TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Telur diletakkan pada permukaan biji, biasanya pada satu biji hanya diletakkan satu telur. Seekor kumbang betina meletakkan telur sekitar 50-150 butir, berwarna putih. Telur berbentuk jorong dengan panjang rata-rata 0,57 mm, berbentuk cekung pada bagian dorsal serta rata pada bagian yang melekat dengan biji (Bato and Sanches, 1997). Telur C. chinensis berbentuk oval dan berwarna putih transparan saat diletakkan kemudian berubah menjadi putih kekuningan. Stadia telur berlangsung antara 4-6 hari (Ichikawa dkk, 2003). Larva yang baru menetas akan terus menggerek dengan cara memakan kulit telur yang menempel pada biji dan kulit biji kemudian masuk ke dalam kotiledon. Larva akan menggerek di sekitar tempat telur diletakkan (Dubey dkk, 2007). Gambar 1. Larva C. chinensis Sumber : http://www.the-piedpiper.co.uk/th7c.html
Larva berkembang sepenuhnya di dalam satu butir biji, membentuk satu lubang keluar persis di bawah kulit biji, berupa semacam jendela bulat yang terlihat dari luar, tetap tinggal di dalam biji sampai menjadi imago. Stadia larva berlangsung selama 6-8 hari (Sing, 1999).. Larva instar keempat memakan isi biji di bawah kulit biji, membuat lubang pada biji untuk keluarnya imago hingga akhirnya menjadi pupa dan tetap berada pada tempat tersebut sampai menjadi imago. Pupa berwarna putih, stadianya berkisar antara 4-6 hari (Aslam, 2004). Gbr : Pupa dan Imago C. chinensis Sumber : http://www.the-piedpiper.co.uk/th7c.html C. chinensis yang baru dewasa tetap berada dalam biji kacang hijau dengan cara mendorong kulit biji yang digores dengan mandibelnya sehingga terlepas dan membentuk lubang (Ichikawa, dkk 2003). Imago dari hama ini berbentuk bulat telur. Bagian kepala agak meruncing, pada elytra terdapat gambaran agak gelap. Imago berwarna coklat kemerahan dengan elytra coklat terang bercak gelap. Imago betina dapat bertelur hingga 150 butir (Salunkhe dkk, 2000). Panjang imago berkisar 5 mm dan berbentuk bulat telur, cembung pada bagian dorsal. Panjang tubuh imago jantan 2,40-3 mm, sedangkan betina 2,76-3,48 mm. Antena kumbang jantan bertipe sisir (pectinate) dan betina
bertipe gergaji (serrate). Stadia imago berlangsung antara 25-34 hari (Salunkhe dkk, 2000). Gejala Serangan C. chinensis merupakan hama yang menyerang kacang hijau sejak dari lapangan sampai ke tempat penyimpanan. Gejala serangan pertama pada kacang hijau ditandai dengan adanya bintik-bintik putih, kemudian biji menjadi berlubang akibat gerekan larva dan dari lubang tersebut keluar tepung (Bennett, 2003). Gbr : Gejala Serangan C. chinensis Sumber : http://www.the-piedpiper.co.uk/th7c.html Kehilangan hasil akibat infestasi C. chinensis mencapai 70 %. Hama ini memakan kacang-kacangan khususnya kacang hijau mulai dari merusak biji, memakannya hingga biji menjadi bubuk. Akibatnya kacang hijau tidak dapat lagi digunakan untuk benih maupun untuk dikomsumsi. Hama ini tersebar di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis (Bennett, 2003). Insektisida Botani Perlu dilakukan pengendalian populasi hama dalam upaya menekan kerugian selama penyimpanan biji kacang-kacangan akibat serangan hama. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengendalikannya antara lain memanfaatkan
musuh alami, penggunaan insektisida sintetik, pengggunaan beberapa ekstrak tanaman (Kardinan, 2001). Insektisida botani berasal dari bahan alami tumbuhan. Memiliki sifat spesifik sehingga aman bagi musuh alami hama dan mudah terurai. Bahan baku dapat diperoleh dengan mudah dan murah. Beberapa jenis tanaman terutama dari keluarga Annonaceae dan Miliaceae seperti nimba, bengkuang, sirsak, srikaya, mindi telah diteliti keefektifannya mampu mengendalikan berbagai jenis hama (Dinas Pertanian Tanaman Hias, 2009). Bagian dari tumbuhan yang digunakan sebagai insektisida botani adalah daun, biji, buah, akar, dan bagian lainnya. Bahan-bahan tersebut diolah menjadi berbagai macam bentuk, antara lain cairan berupa ekstrak dan larutan, bentuk padat berupa tepung (Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Perkebunan. 2008). Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik, yaitu : merusak perkembangan telur, larva dan pupa. menghambat pergantian kulit mengganggu komunikasi serangga menyebabkan serangga menolak makan menghambat reproduksi serangga betina mengusir serangga (Hadisoeganda dan Udiarto, 1998).
