BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Diagram fasa Fe-Al [12]

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Mekanisme difusi ke dalam kisi dengan mekanisme atom interstisi dan atom subtitusi [15]

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

Galuh Intan Permata Sari

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

4 Hasil dan Pembahasan

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI

TUGAS UAS MATA KULIAH CBET CURRICULUM DEVELOPMENT ( KJ 902 )

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KETIDAKSEMPURNAAN BAHAN PADAT

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor: 0-100(PAN)

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ-mgal Hasil Mechanical Alloying

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II STUDI LITERATUR

Pengaruh Temperatur Solution Treatment dan Aging terhadap Fasa Dan Kekerasan Copperized-AISI 1006

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

BAB III KETIDAKSEMPURNAAN BAHAN PADAT

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas

ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 1045 MELALUI PROSES NITRIDASI MENGGUNAKAN MEDIA UREA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TRANSFORMASI FASA PADA LOGAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg Hasil Proses Metalurgi Serbuk

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL (Ni) TERHADAP STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN KEKERASAN PADA PADUAN Al (2-x) FeNi (1+x)

ANALISIS POLA DIFRAKSI PADA INGOT PADUAN Zr-1%Sn1%Nb-0,1%Fe DAN Zr- 1%Sn-1%Nb-0,1%Fe-0,5%Mo

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1. INTERMETALIK Fe-Al Intermetalik Fe-Al merupakan suatu senyawa antara logam besi dengan logam aluminium. Intermetalik Fe-Al umumnya memiliki kekuatan, ketahanan mulur, oksidasi dan korosi yang sangat baik pada lingkungan bertemperatur ruang maupun lingkungan bertemperatur tinggi. Namun, kekurangan intermetalik Fe-Al adalah memiliki kekuatan yang rendah pada lingkungan bertemperatur ruang dan sulit untuk melakukan pengubahan bentuk pada lingkungan bertemperatur tinggi [2]. Berikut ini adalah gambar diagram fasa Fe-Al. Gambar 2.1. Diagram fasa Fe-Al [12] Senyawa intermetalik Fe-Al terdiri dari beberapa jenis, yaitu: γ-fe, FeAl, Fe 3 Al. Fe 2 Al 3, FeAl 2, Fe 2 Al 5 dan FeAl 3. Senyawa intermetalik Fe-Al yang 4

terbentuk bergantung pada temperatur dan komposisi dari unsur besi dan aluminiumnya. Setiap senyawa intermetalik Fe-Al tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan karakteristik senyawa-senyawa intermetalik Fe-Al tersebut bergantung pada perbedaan struktur kristal yang dimilikinya. Berikut ini adalah tabel dari senyawa-senyawa intermetalik Fe-Al beserta karakteristiknya. Tabel 2.1. Senyawa intermetalik Fe-Al dan karakteristiknya [12] Fasa Struktur Kristal Rentang Kestabilan Kekerasan Vickers (at.%al) (9.8N) Larutan padat besi BCC 0-4.5 Belum diteliti γ-fe FCC 0-1.3 Belum diteliti FeAl BCC (Order) 23-55 491-669 Fe3Al D03 23-34 344-368 Fe2Al3 Kubik (kompleks) 58-65 Belum diteliti FeAl2 Triklinik 66-66.9 1058-1070 Fe2Al5 Orthorhombik 70-73 1000-1158 FeAl3 Monoklinik 74.5-76.5 772-1017 Larutan padat aluminium FCC 99.998-100 Belum diteliti 2.2. PEMADUAN MEKANIK Pemaduan mekanik adalah suatu proses penggilingan bola di mana suatu campuran serbuk yang ditempatkan dalam suatu wadah penggilingan dipadu dengan cara dikenai benturan bola-bola berenergi tinggi. Paduan yang terbentuk melalui metoda tersebut sangat tergantung pada komponen, parameter proses dan mekanisme pemaduan mekaniknya. 2.2.1. Komponen Pemaduan Mekanik Untuk melakukan proses pemaduan mekanik, ada empat komponen penting yang harus diperhatikan, yaitu: bahan baku, bola giling, wadah penggilingan dan alat penggiling bola. 2.2.1.1. Bahan baku Bahan baku yang digunakan dalam proses pemaduan mekanik adalah serbuk. Ukuran serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1 µm 200 µm. 5

