I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Perkembangan sektor industri pengolahan tersebut tentu tidak terlepas dari adanya dukungan sektor pertanian, dimana industri pengolahan membutuhkan hasil-hasil sektor pertanian sebagai bahan baku utamanya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian berperan sangat penting dalam menyokong pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Tahun 2008-2009 Lapangan Usaha 2008 2009 Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 14.5 15.3 Pertambangan dan Penggalian 10.9 10.5 Industri Pengolahan 27.9 26.4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.8 0.8 Konstruksi 8.5 9.9 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14.0 13.4 Pengangkutan dan Perekonomian 6.3 6.3 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 7.4 7.2 Jasa-jasa 9.7 10.2 PDB 100 100 PDB Tanpa Migas 89.4 91.7 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa pada tahun 2009, kontribusi sektor pertanian mengalami peningkatan dibanding tahun 2008. Sektor lain yang mengalami peningkatan adalah Kontruksi, dan Jasa-jasa. Sedangkan selebihnya tetap dan bahkan mengalami penurunan. Nilai PDB sektor pertanian pada tahun 2009 adalah 858,25 triliun rupiah, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 716,06 triliun rupiah. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian nasional.
Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini karena subsektor peternakan terutama ayam ras dan sapi potong didukung oleh perkembangan industri peternakan 1. Perkembangan populasi ternak nasional dapat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Populasi Ternak Nasional Tahun 2005-2010 (Ribu Ekor) Ternak 2005 2006 2007 2008 2009 2010 *) Sapi Potong 10.569 10.875 11.515 12.257 12.760 13.633 Sapi Perah 361 369 374 458 475 495 Kerbau 2.128 2.167 2.086 1.931 1.933 2.010 Kambing 13.409 13.790 14.470 15.147 15.858 16.841 Domba 8.327 8.980 9.514 9.605 10.199 10.915 Babi 6.801 6.218 6.711 6.838 6.975 7.212 Kuda 387 398 401 393 399 409 Ayam Buras 278.954 291.085 272.251 243.423 249.963 0 Ayam Petelur 84.790 100.202 111.489 107.955 111.418 116.188 Ayam Pedaging 811.189 797.527 891.659 902.052 1.026.379 0 Itik 32.405 32.481 35.867 39.840 40.680 0 *) Angka sementara Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (2011) Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar populasi ternak nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa peternakan di Indonesia berkembang dengan baik dan berpotensi untuk terus dikembangkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan daging domestik maupun ekspor. Salah satu komoditas peternakan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah ayam ras pedaging (broiler). Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Industri ayam broiler memiliki daya saing atau keunggulan komparatif dalam pengusahaannya. Pengusahaan ayam broiler untuk pemenuhan kebutuhan domestik, secara ekonomis adalah efisien dalam pemanfaatan sumberdaya dalam negeri (Siregar dan Rusastra, 2002) 2. Potensi ini dapat dilihat dari perkembangan populasi ayam broiler nasional. Pengusahaan 1 Krissantono. 2009. Industri Peternakan Unggas Berpotensi Tumbuh. http://www.kampoengternak.or.id/. [30 April 2011] 2 http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:uw8etjwvzzsj:ejournal.unud.ac.id/ [1 Mei 2011] 2
