BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Semenjak kemunculan film Ayat-Ayat Cinta pada tahun 2008, film bertemakan Islam menemukan masa kejayaannya sekali lagi. Mencoba mengulang kesuksesan film Ayat-Ayat Cinta, film-film lainnya yang bertema senada mulai bermunculan setiap tahunnya. Tidak hanya digunakan sebagai produk komersil, film bertemakan Islam dilihat juga digunakan sebagai cara baru untuk melakukan dakwah kepada masyarakat. Hal yang senada dilakukan oleh pembuat film Ketika Mas Gagah Pergi. Film yang diangkat dari novel dengan judul sama karya Helvy Tiana Rosa merupakan salah satu film yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam kepada penontonnya. Helvy Tiana Rosa selaku penulis serta penggagas pembuatan film KMGP mengatakan film ini diharapkan dapat memberikan penggambaran mengenai identitas Islam yang sesuai dengan Al Quran. Walaupun hanya bertahan selama satu minggu di bioskop, film ini berhasil mengadakan nobar di kota-kota di Indonesia dan bahkan luar negeri dengan jumlah penonton yang cukup besar. Dalam penelitian ini peneliti berusaha melihat bagaimana pemaknaan yang terjadi pada responden yang membaca dan menonton serta responden yang hanya menonton film KMGP. Dalam penelitian ini, identitas Islam yang dimaksud terbagi menjadi 2 aspek yakni Shariah dan Ummat dimana keduanya dipecah kembali menjadi beberapa aspek yakni perilaku (pemisahan interaksi fisik, keperdulian, dan pemisahan diri dari produk sekuler) dan fashion (fashion muslimah dan fashion pria muslim) untuk shariah serta dakwah, organisasi, dan ummat untuk ummat. Setelah melakukan penelitian, peneliti menemukan tidak terdapat perbedaan pemaknaan yang signifikan antara responden yang membaca dan menonton serta yang menonton saja. peneliti melihat pemaknaan yang terjadi pada responden lebih disebabkan oleh pemahaman agama yang dimiliki oleh setiap responden. 118
Tingkat pemahaman agama responden berpengaruh besar dalam proses memaknai serta internalisasi nilai yang digambarkan dalam film. Walaupun responden memiliki latar belakang keimanan yang serupa tidak menjamin responden akan memaknai penggambaran dalam film dengan cara yang sama. Faktor lainnya seperti latar belakang, keuangan, organisasi, pendidikan, dan pekerjaan tidak terlalu memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada pemaknaan responden terhadap identitas Islam yang digambarkan dalam film KMGP. Dari kedelapan aspek yang diteliti peneliti hanya menemukan aspek keperdulian yang dimaknai secara dominant oleh responden. Hal ini disebabkan responden melihat keperdulian merupakan ajaran utama dari Islam dan responden setuju dengan penggambaran keperdulian yang digambarkan dalam film. Setelah aspek keperdulian responden memaknai aspek lainnya dengan posisi pemaknaan yang berbeda. Pemaknaan pada aspek fashion muslimah merupakan aspek yang dimaknai secara dominant terbanyak setelah aspek keperdulian. Tujuh responden setuju dengan penggambaran seorang muslimah haruslah menggunakan kerudung sebagai bentuk pengamalan keimanan dan perintah dalam Al Quran, namun satu responden memaknai secara negotiated karena dirinya melihat Al Quran hanya memerinthkan muslimah untuk mengenakan pakaian yang menjaga kehormatannya. Apabila seorang muslim dinilai sudah menggunakan pakaian yang dapat menjaga kehormatannya, berdasarkan norma yang berlaku di budaya sekitar, muslimah tersebut dilihat telah melaksanakan perintah AL Quran. Pemisahan diri atas budaya sekuler dan ummat dimaknai secara dominant oleh enam responden. Untuk aspek sekuler, responden melihat penggambaran pemisahan diri dalam film sebagai bentuk kedewasaan iman seorang muslim. Dengan memishakan diri dari produk dunia sekuler, seorang muslim dilihat sudah mencapai pemahaman bahwa waktu harus digunakan semaksimal mungkin untuk hal yang positif dan memberikan manfaat untuk keimanan. Namun terdapat satu responden yang memaknai secara negotiated melihat produk budaya sekuler juga dapat digunakan untuk memberikan kebermanfaatan. Satu responden memaknai 119
