BAB I PENDAHULUAN. mampu beradaptasi atau melakukan penyesuaian dengan lingkungan fisik maupun. sendiri maupun terhadap lingkungan sosialnya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dirinya dapat menetap dalam jangka waktu lama. Setiap lingkungan tempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai warga masyarakat. Meskipun manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. terkait fisik tetapi juga masalah kesehatan jiwa masyarakat. Sesuai dengan

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dikarenakan kompleksnya permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya. Masa

Bab 1. Pendahuluan. Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. gambaran pengalaman psikososial remaja yang tinggal di panti asuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I Pendahuluan. Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sutanto, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan yang teratas dan juga terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Agar hubungan terjalin dengan baik diharapkan manusia mampu beradaptasi atau melakukan penyesuaian dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. (Wedjajati, 2008). Dengan kata lain berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya sangat tergantung dari kemampuan menyesuaikan dirinya. Agar hubungan interaksi terjadi dengan baik diharapkan manusia mampu untuk menyesuaikan diri, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan sosialnya. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu menjadi bagian dari lingkungan tertentu. Di setiap lingkungan yang berbeda individu selalu dihadapkan pada harapan-harapan dan tuntutan yang berbeda. Seperti halnya siswa yang tinggal di asrama, siswa-siswi tersebut dituntut untuk dapat menjalin relasi yang sehat dengan lingkungan barunya di asrama. Selain itu siswa diharapkan dapat melakukan penyesuaian sosial dengan lingkungan sekitarnya baik dengan teman-teman guru, staff, dan penanggung jawab di asrama. Demikian juga mereka dituntut untuk bisa melakukan penyesuaian dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya. 1

Masa remaja merupakan masa transisi, dalam masa transisi tersebut kemungkinan dapat mengalami malalah krisis yang dapat ditandai dengan perilaku menyimpang. Lingkungan keluarga merupakan kelompok sosial pertama bagi individu, yang penting dalam membantu kemampuan penyesuaian diri seseorang. Penyesuaian sosial pada remaja merupakan suatu hal yang penting. Menurut Schneiders (1964) penyesuaian sosial merupakan kemampuan untuk bereaksi secara efektif dan sehat terhadap situasi, realitas dan relasi sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Kemampuan penyesuaian sosial pada remaja akan mempengaruhi bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari-hari. Seorang individu yang dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik akan diterima dilingkungannya. Remaja yang dapat melakukan penyesuaian dengan baik akan menguntungkan dirinya agar mampu melakukan penyesuaian terhadap relasi sosialnya. Penyesuaian sosial akan terasa menjadi penting, apabila individu dihadapkan pada kesenjangan yang timbul dalam hubungannya dengan orang lain. Betapapun kesenjangan itu dirasakan sebagai hal yang menghambat, akan tetapi sebagai makhluk sosial, kebutuhan individu akan pergaulan, penerimaan, dan pengakuan orang lain atas dirinya tidak dapat dielakkan sehingga dalam situasi tersebut, penyesuaian sosial akan menjadi wujud kemampuan yang dapat mengurangi atau mengatasi kesenjangan tersebut. 2

Memasuki era globalisasi muncullah lembaga pendidikan yang mengusung tema asrama atau Boarding School. Boarding School itu sendiri adalah sistem sekolah dengan asrama, yaitu peserta didik dan juga beberapa para guru dan pengurus asrama tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu diselingi dengan berlibur satu bulan sampai menamatkan sekolahnya (Arsy Karima Zahra, 2008) Salah satu sekolah yang menyediakan model pendidikan sekolah asrama adalah sekolah SMA X ini. Sekolah yang berada di Cikarang ini merupakan sekolah yang mendidik siswa dalam tradisi intelektual berstandar internasional diperlurus dengan nilai-nilai dan prinsip Islami. Sekolah ini merupakan pengembangan layanan pendidikan melalui integrasi pendidikan dan kehidupan bersosialisasi, yakni dengan cara memadukan sekolah dan asrama dalam satu lokasi. SMA X ini juga merupakan sekolah yang memiliki kekhasan yaitu menerapkan program akselerasi atau percepatan waktu belajar sehingga waktu pendidikan hanya ditempuh selama dua tahun, dan mewajibkan siswa berbicara dalam 3 bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, dan bahasa Arab baik di dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan asrama. Sekolah ini pun mengadakan program Overseas yaitu pihak sekolah setiap tahunnya mengadakan kerja sama dengan perguruan tinggi pilihan di Negara tertentu dan membuatkan program bagi siswa angkatan baru untuk pergi ke luar negeri guna belajar selama kurang lebih 2 bulan. Dengan begitu siswa yang baru tinggal di asrama benarbenar dituntut untuk melakukan penyesuaian sosial di SMA X ini. Apabila siswa mampu untuk menerima dan dapat menyesuaikan terhadap kondisi 3