Semakin kecil ukuran partikel serbuk yang digunakan, maka proses pemaduan mekanik akan semakin efektif dan efisien. Selain itu, serbuk yang digunakan juga harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi. Hal ini bertujuan agar paduan yang terbentuk bersifat homogen dan menghindari terbentuknya paduan lain yang tidak diharapkan. Berdasarkan sifat mekaniknya, bahan baku yang dapat digunakan dalam proses pemaduan mekanik dapat berupa campuran antara serbuk ulet dengan serbuk ulet, serbuk ulet dengan serbuk getas dan serbuk getas dengan serbuk getas [13]. 2.2.1.2. Bola giling Fungsi bola giling dalam proses pemaduan mekanik adalah sebagai penghancur dan pemadu campuran serbuk sehingga terbentuk suatu paduan baru. Oleh karena itu, material pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang sangat tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk, bola dan wadah penggilingan. Material yang dapat digunakan untuk melakukan proses tersebut antara lain: baja tahan karat, baja karbon, baja perkakas dan baja kromium [13]. Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses pemaduan mekanik bermacam-macam. Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu. Bola yang akan digunakan harus memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan dengan diameter serbuknya [13]. Pada perbandingan berat bola terhadap berat serbuk dan waktu penggilingan yang sama, proses pemaduan mekanik suatu serbuk akan berlangsung lebih efisien jika menggunakan bola berukuran kecil dibandingkan bola berukuran besar [14]. Namun, penggunaan campuran bola giling berukuran besar dan kecil ternyata lebih maksimal [13]. 2.2.1.3. Wadah penggilingan Wadah penggilingan merupakan media yang digunakan untuk menahan gerakan bola-bola giling dan serbuk ketika proses penggilingan berlangsung. Akibat yang ditimbulkan dari proses penahanan gerak bola-bola giling dan serbuk tersebut adalah terjadinya benturan antara bola-bola giling, serbuk dan wadah penggilingan sehingga menyebabkan terjadinya proses pengelasan dingin dan 6

penghancuran campuran serbuk secara berulang dalam proses pemaduan mekanik [13]. Jika material yang digunakan sebagai wadah penggilingan sama dengan material serbuk yang akan digiling, maka proses penghancuran serbuk tidak akan efektif dan efisien karena kedua material tersebut memiliki kekerasan yang sama. Sedangkan jika kedua material yang digunakan tersebut berbeda, maka akan terjadi kontaminasi pada material serbuk yang akan digiling [13]. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi serbuk akibat benturan yang terjadi selama proses penggilingan berlangsung, maka material yang digunakan sebagai wadah penggilingan harus memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekerasan material serbuknya. Material yang dapat digunakan sebagai wadah penggilingan antara lain: baja perkakas, baja kromium dan baja tahan karat [13]. Kontaminasi serbuk juga dapat terjadi akibat perbedaan jenis material yang digunakan sebagai wadah penggilingan dan bola penggiling. Untuk menghindari hal ini, material wadah penggilingan dan bola penggiling yang digunakan terbuat dari jenis material yang sama [13]. Jika menggunakan jenis material yang berbeda, usahakan kekerasan kedua material tersebut tidak jauh berbeda. Gambar 2.2. Bola giling dan wadah penggilingan [13] 2.2.1.4. Alat penggiling bola Ada beberapa jenis alat penggiling bola yang dapat digunakan untuk melakukan proses pemaduan mekanik, antara lain: planetary ball mill, conventional horizontal ball mill, horizontal ball mill controlled by magnetic force, attritor mill dan shaker ball mill [7]. Alat-alat penggiling bola tersebut terus 7

dikembangkan untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensinya dalam proses pemaduan mekanik. HEM-E3D, salah satu jenis shaker ball mill, merupakan generasi termutakhir alat penggiling bola yang dapat melakukan proses pemaduan mekanik dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi. 2.2.1.4.1. HEM-E3D Gambar 2.3. HEM-E3D [15] HEM-E3D adalah singkatan dari High Energy Mill Elips 3 Dimentions. HEM-E3D merupakan alat penggiling bola yang digunakan untuk melakukan proses pemaduan mekanik berskala kecil dalam laboratorium. Spesifikasi HEM- E3D tampak pada tabel berikut ini. Tabel 2.2. Spesifikasi Hem-E3D [15] Spesifikasi Nilai Dimensi Berat Sumber daya Daya motor Kecepatan motor 70 cm x 60 cm x 40 cm 63 kg (tanpa wadah penggilingan) 380 volt 0,5 PK 0 rpm 500 rpm 2.2.1.4.2. prinsip kerja HEM-E3D Dalam proses pemaduan mekanik, HEM-E3D bekerja dengan cara menghancurkan campuran serbuk melalui mekanisme pembenturan bola-bola 8

