5 159.5 157 0 160 164 159.5 164.5 162 1 165 169 164.5 169.5 167 0 170 174 169.5 174.5 172 1 175 179 174.5 179.5 177 0 180 184 179.5 184.5 182 5 185 189 184.5 189.5 187 7 190 194 189.5 194.5 192 7 195 199 194.5 199.5 197 17 200 204 199.5 204.5 202 14 205 209 204.5 209.5 207 21 210 214 209.5 214.5 212 18 215 219 214.5 219.5 217 13 220 224 219.5 224.5 222 3 225 229 224.5 229.5 227 0 230 234 229.5 234.5 232 6 235 239 234.5 239.5 237 5 240 244 239.5 244.5 242 2 245 249 244.5 249.5 247 3 250 254 249.5 254.5 252 2 255 259 254.5 259.5 257 2 260 264 259.5 264.5 262 7 265 269 264.5 269.5 267 2 270 274 269.5 274.5 272 4 275 279 274.5 279.5 277 1 280 284 279.5 284.5 282 6 285 289 284.5 289.5 287 1 290 294 289.5 294.5 292 0 295 299 294.5 299.5 297 0 300 304 299.5 304.5 302 2 305 309 304.5 309.5 307 0 310 314 309.5 314.5 312 0 315 319 314.5 319.5 317 0

b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh II 65

66 Lampiran 14. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh III a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi 155 159 154.5 159.5 157 0 160 164 159.5 164.5 162 7 165 169 164.5 169.5 167 3 170 174 169.5 174.5 172 16 175 179 174.5 179.5 177 3 180 184 179.5 184.5 182 13 185 189 184.5 189.5 187 5 190 194 189.5 194.5 192 21 195 199 194.5 199.5 197 3 200 204 199.5 204.5 202 25 205 209 204.5 209.5 207 11 210 214 209.5 214.5 212 10 215 219 214.5 219.5 217 5 220 224 219.5 224.5 222 8 225 229 224.5 229.5 227 0 230 234 229.5 234.5 232 7 235 239 234.5 239.5 237 0 240 244 239.5 244.5 242 3 245 249 244.5 249.5 247 0 250 254 249.5 254.5 252 2 255 259 254.5 259.5 257 1 260 264 259.5 264.5 262 1 265 269 264.5 269.5 267 0 270 274 269.5 274.5 272 1 275 279 274.5 279.5 277 0 280 284 279.5 284.5 282 1 285 289 284.5 289.5 287 3 290 294 289.5 294.5 292 0 295 299 294.5 299.5 297 1 300 304 299.5 304.5 302 0 305 309 304.5 309.5 307 0 310 314 309.5 314.5 312 0 315 319 314.5 319.5 317 0

b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh III 67

68 Lampiran 15. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh IV a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi 155 159 154.5 159.5 157 1 160 164 159.5 164.5 162 0 165 169 164.5 169.5 167 1 170 174 169.5 174.5 172 1 175 179 174.5 179.5 177 2 180 184 179.5 184.5 182 5 185 189 184.5 189.5 187 2 190 194 189.5 194.5 192 8 195 199 194.5 199.5 197 9 200 204 199.5 204.5 202 10 205 209 204.5 209.5 207 12 210 214 209.5 214.5 212 10 215 219 214.5 219.5 217 8 220 224 219.5 224.5 222 4 225 229 224.5 229.5 227 0 230 234 229.5 234.5 232 5 235 239 234.5 239.5 237 2 240 244 239.5 244.5 242 10 245 249 244.5 249.5 247 4 250 254 249.5 254.5 252 5 255 259 254.5 259.5 257 2 260 264 259.5 264.5 262 4 265 269 264.5 269.5 267 3 270 274 269.5 274.5 272 10 275 279 274.5 279.5 277 4 280 284 279.5 284.5 282 8 285 289 284.5 289.5 287 3 290 294 289.5 294.5 292 6 295 299 294.5 299.5 297 8 300 304 299.5 304.5 302 3 305 309 304.5 309.5 307 0 310 314 309.5 314.5 312 0 315 319 314.5 319.5 317 0

b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh IV 69

70 Lampiran 16. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh V a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi 155 159 154.5 159.5 157 0 160 164 159.5 164.5 162 0 165 169 164.5 169.5 167 0 170 174 169.5 174.5 172 0 175 179 174.5 179.5 177 2 180 184 179.5 184.5 182 2 185 189 184.5 189.5 187 3 190 194 189.5 194.5 192 5 195 199 194.5 199.5 197 2 200 204 199.5 204.5 202 8 205 209 204.5 209.5 207 11 210 214 209.5 214.5 212 8 215 219 214.5 219.5 217 14 220 224 219.5 224.5 222 9 225 229 224.5 229.5 227 12 230 234 229.5 234.5 232 6 235 239 234.5 239.5 237 5 240 244 239.5 244.5 242 8 245 249 244.5 249.5 247 7 250 254 249.5 254.5 252 10 255 259 254.5 259.5 257 6 260 264 259.5 264.5 262 3 265 269 264.5 269.5 267 7 270 274 269.5 274.5 272 5 275 279 274.5 279.5 277 7 280 284 279.5 284.5 282 4 285 289 284.5 289.5 287 1 290 294 289.5 294.5 292 1 295 299 294.5 299.5 297 2 300 304 299.5 304.5 302 1 305 309 304.5 309.5 307 0 310 314 309.5 314.5 312 1 315 319 314.5 319.5 317 0