secara oppositional dan melihat produk sekuler dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada umat lainnya. Untuk aspek umat, enam responden yang memaknai secara dominant melihat sudah tugas seorang muslim untuk berbuat baik dengan sesama, tidak hanya kepada muslim, sesuai dengan cita-cita Islam yakni menjadi agama yang membawa rahmat, namun dua responden yang memaknai secara negotiated mengatakan terdapat batasan-batasan tertentu dalam berbuat baik dengan umat beragama lain. Seorang muslim diharuskan berbuat baik namun tidak diperkenankan untuk mengikuti proses ibadah umat beragama lain karena tidak sesuai dengan aqidah Islam. Sedangkan aspek yang paling banyak dimaknai dengan posisi negotiated adalah aspek pemisaham interkasi fisik antar lawan jenis. Responden melihat pemisahan interaksi fisik antar lawan jenis merupakan perintah ynag tertuang dalam Al Quran namun akan susah dilaksanakan pada masa sekarang. Tidak hanya itu pengaruh kultur Indonesia yang melihat jabat tangan sebagai bentuk kesopanan serta komposisi masyarakat yang majemuk juga mempersulit penerapan pemisahan interaksi antar fisik. Pada aspek organisasi pemaknaan responden terbagi menjadi tiga pemaknaan. Terdapat tiga responden yang memaknai secara dominant, terdapat tiga responden yang memaknai secara negotiated, dan terdapat dua responden yang memaknai secara oppositional. Pemaknaan yang beragam ini diakibatkan oleh persepsi yang berbeda antara responden mengenai organisasi Islam. Responden yang memaknai secara dominant melihat organisasi Islam dapat digunakan sebagai tempat menimba ilmu keagamaan. Responden yang memaknai secara negotiated melihat keikutsertaan seorang muslim pada organisasi Islam disesuaikan dengan kebutuhan serta waktu seorang muslim, apabila dirasa tidak membuthkan dan tidak memungkinkan seorang muslim tidak harus mengikuti organisasi Islam. Responden yang memaknai secara oppositional melihat 120
organisasi Islam hanya membatasi ekspresi keagaaman seorang muslim dan cenderung membatasi keagamaan seorang muslim. Pada aspek dakwah responden terbagi menjadi dua kelompok pemaknaan yakni dominant dan oppositional. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan perspektif yang digunakan ketika menilai penggambaran dakwah. responden yang memaknai secara dominant melihat dakwah dari sisi pelaku dakwah, dalam film ini Yudi. Yudi dinilai telah melakukan perintah dakwah sesuai dengan perintah agama bahkan dianggap telah melakukan inovasi dakwah. responden yang memaknai secara oppositional melohat dari perspektif audience. Dakwah yang dilakukan Yudi dianggap tidak memperhatikan kebutuhan audience akan informasi agama. Dakwah Yudi dianggap meresahkan karena terdapat nilai privasi yang dibawa kedalam ruang publik. Hal menarik dari penelitian ini, walaupun responden memaknai secara dominant, tidak terjadi internalisasi nilai dan perubahan identitas yang signifikan pada responden. Responden melihat penggambaran dalam film merupakan afirmasi dari pemahaman yang selama ini dimiliki oleh responden. Perubahan identitas yang signifikan hanya terjadi pada Intan. Setelah menonton Intan tergerak untuk membangun usaha pribadi agar dapat membantu mempekerjakan orang lain. Keputusan itu diambil Intan setelah melihat bagaimana Gagah merelakan uang pribadinya dan membangun taman bacaan bagi anak-anak yang berkekurangan. Selain Intan, perubahan identitas yang terjadi hanya sampai pada tahap menginspirasi namun tidak sampai perubahan nyata. Selama melakukan penelitian ini, peneliti merasa kesulitan untuk mengklasifikasikan posisi pemaknaan yang terjadi pada responden. Hal ini disebabkan setiap responden memiliki pola pemaknaan yang berbeda dan kompleks sehingga tidak dapat diklasifikasikan menurut terori Stuart Hall. Peneliti juga menemukan kesulitan untuk mencari responden yang dinilai representatif dan memiliki latar belakang yang beragam. Hal ini disebabkan kurangnya data penonton film KMGP walaupun peneliti telah mengusahakan 121
unutk mencari responden melalui tim Sahabat Mas Gagah, fansclub novel serta salah satu bagian tim produksi film KMGP, serta FLP Jakarta dan Jogjakarta, organisasi penulis dimana Helvy Tiana Rosa selaku pendiri. Kurangnya responden dengan latar belakang yang beraga, menyebabkan pemaknaan yang terjadi tidak terlalu beragam dan tidak dapat melihat efek dari film KMGP secara luas. B. Saran Setelah melakukan penelitian ini, peneliti memiliki beberapa saran yang sekiranya dapat dipertimbangkan untuk penelitian lain yang serupa atau penelitian lain dimasa depan, yaitu: 1. Hasil resepsi akan lebih menarik bila responden penelitian memiliki latar belakang yang lebih beragam. Dengan meneliti responden dengan latar belakang yang lebih beragam, akan muncul hasil resepsi yang lebih luas. 2. Melakukan riset sebelum melakukan pengambilan data sangat penting untuk menentukan karakteristik responden. Dengan begitu pengambilan data akan lebih mudah dan efisien. 122