tersebut dapat dikatakan bahwa siswa telah melakukan penyesuaian sosial dengan baik di sekolah asrama. Sebaliknya jika siswa tidak mampu menerima dan tidak dapat menyesuaikan terhadap kondisi tersebut maka siswa kurang mampu untuk melakukan penyesuaian sosial. Dalam penelitian ini ditujukan bagi siswa-siswi yang baru pertama kali tinggal di asrama, karena dengan begitu, tinggal di asrama merupakan hal yang baru bagi mereka dan disinilah penyesuaian sosial dibutuhkan. Siswa yang tinggal di asrama tidak dapat berkumpul setiap saat dengan keluarganya di rumah dan memiliki keterbatasan dalam kebebasan bergaul di masa remaja, sehingga individu menemui lingkungan baru yang menuntut ia untuk dapat melakukan penyesuaian dengan lingkungan fisik maupun sosialnya. Minimnya interaksi siswa dengan orang-orang di luar lingkungan sekolah seperti masyarakat dan keluarga merupakan fakta yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dikarenakan siswa tidak dapat berkumpul dengan keluarga setiap hari dan siswa tidak dapat leluasa keluar dari lingkungan asrama. Seluruh waktu harian siswa hanya dihabiskan dalam lingkungan sekolah, tanpa bersinggungan langsung dengan masyarakat di luar sekolah. Pada saat tinggal di asrama siswa akan lebih sering berinteraksi dengan lingkungan sekolah dan asrama, siswa harus dapat beradaptasi dengan lingkungan nya di asrama, ia akan tinggal bersama orang baru yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Di dalam asrama pun mereka akan menjumpai beberapa peraturan-peraturan yang wajib ditaati selama siswa tersebut bersekolah di SMA X ini. Secara tidak langsung mereka yang tinggal di asrama dituntut untuk 4

dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik agar dapat bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh lingkungannya, dimana mereka harus lebih membatasi keinginannya untuk bebas, dan melakukan semaunya saja. Di SMA X ini asrama putra dan putri dipisah begitupun kelas belajar di sekolah, disetiap asrama memiliki fellow atau pengurus asrama yang bertanggungjawab atas siswa-siswi yang tinggal di dalamnya. Siswa yang tinggal di asrama dituntut untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan pengurus asrama ataupun teman sebaya yang sama-sama tinggal di asrama. Siswa diperbolehkan keluar asrama pada saat weekend dan itu pun hanya dibatasi waktu 3 jam. Sehingga siswa-siswi akan lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah dan di asrama saja, mau tidak mau ia harus dapat menjalin hubungan yang positif terhadap teman, guru, pengurus asrama maupun staff di sekolah. Siswa yang mampu melakukan penyesuaian sosial dengan baik terhadap lingkungan asrama akan memiliki relasi yang sehat terhadap sesama individu yang berada di asrama lainnya sehingga memiliki hubungan kekeluargaan. Mereka juga mampu untuk menerima otoritas dari pengurus asrama sebagai pengganti orangtua mereka selama tinggal di asrama, mereka memiliki kapasitas untuk dapat bertanggung jawab dan mau menerima peraturan-peraturan yang telah berlaku yang dibuat oleh pengurus asrama maupun pihak sekolah, dan juga memiliki kemauan atau usaha untuk saling membantu dengan teman-teman mereka untuk sama-sama mencapai tujuan individu maupun tujuan bersama. Sedangkan siswa yang tidak mampu melakukan penyesuaian sosial 5

