VI. DAMPAK PENINGKATAN OUTPUT SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

dokumen-dokumen yang mirip
VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2008 SEBESAR 6,04 PERSEN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURAT PERNYATAAN. Bogor, Juli Adi Hadianto NRP A

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

VII. DAMPAK REVITALISASI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAMBI. satu bagian dari triple track strategy yang dijalankan oleh pemerintah saat ini

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

Perluasan Lapangan Kerja

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

Statistik KATA PENGANTAR

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pertumbuhan ekonomi bukanlah merupakan persoalan baru. namun merupakan masalah makroekonomi yang bersifat jangka panjang.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pengamatan empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

Transkripsi:

VI. DAMPAK PENINGKATAN OUTPUT SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA 6.1. Struktur Pendapatan Rumahtangga dan Ketenagakerjaan Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara, salah satunya dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang positif, dimana pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang mampu menciptakan pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta terbukanya kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat. Menurut Hess dan Ross (2000), pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas merupakan bentuk dari growth without development. Lebih jauh Todaro (2000) menyatakan bahwa pertumbuhan yang tidak berkualitas hanya menciptakan kesenjangan pendapatan antar golongan pendapatan masyarakat, akibatnya kemiskinan yang menjadi faktor penghambat pembangunan sulit untuk dituntaskan. Berdasarkan landasan pemikiran tersebut, maka pemerintah sudah seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap sektor-sektor yang tidak hanya memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi yang jauh lebih penting sektor tersebut dapat meciptakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama masyarakat golongan pendapatan rendah. Pada pembahasan ini akan diuraikan bagaimana struktur pendapatan rumahtangga menurut golongan pendapatan dan wilayah serta struktur ketenagakerjaan di Indonesia berdasarkan tabel input - output Miyazawa Tahun 2008.

86 6.1.1. Struktur Pendapatan Rumahtangga Pada Gambar 18 diperoleh informasi bahwa secara keseluruhan rumahtangga di Indonesia sebagian besar merupakan rumahtangga golongan pendapatan rendah yaitu sekitar 46.5 persen, sedangkan rumahtangga golongan pendapatan sedang sekitar 40.0 persen dan hanya sekitar 13.5 persen merupakan rumahtangga berpendapatan tinggi. Rumahtangga pendapatan rendah sebagian besar berada di wilayah perdesaan yaitu sekitar 25.4 persen dari 46.5 persen rumahtangga pendapatan rendah di Indonesia. Sementara itu, rumahtangga pendapatan sedang dan tinggi sebagian besar berada di perkotaan masing-masing sekitar 25.0 persen dan 10.6 persen. 50.0 46.5 Proporsi Pendpatan (%) 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 25.4 21.1 Pendapatan Rendah 25.0 15.0 40.0 Pendapatan Sedang 10.6 2.9 13.5 Pendapatan Tinggi Kota Desa Kota + Desa Sumber : Tabel Input - Output Miyazawa Tahun 2008 Gambar 18. Struktur Pendapatan Rumahtangga Menurut Golongan Pendapatan dan Wilayah di Indonesia Tahun 2008 Adanya kesenjangan pendapatan antar wilayah dan masih besarnya rumahtangga berpendapatan rendah mengindikasikan masih banyaknya rumahtangga miskin yang sangat rentan terhadap goncangan. Jebakan kemiskinan akibat pendapatan rendah, menyebabkan banyaknya rumahtangga miskin tetap berada dalam lingkaran kemiskinan yang permanen.

87 Pertumbuhan ekonomi tidaklah cukup untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Oleh karena itu, disamping terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga perlu diimbangi dengan intervensi kebijakan yang terarah dan efektif. Implikasinya, pemerintah perlu membuat suatu kebijakan anti kemiskinan yang bersifat bottom-up, menyeluruh dan konsisten diantaranya dengan cara memperluas kesempatan kerja melalui pengembangan sektor sektor berbasis perdesaan dan mampu menyerap tenaga kerja besar. Berdasarkan uraian di atas, maka terkait dengan tujuan penelitian ini terdapat permasalahan yang ingin dijawab yaitu seberapa besar pertumbuhan atau peningkatan output sektor-sektor berbasis kehutanan berdampak terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan, sehingga dapat diketahui peranan sektor-sektor berbasis kehutanan terhadap permasalahan kesenjangan distribusi pendapatan rumahtangga di Indonesia. 6.1.2. Struktur Ketenagakerjaan Menurut Yudhoyono dan Boediono (2009), permasalahan utama dalam pasar kerja Indonesia yang hingga saat ini belum dapat ditangani sepenuhnya antara lain (1) persentase sektor informal yang relatif tinggi, (2) adanya kesenjangan upah antara sektor formal dengan sektor informal, (3) adanya kecenderungan peningkatan pengangguran terbuka pada kelompok usia muda dan (4) penurunan produktivitas tenaga kerja, terutama di sektor manufaktur. Upaya mengatasi masalah tersebut bukanlah hal yang mudah mengingat kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan terkait dengan banyak aspek. Dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional saat ini yang baru berangsur pulih akibat dampak krisis ekonomi global, maka dalam jangka pendek setidaknya