ternak ayam broiler hingga tahun 2009 tercatat memiliki jumlah populasi ternak terbanyak dibandingkan jenis ternak unggas lainnya (Tabel 2). 1.200.000,00 1.000.000,00 Populasi (Ribu Ekor) 800.000,00 600.000,00 400.000,00 200.000,00-2005 2006 2007 2008 2009 Populasi 811.189,0 797.527,0 891.659,0 902.052,0 1.026.379 Gambar 1. Perkembangan Populasi Ayam Broiler di Indonesia tahun 2005-2009 Gambar 1 menunjukkan populasi ayam broiler memiliki trend atau kecenderungan meningkat dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Penurunan populasi hanya terjadi pada tahun 2006 yaitu 1,67% dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh maraknya kasus penyakit yang terjadi pada perternakan unggas, sehingga berdampak pada penurunan jumlah populasi ternak di berbagai wilayah di Indonesia 3. Tabel 3. Kandungan Gizi Ayam, Sapi, dan Kambing Jenis Daging Protein (%) Air (%) Lemak (%) Ayam 23,40 73,70 1,90 Sapi 21,50 69,50 8,00 Kambing 19,50 71,50 7,50 Sumber : Balai Besar Industri Hasil Pertanian (2009) Peningkatan jumlah populasi ayam broiler didukung oleh kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi daging sebagai makanan yang memiliki kandungan gizi tinggi. Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa tingkat kandungan 3 Thepatria. 2010. Fenomena Flu Burung di Indonesia. http://thepatria.wordpress.com/ [7 Mei 2011] 3
gizi seperti protein dan air yang yang dimiliki oleh ayam lebih tinggi dari sapi dan kambing. Sedangkan kandungan lemak paling kecil. Hal ini menunjukkan bahwa daging ayam layak untuk dikonsumsi dan lebih baik dibanding jenis daging lainnya. Selain itu, ayam broiler juga merupakan bahan konsumsi daging yang relatif lebih murah, sehingga dapat menjadi pilihan utama dalam pemenuhan kebutuhan daging masyarakat. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, diketahui bahwa ayam broiler memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Ayam broiler berperan dalam pemenuhan kebutuhan daging yang relatif murah. Selain itu, pengusahaannya dilakukan secara massal sehingga produksi ayam broiler lebih mendominasi dibanding produksi daging lainnya. Hal ini lah yang mendukung perkembangan usaha ayam broiler di Indonesia. Berdasarkan data dari Dirjen Peternakan (2011), Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah dengan populasi ayam broiler terbesar di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa Jawa Barat sebagai wilayah yang memadai untuk usaha peternakan ayam broiler. Kondisi ini seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai suatu peluang bagi pengusaha bidang peternakan untuk mengembangkan usaha peternakan ayam broiler, baik usaha dalam skala besar ataupun skala kecil. Namun, beberapa permasalahan yang timbul beberapa tahun terakhir ini antara lain adalah kenaikan harga pakan dan biaya produksi belum diikuti dengan kenaikan harga ayam hidup (Poultry 2010). Peternak mandiri pada umumnya memiliki skala usaha kecil yang memiliki keterbatasan dalam modal dan teknologi. Kondisi ini menyebabkan peternak mandiri lebih rentan terhadap dampak krisis ekonomi. Beberapa hambatan dan keterbatasan dalam melakukan usaha peternakan ayam broiler telah menyebabkan berkurangnya persentase peternak mandiri. Dimana sebagian besar memilih untuk bergabung dengan perusahaan kemitraan. Saat ini usaha peternakan ayam broiler dikuasai oleh perusahaan kemitraan dengan pangsa pasar mencapai 40-50 persen, yang sebelumnya hanya 25-30 persen saja 4. 4 Poultry Indonesia. 2008. Peternak Broiler Mandiri Merajalela. http://www.poultryindonesia.com/ [8 Mei 2011] 4
Berbeda dengan peternak mandiri, peternak plasma memiliki risiko usaha yang lebih kecil. Sarana produksi peternakan (sapronak) peternak plasma akan dijamin ketersediannya oleh perusahaan inti. Selain itu, kepastian harga pasar juga diperoleh peternak plasma dalam memasarkan ayam hasil produksinya. Dalam usaha kemitraan, harga sapronak maupun harga jual ayam ditentukan oleh perusahaan kemitraan dalam sebuah kontrak kemitraan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dengan bermitra, pihak inti akan memperoleh keuntungan dari harga jual sapronak serta kelebihan harga jual ayam pada saat harga pasar melebihi harga kontrak. Sedangkan plasma akan memperoleh keuntungan dari hasil produksinya dengan harga kontrak yang disepakati dan tak harus menanggung beban kerugian ketika harga pasar berada di bawah harga kontrak. Tujuan yang ingin dicapai dari kemitraan antara lain adalah meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, serta memperluas kesempatan kerja. Kemitraan juga diharapkan menjadi salah satu solusi untuk merangsang pertumbuhan agribisnis peternakan, terutama untuk mengatasi permasalahan peternak kecil. 