BAB I PENDAHULUAN. terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, tenaga kerja yang tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pekerjaan konstruksi merupakan suatu proses yang besar, yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan program

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cepat dari waktu yang dijadwalkan, dan dengan tercapainya mutu. Dampak dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lain, misalnya industri pabrikan (manufacture), maka bidang konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut dengan meratifikasi 15 Konvensi International Labour Organization (ILO). Delapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik, tenaga kerja di Indonesia per bulan Februari

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. tempo kerja pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga dan pikiran

MUTU PEKERJAAN dan KESELAMATAN KERJA Oleh : Parfi Khadiyanto Anggota Dewan Pengurus Bidang I (Prolima)LPJKD Prov. Jateng

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

BAB III: TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Seminar TESIS. (9108

BAB I PENDAHULUAN. dalam kategori dominan sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUDAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) UNTUK KELANGSUNGAN USAHA

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan bagi para pekerja dan orang lain di sekitar tempat kerja untuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya sebuah kecelakaan. Istilah risiko (risk) memiliki banyak definisi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Mengemudi adalah kegiatan menguasai dan mengendalikan kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya korban

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan kondisi yang menunjukkan Indonesia tidak dapat menghindarkan diri dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang menjadi penentu pencapaian dan kinerja suatu perusahaan. Jika dalam proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem Pendidikan

Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

BAB I PENDAHULUAN. setiap pelaku bisnis di berbagai sektor industri. Era globalisasi memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dalam industri (Heinrich, 1980). Pekerjaan konstruksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

dimilikinya. Dalam hal ini sangat dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan skill yang handal serta produktif untuk membantu menunjang bisnis

BAB I PENDAHULUAN. hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping hak-hak normatif

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan

BAB I PENDAHULUAN. masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan

PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2 Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi se

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam perusahaan tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas dan efisiensi kerja yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja juga tinggi (Ramli, 2013). terjadi kecelakaan kasus kecelakaan kerja, 9 pekerja meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

PENGATURAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI DITINJAU BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 (Studi Kasus di Kotamadya Medan)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peran komunikasi pemasaran dalam pengelolaan sebuah perusahaan

ANALISIS PENERAPAN JAMSOSTEK PADA PROYEK KONSTRUKSI. Oleh TEGUH SUSANTO NPM. :

Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proyek konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PEMBERLAKUAN SYARAT SERTIFIKASI KETERAMPILAN KERJA MANDOR DI LAPANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

KESELAMATAN, KEAMANAN, & KESEHATAN KERJA

I. PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah Indonesia saat ini, telah ditekankan pemberian kewenangan

BAB 1 PENDAHULUAN. bersangkutan.secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang. yang dapat mengakibatkan kecelakaan(simanjuntak,2000).

K3 Konstruksi Bangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB I PENDAHULUAN. para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman.

Project Manager pada Proyek Wisma Atlet Banyuwangi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA BEBERAPA PROYEK KONSTRUKSI DI KOTA MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara kompetitif. Dari segi dunia

BAB II TINJAUAN UMUM DAN TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

Menteri Basuki Minta Seluruh BUJT dan Kontraktor Lakukan Prosedur K3 Sunguh- Sungguh

pada tabel 6.1 tentang penyebab kecelakaan akibat tidakan tidak aman ( Unsafe

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek konstruksi merupakan sektor industri dengan resiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (dikutip dari http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=4997&cid=25,6 November 2010). Berbagai penyebab utamanya adalah karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik dengan tingkat kesulitan yang berbeda di setiap proyek, lokasi kerja dengan kondisi yang tidak dapat ditentukan, bersifat terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, tenaga kerja yang tidak terlatih dan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3 ) yang sangat lemah. Kewajiban untuk menyelenggarakan sistem manajemen K3 pada perusahaanperusahaan besar melalui Undang-undang Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja yang sudah menerapkan sistem manajemen K3 dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya sistem manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan (dikutip dari www.referensionline.info/pdf/kasus-kecelakaan.html, 20 Maret 2012) 1

