BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Afiksasi merupakan bagian dari proses morfologi (proses pembentukan kata). Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks (Putrayasa, 2008 : 5). Setiap afiks merupakan bentuk terikat. Artinya, bentuk tersebut tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatis selalu melekat pada bentuk lain (bentuk dasar). Pembubuhan afiks terhadap bentuk dasar dapat mengakibatkan bentuk dasar tersebut mengalami perubahan bentuk, perubahan kelas kata, dan perubahan makna. Setiap bahasa pasti memiliki sistem pembentukan kata tersendiri yang kemungkinan besar berbeda dengan bahasa lainnya. Demikian juga halnya dengan bahasa Nias. Bahasa yang merupakan salah satu bahasa daerah yang digunakan oleh sekelompok masyarakat yang berada di pulau Nias ini memiliki sistem pembentukan kata tersendiri, khususnya dalam bidang afiksasi. Bahasa Nias merupakan salah satu bahasa di dunia yang masih belum diketahui persis berasal dari rumpun bahasa mana. Bahasa ini juga termasuk bahasa yang unik karena setiap fonemnya selalu diakhiri dengan huruf vokal. Bahasa Nias mengenal enam huruf vokal, yaitu a, e, i, u, o, dan ö (dibaca dengan "ə" seperti dalam penyebutan "enam" ). Bahasa ini merupakan salah satu bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat yang terdapat di Sumatera Utara, tepatnya di sebelah barat pulau
Sumatera, dan berdekatan dengan pantai Sibolga yang dikenal dengan sebutan pulau Nias atau Tanö Niha. Pulau Nias terletak 125 km sebelah barat Pulau Sumatera. Pulau ini terletak di Lautan Hindia, dan merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Apabila ditinjau dari segi geografis, pulau Nias terletak pada titik koordinat 1 6 LU 97 32 BT. Pulau dengan luas wilayah 5.625 km 2 ini berpenduduk 700.000 jiwa. Daerah Nias terbagi atas empat kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. Hampir seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di pulau Nias menggunakan bahasa daerah Nias dalam komunikasi sehari-hari. Tidak terkecuali masyarakat pendatang yang berasal dari etnis lain, seperti Batak, Jawa, Padang, dll. Bahasa Nias memiliki beberapa dialek berdasarkan cara pengucapannya. Menurut Zagoto (1975 dalam Halawa, 1983), bahasa Nias mempunyai variasi dan dialek yang ditandai oleh perbedaan intonasi dan cara pengucapannya, yaitu (1) bahasa Nias dialek utara, (2) bahasa Nias dialek tengah, dan (3) bahasa Nias dialek selatan. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian (Halawa, 1983 : 3) ditemukan bahwa bahasa Nias dapat dibagi atas beberapa variasi atau dialek, berdasarkan cara pengucapannya, yaitu: (1) Bahasa Nias dialek utara yang meliputi daerah sekitar Kecamatan Alasa dan Kecamatan Lahewa; (2) Bahasa Nias dialek Kota Gunungsitoli yang meliputi sekitar Kecamatan Gunungsitoli dan Kecamatan Tuhemberua; (3) Bahasa Nias dialek Barat Pulau Nias yang meliputi daerah Kecamatan Mandehe dan Kecamatan Sirombu termasuk Pulau-pulau Hinako;
(4) Bahasa Nias dialek Nias tengah yang meliputi daerah Kecamatan Gidö, Kecamatan Idanö Gawo, Kecamatan Gomo, dan Kecamatan Lahusa; (5) Bahasa Nias dialek selatan yang meliputi daerah Kecamatan Teluk Dalam, Kecamatan Pulau Tello, dan Pulau-pulau Batu. Di antara beberapa dialek dalam bahasa Nias, dialek yang umum dikenal ialah dialek Gunungsitoli dan sekitarnya. Hal ini berhubungan dengan sejarah pembelajaran bahasa Nias oleh warga asing yang mulanya mempelajari bahasa Nias dialek Gunungsitoli kemudian menyampaikan misinya ke berbagai daerah di Pulau Nias dalam dialek tersebut. Selain itu, buku-buku yang dikarang dalam bahasa Nias juga selalu menggunakan dialek Gunungsitoli. Dalam penelitian ini, peneliti lebih memilih menggunakan dialek Gunungsitoli karena dialek ini dianggap sebagai dialek yang cukup dikenal dan dapat dipahami dengan mudah. Peneliti melakukan penelitian terhadap proses morfologi bahasa Nias, khususnya afiksasi dengan dua alasan, yaitu alasan teoritis dan alasan praktis. Alasan praktis mencakup keinginan peneliti untuk melestarikan bahasa daerahnya agar tidak punah oleh perkembangan zaman yang bersifat dinamis. Sementara itu, alasan teoritis peneliti adalah agar penelitian ini dapat menjadi salah satu sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang linguistik. Seperti halnya bahasa daerah lain, bahasa Nias memegang peranan penting dalam pergaulan sehari-hari sebagai alat komunikasi bagi masyarakat pemakainya. Bahasa Nias juga digunakan sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama bagi anak-anak. Masyarakat Nias masih jarang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama bagi anak-anaknya.