b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh V 71

72 Lampiran 17. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh VI a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi 155 159 154.5 159.5 157 0 160 164 159.5 164.5 162 0 165 169 164.5 169.5 167 0 170 174 169.5 174.5 172 3 175 179 174.5 179.5 177 1 180 184 179.5 184.5 182 4 185 189 184.5 189.5 187 3 190 194 189.5 194.5 192 8 195 199 194.5 199.5 197 4 200 204 199.5 204.5 202 11 205 209 204.5 209.5 207 8 210 214 209.5 214.5 212 6 215 219 214.5 219.5 217 8 220 224 219.5 224.5 222 13 225 229 224.5 229.5 227 14 230 234 229.5 234.5 232 11 235 239 234.5 239.5 237 6 240 244 239.5 244.5 242 6 245 249 244.5 249.5 247 1 250 254 249.5 254.5 252 3 255 259 254.5 259.5 257 7 260 264 259.5 264.5 262 2 265 269 264.5 269.5 267 3 270 274 269.5 274.5 272 5 275 279 274.5 279.5 277 2 280 284 279.5 284.5 282 3 285 289 284.5 289.5 287 2 290 294 289.5 294.5 292 5 295 299 294.5 299.5 297 2 300 304 299.5 304.5 302 3 305 309 304.5 309.5 307 2 310 314 309.5 314.5 312 1 315 319 314.5 319.5 317 2

b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh VI 73

74 Lampiran 18. Sebaran frekuensi panjang ikan mata besar dianalisis dengan menggunakan program NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO ICLARM Stok Assesment Tool) pada pengambilan contoh VII a. Sebaran frekuensi (jumlah) pada masing masing selang kelas Selang Kelas Batas Bawah Batas Atas xi fi 155 159 154.5 159.5 157 0 160 164 159.5 164.5 162 0 165 169 164.5 169.5 167 1 170 174 169.5 174.5 172 3 175 179 174.5 179.5 177 2 180 184 179.5 184.5 182 10 185 189 184.5 189.5 187 4 190 194 189.5 194.5 192 6 195 199 194.5 199.5 197 4 200 204 199.5 204.5 202 4 205 209 204.5 209.5 207 5 210 214 209.5 214.5 212 6 215 219 214.5 219.5 217 5 220 224 219.5 224.5 222 5 225 229 224.5 229.5 227 3 230 234 229.5 234.5 232 5 235 239 234.5 239.5 237 9 240 244 239.5 244.5 242 8 245 249 244.5 249.5 247 15 250 254 249.5 254.5 252 6 255 259 254.5 259.5 257 14 260 264 259.5 264.5 262 4 265 269 264.5 269.5 267 1 270 274 269.5 274.5 272 4 275 279 274.5 279.5 277 1 280 284 279.5 284.5 282 4 285 289 284.5 289.5 287 4 290 294 289.5 294.5 292 4 295 299 294.5 299.5 297 5 300 304 299.5 304.5 302 3 305 309 304.5 309.5 307 1 310 314 309.5 314.5 312 2 315 319 314.5 319.5 317 2

b. Print screen sebaran frekuensi panjang menggunakan metode NORMSEP dengan program FiSAT II pada pengambilan contoh VII 75

76 Lampiran 19. Hasil pemisahan kelompok ukuran panjang ikan mata besar (Priacanthus tayenus) yang didaratkan di PPN Brondong Tanggal Kelompok Ukuran Panjang Ratarata (mm) Simpangan Baku Jumlah Populasi Indeks Sparasi 07 Februari 2010 181.54 181.54 9.09 68 n.a. 208.03 208.03 4.21 10 3.98 233.54 233.54 6.43 34 4.80 286.26 286.26 12.86 36 5.47 15 Februari 2010 205.10 205.10 10.24 90 n.a. 235.71 235.71 9.59 34 3.09 261.91 261.91 7.85 18 3.00 283.48 283.48 4.44 8 3.51 23 Februari 2010 176.34 176.34 7.26 40 n.a. 206.07 206.07 5.49 54 4.66 237.90 237.90 11.52 26 3.74 287.50 287.50 4.76 4 6.09 03 Maret 2010 204.42 204.42 9.85 63 n.a. 245.10 245.10 6.16 23 5.08 274.41 274.41 6.36 34 4.68 296.13 296.13 7.46 20 3.14 11 Maret 2010 215.92 215.92 10.44 70 n.a. 247.34 247.34 8.46 39 3.32 274.59 274.59 5.31 17 3.96 295.18 295.18 4.09 4 4.38 19 Maret 2010 181.64 181.64 3.86 8 n.a. 203.55 203.55 6.20 29 4.36 227.18 227.18 7.50 65 3.45 269.99 269.99 10.24 28 4.83 27 Maret 2010 186.83 186.83 7.28 26 n.a. 214.02 214.02 8.14 32 3.53 245.05 245.05 8.56 65 3.72 296.34 296.34 15.45 31 4.27

77 Lampiran 20. Nilai parameter pertumbuhan ikan mata besar (Priacanthus tayenus) yang didaratkan di PPN Brondong L K = 330.75 mm = 0.19 per tahun Log ( t 0 ) = 0.3922 ((0.2752*log (L ))) (1.038*(LOG(K))) t 0 = 0,36 tahun Keterangan: L = Panjang asimtotik (millimeter) K = Koefisien pertumbuhan (per tahun) t 0 = Umur hipotesis ikan ketika panjangnya nol (tahun)