2 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat hingga tahun 2010, kecelakaan kerja masih didominasi bidang jasa konstruksi (31,9%), disusul industri (31,6%), transport (9,3%), pertambangan (2,6%), kehutanan (3,8%), dan lain-lain (20%). Tingginya angka kecelakaan kerja di sektor jasa konstruksi itu karena kesadaran dari penyedia jasa terhadap keselamatan kerja masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah anggota yang memiliki sertifikat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) baru sekitar 5%. (dikutip dari http://soklin-soklin. blogspot.com/2011/04/angka-kecelakaan-kerja-jasa-konstruksi.html-angka kecelakaan kerja jasa konstruksi tinggi, 18 April 2011). Masalah K3 secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (A2K4) Indonesia Anas Zaini Z Iksan mengatakan, setiap tahun terjadi 96.000 kasus kecelakaan kerja. Dari jumlah ini, sebagian besar kecelakaan kerja terjadi pada proyek jasa konstruksi dan sisanya terjadi di sektor Industri manufaktur (dikutip dari http://www.its.ac.id/personal/files/pub /3906- moses-ie-manajemen RISIKO K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) PADA PROYEK PEMBANGUNAN APARTEMEN PUNCAK PERMAI SURABAYA.pdf, 20 Maret 2012) Berdasarkan laporan PT. Jamsostek dari tahun 2000 sampai tahun 2011, jumlah angka kecelakaan sebagai berikut :

3 Tabel 1.1 Data Kecelakaan Kerja Angka Kasus Kecelakaan Tahun (Jumlah kecelakaan kerja yang terjadi per tahun) 2000 98.902 2001 104.774 2002 103.204 2003 105.846 2004 95.418 2005 99.023 2006 95.624 2007 83.714 2008 58.600 2009 54.398 2010 98.711 2011 99.941 Sumber: Jamsostek, 2012 Berdasarkan data yang tercatat di PT. Jamsostek, menunjukkan bahwa untuk tahun 2002 terdapat 103.204 kasus kecelakaan kerja di Indonesia dan 1.253 kasus kecelakaan kerja tersebut terjadi pada sektor jasa konstruksi dan pada periode tahun 2007 sedikitnya terjadi 65.000 kasus. Namun data tersebut diyakini bukan jumlah sebenarnya, hanya 50% saja perusahaan yang mengasuransikan pekerjanya pada Jamsostek, sedangkan data tersebut diambil dari jumlah klaim kepada Jamsostek. Seperti diakui oleh berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja, angka kecelakaan kerja yang tercatat dicurigai hanya mewakili tidak lebih dari setengah saja dari angka kecelakaan kerja yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain rendahnya kepentingan masyarakat untuk melaporkan kecelakaan kerja kepada pihak yang berwenang, khususnya PT. Jamsostek. Pelaporan kecelakaan kerja sebenarnya diwajibkan

4 oleh undang-undang, namun terdapat dua hal penghalang yaitu prosedur administrasi yang dianggap merepotkan dan nilai klaim asuransi tenaga kerja yang kurang memadai. Di samping itu, sanksi bagi perusahaan yang tidak melaporkan kasus kecelakaan kerja sangat ringan. Berdasarkan data PT. Jamsostek, kerugian langsung yang ditimbulkan akibat kecelakaan kerja mencapai 300 miliar pada tahun 2008 (dikutip dari http://bisnis.vivanews.com/news/read/120943-kerugian_kecelakaan_kerja_capai_rp_50 _triliun, 6 November 2010). Kerugian tak langsung menurut Ketua Dewan K3 Harjono, bisa sekitar 15 kalinya kerugian langsung, sehingga estimasi kerugian bisa mencapai 40-50 triliun per tahun atau setara dengan satu persen GDP nasional setiap tahunnya (dikutip dari vivanews.com, 6 November 2010). Kerugian yang ditimbulkan akibat kecelakaan kerja meningkat di tahun 2010 dan tahun 2011 masing-masing sebesar Rp 401,237 miliar di tahun 2010 dan Rp 504,029 miliar di tahun 2011(Jamsostek, 2012) Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Kecelakaan kerja bersumber dari faktor-faktor organisasi dan manajemen, bukan dari kesalahan pekerja. Para pegawai dan pekerja mestinya dapat diarahkan dan dikontrol oleh pihak manajemen agar tercipta suatu aktivitas kerja yang aman. Pihak manajemen harus bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja para pekerjanya dengan menjalankan peran Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) secara benar dan bertanggung jawab.

