PENGATURAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI DITINJAU BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 (Studi Kasus di Kotamadya Medan)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGATURAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI DITINJAU BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 (Studi Kasus di Kotamadya Medan)"

Transkripsi

1 PENGATURAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI DITINJAU BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 (Studi Kasus di Kotamadya Medan) M. Ridwan Anas 1, Irwan Suranta Sembiring 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan USU - Medan ridwan.anas@usu.ac.id 2 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan USU - Medan irwan.suranta@usu.ac.id ABSTRAK Industri Konstruksi merupakan suatu industri yang bersifat unik dan tidak repetitif serta mempunyai karakteristik yang berbeda dengan industri lainnya. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor utama dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dimana tingkat kesejahteraan pekerja akan mempengaruhi kinerjanya. Peraturan-peraturan yang mengatur ketenagakerjaan dalam industri konstruksi diharapkan dapat memberikan perasaan aman bagi tenaga kerja dalam bekerja. Oleh sebab itu, perlu dikaji sejauh mana hukum ketenagakerjaan di Indonesia mengatur mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja khususnya dibidang konstruksi. UU Ketenagakerjaan 13/2003 adalah hukum terpenting yang mengatur mengenai ketenagakerjaan di Indonesia yang ditujukan untuk melindungi hak-hak pekerja dengan masa kerja tertentu atau kontrak kerja. Undang-undang juga mengatur hak dasar pekerja, kesehatan, dan keselamatan pekerja dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan UU no 13 Tahun 2003 dalam industri konstruksi khususnya di Kotamadya Medan dan permasalahan-permasalahan tenaga kerja yang biasa timbul dalam industri konstruksi. Penelitian ini meliputi kajian terhadap UU no 13 Tahun 2003, serta melakukan survey ke pihak perusahaan dan tenaga kerja sebagai pihak-pihak yang terlibat langsung dalam industri konstruksi agar diketahui sejauh mana mereka memahami hak dan kewajiban mereka. Dari hasil survey wawancara dengan pihak tenaga kerja, diketahui belum terlaksananya hubungan kontrak kerja secara tertulis yang mengatur hak dan kewajiban tenaga kerja seperti yang di amanahkan undang-undang, dan hanya 7% dari total responden yang pernah mendapat pelatihan kerja. Oleh karena itu peran pemerintah sangat diharapkan dalam mensosialisasikan aspek hukum atau peraturan-peraturan yang memayungi tenaga kerja dalam industri konstruksi sehingga perusahaan dan tenaga kerja tersebut dapat mengetahui hak dan kewajibannya, serta menjadikan tenaga kerja tersebut sebagai partner dalam menyelesaikan suatu industri konstruksi. Diharapkan melalui perlindungan terhadap tenaga kerja dapat meningkatkan kualitas serta produktifitasnya dalam bekerja. Kata kunci: Tenaga kerja konstruksi, buruh harian lepas, kontrak kerja, pengembangan kompetensi 1. PENDAHULUAN Latar belakang Industri Konstruksi adalah suatu industri yang bersifat unik dan tidak repetitif serta mempunyai karakteristik yang berbeda dengan industri lainnya. Suatu proyek konstruksi merupakan suatu kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas dengan alokasi sumber daya tertentu dengan menghasilkan suatu produk dengan ketentuan mutu yang telah ditentukan dengan jelas. Perkembangan dunia konstruksi di Kota Medan saat ini maju dengan sangat pesat seiring dengan pertumbuhan perekonomian dan perkembangan wilayah, dimana kebutuhan akan perumahan semakin tinggi dan tuntutan akan perbaikan infrastruktur juga meningkat. Hal ini ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi dibidang konstruksi sebesar 6,43% (sumber: Pemko Medan) dan jumlah perusahaan yang teregistrasi sebagai perusahaan dibidang konstruksi pada tahun 2011 adalah sebesar 1362 perusahaan (sumber: LPJK Sumatera Utara tahun 2011). Struktur pembiayaan proyek konstruksi terdiri dari biaya material, biaya equipment serta biaya upah. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam suatu siklus proyek konstruksi, baik tenaga kerja ahli dan tenaga kerja terampil (tenaga harian lepas). Suatu proyek dengan nilai kontrak yang besar akan menyerap jumlah tenaga kerja harian lepas dalam jumlah yang besar, tapi hal ini hanya berlangsung selama durasi proyek tersebut saja. Kondisi ini membuat SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 MK-25