dengan baik terhadap lingkungan asrama akan mengalami kesulitan dalam menjalin relasi dengan teman yang sama-sama tinggal di asrama, tidak menutup kemungkinan terjadinya perselisihan atau konflik terhadap individu penghuni asrama yang lain, sehingga tidak dapat menjalin persahabatan dan bisa juga dikucilkan atau menerima bullying. Pada akhirnya hal-hal tersebut dapat menyebabkan rasa sedih, stress frustrasi dan kesepian, sehingga menghambat siswa untuk melakukan penyesuaian sosial. Siswa-siswi yang tinggal di asrama yang tidak dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik juga enggan untuk menerima otoritas yang diberikan oleh pengurus asrama dan kurang memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab, batasan dan larangan yang diberikan oleh pengurus asrama yang dimana sebagai orang yang memiliki otoritas tertinggi di asrama, kurangnya usaha atau kemauan untuk menolong teman / sesama penghuni asrama lainnya, serta kurangnya emansipasi dari orangtua selama siswa tinggal di asrama. Dari hasil survey yang dilakukan, peneliti mewawancara 20 siswa yang tinggal di asrama SMA X ini. diperoleh 45% mengatakan kurang suka tinggal di asrama karena merasa segala sesuatunya dibatasi dan diawasi, dan cukup sulit untuk beradaptasi karena mereka bertemu dengan banyak orang baru dari berbagai daerah dengan kebiasaan dari setiap orang yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka tetap berusaha untuk bersikap baik terhadap teman di asramanya, dan alasan mengapa mereka masuk asrama kebanyakan adalah karena permintaan dari orangtua mereka, sedangkan 55% dari mereka mengaku cukup dapat melakukan adaptasi untuk tinggal di asrama, mereka merasa senang dengan bertemu orang 6

baru, dan merasa lebih baik dalam hal mengatur waktu untuk belajar dan bisa sholat berjamaah setiap waktu, dan merasa cukup mudah untuk dapat menemukan teman yang dirasa cocok dengan mereka Kemudian 75% siswa yang di wawancara tidak menyukai peraturan untuk tidak membawa Handphone kedalam asrama, menurut mereka itu menyulitkan mereka untuk berkomunikasi dengan orang-orang diluar asrama, meskipun didalam asrama terdapat fasilitas telefon umum. Tidak sedikit dari siswa-siswi yang diam-diam membawa handphone ke asrama. Dengan begitu 25% lainnya merasa tidak terlalu keberatan dengan peraturan tersebut. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap salah satu pengurus di asrama. Ditemukan kasus pada salah satu siswa yang melakukan perbuatan yang bisa dikatakan ekstrim, yaitu meminum cairan H2O2 (hydrogen peroksida) di asrama putra, namun perbuatan tersebut di pergoki oleh pengurus di asrama lakilaki, walaupun siswa tersebut sudah sempat meminumnya sehingga mengakibatkan ia harus segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Akhirnya dokter putuskan untuk melakukan cuci lambung, ternyata ini merupakan tindakan pemberontakan dari si anak. Setelah di telusuri alasan siswa tersebut adalah karena ia tidak terima jika harus putus dengan pacarnya. Di SMA X ini memang memiliki peraturan yang cukup ketat mengenai berpacaran. Siswa-siswi dilarang untuk berpacaran dikarenakan sekolah ini memegang teguh ajaran umat islam, serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. dalam penyesuaian sosial kita harus bisa menerima peraturan dan larangan yang berlaku di lingkungan kita, hal diatas menunjukan bahwa anak laki-laki yang melakukan hal tersebut tidak bisa 7