giling yang bergerak mengikuti pola gerakan wadahnya yang berbentuk elips tiga dimensi. Pola gerakan elips tiga dimensi inilah yang memungkinkan pembentukkan partikel-partikel serbuk berskala nanometer akibat tingginya frekuensi tumbukan. Tingginya frekuensi tumbukan yang terjadi antara campuran serbuk dengan bola-bola giling disebabkan karena wadah yang berputar dengan kecepatan tinggi, yaitu mencapai 500 rpm, dan bentuk pola gerakan yang berbentuk elips tiga dimensi tersebut. Prinsip kerja HEM-E3D tampak pada gambar berikut ini. Gambar 2.4. Prinsip kerja HEM-E3D [15] 2.2.2. Parameter Proses Pemaduan Mekanik Parameter proses yang harus diperhatikan pada proses pemaduan mekanik antara lain: kecepatan dan waktu penggilingan, perbandingan berat bola terhadap berat serbuk, volume pengisian wadah penggilingan, atmosfer penggilingan, process control agent dan temperatur penggilingan. 2.2.2.1. Kecepatan dan waktu penggilingan Semakin cepat proses penggilingan, maka semakin cepat pula proses penghancuran campuran serbuk. Namun, jika kecepatan penggilingan terlalu tinggi, maka temperatur komponen-komponen pemaduan mekanik akan meningkat. Di satu sisi, kenaikan temperatur ini akan mempercepat proses difusi sehingga terjadi pemaduan mekanik. Namun, di sisi lain, kenaikan temperatur ini juga dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada campuran serbuk [13]. Waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pemaduan mekanik adalah sampai terjadinya kesetimbangan antara laju pengelasan dingin dengan laju penghancuran campuran serbuk [13]. Waktu yang perlukan tersebut bergantung pada jenis alat penggiling bola, intensitas penggilingan, perbandingan antara berat bola terhadap berat serbuk dan temperatur penggilingan. Namun, waktu 9

penggilingan yang terlalu lama juga akan menyebabkan terjadinya kontaminasi pada campuran serbuk [13]. 2.2.2.2. Perbandingan berat bola terhadap berat serbuk Untuk skala kecil atau laboratorium, umumnya jumlah perbandingan berat bola terhadap berat serbuk yang digunakan sekitar 10:1. Sedangkan untuk skala besar atau industri, jumlah perbandingan berat bola terhadap berat serbuk yang digunakan dapat mencapai 100:1. Semakin tinggi jumlah perbandingan berat bola terhadap berat serbuk yang digunakan, maka frekuensi benturan juga semakin tinggi sehingga waktu pemaduan mekanik yang diperlukan semakin singkat. Namun, tingginya frekuensi benturan tersebut akan meningkatkan temperatur komponen-komponen pemaduan mekanik sehingga paduan yang terbentuk tidak sesuai dengan campuran serbuk yang digunakan akibat terjadinya kontaminasi. Bahkan, fasa amorf yang mungkin terbentuk dapat membentuk kristal kembali akibat pengaruh temperatur [13]. Gambar 2.5. Hubungan antara perbandingan berat bola giling terhadap berat serbuk terhadap waktu penggilingan dan ukuran partikel [13] 2.2.2.3. Volume pengisian wadah penggilingan Jumlah maksimal bola-bola giling dan serbuk yang dimasukkan ke dalam wadah penggilingan tidak melebihi 50% volume wadahnya. Hal ini dimaksudkan agar proses pemaduan mekanik berlangung dengan efektif dan efisien. Jika volumenya kurang dari 50%, maka proses pemaduan mekanik berlangsung lebih cepat, tetapi jumlah campuran serbuk yang dimasukkan ke dalam wadah 10