2 posisi tenaga kerja harian sangat lemah kadang tidak dilengkapi dengan dokumen kontrak kerja yang mengatur hak dan kewajiban tenaga kerja dengan pihak perusahaan kontruksi. Aspek legal yang UU Ketenagakerjaan 13/2003 adalah dasar hukum terpenting yang mengatur ketenagakerjaan dan pengadaan lapangan kerja di Indonesia yang ditujukan untuk melindungi hak-hak pekerja. Undang-undang ini mengatur hak dasar pekerja, kesehatan, dan keselamatan pekerja dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Sedangkan pengaturan tentang perlindungan hukum bagi tenaga kerja harian lepas di bidang jasa konstruksi diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 196/Men/1999 tentang penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas pada sektor jasa konstruksi. Peran pemerintah sangat diharapkan dalam mensosialisasikan aspek hukum atau peraturan-peraturan yang memayungi tenaga kerja dalam industri konstruksi sehinga tenaga kerja tersebut dapat mengetahui hak dan kewajibannya, demikian juga perusahaan juga dapat menjadikan tenaga kerja tersebut sebagai partner dalam menyelesaikan suatu proyek. Melalui perlindungan terhadap tenaga kerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas serta produktifitasnya dalam bekerja. Rumusan masalah Peran tenaga kerja sangat besar dalam industri konstruksi, dengan terjaminnya hak-hak tenaga kerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas serta produktifitas dari tenaga kerja ahli maupun tenaga kerja terampil dalam industri konstruksi. Peraturan-peraturan yang berlaku diharapkan dapat memberikan perasaan aman bagi tenaga kerja dalam bekerja, oleh karena itu lingkup permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini antara lain: 1. Penerapan peraturan perundangan ketenagakerjaan dibidang konstruksi khususnya mengenai tenaga kerja terampil yang berlaku di Kota Medan 2. Pengetahuan dari pihak perusahaan kontraktor dan tenaga kerja terampil terhadap peraturan-peraturan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku di industri konstruksi. 3. Peran pemerintah dalam penerapan peraturan perundang-undangan dalam melindungi hak dan kewajiban tenaga kerja terampil. Maksud dan tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran normatif mengenai peraturan-peraturan yang mengatur tentang tenaga kerja harian lepas khususnya di bidang konstruksi. Sementara itu, lebih khusus lagi tujuan dilakukannya studi ini adalah: 1. Mengetahui sejauh mana penerapan undang-undang ketenagakerjaan dalam dunia konstruksi di Kota Medan mengenai hubungan kontrak kerja, pengupahan dan hak mendapat pelatihan. 2. Mengetahui pemahaman tenaga kerja terampil dibidang konstruksi mengenai peraturan ketenagakerjaan serta permasalahan-permasalahan yang ada mengenai tenaga kerja harian lepas dalam industri konstruksi Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak tenaga kerja untuk mengetahui hak dan kewajibannya dalam bekerja, serta menjadi bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam memperkerjakan tenaga kerja harian lepas. 2. TINJAUAN PUSTAKA Aspek legal ketenagakerjaan di bidang konstruksi Tenaga kerja harian lepas bidang jasa konstruksi adalah tenaga kerja yang bekerja pada sektor jasa konstruksi yang menerima upah sesuai dengan jumlah kehadirannya, tanpa ada ketentuan yang pasti jumlah upah yang diterima antara perusahaan jasa konstruksi yang mungkin dapat berbeda dalam menentukan jumlah besarnya upah untuk setiap hariannya. Hukum ketenagakerjaan itu meliputi semua pengawasan yang mengatur, membina dan melindungi baik tenaga kerja maupun pengusaha. Pemerintah telah mengeluarkan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 yang menjadi acuan dasar dalam mengatur peran dan kedudukan tenaga kerja dalam pembangunan, peningkatan kemampuan tenaga kerja dan jaminan hak-hak dasar buruh. UU No. 13 tahun 2003 mengatur masalah tenaga kerja antara lain berisi tentang : 1. Hak dasar tenaga kerja 2. Mengenai kesempatan dan perlakuan yang sama 3. Pengembangan kemampuan tenaga kerja melalui pelatihan kerja 4. Tenaga kerja asing MK-26 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

