IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kecamatan Muaragembong merupakan daerah muara dari Sungai Citarum, pesisir pantai Teluk Jakarta, dan merupakan salah satu daerah yang banyak terdapat tambak udang di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2010 untuk pengambilan data primer dan sekunder. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden (petambak udang) melalui kuesioner. Data primer meliputi data karakteristik petambak udang, pendapatan dan pengeluaran petambak udang, jumlah musim panen, dan adaptasi dari petambak udang akibat perubahan iklim serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, Kecamatan Muaragembong, Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi, Dinas Hidro dan Oseanografi (Dishidros) TNI AL, LIPI Oseanografi Jakarta, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta literatur-literatur yang relevan dalam penelitian. Data sekunder berupa daerah penelitian, data produksi udang, luas areal tambak udang, jumlah hari hujan, curah hujan, suhu, dan lainlain yang diperlukan dalam penelitian dengan series data dari tahun 2000-2009. 28
4.3 Metode Pengambilan Contoh Pengambilan sampel dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) dengan metode non-probability sampling pengambilan sampel dengan cara tidak acak. Dengan teknik ini tidak semua individu dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sample. Pengambilan sampel akan dilakukan secara sengaja atau dipilih berdasarkan suatu kriteria tertentu agar suatu individu dijadikan sampel. Kriteria yang dipilih adalah petambak yang bertempat tinggal secara pasti di Kecamatan Muaragembong tersebut dan telah bertambak udang selama lima tahun. Hal ini agar mendapat responden yang berpengalaman sehingga diperoleh informasi yang mendalam mengenai akibat perubahan iklim yang mempengaruhi usaha tambak udang. Dalam penelitian ini objek yang akan dijadikan sampel adalah para petambak udang di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi. Jumlah responden sebanyak 62 orang yang mewakili pelaku usaha tambak udang di Kecamatan Muaragembong. 4.4 Metode dan Prosedur Analisis Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur, observasi, browsing melalui internet, pengisian kuesioner, dan wawancara secara langsung dengan responden. Metode pengisian kuesioner dan wawancara langsung dilakukan secara purposive dalam penentuan respondennya. Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan bantuan program Microsoft Office Exxcel dan SPSS 16.0. Metode prosedur penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. 29
Tabel 4. Metode Prosedur Penelitian Tujuan Jenis dan Sumber Data Mengidentifikasi Data primer dari fenomena petambak udang perubahan iklim di Kecamatan lokal. Muaragembong. Kabupaten Bekasi dan data sekunder dari BPS Kabupaten Bekasi, LIPI Oseanografi, Dishidros TNI AL, dan BMKG Mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari fenomena perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong. Mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang dalam menghadapi perubahan iklim lokal. Bogor. Data primer dari petambak udang di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi. Data sekunder dari BPS Kabupaten Bekasi, LIPI Oseanografi, Dishidros TNI AL dan BMKG Bogor. Data primer dari petambak udang di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi Pengumpulan Data Wawancara, kuesioner, dan studi literatur Kuesioner, wawancara, dan studi literatur Kuesioner dan wawancara Metode Analisis Data Analisis deskriptif Analisis deskriptif mengenai kenaikan biaya adaptasi, penurunan produktifitas, Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU), Analisis ecological footprint, dan analisis regresi linear berganda. Analisis deskriptif 4.4.1 Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Usaha Tambak Udang di Kecamatan Muaragembong Dampak dari perubahan iklim dapat dilihat dari trend produksi di sektor perikanan tambak udang. Data mengenai jumlah udang per panen atau per tahun sangat berguna untuk melihat trend yang terjadi, apakah mengalami peningkatan atau penurunan. Perubahan iklim akan menyebabkan periode panen menjadi 30