penggilingan sangat sedikit sehingga hanya cocok untuk proses pemaduan mekanik berskala kecil atau laboratorium. Sedangkan, jika volumenya lebih dari 50%, maka proses pemaduan mekanik berlangsung lebih lama akibat terbatasnya ruang gerak bola-bola giling sehingga energi impaknya terhadap campuran serbuk tidak maksimal [13]. 2.2.2.4. Atmosfer penggilingan Untuk menjaga agar campuran serbuk tidak bereaksi dengan lingkungan sekitarnya. Maka atmosfer di dalam wadah penggilingan dibuat inert dengan mengisinya dengan gas inert seperti gas nitrogen atau gas argon. Namun, gas inert tersebut juga dapat bertindak sebagai kontaminan terhadap campuran serbuk [13]. Karena jumlahnya sangat sedikit dan tidak terjadi reaksi dengan campuran serbuk, maka hal ini masih dapat ditoleransi. 2.2.2.5. Process control agent Salah satu kelemahan dari proses pemaduan mekanik adalah terjadinya penggumpalan antarpartikel campuran serbuk sehingga membentuk suatu partikel yang berukuran lebih besar dari ukuran partikel-partikel campuran serbuk sebelumnya akibat laju pengelasan dingin yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju penghancuran campuran serbuk [13]. Untuk mengatasi hal ini, maka ditambahkan process control agent dalam jumlah yang sedikit ke dalam wadah penggilingan. Dengan adanya process control agent, maka partikel-partikel campuran serbuk tersebut akan terselubungi sehingga tidak akan terjadi proses penggumpalan akibat proses pengelasan dingin. Zat yang dapat bertindak sebagai process control agent antara lain; benzena, ethanol, methanol, grafit, natrium klorida, parafin dan lain-lain [13]. Namun, pada proses pelapisan substrate melalui metoda pemaduan mekanik, process control agent tidak diperlukan karena akan menghambat proses pelapisannya. 2.2.2.6. Temperatur penggilingan Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa temperatur penggilingan akan mempengaruhi waktu penggilingan yang diperlukan pada proses pemaduan dan 11

ukuran dari partikel campuran serbuk yang terbentuk. Semakin rendah temperatur penggilingan, maka waktu pemaduan semakin singkat dan ukuran partikelnya semakin kecil [13]. Pengaruh temperatur penggilingan terhadap waktu pemaduan dan ukuran partikel tampak pada gambar berikut. Gambar 2.6. Hubungan antara temperatur penggilingan terhadap waktu pemaduan dan ukuran partikel [13] 2.2.3. Mekanisme Pelapisan Melalui Pemaduan Mekanik Pelapisan substrate melalui metoda pemaduan mekanik terjadi akibat adanya proses pengelasan dingin dan penghancuran serbuk dan difusi atom serbuk. 2.2.3.1. Pengelasan dingin dan penghancuran serbuk Selama proses pemaduan mekanik, partikel-partikel campuran serbuk akan mengalami proses pengelasan dingin dan penghancuran secara berulang. Ketika bola-bola giling saling bertumbukan, sejumlah campuran serbuk terperangkap di antaranya. Beban impak yang diberikan oleh bola-bola giling terhadap campuran serbuk akan membuatnya terdeformasi secara plastik sehingga mengalami pengerasan regangan dan akhirnya hancur. Permukaan partikel-partikel campuran serbuk yang baru terbentuk tersebut memungkinkan terjadinya proses pengelasan dingin kembali antara sesama partikel sehingga membentuk sebuah partikel baru yang berukuran lebih besar dari ukuran partikel-partikel semula. Kemudian 12

partikel-partikel baru tersebut akan kembali mengalami tumbukan-tumbukan dari bola-bola giling yang akan menyebabkannya terdeformasi secara plastik sehingga mengalami pengerasan regangan dan akhirnya hancur kembali. Proses pengelasan dingin dan penghancuran tersebut berlangsung secara berulang hingga terjadi kesetimbangan antara laju pengelasan dingin terhadap laju penghancuran [13]. Pemaduan mekanik akan berlangsung saat terjadinya kesetimbangan antara laju pengelasan dingin terhadap laju penghancuran tersebut [13]. Gambar 2.7. Mekanisme benturan antara bola-bola giling dan campuran serbuk dalam proses pemaduan mekanik [13] 2.2.3.2. Difusi Proses difusi dapat terjadi baik di dalam kisi-kisi kristal ataupun di sepanjang cacat dislokasi, batas butir dan bahkan di permukaan luar material [16]. Ada dua kondisi yang harus dipenuhi agar proses difusi dapat terjadi. Pertama, harus ada ruang kosong tepat di sebelah atom yang akan berdifusi. Kedua, atom yang akan berdifusi tersebut harus memiliki cukup energi untuk memutuskan ikatan atom dengan atom-atom tetangganya. Mekanisme difusi terdiri dari dua jenis, yaitu difusi vacancy dan difusi interstitial. Difusi vacancy hanya dapat terjadi jika di dalam struktur kristal material tersebut terdapat cacat vacancy, sedangkan difusi interstitial hanya dapat terjadi jika ukuran atom yang akan berdifusi lebih kecil dari ukuran atom-atom matriksnya [16]. 13