menerima peraturan yang telah dibuat oleh sekolahnya sehingga ia melakukan percobaan yang membahayakan dirinya. Pengurus asrama mengatakan ada salah satu siswa yang pindah dari sekolah tersebut karena siswa tersebut tidak terbiasa sholat berjamaah dan tepat waktu. Siswa tersebut sulit untuk melakukan penyesuaian terhadap kebiasaan untuk sholat berjamaah dan tepat waktu. SMA X ini mewajibkan seluruh siswa nya untuk mengikuti sholat berjamaah di mushola saat tiba waktu sholat, dikarenakan alasan tersebut ia memutuskan untuk pindah ke sekolah reguler. Penyesuaian Sosial tidak hanya memberikan manfaat bagi siswa yang tinggal di asrama dalam menyesuaikan di lingkungan sosialnya. Namun, penyesuaian sosial juga memberikan manfaat bagi kepentingan siswa-siswi yang bersangkutan. Siswa yang dapat menaati norma dan peraturan yang ada di dalam asrama dapat menjadikannya bertahan dalam lingkungan tersebut. Berdasarkan paparan di atas mengenai siswa yang tinggal di asrama SMA X Cikarang dapat dilihat betapa pentingnya peranan penyesuaian sosial pada siswa yang tinggal di asrama. Maka peneliti tertarik untuk meneliti secara lebih lanjut mengenai penyesuaian sosial pada siswa yang tinggal di asrama SMA X Cikarang. 1.2. Identifikasi Masalah Bagaimana derajat kemampuan penyesuaian sosial pada siswa yang tinggal di asrama SMA X Cikarang. 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Adapun maksud dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran kemampuan penyesuaian sosial siswa yang tinggal di Asrama SMA X Cikarang. 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui lebih lanjut mengenai kemampuan penyesuaian sosial pada siswa yang tinggal di asrama SMA X Cikarang. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1.) Sebagai masukan ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Sosial mengenai penyesuaian sosial pada siswa-siswi yang tinggal di asrama. 2.) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan penelitian rujukan bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan penyesuaian sosial. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1.) Untuk memberikan informasi Kepala Sekolah SMA X Cikarang mengenai gambaran derajat kemampuan Penyesuaian Sosial siswa yang bersekolah di sekolah tersebut dan dapat mengadakan program penyuluhan menyenai penyesuaian di dalam kehidupan di asrama. 2.) Untuk memberikan informasi kepada guru-guru dan pengurus di asrama agar dapat mengetahui mengenai gambaran derajat kemampuan 9

Penyesuaian Sosial siswa-siswi yang tinggal di Asrama SMA X Cikarang, dan bisa memberikan konseling terhadap siswa yang tinggal di asrama dalam hal beradaptasi. 3.) Untuk dapat memberikan informasi kepada siswa yang tinggal di asrama SMA X Cikarang mengenai gambaran tentang penyesuaian sosial di dalam lingkungan kehidupan berasrama. 1.5. Kerangka Pikir Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Siswa-siswi yang tinggal di asrama SMA X Cikarang berada dalam tahap perkembangan remaja akhir atau late adolesence antara usia 15-18 tahun dimana seorang individu mengalami masa peralihan yaitu mengalami perubahan secara fisik maupun psikologisnya, dari masa kanak-kanak menuju dewasa awal. Penyesuaian sosial pada remaja merupakan suatu hal yang penting. Menurut Schneiders Penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk bereaksi secara efektif dan sehat terhadap situasi, realitas dan relasi sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Dalam hal ini penyesuaian individu terhadap lingkungan sosialnya merupakan kapasitas untuk bereaksi secara efektif terhadap kenyataan yang ada di lingkungannya, sehingga seseorang mampu untuk memenuhi tuntutan sosial dengan cara yang 10

dapat diterima dan memuaskan bagi dirinya ataupun lingkungan sekitar. Tidak semua siswa SMA dapat selalu berkumpul atau tinggal bersama keluarga di rumah. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan beberapa hal dan salah satunya adalah bagi mereka sisiwa-siswi yang tinggal di asrama yang berada di dalam sekolahnya. Hal ini terjadi pada siswa-siswi yang tinggal di asrama di SMA X Cikarang. Pada saat di dalam asrama mereka akan tinggal bersama dengan teman-teman dan pengurus asrama yang bertanggung jawab di dalam asrama yang pada akhirnya menuntut siswa-siswi tersebut untuk bisa beradaptasi di dalamnya dengan segala yang menjadi peraturan didalam asrama. Secara tidak langsung siswa-siswi yang tinggal di asrama akan dituntut untuk melakukan penyesuaian sosial dengan baik agar bisa bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan dengan lingkungannya diasrama. Ada 5 aspek dalam penyesuaian sosial dalam keluarga (asrama), karena konteks penelitian ini akan di sesuaikan dengan kehidupan di asrama, maka aspek-aspek ini akan disesuaikan dalam konteks asrama. Aspek yang pertama adalah memiliki relasi yang sehat dengan sesama penghuni asrama, aspek yang kedua adalah memiliki kesediaan menerima otoritas yang diberikan oleh pengurus asrama selaku yang memiliki otoritas tertinggi, aspek yang ke tiga adalah memiliki kapasitas untuk menerima tanggung jawab di asrama dan menerima batasan dan larangan yang diberikan oleh pengurus asrama, aspek yang ke empat memiliki usaha untuk saling menolong penghuni asrama, aspek yang terakhir memiliki emansipasi. Aspek yang pertama adalah siswa yang tinggal di asrama memiliki relasi 11