berubah-ubah sehingga pendapatan petambak udang menjadi tidak menentu. Dampak perubahan iklim terhadap sektor perikanan tambak yang akan dianalisis adalah perubahan kenaikan pasang surut air laut, perubahan produktifitas, perubahan biaya, perubahan musim hujan dan kemarau, dan intensitas banjir akibat kenaikan curah hujan. 4.4.2 Analisis Regresi Analisis regresi diperlukan untuk melihat keterkaitan hasil produksi dengan unsur iklim dalam rangka menginterpretasikan tingkat kesejahteraan petambak. Model rancangan regresi tersebut yaitu (Lains, 2003): Y = α + β 1 X 1 + β 2 X 2 + +β n X n +ε i... (i) Dimana : Y : Nilai rata-rata dugaan α : Intersep β 1 : Parameter yang mempengaruhi nilai rataan X1 : Variabel yang mempengaruhi nilai rataan βn : Parameter ke n Xn : Variabel ke n ε i : Galat/error Dalam penelitian ini analisis regresi dilakukan melalui analisis hubungan antara produksi udang dan indikator perubahan iklim yaitu: Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + ε.. (ii) Dimana: Y : Produksi udang (ton) X 1 : Luas lahan tambak (ha) X 2 : Curah hujan (mm/tahun) X 3 : Jumlah hari hujan (hari) X 4 : Suhu rata-rata ( 0 C) Rumus regresi tersebut diformulasikan dari hasil studi yang dilakukan oleh Buwono (1993), DKP (2002), Kisworo (2007), dan Marindro (2008) tentang kesesuaian lahan untuk tambak udang, menyatakan bahwa produksi tambak udang dipengaruhi oleh faktor luas lahan tambak dan variabel iklim (curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata). Dengan demikian, penelitiaan ini menggunakan 31
fungsi produksi udang sebagai fungsi dari luas lahan, curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata. Dalam konteks ini produksi udang akan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada variabel-variabel iklim dan luas lahan. Produksi akan dipengaruhi oleh peningkatan luas lahan akan menyebabkan meningkatnya jumlah produksi udang. Peningkatan curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata menyebabkan meningkatnya intensitas dan ketinggian banjir serta datangnya penyakit pada udang yang dapat mengakibatkan turunnya jumlah pruduksi udang. 4.4.3 Analisis Nilai Tukar Petambak Udang Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petambak adalah menggunakan Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) berasal dari konsep Nilai Tukar Nelayan atau Nilai Tukar Petani. NTPU mempertimbangkan seluruh pendapatan dan seluruh pengeluaran keluarga. Pada dasarnya NTPU merupakan indikator untuk mengukur kesejahteraan petambak secara relatif. Oleh karena indikator tersebut juga merupakan ukuran kemampuan keluarga petambak untuk memenuhi kebutuhan subsistennya. NTPU juga disebut nilai tukar subsisten (subsistence term of trade). Oleh karena itu, segala upaya pemerintah untuk memberdayakan masyarakat petambak atau nelayan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petambak dan nelayan harus mampu meningkatkan NTPU atau NTN secara teratur secara terus menerus. NTPU merupakan indikator untuk mengukur nilai kesejahteraan masyarakat yang mengusahakan tambak udang secara relatif dengan rumus sebagai berikut: NTPU = Y t / E t...(4.3) Y t = Y Ft + Y NFt...(4.4) 32
E t = E Ft + E Kt...(4.5) Dimana: Y Ft = Total pendapatan dari usaha perikanan (Rp) Y NFt = Total pendapatan dari non-perikanan (RP) E Ft = Total pengeluaran untuk usaha perikanan (Rp) E Kt = Total pengeluarn untuk konsumsi keluarga (Rp) t = Periode waktu (tahun) 4.4.4 Analisis Daya Dukung Lingkungan dengan Ecological Footprint Analisis ecological footprint merupakan alat analisis untuk menghitung daya dukung lingkungan. Prinsip ecological footprint dalam suatu populasi adalah mengestimasi jumlah lahan dan air yang dibutuhkan untuk memproduksi semua barang konsumsi serta menyerap limbah yang dihasilkan oleh populasi tersebut (Wackernagel dan Rees, 1996). Ecological footprint menunjukkan seberapa besar suatu populasi atau bangsa menggunakan alam. Secara konseptual, ecological footprint tidak boleh melebihi biocapacity. Biocapacity dapat diartikan sebagai daya dukung biologis atau daya dukung saja. Ferguson (2002) dalam PKSPL (2005), mendefinisikan biocapacity sebagai sebuah ukuran ketersediaan lahan produktif secara ekologis. Daya dukung lingkungan adalah daya dukung suatu kawasan untuk menopang suatu kehidupan biota dan populasi disuatu daerah tertentu. Daya dukung suatu kawasan dapat turun atau naik tergantung dari kondisi ekologis, biologis, dan pemanfaatan manusia terhadap sumberdaya alam. Daya dukung yang menurun, disebabkan oleh meningkatnya pemanfaatan manusia dan bencana alam yang terjadi. Sementara itu daya dukung lingkungan dalam kaitan ini dapat disajikan dalam bentuk jumlah orang yang dapat hidup di lokasi tersebut, dapat didukung oleh biocapacity yang ada. 33