Cara pembuatan ekstrak biji yaitu biji terlebih dahulu agar kandungan air di dalam biji berkurang. Biji kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender atau alat giling lainnya yang dapat menghaluskan biji sampai halus. Serbuk halus diekstrak menggunakan pelarut etanol degan perbandingan berat bahan : pelarut 1:10. Ekstraksi dilakukan dengan metode perendaman (meserasi) selama 24 jam. Ekstrak bahan tanaman disaring dengan kertas saring, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator (Buchi R-114) pada suhu 55-60 0 C dan pada tekanan 580-600 mmhg (Basana and Prijono, 1994). Bengkuang merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai sumber insektisida nabati yang berspektrum luas. Semua bagian tanaman bengkuang kecuali umbi mengandung rotenone. Berdasarkan bobot kering, kandungan rotenone pada batang adalah 0,03 %, daun 0,11%, polong 0,02%, dan biji 0,66%. Kandungan rotenone murni pada biji yang masak berkisar 0,5-1,0%. Serangga yang teracuni akan mati kelaparan yang disebabkan oleh kelumpuhan alat-alat mulut serta sel-sel syaraf (Suryaningsih dan Hadisoeganda, 2004). Bagian tanaman saga yang dimanfaatkan sebagai insektisida/fungisida adalah biji yang mengandung bahan aktif tanin dan toksalbumin yang daya kerjanya lambat. Biji dapat diolah sebagai pestisida nabati dalam bentuk tepung dengan menumbuk atau menggilingnya kemudian diaplikasikan pada OPT. Biji berbentuk tepung pada konsentrasi 5% dapat digunakan untuk mengendalikan hama gudang Sitophilus sp., Callosobruchus sp. selama tiga bulan (Sukma, 2009). Semua bagian tanaman srikaya (Annona squamosa L.) dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati. Senyawa utama yang terdapat pada srikaya bersifat
menekan nafsu makan (antifeedant), racun kontak dan perut. Serbuk biji untuk hama gudang dapat menghambat proses peletakan telur (Erlan, 2009). Biji dan daun srikaya mengandung senyawa acetogenin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin menyebabkan serangga tidak mau makan (antifeedant) sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat racun perut dan dapat menyebabkan kematian. Senyawa acetogenin bersifat sitotoksik sehingga menyebabkan kematian sel (Basana and Prijono, 1994). Keadaan tertentu dalam lingkungan yang perlu bagi perkecambahan biji adalah : kelembaban, oksigen, suhu yang sesuai. Selain itu, cahaya berpengaruh baik terhadap perkecambahan bahan biji. Pada sebagian besar biji tumbuhan, bila masak hanya berisi sedikit air, maka perkecambahan itu baru akan terjadi setelah kulit biji, dan jaringan lain. Biji membengkak, dan dapat timbul tekanan amat kuat jika biji tersimpan rapat-rapat (Tjitrosoepomo, 2001).