1.2 Perumusan Masalah Perkembangan perunggasan selalu bergejolak setiap saat, hal ini bisa di lihat dari harga produk perunggasan yang selalu naik turun bahkan tidak hanya mingguan tetapi sampai harga harian. Naik turunnya harga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain daya beli masyarakat terhadap produk perunggasan dan biaya untuk memproduksi produk perunggasan itu sendiri 5. Sarana produksi terpenting dalam usaha peternakan ayam broiler adalah day old chicken (DOC) dan pakan ayam. Pergerakan harga DOC sangat berfluktuasi. Fluktuasi harga terjadi karena adanya ketidakpastian pasokan dan permintaan pasar, dimana hal ini memberikan pengaruh besar pada usaha peternakan ayam. Selain DOC, kualitas dan harga pakan juga merupakan faktor penting dalam usaha peternakan ayam broiler. 5 Poultry Indonesia. 2010. Dilema Peternak Ayam Ras. http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=news&file=article&sid=1420 [8 Mei 2011] 5
Keterbatasan dalam hal permodalan, teknologi, dan sumberdaya manusia menjadi faktor yang mendukung terbentuknya kerjasama oleh pihak yang berkepentingan. Kerjasama diwujudkan dalam bentuk kemitraan. Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian (2002) memberikan panduan mengenai enam jenis pola kemitraan yang umumnya dilaksanakan di Indonesia, yaitu pola inti plasma, subkontrak, dagang umum, keagenan, kerjasama operasional, dan pola kemitraan penyertaan saham. Pada umumnya kerjasama yang terjalin dalam sistem kemitraan peternak ayam broiler berupa inti plasma. Sistim kemitraan inti plasma merupakan bentuk kerjasama yang terjin antara pihak perusahaan sebagai inti dan peternak sebagai plasma. Perusahaan sebagai pihak inti berperan sebagai penyedia permodalan kepada pihak plasma dan menjamin penjualan atas hasil produksi ayam broiler. Sedangkan pihak peternak selaku pelasma berkewajiban mengelola usaha ternak dan bertanggung jawab terhadap hasil ternak tersebut. Dramaga Unggas Farm (DUF) merupakan salah satu perusahaan peternakan ayam broiler berbasis kemitraan dengan pola inti plasma. DUF saat ini bekerjasama dengan peternak plasma di wilayah Dramaga, Pamijahan, Tenjolaya, Nanggung, dan Cigudeg. Pada kemitraan DUF, sistem budidaya ayam broiler ditentukan oleh inti, sedangkan plasma menjalankan kegiatan produksi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Baik pihak inti maupun plasma memiliki kedudukan yang sama penting dalam berlangsungnya usaha kemitraan, sehingga tidak ada pihak yang posisinya lebih tinggi dari pihak lain. Setiap kegiatan yang berlangsung dalam kerjasama kemitraan telah disepakati di dalam kontrak kerja sama, begitupun dengan kontrak harga sarana produksi dan harga ayam hidup. Pola kemitraan yang terjadi seringkali merupakan perjanjian baku, dimana peternak plasma tidak memiliki kebebasan untuk merundingkan isi dari perjanjian tersebut. Hal ini menunjukan bahwa perjanjian yang terjadi antara perusahaan inti dan peternak plasma, tidak berlandaskan pada asas kebebasan berkontrak diantara kedua pihak yang mempunyai kedudukan seimbang. Kedudukan peternak plasma sangat lemah, dimana peternak hanya mempunyai pilihan menerima atau menolak 6