3 5. Tentang hubungan kerja antara tenaga kerja dan perusahaan 6. Perlindungan (keselamatan kerja), pengupahan dan kesejahteraan 7. Hubungan industrial 8. Pemutusan hubungan kerja Peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan tenaga kerja konstruksi antara lain : a. UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja b. UU No. 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) c. PP No. 4 tahun 1993 tentang penyelenggaraan Jamsostek d. PP No. 28 tahun 2000 mengenai sertifikasi tenaga kerja e. Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: KEP. 100/MEN/VI/2004 mengenai Tenaga kerja harian lepas f. Kepmen Tenaga Kerja Nomor 196/Men/1999 tentang penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas pada sektor jasa konstruksi Pelaksanaan pengawasan hukum tenaga kerja di Kota Medan merupakan tanggung jawab dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, selain itu juga pengawasan juga dilakukan oleh LSM, serikat pekerja, asosiasi serta oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah dalam industri konstruksi. Pengembangan tenaga kerja konstruksi Salah satu amanah dari UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja. Selain itu PP No. 28 tahun 2000 juga menyatakan bahwa setiap tenaga kerja konstruksi harus mengikuti sertifikasi keterampilan berdasarkan disiplin keilmuan dan atau keterampilan tertentu. Dari pernyataan di atas dapat diketahui bagaimana hak dan kewajiban dari tenaga kerja konstruksi dalam mengembangkan kompetensi keahlian, sejauh ini hal ini tidak terlaksana sama baiknya dengan tenga ahli di bidang konstruksi. Khusus untuk tenaga ahli konstruksi sertifikat keahlian ini sudah menjadi syarat bagi perusahaan untuk mengikuti suatu proses tender pelaksanaan proyek konstruksi. Hubungan kerja antara perusahaan dan tenaga kerja Perusahaan Kontraktor dan tenaga kerja terampil merupakan dua hal utama yang saling bergantung dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi. Umumnya pekerjaan konstruksi dilakukan dengan sistem kerja borongan atau dengan menggunakan tenaga kerja harian lepas, dimana yang membedakan keduanya adalah berdasarkan sistem pembayaran. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, dimana perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan dan tertulis. Untuk jenis pekerjaan borongan sistem pembayaran yang dilakukan adalah berdasarkan progress pekerjaan yang telah dilaksanakan dan berdasarkan harga satuan pekerjaan yang telah disepakati sebelumnya, untuk tenaga kerja harian lepas pembayaran didasarkan atas upah kerja harian yang telah disepakati sebelumnya tanpa memperhitungkan progress pekerjaan yang telah dilaksanakan. Kontrak kerja dengan pemborong dilakukan berdasarkan jenis pekerjaan yang dilaksanakan dengan kendali mutu pekerjaan dan waktu pelaksanaan yang telah disepakati 3. METODOLOGI Untuk mencapai maksud dan tujuan peneletian, maka dilakukan analisis statistik sederhana berdasarkan hasil survey wawancara ke pihak-pihak terkait, untuk mengetahui gambaran pengetahuan responden terhadap UU No 13 tahun 2003 maupun penerapan peraturan perundangan tersebut di Kota Medan. Responden penelitian Untuk mengetahui pemahaman mengenai hubungan antara UU Ketenagakerjaan khususnya di bidang Konstruksi dilakukan wawancara ke Dinas Tenaga Kerja, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah Sumatera Utara dan Asosiasi-asosiasi profesi yang berada di Kota Medan. Selain survey wawancara kepada pihak terkati di atas, juga dilakukan survey wawancara ke pihak tenaga kerja harian lepas konstruksi di Kota Medan. Hal ini dilakukan untuk mendapat gambaran sebenarnya hal yang terjadi dan pengetahuan tenaga kerja terampil di bidang konstruksi terhadap UU Ketenagakerjaan. Penentuan sampel yang digunakan adalah Cluster Random Sampling, dimana setiap kelompok terdiri dari atas beberapa unit elemen yang lebih kecil. Kelompok-kelompok tersebut boleh dipilih dengan baik dengan menggunakan metoda acak sederhana maupun acak sistematis (Sugiarto dkk, 2001) SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 MK-27