5 Manajemen yang tepat pada setiap tahapan kegiatan konstruksi sangat diperlukan dengan tujuan untuk mencapai hasil yang optimal dalam aspek biaya, mutu dan waktu. Manajemen konstruksi mempunyai peranan mencapai empat sasaran keberhasilan proyek yaitu tepat waktu, biaya sesuai anggaran, kualitas yang memenuhi spesifikasi yang disyaratkan, dan terjaminnya keselamatan kerja. Pelaku dari manajemen konstruksi dalam pembahasan ini adalah Manajer Konstruksi sebagai orang yang bertanggung jawab dalam merencanakan, menjalankan dan mengendalikan sebuah proyek. Manajer Konstruksi adalah suatu kesatuan organisasi yang terdiri dari personel/orang-orang yang memiliki keahlian dalam managemen konstruksi. Keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi akan sangat ditentukan oleh kualitas dari Manajer Konstruksi yang dapat dilihat dari pendidikan dan pengalaman atau masa kerjanya. Seorang Manajer Konstruksi mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memastikan proyek tersebut berjalan sesuai dengan rencana dan dapat menggunakan sumber daya yang tersedia dengan optimal dan bertanggung jawab juga terhadap perencanaan proyek manajemen, manajemen harga, manajemen waktu, manajemen kualitas, administrasi kontrak, manajemen keselamatan, dan praktik profesional. Seorang Manajer Konstruksi harus mempunyai kualifikasi tertentu seperti jiwa kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian sasaran, memiliki kredibilitas secara teknis, latar belakang pengalaman yang cukup dan pendidikan yang memadai, yang mempengaruhi kemampuan Manajer Konstruksi dalam pemahamannya terhadap tugas dan tanggung jawabnya di lapangan.

6 Kinerja kontraktor dalam melaksanakan proyek tidak terlepas dari peran sumber daya manusia yang dimilikinya, dimana jika sumber daya manusia ini berhasil dimanfaatkan semaksimal mungkin, akan sangat menentukan keberhasilan suatu proyek. Semakin tinggi kinerja kontraktor dalam pelaksanaan proyek akan menurunkan biaya proyek atau meningkatkan keuntungan, menghindari keterlambatan, dan kualitas proyek dapat terpenuhi. Untuk menghasilkan kinerja yang baik, sebuah proyek harus dimanage dengan baik oleh Manajer Konstruksi yang berkualitas baik serta memiliki kompetensi yang disyaratkan, yaitu yang mencakup unsur ilmu pengetahuan (knowledge), kemampuan (skill) dan sikap (attitude). Ketiga unsur ini merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan proyek. Sebuah proyek dinyatakan berhasil apabila proyek dapat diselesaikan dengan waktu, ruang lingkup dan biaya yang telah direncanakan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Sejauhmana pengaruh pemahaman manajemen atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Manajer Konstruksi terhadap keberhasilan suatu proyek di PT. Waskita Karya (Persero) Medan? 2. Bagaimana pengaruh pendidikan dan masa kerja, terhadap tingkat pemahaman Manajer Konstruksi atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Waskita Karya (Persero) Medan?

7 3. Bagaimana pengaruh waktu dan biaya terhadap kinerja Manajer Konstruksi di PT. Waskita Karya (Persero) Medan? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari tingkat pemahaman manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Manajer Konstruksi terhadap keberhasilan suatu proyek di PT. Waskita Karya (Persero) Medan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendidikan dan masa kerja, terhadap tingkat pemahaman Manajer Konstruksi di PT. Waskita Karya (Persero) Medan. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh waktu dan biaya terhadap kinerja Manajer Konstruksi di PT. Waskita Karya (Persero) Medan. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : 1. Perusahaan konstruksi khususnya PT. Waskita Karya (Persero) Medan, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam mengelola manajemen konstruksi pada pelaksanaan proyek dan dalam memilih Manajer Konstruksi sebagai penanggung jawab pelaksanaan proyek.