yang sehat terhadap sesama penghuni asrama, yaitu siswa-siswi yang tinggal di asrama tidak memiliki kesulitan dalam mencari bantuan saat membutuhkan orang lain dikarenakan memiliki hubungan yang baik dengan orang disekitarnya, selain itu siswa-siswi memiliki relasi yang sehat terhadap pengurus asrama sehingga ia akan mendapatkan umpan balik yang positif dan hal tersebut dapat memudahkan siswa yang tinggal di asrama untuk menjalin relasi yang sehat selama tinggal diasrama. Salah satu hal yang dapat mencerminkan kita memiliki relasi yang baik dengan orang lain adalah adanya kemauan orang lain untuk membantu jika siswa sedang membutuhkan bantuan. Sedangkan jika siswa yang tidak memiliki relasi yang baik akan memiliki perasaan-perasaan yang negatif terhadap pengurus asrama dan siswa yang tinggal diasrama, atau dengan sesama teman baik yang sekamar maupun tidak sekamar, misalnya, adanya penolakan dengan sikap pengurus asrama dan tidak menyukai pengurus asrama dikarenakan alasan tertentu, atau perasaan iri hati terhadap sesama teman. Hal-hal tersebut dapat memengaruhi kemampuan dalam menjalin relasi yang sehat didalam asrama. Aspek yang kedua adalah, siswa memiliki kesediaan untuk menerima otoritas yang diberikan oleh pengurus asrama. Siswa yang dapat menerima otoritas dari pengurus asrama akan menunjukan sikap positif dan menghargai pengurus asrama sebagai orangtuanya di asrama. Saat pengurus asrama memberi nasihat didengarkan dan menunjukan sikap menghargai selaku orang yang lebih tua. Dengan begitu pengurus asrama pun akan menunjukan sikap positif juga sehingga mempengaruhi hubungan dengan pengurus asrama. Sebaliknya ketika siswa-siswi memberikan respon yang negatif terhadap otoritas pengurus asrama 12

misalnya menolak untuk mendengarkan nasihat pengurus asrama maka akan menimbulkan perasaan negatif pula dan memengaruhi penyesuaian sosialnya asrama. Aspek yang ketiga adalah, siswa yang memiliki kapasitas untuk menerima tanggung jawab di asrama dan menerima batasan serta larangan yang diberikan oleh pengurus asrama, yaitu dengan bersedia untuk bertanggung jawab atas perannya sebagai penghuni asrama dan mau bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan saat melakukan kesalahan atau melanggar peraturan, sehingga ia akan mendapatkan pandangan positif dari pengurus asrama atau teman-temannya dan hal tersebut membantunya untuk lebih mudah dalam menyesuaikan di dalam lingkungan asramanya. Dalam hal ini siswa yang menolak untuk bertanggung jawab akan menunjukan dampak yang negatif pada kemampuan penyesuaian sosialnya. Aspek yang keempat adalah, siswa memiliki usaha untuk saling menolong penghuni asrama, misalnya memiliki kepekaan terhadap kebutuhan orang lain yang sedang membutuhkan bantuannya, dan mau mendahulukan kepentingan orang lain diatas kepentingannya. Bersedia membantu teman atau pengurus asrama saat mereka membutuhkan bantuan. Sedangkan siswa yang enggan membantu akan menunjukan sikap acuh-tak acuh terhadap orang lain disekitarnya, hal tersebut dapat memberikan dampak yang negatif terhadap penyesuaian sosialnya didalam asrama. Aspek yang kelima emansipasi, adalah penghayatan anak mengenai kebebasan yang diberikan orangtua siswa itu sendiri bagi anaknya yang tinggal di 13