Gambar 2.8. Mekanisme difusi vacancy (atas ) dan difusi interstitial (bawah) [16] Selama proses pengelasan dingin dan penghancuran yang terjadi secara berulang tersebut, struktur kristal dari partikel-partikel campuran serbuk akan mengalami berbagai jenis cacat akibat tumbukan bola-bola giling. Cacat-cacat kristal yang mungkin terbentuk antara lain: cacat dislokasi dan cacat vacancy. Akibat lain dari proses pengelasan dingin dan penghancuran tersebut adalah meningkatnya jumlah batas butir. Ketiga hal inilah yang memungkinkan terjadinya proses difusi suatu atom ke dalam matriksnya secara mekanik sehingga proses pemaduan mekanik dapat berlangsung. 2.2.4. Karakteristik Serbuk dan Lapisan Hasil Proses Pemaduan Mekanik Karakteristik serbuk dan lapisan hasil proses pemaduan mekanik bergantung pada sifat mekanik material campuran serbuknya, yang dapat berupa: campuran antara serbuk ulet dengan serbuk ulet, serbuk ulet dengan serbuk getas dan serbuk getas dengan serbuk getas [13]. Perbedaan sifat mekanik material campuran serbuk tersebut juga turut menentukan jenis mekanisme pemaduannya. Berikut ini adalah mekanisme pemaduan masing-masing campuran serbuk tersebut beserta hasil pemaduannya. 14

2.2.4.1. Campuran antara serbuk ulet dengan serbuk ulet Campuran antara serbuk ulet dengan serbuk ulet adalah kombinasi ideal untuk proses pemaduan mekanik. Disarankan setidaknya terdapat minimal 15% serbuk ulet dalam campuran serbuk agar proses pemaduan mekanik dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena proses pemaduan mekanik merupakan proses pengelasan dingin dan penghancuran partikel-partikel serbuk secara berulang di mana proses pengelasan dingin sulit terjadi pada serbuk getas [13]. Pada tahap awal proses pemaduan mekanik, partikel serbuk ulet akan mengalami proses pemipihan akibat proses tempa berskala mikro oleh tumbukan bola-bola giling. Selanjutnya, partikel-partikel pipih tersebut akan saling bergabung membentuk suatu struktur lamellar dengan ukuran partikel yang lebih besar dari partikel-partikel pipih sebelumnya akibat proses pengelasan dingin yang dilakukan oleh bola-bola giling. Seiring dengan tumbukan-tumbukan bolabola giling yang terus menimpa partikel-partikel berstruktur lamellar tersebut, maka akan terjadi proses pengerasan regangan sehingga partikel-partikel berstruktur lamellar akan menjadi getas dan akhirnya hancur. Proses ini berlangsung terus-menerus hingga tercapai kesetimbangan antara laju pengelasan dingin dengan laju penghancuran sehingga proses pemaduan mekanik dapat terjadi [13]. Gambar 2.9. Partikel berstruktur lamellar hasil pengelasan dingin antara serbuk ulet dengan serbuk ulet [13] 15

2.2.4.2. Campuran antara serbuk ulet dengan serbuk getas Pada tahap awal proses pemaduan mekanik campuran antara serbuk ulet dengan serbuk getas, partikel-partikel serbuk ulet akan pengalami proses pemipihan, sedangkan partikel-partikel serbuk getas akan hancur akibat tumbukan bola-bola giling [13]. Gambar 2.10. Mekanisme penghancuran partikel antara serbuk ulet (logam) dengan serbuk getas (intermetalik) [13] Selanjutnya partikel-partikel serbuk getas yang berukuran lebih kecil akan terperangkap di antara partikel-partikel pipih serbuk ulet saat terjadi proses pengelasan dingin sehingga akhirnya terperangkap di dalam partikel-partikel berstruktur lamellar di antara lapisan-lapisan lamellar-nya. Seiring dengan tumbukan-tumbukan bola-bola giling yang terus menimpa partikel-partikel berstruktur lamellar tersebut, maka akan terjadi proses pengerasan regangan sehingga partikel-partikel berstruktur lamellar akan menjadi getas dan akhirnya hancur. Proses ini berlangsung terus-menerus hingga tercapai kesetimbangan antara laju pengelasan dingin dengan laju penghancuran sehingga proses pemaduan mekanik dapat terjadi [13]. 16