8 2. Ilmu pengetahuan, sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya bagi program studi Ilmu Manajemen. 3. Masyarakat, sebagai informasi khususnya bagi yang bekerja pada bidang konstruksi tentang pentingnya diterapkannya program sistem manajemen K3 untuk pencegahan kecelakaan pada saat bekerja dan memberikan motivasi pada para pekerja konstruksi untuk senantiasa menerapkan disiplin kerja yang tinggi untuk mencegah timbulnya kecelakaan kerja. 4. Peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai manajemen K3, dan pengaruhnya terhadap keberhasilan proyek. 5. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang. 1.5. Kerangka Berpikir Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008). World Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya, sehingga menghasilkan cidera yang riil. Menurut Per 03/Men/1994 mengenai Program Jamsostek, pengertian kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang

9 timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2008). Menurut Notoatmodjo (2003), terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor utama yaitu fisik dan faktor manusia. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi keselamatan misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan dan sebagainya. Faktor fisik yaitu kondisi lingkungan kerja yang tidak aman (unsafety condition) misalnya lantai licin, pencahayaan yang kurang, dan sebagainya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan disebutkan bahwa Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produkitivitas kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat kerja. Selanjutnya menurut Dewi (2006), dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja adalah sarana utama dalam pencegahan penyakit, cacat kematian yang disebabkan oleh penyakit akibat hubungan kerja. Kesehatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja Bambang (2004) menyatakan bahwa keselamatan kerja adalah usaha-usaha yang dapat menjamin keadaan dan kesempurnaan pekerja (baik jasmaniah maupun rohaniah)

10 beserta hasil karyanya dan alat-alat kerjanya di tempat kerja. Usaha-usaha tersebut harus dilakukan oleh semua unsur yang terlibat dalam proses kerja yaitu pekerja itu sendiri, pengawas (kepala kelompok kerja), perusahaan, pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Tanpa ada kerjasama yang baik antara semua unsur tersebut mustahil keselamatan kerja dapat diwujudkan secara maksimal. Pasal 86 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Keselamatan juga dapat diartikan sebagai kebebasan dari bahaya akibat resiko dari suatu pekerjaan dan terhindar dari bahaya cedera fisik dan resiko dari kerugian kesehatan diluar periode waktu. Kemampuan memprediksi potensi bahaya, melakukan pencegahan dan penanggulangannya merupakan kunci utama dari upaya peningkatan Keselamatan dan Kesehatan kerja. Secara filosofi K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur (Depnaker RI, 1993). K3 ditinjau berdasarkan aspek secara yuridis adalah upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat

11 dipergunakan secara aman dan efisien. Peninjauan dari aspek teknis K3 adalah ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disebut SMK3 (Soemaryanto, 2002). Santoso (2004) menyatakan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan. Pencapaian pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Guna tercapainya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. UU Ketenagakerjaan Nomor 5 tahun 1996 pasal 3 mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang beresiko tinggi, untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya di tempat kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu perusahaan secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif (Kepmenkes RI, 2007).

12 Proyek adalah suatu kegiatan investasi yang menggunakan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan dalam suatu periode tertentu (Bappenas TA-SRRP, 2003) Menurut Gould (2002) proyek konstruksi dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan sumber daya, baik biaya, tenaga kerja, material dan peralatan. Proyek konstruksi dilakukan secara detail dan tidak dilakukan berulang. Manajer Konstruksi adalah suatu organisasi (proyek) multi disiplin profesional, tangguh dan independen, yang bekerja untuk pemilik proyek dari saat awal perencanaan sampai pengoperasian proyek, mampu bekerja sama dengan pihak arsitek terkait guna mencapai hasil yang optimal dalam aspek waktu, dan kualitas seperti yang telah ditetapkan sebelumnya, serta perubahan kondisi lingkungan internal maupun eksternal proyek (dikutip dari http://mafiosodeciviliano.com/home/profil/739-manajemenkonstruksi-dan-manajer-konstruksi, 20 Maret 2012). Construction Management Association of America (CMAA) menyatakan bahwa ada tujuh kategori utama tanggung jawab seorang Manajer Konstruksi, yaitu perencanaan proyek manajemen, manajemen harga, manajemen waktu, manajemen kualitas, administrasi kontrak, manajemen keselamatan, dan praktik profesional (dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/manajemen_konstruksi, 20 Maret 2012). Menurut Robins (2001), bahwa kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada persyaratan kemampuan yang diminta dari pekerjaan itu. Persyaratan kemampuan ini