88 pemerintah harus memprioritaskan penanganan masalah pengangguran yang cenderung meningkat dengan menciptakan lapangan kerja baru. Upaya tersebut harus dilakukan melalui integrasi kebijakan makro-mikro, diantaranya melalui perbaikan iklim investasi di pusat maupun di daerah sehingga kesempatan kerja baru dapat tercipta serta pemihakan kepada perbaikan kesempatan berusaha untuk sektor usaha kecil dan menengah sebagai tiang penyerap tenaga kerja Indonesia selama ini. Tabel 11. Jumlah Pekerja Menurut Lapangan Usaha, Golongan Pendapatan dan Wilayah di Indonesia Tahun 2008 (ribu orang) Sektor Pendapatan Rendah Pendapatan Sedang Pendapatan Tinggi Kota Desa Kota Desa Kota Desa Pertanian 4 616 26 452 1 390 8 919 333 979 Pertambangan dan Penggalian 57 257 134 290 195 129 Industri Pengolahan 2 575 1 969 4 486 1 904 1 308 199 Listrik, Gas, Air Bersih 26 14 56 29 64 19 Bangunan 625 747 1 407 1 491 300 164 Perdagangan, Hotel, Restoran 5 399 2 268 8 343 2 056 2 416 203 Angkutan dan Komunikasi 929 771 1 856 1 036 1 129 294 Keuangan dan Jasa Perusahaan 161 61 463 148 541 65 Jasa-Jasa 2 879 1 689 2 629 1 260 3 089 1 232 Total 17 267 34 228 20 762 17 133 9 376 3 283 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008a Pada Tabel 11, secara sektoral terlihat jumlah pekerja di Indonesia pada tahun 2008 sebagian besar bekerja di sektor pertanian, perdagangan dan industri pengolahan. Pada sektor pertanian, jumlah tenaga yang terserap pada tahun 2008 sejumlah 42.7 juta orang dari 102 juta orang atau sekitar 41.8 persen. Sementara di sektor perdagangan, jumlah tenaga kerja yang terserap sejumlah 20.7 juta orang

89 atau sekitar 20.1 persen. Sedangkan di sektor industri pengolahan, jumlah tenaga kerja yang terserap sejumlah 12.4 juta orang atau sekitar 12.2 persen. Berdasarkan data tersebut nampak jelas bahwa sektor pertanian sebagian besar merupakan sektor informal dengan skala usaha kecil dan menengah dan berada sebagian besar di wilayah perdesaan. Sama halnya pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, khususnya sektor perdagangan dan restoran sebagian besar juga merupakan sektor informal dengan skala usaha kecil dan menengah yang tersebar luas di wilayah perkotaan. Sementara pada sektor industri pengolahan, seperti industri kayu gergajian, industri meubel dan kerajinan, juga merupakan kelompok industri yang sebagian besar berskala kecil dan menengah dan bersifat informal. Sektor-sektor penyerap tenaga kerja besar tersebut harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk terus dikembangkan khususnya dalam rangka mengatasi masalah pengangguran. Terkait dengan pemikiran tersebut, maka dalam penelitian ini mencoba menganalisis bagaimana peranan sektor-sektor berbasis kehutanan terhadap penyerapan tenaga kerja dalam rangka mengatasi masalah pengangguran di Indonesia apabila terjadi pertumbuhan atau peningkatan output pada sektorsektor berbasis kehutanan. 6.2. Dampak Peningkatan Output Sektor Berbasis Kehutanan Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga dan Penyerapan Tenaga Kerja Terjadinya transformasi struktural ekonomi Indonesia pasca krisis, yang dicirikan dengan meningkatnya pangsa output domestik dari sektor industri dan jasa, menyebabkan pembangunan sektor berbasis kehutanan menjadi sangat penting dalam mendukung pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Meski adanya