isi perjanjian yang dibuat oleh perusahaan inti. Apabila peternak menerima perjanjian tersebut, maka harus siap dengan segala konskuensi yang ada dan timbul sebagai akibat dari perjanjian tersebut, tetapi apabila peternak menolak maka peternak akan kehilangan kesempatan untuk mengatasi permasalahan permodalan mereka. Berdasarkan kondisi yang ada maka penting untuk melakukan analisis umum mengenai bagaimana kedudukan dan hubungan antara peternak plasma dengan perusahaan inti dan permasalahan-permasalahan apa saja yang sering muncul dalam pola kemitraan tersebut. Seiring berkembangnya banyak perusahaan kemitraan ayam broiler, tentunya diperlukan upaya untuk mempertahankan peternak mitra guna menjaga keberlanjutan usaha kemitraan. Berdasarkan informasi dari peternak plasma, beberapa perusahaan kemitraan yang mendominasi di Dramaga yaitu CMS (Cipta Mitra Sejahtera), TJF (Tri Jaya Farm), TMF (Tunas mandiri Farm), MJS Malindo, Amira, IPB (Inti Plasma Berkah), Inasa, dan Kemitraan Sierad Produce. Kepuasan peternak plasma menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan DUF dalam proses pengembangan usaha kemitraannya. Tingkat kepuasan peternak plasma terhadap perusahaan inti akan membawa dampak positif bagi kelangsungan usaha kemitraan. Plasma yang merasa puas, cenderung akan mempertahankan kerja sama dengan perusahaan inti. Indikasi dari ketidakpuasan peternak saat ini juga dirasakan oleh DUF, yaitu ditunjukkan oleh rekuensi keluar masuk peternak plasma di perusahaan dan jumlahnya yang cenderung berkurang dalam satu tahun terakhir. Rata-rata frekuensi keluar masuk plasma dari perusahaan inti selama 7 periode terakhir sebanyak 5 plasma. Perkembangan jumlah peternak plasma pada perusahaan inti DUF dapat dilihat pada Gambar 2. 7
60 50 Jumlah Peternak 40 30 20 10 0 Okt 10 Nop 10 Jan 11 Feb 11 Apr 11 Mei 11 Jul 11 Gambar 2. Perkembangan Jumlah Peternak Plasma DUF 7 Periode Terakhir Sumber : DUF (2011) Menurut perusahaan, ketidakpuasan peternak plasma diduga disebabkan oleh kurang maksimalnya hasil produksi selama ini, sehingga keuntungan yang diharapkan belum dapat diperoleh peternak. Namun, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah dugaan tersebut benar ataukah ada faktor lain yang menyebabkan ketidakpuasan peternak plasma terhadap pelaksanaan pola kemitraan DUF. Usaha ternak dan peternak plasma yang bergabung dalam kemitraan DUF memiliki keragaman karakteristik. Usaha ternak memiliki keragaman dari segi skala usaha, status kepemilikan kandang, pekerjaan diluar usaha ternak alasan berternak, lama berternak, dan alasan bermitra. Keragaman karakteristik peternak dilihat dari segi lokasi plasma, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pengalaman. Keragaman karakteristik tersebut memberikan penilaian yang berbeda terhadap kualitas pelayanan dan kinerja dari perusahaan inti. Keragaman juga diduga memberikan perilaku yang bervariasi dalam memutuskan untuk memilih suatu perusahaan kemitraan. 8
Berdasarkan uraian diatas, maka pembahasan dirumuskan untuk menjawab pertanyaan : 1. Bagaimana karakteristik usaha ternak dan peternak plasma DUF? 2. Bagaimana pola kemitraan yang selama ini dilaksanakan oleh DUF? 3. Bagaimana tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pelaksanaan kemitraan DUF? 1.3 Tujuan 1. Menganalisis karakteristik peternak plasma DUF 2. Menganalisis pola kemitraan yang dijalankan oleh DUF 3. Menganalisis tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pelaksanaan kemitraan DUF 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait : 1. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang berguna bagi pihak perusahaan kemitraan dalam mengambil keputusan menyempurnakan pelaksanaan kemitraan. 2. Bagi penulis, penelitian ini memberi pengalaman nyata dalam menganalisis suatu kondisi, permasalan, dan fakta yang di lapangan serta merumuskannya dengan teori yang sudah dipelajari selama kuliah. 3. Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai tambahan informasi rujukan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, serta dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Pembahasan dalam penelitian ini mencakup analisis deskriptif mengenai pola kemitraan dan karakteristik peternak plasma DUF. Selain itu, akan dilakukan analisis tingkat kepuasan peternak plasma terhadap kemitraan DUF yang telah berlangsung selama ini. Analisis kepuasan menggunakan metode Importance Performance Analysis (IPA) dan metode Customer Satisfaction Index (CSI). 9