13 biasanya diakui apabila seorang individu telah melewati jenjang pendidikan tertentu. Secara umum kemampuan individu akan meningkat sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah dilaluinya. Masa kerja seseorang juga menunjukkan hubungan secara positif terhadap kinerja seseorang. Masa kerja yang lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan rekan kerja yang lain, sehingga sering masa kerja/pengalaman kerja menjadi pertimbangan suatu perusahaan dalam mencari pegawai (Robbins, 2001). Sebagai lini terdepan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, Manajer Konstruksi harus berusaha secara optimal untuk memenuhi seluruh kriteria output dari proyek dan dapat sepenuhnya berfungsi sebagai penanggung jawab untuk tercapainya tujuan fungsional proyek yaitu keberhasilan proyek. Dipohusodo (1996) menyatakan bahwa, faktor-faktor biaya, waktu dan mutu membentuk suatu tata hubungan yang saling mempengaruhi pada saat proyek berlangsung. Faktor waktu dan biaya merupakan dua unsur kunci yang menentukan selesainya sebuah proyek dengan baik, sesuai keinginan pemilik. Keberhasilan proyek adalah proyek bisa diselesaikan tepat waktu, sesuai dengan anggaran, spesifikasi teknik dan bisa menjawab kepuasan klien (Takim et al, 2002). Biaya adalah sumber daya yang harus dikorbankan untuk mencapai tujuan spesifik atau untuk mendapat sesuatu sebagai gantinya. Manajemen biaya proyek termasuk di dalamnya adalah proses yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa proyek dapat diselesaikan sesuai dengan budget yang telah disepakati (dikutip dari

14 http://imeldas.blog.ittelkom.ac.id/blog/files/2010/05/mpt17.ppt kinerja biaya proyek, 10 Oktober 2010). Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung, dalam hal ini skala waktu merupakan interval antara dua buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997). Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001). Sedangkan Casio (2003) menyatakan, kinerja merupakan suatu jaminan bahwa seseorang pekerja atau kelompok mengetahui apa yang diharapkannya dan memfokuskan kepada kinerja yang efektif. Keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi akan sangat ditentukan oleh kualitas dari orang-orang yang menanganinya, yaitu dari pendidikannya dan pengalaman atau masa kerjanya, terutama mereka yang memegang posisi kunci seperti Manajer Konstruksi. Manager Konstruksi mempunyai tugas dan tanggung jawab memimpin pelaksanaan proyek sesuai perencanaan dalam upaya meningkatkan kinerja proyek. Dari berbagai teori di atas maka Manager Konstruksi sebagai penanggung jawab pelaksanaan proyek harus dapat dievaluasi tingkat pemahamannya dalam menjalankan suatu proyek konstruksi. Pada penelitian ini yang dibahas adalah pemahaman terhadap manajemen K3 berdasarkan latar belakang akan pentingnya manajemen K3 dalam suatu pelaksanaan proyek konstruksi.

15 Pemahaman Manajemen K3 Manajer Konstruksi Keberhasilan Proyek Gambar 1.1 Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama Pendidikan Masa Kerja Pemahaman Manajer Konstruksi tentang K3 Gambar 1.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Kedua Biaya Waktu Kinerja Manajer Konstruksi Gambar 1.3. Kerangka Berpikir Hipotesis Ketiga 1.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir yang disusun dari literatur dihipotesiskan sebagai berikut ; 1. Tingkat pemahaman manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajer Konstruksi berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan proyek di PT. Waskita Karya (Persero) Medan. 2. Pendidikan dan masa kerja berpengaruh terhadap pemahaman Manajer Konstruksi atas K3 di PT. Waskita Karya (Persero) Medan. 3. Waktu dan biaya berpengaruh terhadap kinerja Manajer Konstruksi di PT. Waskita Karya (Persero) Medan.