asrama juga penting, yaitu penghayatan anak mengenai perhatian yang berlebihan dari orangtua siswa selama ia tinggal di asrama seperti kekhawatiran dan kecemasan yang terlalu besar sehingga harus menghubungi setiap waktu. Maka dari itu orang tua juga harus belajar bagaimana mengemansipasi diri mereka dari ikatan emosional yang mengikat diri mereka dengan anak-anaknya yang tinggal di asrama. Alasan dari syarat ini adalah emosional, kebebasan pengungkapan kemauan terutama pada remaja akan memupuk kedewasaan yang mana selalu menjadi pengaruh dalam kemampuan penyesuaian. Ukuran tertentu dari afeksi keluarga, kehangatan, penerimaan dan perasaan memiliki merupakan suatu hal yang penting dan bermanfaat untuk kehidupan keluarga yang sehat, tetapi ketika ikatan antara keluarga terlalu dekat maka hambatan emosional akan terjadi dan sesorang akan sulit menyesuaikan diri secara adekuat untuk tuntutan apapun yang mungkin muncul. Jika emansipasi gagal terjadi maka kemampuan penyesuaian di luar rumah umumnya juga terganggu. Ada tiga faktor yang memengaruhi penyesuaian sosial seseorang di asrama, yaitu faktor yang pertama adalah kepribadian, faktor yang kedua adalah determinan Psikologis, seperti pengalaman dan pembelajaran, frustrasi dan konflik dan faktor yang ketiga adalah kondisi lingkungan keluarga dan sekolah. Menurut Gardon Allport (1951) kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang khas dalam menyeseuaikan diri terhadap lingkungan berfungsi sebagai penentu utama dalam hal penyesuaian. C.G Jung membagi tipe kepribadian manusia kedalam dua tipe, yaitu: Exstovert dan Introvert. Individu yang memiliki tipe kepribadian 14

Exstrovert adalah orang yang perhatiannya diarahkan keluar dari dirinya. Ciri ciri atau sifat yang dimiliki oleh orang dengan tipe kepribadian exstrovert adalah: lancar dalam berbicara, mudah bergaul, tidak malu, mudah menyesuaikan diri, ramah dan suka berteman sehingga dapat mendukung siswa yang tinggal di asrama untuk melakukan penyesuaian sosial dengan lingkungan di asrama. Adapun orang yang memiliki tipe kepribadian Introvert merupakan kebalikan dari tipe kepribadian Exstrovert. Perhatiannya lebih mengarah pada dirinya. Sifat yang dimiliki oleh orang yang berkepribadian seperti ini adalah cenderung diliputi kekhawatiran, mudah malu dan canggung, lebih senang bekerja sendiri, sulit menyesuiakan diri dan jiwanya agak tertutup sehingga dapat menghambat siswa yang tinggal di asrama dalam melakukan penyesuaian sosial dengan lingkungannya di asrama. Siswa dengan kepribadian exstrovert lebih mudah dalam menghadapi tuntutan yang ada di lingkungan asramanya, dan lebih mudah melakukan penyesuaian sosial. Sedangkan siswa dengan kepribadian introvert akan mengalami kesulitan dalam melakukan tuntutan yang ada di lingkungan asrama karena mereka sulit mengungkapkan apa yang menjadi kesulitannya dalam melakukan penyesuaian sosial. Determinan Psikologis meliputi pengalaman dan pembelajaran, frustrasi dan konflik berkaitan dengan penyesuaial sosial dalam hal cara pembelajaran, trial and error, conditioning, pembelajaran secara rasional. Hasil dari pengalaman dan pembelajaran akan mengurangi ketegangan pada saat menjalin relasi sosial dengan orang lain. Melatih siswa untuk bertanggungjawab atas kebiasaan dan keterampilannya akan membantu dalam melakukan penyesuaian sosial. Mengenai 15

pengalaman mengungkapkan mengenai bagaimana siswa menghayati pengalamannya berada dalam lingkungan baru sebelum ia tinggal di asrama, dan dengan adanya proses belajar dalam pengalaman membuat siswa lebih mudah untuk menyesuaikan di lingkungan asramanya. Terjadinya frustrasi akan mengakibatkan munculnya konflik siswa yang mengalami frustrasi akan menimbulkan konflik yang dapat menghambatnya dalam melakukan penyesuaian sosial di asrama. Dalam proses tersebut siswa mungkin melakukan trial and error. Faktor lain adalah kondisi di dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Bagaimana kondisi lingkungan keluarga berkaitan dengan bagaimana hubungan siswa-siswi dengan setiap anggota keluarganya. Keluarga merupakan tempat pertama individu melakukan adaptasi, bagaimana ia memahami peran dan tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga. Jika anak dapat melakukan penyesuaian di keluarga dengan baik maka ia cenderung mudah untuk menyesuaikan di lingkungan luar. namun jika ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi di keluarga maka cenderung mengalami masalah dalam penyesuaian diri di lingkungan. Kemudian lingkungan yang ada di sekolah juga berpengaruh terhadap penyesuaian sosial (Schneiders) seperti misalnya bagaimana hubungan siswa-siswi dengan pihak-pihak yang ada di sekolah karena hal tersebut dapat mendukung atau menghambat siswa-siswi nya beradaptasi dengan lingkungan asrama, hubungan dengan teman-teman di sekolah, juga dapat mendukung atau menghambat penyesuaian siswa di asrama, ketiga faktor tersebut dapat menghambat dan meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa-siswi yang tinggal di asrama SMA X Cikarang. 16