4 Jenis data Jenis data yang digunakan merupakan Data Sekunder berupa literatur mengenai peraturan perundang-undangan di bidang konstruksi khususnya mengenai ketenagakerjaan serta Data Primer yang diperoleh dari hasil wawancara dari pihak-pihak terkait, dan data angket yang diperoleh dari survey ke tenaga kerja harian di bidang konstruksi. Analisis data Data yang telah diperoleh kemudian di analisis secara deskriptif, berdasarkan karakteristik tenaga kerja konstruksi di Kota Medan dan persepsi dari pihak-pihak yang terkait terhadap tenaga kerja konstruksi khususnya mengenai pengembangan kompetensi tenaga kerja konstruksi dan hubungan kontrak tenaga kerja dengan perusahaan konstruksi. 4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis diperoleh dari hasil jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden mengenai peraturan perundangan ketenagakerjaan, selanjutnya hasil tersebut dipakai sebagai dasar analisis dalam penelitian. Dari hasil pengumpulan data dapat dilihat karakteristik responden diperoleh bahwa 44% responden mempunyai kelompok usia antara tahun, dengan tingkat pendidikan terdiri dari mayoritas lulusan SMA sebanyak 38% dan lulusan SMP sebanyak 44% dengan rata-rata lama bekerja di atas 1 (satu) tahun. Ilustrasi mengenai karakteristik responden ditinjau dau kelompok usia dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 1. Persentase Karakteristik Responden Sistem hubungan kerja tenaga kerja terampil dalam industri konstruksi UU No. 13 tahun 2003 mengatur tentang sistem kontrak tenaga kerja antara lain Tenaga Kerja Waktu Tertentu (TKWT) dan Tenaga Kerja Waktu Tak tertentu (TKWTT) atau lebih dikenal dengan tenaga kerja permanen. Khusus untuk tenaga kerja waktu tertentu. Sistem tenga kerja waktu tertentu diatur dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dimana pekerjaan ini untuk jenis pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru dan pekerjaan yang bersifat musiman. Dari hasil wawancara, umumnya hubungan kerja antara perusahaan dan tenaga kerja terampil dalam industri konstruksi bersifat sistem kerja borongan dan sistem tenaga kerja harian (harian lepas). Sistem kerja borongan merupakan sistem kerja yang menyerahkan tanggung jawab pekerjaan kepada pihak lain, baik untuk penyediaan tenaga kerja serta dalam pelaksanaan pekerjaan, dimana sistem pembayaran dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pihak perusahaan kontraktor (umumnya berdasarkan progress pekerjaan). Selain itu sistem yang digunakan adalah sistem tenaga kerja harian lepas yaitu dengan memperkerjakan tenaga kerja terampil yang diberikan tanggung jawab berdasarkan jenis pekerjaan dengan sistem pembayaran upah berdasarkan jumlah hari/jam kerja yang dibayarkan per minggu kepada tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya sistem tenaga kerja harian tidak menggunakan kontrak kerja tertulis seperti yang diwajibkan dalam peraturan tenaga kerja khususnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep 100./MEN/2004 Pasal 12 mengenai perjanjian kerja tenaga kerja harian. Perjanjian kerja hanya bersifat lisan mengenai jenis pekerjaan dan besarnya upah yang harus dibayarkan, tidak dijelaskan mengenai hak dan kewajiban dari tenaga kerja tersebut. Hal ini sangat mungkin terjadi karena dari hasil survey lapangan baik dari pihak kontraktor dan pihak tenaga kerja, hanya 8% dari jumlah responden yang mengetahui tentang peraturan perundangan yang mengatur mengenai sistem ketenagakerjaan. Pengembangan kompetensi tenaga kerja terampil Umumnya tenaga kerja terampil yang bekerja pada proyek konstruksi tidak mendapat pendidikan khusus dibidangnya, keahlian bekerja mereka peroleh dari pengalaman dilapangan dimulai dari level pekerja (helper), MK-28 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

5 kemudian keahliannya berkembang sesuai tingkatannya menjadi tukang, kepala tukang, dan mandor. Hal ini juga berhubungan dengan upah yang diterima karena besarnya upah berhubungan dengan tingkat keahlian dari tenaga kerja terampil tersebut. Salah satu amanah dari peraturan perundang-undangan mengatur mengenai pengembangan keahlian dari tenaga kerja, khusus mengenai tenaga kerja konstruksi hal ini diatur dalam PP No. 28 tahun 2000 mengenai pengembangan kompetensi dan sertifikasi keahlian tenaga kerja konstruksi, dimana setiap tenaga kerja dalam jasa konstruksi harus mempunyai sertifikasi keahlian. Undang-undang No. 13 tahun 2003 juga mengatur mengenai hal ini, tercantum dalam Bab V mengenai pelatihan kerja. Salah satu pasal menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja, dan pihak perusahaan wajib bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh hanya 7% dari total responden yang pernah mendapat pelatihan kerja, pelatihan yang diperoleh hanya mengenai keselamatan kerja di proyek konstruksi. Mengenai pelatihan untuk pengembangan kompetensi sesuai keahlian belum pernah diperoleh oleh tenaga kerja terampil yang disurvey dilapangan. Hal ini tidak berlaku untuk tenaga kerja ahli dibidang konstruksi, dimana menjadi keharusan bagi perusahaan konstruksi untuk mempunyai tenaga ahli tersertifikasi. Hal ini juga disyaratkan dalam proses tender untuk pekerjaan pelaksanaan proyek konstruksi. Sertifikasi keahlian tenaga kerja terampil belum menjadi keharusan dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi, hal ini seharusnya juga diterapkan pada saat pelaksanaan proyek. Jika hal ini diterapkan dalam pelaksanaan proyek maka pihak perusahaan kontraktor mempunyai kewajiban dalam menyediakan tenaga kerja yang tersetifikasi, oleh karena itu perusahaan akan menjaga hubungan yang baik dengan tenaga kerja terampil. Hal ini dapat diterapkan jika pemerintah juga mendukung penuh penerapannya seperti pelaksanaan kewajiban untuk mengikuti program jamsostek bagi perusahaan konstruksi, dan setiap perusahaan konstruksi harus memiliki tenaga ahli yang tersertifikasi. Peran pemerintah juga harus didukung oleh LPJK sebagai badan yang berwenang memberikan pengawasan dan juga memberikan pelatihan kerja kepada tenaga kerja konstruksi. Dengan dilakukannya sertifikasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja dari tenaga kerja terampil dan menaikkan upah kerja bagi tenaga terampil yang telah mempunyai sertifikasi keahlian. Khusus untuk Kota Medan, sertifikasi keahlian dilakukan oleh asosiasi ASTTI, ATAKI, dan melalui perguruan tinggi yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi Politeknik Negeri Medan. Sejauh ini sertifikasi keterampilan hanya diberikan kepada pelaksana proyek dan belum ada sertifikasi yang diberikan untuk tenaga kerja terampil untuk tingkat tukang, kepala tukang maupun mandor. Perlindungan (keselamatan kerja), pengupahan dan kesejahteraan Undang-undang ketenagakerjaan juga mengatur mengenai perlindungan terhadap pekerja anak dan perempuan, dimana disebutkan dilarang untuk memperkerjakan anak dibawah umur dan khusus untuk wanita diterapkan beberapa hal khusus mengenai jam kerja dan hak cuti lainnya. Selain itu juga diatur mengenai keselamatan kerja, dimana tiap perusahaan wajib menjamin keselamatan kerja para pekerjanya dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini sangat jarang dilihat penerapannya oleh perusahaan kontraktor yang lokaldi Kota Medan. Dari hasil wawancara dengan tenaga kerja terampil diperoleh hanya 7% tenaga kerja terampil yang pernah mendapat pelatihan keselamatan kerja. Mengenai perlindungan keselematan kerja, Pemerintah mewajibkan tiap perusahaan untuk mengikuti program Jamsostek untuk proyek-proyek konstruksi. Hal ini juga diatur oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP- 150/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Tapi perlindungan yang diberikan hanya untuk jaminan kecelakaan kerja dan kematian kerja selama proyek itu berlangsung. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa tidak satupun tenaga kerja terampil tersebut yang mempunyai kartu keanggotaan Jamsostek, maka setelah proyek selesai atau kontrak mereka telah selesai keselamatan dan kesehatan mereka tidak dilindungi lagi. Hal ini jelas berbeda dengan amanah UU No 13 tahun Mengenai pengupahan terhadap tenaga kerja harian lepas pada proyek konstruksi tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan, undang-undang hanya menyebutkan bahwa upah harus disesuaikan dengan UMR dari setiap daerah. Tidak diatur mengenai besarnya upah untuk masing-masing kelas pekerja untuk industri konstruksi dan berapa besarnya upah harian untuk mereka. Hal yang berlangsung hanya berupa kesepakatan antara tenaga kerja dengan pihak perusahaan kontraktor. SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 MK-29