Gambar 2.11. Partikel berstruktur lamellar hasil pengelasan dingin antara serbuk ulet dengan serbuk getas [13] Jika partikel-partikel serbuk getas tersebut larut dalam matriks partikelpartikel serbuk ulet, maka proses pemaduan mekanik dapat terjadi. Sedangkan jika partikel-partikel serbuk getas tersebut tidak larut dalam matriks partikelpartikel serbuk ulet, maka partikel-partikel serbuk getas tersebut hanya akan tersebar secara merata di dalam matriks partikel-partikel serbuk ulet [13]. Gambar 2.12. Partikel-partikel serbuk getas yang tidak larut di dalam matriks partikel-partikel serbuk ulet [13] 2.2.4.3. Campuran antara serbuk getas dengan serbuk getas Pada tahap awal proses pemaduan mekanik antara campuran serbuk getas dengan serbuk getas, seluruh partikel dari kedua campuran tersebut akan segera mengalami penghancuran oleh tumbukan bola-bola giling tanpa adanya proses pengelasan dingin terlebih dahulu. Namun, setelah berada dalam ukuran partikel yang sangat kecil, partikel-partikel serbuk getas yang memiliki kekerasan lebih 17

tinggi akan kembali mengalami proses penghancuran tersebut. Sedangkan partikel-partikel serbuk getas yang memiliki kekerasan lebih rendah akan bertindak sebagai substrate tempat melekatnya partikel-partikel serbuk getas yang memiliki kekerasan lebih tinggi. Namun, proses pemaduan mekanik pada campuran serbuk getas dengan serbuk getas ini sangat sulit terjadi tanpa adanya pemicu terjadinya proses difusi, salah satunya adalah temperatur yang tinggi [13]. Gambar 2.13. Proses pemaduan mekanik pada campuran serbuk getas dengan serbuk getas [13] 2.3. PERHITUNGAN UKURAN KRISTALIT PARTIKEL SERBUK Kristalit adalah suatu susunan atom-atom yang memiliki arah yang sama dalam skala nanometer (<100 nm). Jika berada di atas skala tersebut, oleh metalurgist biasa disebut dengan istilah butir. Gambar berikut ini merupakan ilustrasi dari kumpulan suatu kristalit yang menyusun suatu partikel serbuk. Gambar 2.14. Ilustrasi kristalit penyusun partikel serbuk [17] 18

2.3.1. Perhitungan Ukuran Kristalit Berdasarkan Pola Difraksi Sinar-X Perhitungan ukuran kristalit dapat dilakukan dengan menggunakan pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD). Untuk menghitung ukuran kristal, digunakan persamaan Scherrer berikut : D v = Kλ/βcosθ (2.1) di mana: D v = ukuran kristal (nm), K = konstanta Scherrer, λ = panjang gelombang (Å) dan β = Full Width at Half Maximum (FWHM) (derajat). Nilai konstanta Scherrer diasumsikan sama dengan 1, sedangkan Full Width at Half Maximum (FWHM) adalah besarnya pelebaran suatu puncak pola difraksi grafik hasil uji X-ray diffraction (XRD) pada titik di ketinggian setengah puncak tersebut [18]. Gambar 2.15. Full Width at Half Maximum (FWHM) [19] Akibat adanya pengaruh regangan, ukuran kristal dan alat pada pola difraksi grafik hasil uji X-ray diffraction (XRD), maka dengan menggunakan metoda Lorentzian, β dapat didefinisikan sebagai berikut: β obs = β size + β strain + β inst (2.2) {β obs - β inst } = β size + β strain (2.3) 19