Ketiga faktor di atas dapat memengaruhi penyesuaian sosial siswa yang tinggal di asrama SMA X Cikarang bila siswa tersebut menyadari bahwa pengalaman dan proses pembelajaran dapat membuatnya menerima batasan dan tanggung jawab yang diberikan oleh pengurus asrama kepadanya. Hubungan yang harmonis antara siswa-siswi dengan orangtua maupun keluarganya dapat membantu siswa-siswi dalam melakukan penyesuaian di asrama karena dapat menerima dan menghargai orang lain dan menyadari posisi peran mereka di lingkungan, sehingga memengaruhi pola perilaku mereka di lingkungan. Ketiga faktor di atas juga dapat menghambat penyesuaian sosial siswa yang tinggal di asrama SMA X Cikarang apabila siswa kurang mampu untuk belajar dari proses pengalaman yang ia alami sehingga mengakibatkan kurang mampunya siswa untuk menerima bertanggung jawab dan batasan dari pengurus asrama. Hubungan yang kurang harmonis dalam keluarga juga berpengaruh pada siswa dalam menghargai orang lain sehingga menyulitkannya dalam menyesuaikan dirinya di lingkungan. Siswa yang memiliki penyesuaian sosial yang tinggi adalah siswa yang cenderung mampu menciptakan relasi sosial yang baik terhadap sesama penghuni asrama, lalu mampu menerima dan menghargai pengurus asrama dan menerima batasan dan tanggung jawab sebagai siswa yang tinggal di asrama dan mau membantu sesama penghuni asrama dan menerima batasan dan larangan yang diberikan oleh pengurus asrama dan memiliki emansipasi. Siswa yang memiliki penyesuaian sosial yang rendah adalah siswa yang cenderung kurang memiliki minat untuk membantu sesama penghuni asrama akan 17

mengalami kesulitan dalam menjalin relasi, kemudian siswa yang memiliki penyesuaian sosial yang rendah kurang memperdulikan untuk menghargai otoritas tertinggi di dalam asrama atau menghargai pengurus asrama. Siswa juga kurang mampu menerima batasan dan tanggung jawabnya sebagai penghuni di asrama karena kurang dapat untuk menaati peraturan di dalam asrama. Selain itu siswa juga kurang mampu untuk memperdulikan lingkungan yang ada disekitarnya. 18

Berdasarkan uraian diatas, maka untuk memperjelas dibuat skema kerangka berpikikir sebagai berikut : Faktor-faktor yang memengaruhi Penyesuaian Sosial : 1. Kepribadian 2. Determinan Psikologis, seperti pengalaman dan pembelajaran, frustrasi dan konflik. 3. Kondisi lingkungan khususnya kondisi keluarga, sekolah. Siswa yang tinggal di Asrama SMA X Cikarang. PENYESUAIAN SOSIAL DI ASRAMA Tinggi Rendah Aspek-aspek Penyesuaian Sosial di asrama : 1. Memiliki relasi yang sehat dengan sesama penghuni asrama 2. Memiliki kesediaan menerima otoritas yang diberikan oleh pengurus asrama selaku yang memiliki otoritas tertinggi diasrama 3. Memiliki kapasitas untuk menerima tanggungjawab di asrama dan menerima batasan dan larangan yang diberikan oleh pengurus asrama 4. Memiliki usaha untuk saling menolong penghuni asrama 5. Memiliki emansipasi dari orang tua Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran 19

1.6 Asumsi Penelitian 1. Siswa-siswi yang baru tinggal di Asrama SMA X Cikarang memiliki derajat kemampuan penyesuaian sosial yang berbeda-beda 2. Siswa-siswi yang baru tinggal di Asrama SMA X Cikarang membutuhkan kemampuan penyesuaian sosial yang tinggi. 3. Faktor-faktor dalam penyesuaian sosial seperti kepribadian, determinan psikologis dan kondisi lingkungan keluarga dan sekolah dapat memengaruhi kemampuan siswa-siswi yang tinggal di asrama SMA X Cikarang. 20