6 5. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa belum diterapkan dengan baik peraturan perundangan mengenai ketenagakerjaan khususnya untuk tenaga kerja terampil (tenaga kerja harian lepas) dalam industri konstruksi Kurangnya pengetahuan tenaga kerja terampil mengenai peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan, hal ini disebabkan kurang sosialisasi dari pihak pemerintah untuk memberikan pengarahan atau pengetahuan mengenai peraturan yang mengatur tenaga kerja dalam industri konstruksi. Akibat dari kurangnya pengetahuan mengenai peraturan perundangan menyebabkan tenaga kerja terampil tidak mengetahui secara baik mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja maupun pihak perusahaan kontraktor. Untuk hubungan kerja antara perusahaan kontraktor dengan tenaga kerja terampil (tenaga kerja harian lepas) umumnya belum melakukan perikatan kontrak kerja dalam suatu perjanjian tertulis hanya berupa kesepakatan lisan, demikian juga dengan pemberian upah untuk tenaga kerja terampil Perlu ditingkatkannya peran pemerintah dalam meningkatkan pengembangan kompetensi dari tenaga kerja terampil khususnya dalam proyek konstruksi, pemerintah juga dapat mewajibkan perusahaan kontraktor untuk dapat menyediakan tenaga kerja terampil (tenaga kerja harian lepas) yang tersertifikasi dalam melaksanakan proyek konstruksi Perlunya suatu asosiasi/serikat untuk mewadahi tenaga kerja terampil (tenaga kerja harian lepas), hal ini sangat membantu untuk dalam pengembangan industri konstruksi, dan juga menjadi wadah bagi tenaga kerja terampil untuk pengembangan kompetensi, informasi mengenai pekerjaan konstruksi dan sebagai wadah berlindung jika terjadi permasalahan dalam pelaksaan pekerjaan konstruksi. DAFTAR PUSTAKA Hancock, M. R. & D. Langford (1995), Human Resources Management in Construction, Longman Group, England. McCulloch, Neil (2006). Implikasi Peraturan Ketenagakerjaan Formal dan Informal terhada Usaha Di Kabupaten Serang. Tinjauan Iklim Invetasi Daerah, The World Bank. Wirahadikusumah, Reini D. (2005). Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB. Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: KEP. 100/MEN/VI/2004. Mengenai Tenaga kerja harian lepas. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun Mengenai sertifikasi tenaga kerja. Undang-undan RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. MK-30 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data lapangan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan mengenai penerapan asuransi Jamsostek pada proyek konstruksi. a. Responden dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat". untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DALAM PEMBERIAN PELAYANAN PUBLIK TERTENTU OLEH PEMERINTAH KOTA LANGSA