Penelitian terhadap bahasa ini dilakukan terhadap tataran morfologi, khususnya di bidang afiksasi. Tataran morfologi merupakan salah satu bagian dari tataran linguistik yang mengkaji mengenai struktur dan proses pembentukan kata. Berdasarkan prosesnya tataran ini masih terbagi atas afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan. Afiksasi adalah proses penambahan morfem terikat pada bentuk dasar; reduplikasi merupakan pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak; sedangkan pemajemukan ialah proses penggabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru. Agar cakupannya tidak terlalu luas, peneliti mengkaji satu proses saja yaitu afiksasi. Selain itu, penelitian terhadap afiksasi bahasa Nias juga masih sedikit jumlahnya sehingga peneliti tertarik untuk mengembangkannya supaya dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang linguistik. Penelitian terhadap afiksasi bahasa Nias pernah dilakukan oleh T. Halawa pada tahun 1983 dalam bukunya yang berjudul Struktur Bahasa Nias. Dari hasil penelitian tersebut peneliti mengamati bahwa ada beberapa imbuhan yang tidak lazim digunakan dalam tuturan pada saat ini. Contohnya, dalam kata balugöi (tutupi). Kata ini terbentuk dari sufiks {-i} dan bentuk dasar balugö (tutup). Pada saat ini kata tutupi dalam bahasa Nias cukup dikatakan dengan kata balugö tanpa sufiks {-i}. Hal tersebut juga terlihat jelas dalam kata mombalugö (menutup/menutupi). Kata ini terbentuk dari prefiks {ma-} dan bentuk dasar balugö (tutup/tutupi). Kata menutupi dalam bahasa Nias tidak dikatakan dengan kata mombalugöi tetapi dengan kata mombalugö. Contoh lainnya yaitu pemakaian sufiks {-sö} dalam kata bogösö (dapat dibakar) pada kalimat bogösö rigi da ö khöra (jagung itu dapat dibakar). Pada saat ini kata bogösö tidak lazim digunakan. Untuk mengatakan kata dapat dibakar dalam
bahasa Nias, biasanya digunakan kata tola labogö. Misalnya, dalam kalimat tola labogö rigi da ö (jagung itu dapat dibakar). Kata labogö terbentuk dari prefiks {la-} dan bentuk dasar bogö (bakar). Berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut, peneliti akan mendeskripsikan perkembangan baru terhadap masalah pemakaian afiks dalam bahasa Nias yang lazim digunakan pada saat ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Apa sajakah jenis afiks dalam bahasa Nias? b. Bagaimanakah proses afiksasi dalam bahasa Nias? c. Apakah fungsi afiks dalam bahasa Nias? d. Apakah arti/nosi afiks dalam bahasa Nias? 1.3 Batasan Masalah Peneliti membatasi penelitian ini pada proses afiksasi dalam bahasa Nias dialek Gunungsitoli. Pembatasan ini dilakukan agar cakupannya tidak terlalu luas. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mendeskripsikan jenis afiks dalam bahasa Nias b. Untuk memaparkan proses afiksasi dalam bahasa Nias
c. Untuk menjelaskan fungsi afiks dalam bahasa Nias d. Untuk menjelaskan arti/nosi afiks dalam bahasa Nias 1.4.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: a. Menambah wawasan pembaca dan peneliti tentang afiksasi, khususnya dalam bahasa Nias. b. Menjadi sumber acuan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji afiksasi dalam bahasa Nias. c. Sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pemahaman tentang afiksasi. d. Sebagai salah satu upaya untuk melestarikan bahasa daerah yang ada di Indonesia. e. Menambah referensi ilmu pengetahuan tentang afiksasi.