dengan menyubstitusi persamaan β = 4ε str tanθ sebagai β strain dan persamaan β = Kλ/D v cosθ sebagai β size, meyubstitusi nilai K serta mengalikan kedua ruas dengan cosθ, maka didapatkan persamaan berikut: {β obs - β inst }cosθ = λ/d v + 4ε str sinθ (2.4) Kemudian dengan menggunakan metoda Williamson-Hall, persamaan tersebut akan dianggap sebagai persamaan garis lurus, yaitu y = a + mx, dengan menge-plot {β obs - β inst }cosθ pada sumbu-y dan 4sinθ pada sumbu-x. Lalu, dengan menyubstitusi nilai-nilai posisi puncak pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD) ke ke persamaan garis lurus tersebut, maka akan didapatkan nilai ukuran kristal D v rata-rata dan ε str dari setiap puncak grafik pola difraksi. Perlu diketahui bahwa nilai besar ukuran kristal D v rata-rata yang didapat di atas belum sepenuhnya dapat diterima sebab masih adanya pelebaran akibat pengaruh alat β inst dalam persentase yang kecil pada perhitungan nilai besar ukuran kristal D v rata-rata tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan sampel standar yang bebas dari pelebaran akibat pengaruh regangan dan ukuran kristal sehingga dengan membandingkannya dapat diketahui nilai pelebaran murni akibat alat dan ukuran kristal yang didapatkan lebih akurat [7]. Gambar 2.16. Pelebaran pola difraksi akibat pengaruh alat dan material uji [19] 20

2.3.2. Faktor Kesalahan Penghitungan Ukuran Kristalit Faktor penyebab kesalahan penghitungan ukuran kristalit disebabkan oleh pelebaran grafik pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD). Terjadinya pelebaran grafik pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD) dapat disebabkan oleh pengaruh regangan, ukuran kristal dan alat. 2.3.2.1. Pengaruh regangan Pengaruh pengerjaan mekanik terhadap sampel, baik pengerjaan dingin maupun pengerjaan panas, terhadap pelebaran pada grafik pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD) sangat signifikan. Jika jarak antarbidang kristal suatu material berubah akibat adanya regangan, maka posisi grafik pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD) akan bergeser dari posisi seharusnya dan jika struktur kristal suatu material telah terdeformasi secara tidak teratur, maka grafik pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD) akan menurun intensitasnya dan mengalami pelebaran [20].. Gambar 2.17. Pelebaran grafik pola difraksi akibat regangan pada struktur kristal [20] Penyebab lain akibat pengerjaan mekanik terhadap sampel adalah cacat yang terdapat di dalam struktur kristal material yang diuji itu sendiri. Pada material berstruktur kristal cacat, bentuk grafik pola difraksinya memiliki rentang akibat terjadinya pelebaran, sedangkan pada material berkristal sempurna, grafik pola difraksinya berupa garis lurus. Namun, tidak ada material berstruktur sempurna seperti itu, karena selalu saja ada cacat pada setiap kristal suatu material [21]. 21

Gambar 2.18. Pelebaran grafik pola difraksi akibat cacat struktur kristal [22] 2.3.2.2. Pengaruh ukuran kristal Ukuran kristal juga mempunyai dampak yang besar terhadap pelebaran pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD). Semakin kecil ukuran kristal atau butir suatu sampel, maka intensitas puncak-puncak grafik hasil pengujian X-ray diffraction (XRD) semakin rendah dan lebar. Gambar 2.19. Hubungan ukuran kristal terhadap pelebaran pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD) [7] 2.3.2.3. Pengaruh alat Setiap alat uji X-ray diffraction (XRD) menyebabkan pelebaran pada pola difraksi hasil pengujiannya. Pengaruh alat terhadap pelebaran pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD) sangat kecil, namun pengaruh tersebut harus dihilangkan agar tidak terjadi kesalahan saat melakukan proses analisis data. Pengaruh alat terhadap terhadap pelebaran pola difraksi hasil pengujian X-ray 22

diffraction (XRD) dapat disebabkan oleh dispersi panjang gelombang (radiasi Kα 1, Kα 2 dan K β ), ketidakidealan optik, transparansi sampel, resolusi detector dan lain-lain. Pada pengaruh alat akibat dispersi panjang gelombang, radiasi Kα 1, Kα 2 dan K β yang dihasilkan oleh tabung sinar-x juga turut berperan dalam proses penyimpangan pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD). Secara umum, intensitas Kα 1 adalah dua kali intensitas Kα 2, sedangkan intensitas K β sangat kecil. Namun, K β memiliki panjang gelombang paling besar dibandingkan dengan panjang gelombang Kα 1 dan Kα 2. Perbedaan panjang gelombang inilah yang merupakan salah satu penyebab penyimpangan pada grafik pola difraksi hasil pengujian X-ray diffraction (XRD) [20]. Gambar 2.20. Karakteristik radiasi Kα 1, Kα 2 dan K β [23, 22] 23