Lebih terperinci

Tugas Akhir Kajian Pemberlakuan Syarat Sertifikat Keterampilan Kerja bagi Tenaga Kerja Mandor DAFTAR PUSTAKA

Tugas Akhir Kajian Pemberlakuan Syarat Sertifikat Keterampilan Kerja bagi Tenaga Kerja Mandor DAFTAR PUSTAKA Tugas Akhir Kajian Pemberlakuan Syarat Sertifikat Keterampilan Kerja DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia : Mandor Pembesian / Penulangan Beton. 2007 Departemen

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Hubungan Kerja Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh

Lebih terperinci

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 560 2492 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI KOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : bahwa guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan

Lebih terperinci

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA Oleh : Basani Situmorang SH,Mhum Dampak dan Trend Outsourcing Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi terpenting. Dilihat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Tenaga Kerja Harian Lepas

ABSTRAK. Kata Kunci : Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Tenaga Kerja Harian Lepas 1 ABSTRAK Rizka Kurniaty 1, 271410142, Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo, Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Harian Lepas Di PT. Tiaka Saka Pratama Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 3 Tahun

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 34 BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 3.1 Pelaporan Perjanjian Kerja Antara Perusahaan Pemberi Pekerjaan Dengan Perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PEMBERLAKUAN SYARAT SERTIFIKASI KETERAMPILAN KERJA MANDOR DI LAPANGAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PEMBERLAKUAN SYARAT SERTIFIKASI KETERAMPILAN KERJA MANDOR DI LAPANGAN BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PEMBERLAKUAN SYARAT SERTIFIKASI KETERAMPILAN KERJA MANDOR DI LAPANGAN 4.1 UMUM Pada bab ini, hasil dari pengumpulan data eksisting akan dianalisis berdasarkan teori yang

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan ekonomi saat sekarang ini yang tidak menentu dan akibat perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DAN KESEHATAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DAN KESEHATAN GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. b. c.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wayu Hidayat. Faktor-faktor risiko,... FT UI., 2007.

BAB I PENDAHULUAN. Wayu Hidayat. Faktor-faktor risiko,... FT UI., 2007. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang konstruksi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: teknologi konstruksi (construction technology) dan manajemen konstruksi (construction

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai upaya dalam meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik, tenaga kerja di Indonesia per bulan Februari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik, tenaga kerja di Indonesia per bulan Februari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik, tenaga kerja di Indonesia per bulan Februari tahun 2013 mencapai 114,1 juta orang dengan jumlah pekerja di sektor konstruksi sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja baik antara pelanggan/klien (customer) dengan pengusaha jasa

BAB I PENDAHULUAN. kerja baik antara pelanggan/klien (customer) dengan pengusaha jasa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat dalam berbagai sektor. Salah satu sektor pendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri jasa konstruksi telah mengalami kemajuan yang sangat cepat, dan pasar konstruksi sudah terjadi lintas negara. Kita tidak dapat mengelak ataupun menghambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pekerjaan konstruksi merupakan suatu proses yang besar, yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pekerjaan konstruksi merupakan suatu proses yang besar, yang melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pekerjaan konstruksi merupakan suatu proses yang besar, yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, sumber daya dan memiliki keunikan tersendiri. Definisi pekerjaan (proyek)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila negara dapat memberi peluang bagi seluruh masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN. apabila negara dapat memberi peluang bagi seluruh masyarakat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional berdasarkan pancasila dan UndangUndang Negara Republik Indonesia Tahun 945 dilaksanakan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sejahtera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi dan persaingan bebas sekarang ini banyak kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi dan persaingan bebas sekarang ini banyak kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi dan persaingan bebas sekarang ini banyak kegiatan pekerjaan konstruksi yang tidak ada habisnya. Kegiatan konstruksi adalah kegiatan yang berkaitan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI,

MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 208 TAHUN 2008 TENTANG PEMBATALAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN DAN IZIN KETENAGAKERJAAN MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Sampel Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel data dari kelompok tenaga ahli konstruksi yang bekerja di perusahaan penyedia jasa konstruksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia sektor jasa konstruksi selama ini sudah terbukti sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia sektor jasa konstruksi selama ini sudah terbukti sebagai salah 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia sektor jasa konstruksi selama ini sudah terbukti sebagai salah satu sektor usaha yang mampu memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa tenaga kerja atau sering disebut dengan perusahaan outsourcing.