Daya dukung lingkungan (carrying capacity) adalah total biocapacity dibagi dengan total ecological footprint. Menurut Ceballos-Lasurian (1991) dalam Azizy (2009), daya dukung lingkungan didefinisikan sebagai kapasitas dari suatu ekosistem untuk mendukung pemeliharaan organisme yang sehat baik produktifitasnya, kemampuan beradaptasi, dan kemampuan pembaruan. Daya dukung lingkungan adalah daya dukung suatu kawasan yang ditunjang dari sumberdaya yang tersedia, energi yang diperlukan, dan produktifitas. Dari analisis ecological footprint dihasilkan konsumsi dan produktifitas masyarakat dalam suatu kawasan. Dengan demikian akan diketahui daya dukung suatu lingkungan untuk menopang kehidupan suatu wilayah. Apabila daya dukung lingkungan menurun ini artinya konsumsi masyarakat terhadap sumberdaya alam berkurang dan produktifitasnya meningkat tanpa ada pemanfataan yang berkelanjutan. Harberl et al. (2001) dalam Azizy (2009), menggunakan tiga metode yang berbeda dalam menentukan ecological footprint. Metode yang pertama menggunakan data produktifitas rata-rata dunia tahun 1995 sebagai acuan tetap. Metode yang kedua menggunakan data produktifitas rata-rata dunia pada tahun yang bersangkutan (bervariasi). Metode yang ketiga menggunakan data produktifitas lokal pada tahun yang bersangkutan. Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah data produktivitas lokal maka ecological footprint dihitung dengan rumus (Wackernagel dan Rees, 1996): EF i = (DE i / Y lkl i )...(4.6) EF = EF i...(4.7) EF i EF DE i : Ecological Footprint produk ke-i : Total Ecological Footprint (dalam satuan lokal) : Domestic Extraction produk ke-i (Kg/kapita) 34
Y lkl i : Yield (produktivitas lokal) produk ke-i (Kg/ha) Sementara itu biocapacity (BC) dihitung dengan menggunakan rumus: A k BC lok = A k...(4.8) : Luas land cover kategori ke-k (ha) Agar biocapacity dapat diekspresikan sehingga setara dengan perhitungan ecological footprint, maka biocapacity dikalikan bukan dengan YF global tapi dengan produksi lokal (Y lkl k ): A k YF lkl k BC = A k YF lkl k...(4.9) : Luas land cover kategori ke-k (ha) : Yield Factor land cover kategori ke-k Selanjutnya daya dukung lingkungan (CC) dihitung dari: CC = (BC / EF)...(4.10) Analisis selanjutnya adalah membandingkan komponen EFi yang sejenis dengan CCk yang sesuai. Analisis ini untuk melihat komponen EFi mana yang tersedia di lokasi dan EFi mana yang tidak tersedia dan harus disediakan dari daerah lain. Tabel 5. Tabel Isian Analisis Footprint Kategori Produktivitas Konsumsi (Y) =Kg/ha (DE)=Kg/kapita Bahan pangan dari Tambak Udang 1. Udang 2. Lainnya Komponen footprint (FP) = ha/kapita Biocapacity (BC) = ha DD = BC/EF 4.4.5 Analisis Persepsi dan Adaptasi Petambak Udang Terhadap Perubahan Iklim Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau menjelaskan karakteristik responden dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki untuk mengkaji persepsi dan adaptasi 35
petambak udang akibat perubahan iklim. Analisis deskriptif menurut Nazir (1988) adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, serta suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Bentuk pertanyaan untuk mengkaji persepsi maupun adaptasi berupa kombinasi pertanyaan tertutup dan terbuka. Pertanyaan mengenai persepsi meliputi pemahaman mengenai perubahan iklim dan sumber informasi terkait perubahan iklim. Selain itu ditanyakan juga mengenai masalah perubahan iklim yang dihadapi dalam bertambak dan dampaknya terhadap produktivitas tambak udang. Sedangkan pertanyaan terkait dengan adaptasi meliputi bentuk adaptasi yang dilakukan serta hambatan apa saja yang dihadapi dalam melakukan adaptasi. Kuesioner diolah dan dibuat dalam bentuk persentase kemudian dideskripsikan sehingga dapat diketahui persepsi dan adaptasi petambak udang terhadap perubahan iklim. Selain itu analisis deskriptif yang dilakukan adalah dengan melihat bagaimana cara petambak udang dalam beradaptasi akibat terjadinya perubahan iklim baik secara ekonomi, sosial, maupun teknologi. Misalnya petambak udang akan memanen sebelum waktunya atau berhenti bertambak dan mencari sumber pendapatan lain apabila terjadi banjir akibat meningkatnya curah hujan atau cuaca ekstrim, petambak udang akan membuat tanggul untuk menahan banjir atau menanam mangrove untuk meminimalisasi kerugian akibat dari perubahan iklim. 36