BAB I PENDAHULUAN. jasa tenaga kerja atau sering disebut dengan perusahaan outsourcing. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian yang semakin buruk membuat pemerintah dan dunia usaha untuk lebih kreatif dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif agar mampu membuka

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Ta

2015, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1650, 2015 BPJS.KETENAGAKERJAAN. Jaminan Pensiun. Jaminan Hari Tua. Jaminan Kematian. Jaminan Kecelakaan Kerja. Peserta. Formulir Sertifikat. Kartu. PERATURAN BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN

KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA Pembukaan lapangan kerja Perluasan kesempatan kerja Kebijakan dalam PHK Kebijakan pengupahan Perlindungan tenaga kerja: 1. Waktu kerja 2.

Lebih terperinci

PERUNDANG-UNDANGAN KONSTRUKSI

PERUNDANG-UNDANGAN KONSTRUKSI PERUNDANG-UNDANGAN KONSTRUKSI A. ASPEK LEGAL DALAM LINGKUNGAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DI INDONESIA Aspek legal dalam lingkungan pekerjaan konstruksi di Indonesia : Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) No.

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa pemberdayaan

Lebih terperinci

Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas

Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas Pasal 64-66 UU no 13 tahun 2003 Permenakertrans No 19 tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerjaan merupakan sebuah kebutuhan asasi bagi manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) mempunyai kebutuhan hidup

Lebih terperinci

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Dewi Yustiarini 1 1 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: dewiyustiarini@upi.edu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Pada PT.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Pada PT. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Pada PT. Madubaru (PG/PS Madukismo) 1. Gambaran Umum Mengenai Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan profitabilitas dan kinerja perusahaan. Salah satu unsur yang sangat. pekerjaan yang diselesaikan dalam tiap periode

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan profitabilitas dan kinerja perusahaan. Salah satu unsur yang sangat. pekerjaan yang diselesaikan dalam tiap periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di dalam bisnis terdapat persaingan ekonomi yang mendorong perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya maka perusahaan harus mampu meningkatkan

Lebih terperinci

Definisi Buruh. Biasa di sebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja

Definisi Buruh. Biasa di sebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja Buruh Indonesia Definisi Buruh Buruh, Pekerja, Tenaga Kerja atau Karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, masalah kesehatan dan keselamatan kerja merupakan faktor penting yang harus menjadi perhatian utama semua pihak yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan proyek konstruksi di Kota Yogyakarta saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan proyek konstruksi di Kota Yogyakarta saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan proyek konstruksi di Kota Yogyakarta saat ini sangat berkembang pesat. Pembangunan seperti hotel, apartement, pertokoan, perumahan sudah banyak di bangun.

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN PELAKSANAAN DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 DAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN YANG LAIN

DAFTAR PERATURAN PELAKSANAAN DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 DAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN YANG LAIN A. KEPUTUSAN MENTERI PERATURAN PELAKSANAAN UU NO.13/2003: 1 KEP. 223 /MEN/2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi. 2 KEP. 224 /MEN/2003 Tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NO. 21 TH 2005

PERATURAN MENTERI NO. 21 TH 2005 PERATURAN MENTERI NO. 21 TH 2005 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER-21/MEN/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMAGANGAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dalam usaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

KEPMEN 226/MEN//VII/2003 Tentang TATA CARA PERIZINAN PENYELENGGARAAN PROGRAM

KEPMEN 226/MEN//VII/2003 Tentang TATA CARA PERIZINAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KEPMEN 226/MEN//VII/2003 TATA CARA PERIZINAN PENYELENGGARAAN PROGRAM DAN KEPMEN 112/MEN/VII/2004 PERUBAHAN KEPUTUSAN MENAKERTRANS R.I Nomor : KEP. 226/MEN/VII/2003 TATA CARA PERIZINAN PENYELENGGARAAN PROGRAM

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

BUAPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

BUAPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG BUAPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS TENAGA KERJA, KEPENDUDUKAN, CATATAN SIPIL DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN JEMBRANA Menimbang : a. BUPATI JEMBRANA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia jasa outsourcing atau penyedia tenaga kerja. 1. Meningkatkan konsentrasi bisnis. Kegiatan operasional telah

BAB I PENDAHULUAN. penyedia jasa outsourcing atau penyedia tenaga kerja. 1. Meningkatkan konsentrasi bisnis. Kegiatan operasional telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kondisi perekonomian Indonesia semakin kompetitif. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk lebih kreatif dalam menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sangat cepat mengakibatkan adanya persaingan usaha yang begitu ketat disetiap sektor. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas buruh, dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas buruh, dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buruh mempunyai peranan yang penting dalam rangka pembangunan nasional tidak hanya dari segi pembangunan ekonomi namun juga dalam hal mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP INSTANSI

BAB II RUANG LINGKUP INSTANSI BAB II RUANG LINGKUP INSTANSI 2.1. Sejarah Dinas Tenaga Kerja Republik Indonesia Sejarah Dinas Tenaga Kerja tidak lepas dari perjuangan bangsa dan tatanan politik yang berkembang sejak Proklamasi 17 agustus

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG PENETAPAN BESARNYA UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP), UPAH MINIMUM SEKTORAL DAN SUB SEKTORAL PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS ARUS KAS PROYEK RUMAH TINGGAL. Theresita Herni Setiawan 1

ANALISIS ARUS KAS PROYEK RUMAH TINGGAL. Theresita Herni Setiawan 1 ANALISIS ARUS KAS PROYEK RUMAH TINGGAL Theresita Herni Setiawan Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Jalan Ciumbuleuit 94 Bandung 404 Email :herni@home.unpar.ac.id

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN BAB VI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN PROVINSI JAWA TIMUR 014-2019 Pada bagian ini akan dikemukakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Dinas Tenaga

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 09/PER/M/2008

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 09/PER/M/2008 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 09/PER/M/2008 TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

2 Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi se

2 Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Jaminan Sosial. Kecelakaan Kerja. Kematian. Program. Penyelenggaraan. ( (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN INDIKATOR KINERJA DISNAKERTRANSDUK PROV. JAWA TIMUR Untuk mewujudkan agenda dan prioritas pembangunan di Jawa Timur berdasarkan visi, misi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang mempunyai tujuan dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negaranya. Konstitusi bangsa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia mengisi kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, baik itu pembangunan infrastruktur

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. III.1. Program Rencana Penelitian Program rencana penelitian ini disusun seperti tampak pada gambar berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. III.1. Program Rencana Penelitian Program rencana penelitian ini disusun seperti tampak pada gambar berikut: 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Program Rencana Penelitian Program rencana penelitian ini disusun seperti tampak pada gambar berikut: Undang-Undang No 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi Peraturan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu penelitian dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut; 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja,

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN INDIKATOR KINERJA DISNAKERTRANSDUK PROV. JAWA TIMUR Untuk mewujudkan agenda dan prioritas pembangunan di Jawa Timur berdasarkan visi, misi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PENYAJIAN DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PENYAJIAN DATA BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PENYAJIAN DATA 3.1 DESKRIPSI UMUM Seperti yang telah disebutkan pada Bab I, metodologi penelitian pada bab ini membahas tentang langkah-langkah yang digunakan dalam proses

Lebih terperinci

Bab III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pegelolaan construction waste untuk mengurangi waste pada

Bab III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pegelolaan construction waste untuk mengurangi waste pada Bab III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pegelolaan construction waste untuk mengurangi waste pada setiap proyek kontruksi dilakukan pertama-tama dengan pengumpulan studi literature pembelajaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai modal dari suatu usaha yang maju tetapi juga merupakan jalan atau modal utama untuk terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang giat dilaksanakan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang giat dilaksanakan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang sedang giat dilaksanakan oleh segenap rakyat Indonesia mencakup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara baik sumber daya alamnya,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Setiap penelitian tentunya mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu, serta dalam pelaksanaanya dapat menggunakan berbagai macam metode. Metode penelitian merupakan salah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi.

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam melakukan kegiatan produksinya tidak akan dapat menghasilkan produk tanpa adanya pekerja. Pekerja tidak dapat diabaikan eksistensinya dalam

Lebih terperinci

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi H a l a m a n 1-1 BAB 1 GAMBARAN UMUM 1.1 Geografis Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,0⁰ BT - 114,4⁰ BT dan 7,12⁰ LS - 8,48⁰ LS. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur adalah 47.800 km 2. Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena buruh kontrak semakin terlihat menaik secara grafik, hampir 70 % perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memanfaatkan tenaga kontrak ini sebagai karyawannya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Penelitian ini akan. No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAB III METODE PENELITIAN. bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Penelitian ini akan. No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian Hukum Empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan bidang ekonomi yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Hari Tua. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5716). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG 1 PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DALAM PEMBERIAN PELAYANAN PUBLIK TERTENTU OLEH PEMERINTAH KOTA MEDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang berhak untuk bekerja mendapatkan imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Tenaga Kerja bisa saja mengalami risiko-risiko saat menjalankan

Lebih terperinci

BUPATI SIDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI SIDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN ~ 1 ~ BUPATI SIDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SIDENRENG RAPPANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN KEPESERTAAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DALAM PEMBERIAN

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT

PENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT PENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT PRT = PEKERJA RUMAH TANGGA PRT = PEKERJA RUMAH TANGGA UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING 15 BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN 2.1 Hubungan Hukum Antara Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Pekerja/Buruh Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arti yang sebenarnya sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. arti yang sebenarnya sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan ekonomi dalam arti yang sebenarnya sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I pada tahun 1969. Meskipun kenaikan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM PEMBINAAN KONSTRUKSI TA. 2018

RENCANA PROGRAM PEMBINAAN KONSTRUKSI TA. 2018 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT RENCANA PROGRAM PEMBINAAN KONSTRUKSI TA. 2018 Jakarta, 8-9 Juni 2017 Disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proyek konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proyek konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN VIII) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 Penyandang Cacat Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan

Lebih terperinci