90 fakta bahwa pangsa sektor berbasis kehutanan terhadap PDB nasional semakin menurun selama satu dekade terakhir (Tabel 2), sesungguhnya sektor ini masih memiliki potensi dan peluang besar untuk dapat dipulihkan di masa mendatang. Potensi dan peluang terjadinya pertumbuhan output pada sektor-sektor berbasis kehutanan tersebut didukung oleh beberapa faktor antara lain, (1) hutan merupakan sumber daya alam terbaharui (renewable resources) sehingga pemanfaatan secara terus-menerus akan menjadikan sektor usahanya berkelanjutan, (2) sektor-sektor berbasis kehutanan merupakan natural resources based sector sehingga komoditasnya murni bersifat local content, (3) produk industri kayu sebagian besar berorientasi ekspor dan produknya tidak dapat disubstitusi dengan bahan-bahan sintetis, dan (4) adanya dukungan ketersediaan lahan dan kesesuaian iklim. Pada bagian ini secara khusus dibahas bagaimana dampak terjadinya pertumbuhan atau peningkatan gross output sektor berbasis kehutanan terhadap distribusi pendapatan rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan dan seberapa besar penyerapan tenaga kerja akibat peningkatan gross output tersebut. Pembahasan tentang dampak peningkatan gross output sektor-sektor berbasis kehutanan terhadap distribusi pendapatan rumahtangga dan penyerapan tenaga kerja didasarkan pada analisis tabel I-O Miyazawa Tahun 2008 dan tabel I-O Indonesia Tahun 2008. 6.2.1. Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (Kehutanan) Hasil analisis terhadap tabel I-O Miyazawa Tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan gross-output di sektor kehutanan sebesar

91 Rp 1 miliar akan meningkatkan pendapatan rumahtangga terutama golongan pendapatan rendah di wilayah perdesaan seperti yang terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Dampak Peningkatan Output Sektor Kehutanan Sebesar Rp 1 Miliar Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga No. Golongan Pendapatan Rumahtangga Peningkatan Pendapatan (Rp Miliar) 1 Pendapatan Rendah Wilayah Perkotaan 1.32 2 Pendapatan Sedang Wilayah Perkotaan 1.42 3 Pendapatan Tinggi Wilayah Perkotaan 0.69 4 Pendapatan Rendah Wilayah Perdesaan 1.76 5 Pendapatan Sedang Wilayah Perdesaan 0.84 6 Pendapatan Tinggi Wilayah Perdesaan 0.20 Sumber : Tabel Input Output Miyazawa 2008 (diolah) Peningkatan pendapatan rumahtangga lebih besar pada rumahtangga golongan pendapatan rendah mengindikasikan bahwa sektor kehutanan merupakan sektor berbasis ekonomi rakyat yang memiliki keterkaitan kuat dengan usaha kecil menengah yang sebagian besar berada di wilayah perdesaan. Upaya untuk mendorong peningkatan pertumbuhan output di sektor kehutanan akan mampu meningkatan pendapatan masyarakat secara lebih luas, khususnya pada rumahtangga di wilayah perdesaan. Oleh karena itu, perhatian terhadap pembangunan sektor kehutanan jangan dilihat dari sisi kontribusi output atau PDB yang kecil, namun perlu ditinjau dari aspek lain yang lebih strategis, bahwa membangun sektor kehutanan berarti membangun upaya pengentasan kemiskinan yang disebabkan tingkat pendapatan yang rendah dan sebagian besar penduduk miskin tersebut berada di wilayah perdesaan. Peran strategis sektor kehutanan disamping akan meningkatkan pendapatan rumahtangga pendapatan rendah, juga merupakan penyedia lapangan

92 kerja dan penyedia input produksi bagi sektor hilirnya (linkages). Pada Tabel 13 terlihat bahwa terjadinya peningkatan output pada sektor kehutanan sebesar Rp 1 Miliar mampu menciptakan lapangan kerja baru di sektor kehutanan sendiri sejumlah 31 orang dan di seluruh sektor perekonomian sejumlah 42 orang. Adapun empat sektor paling besar lainnya yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru sebagai dampak peningkatan output sektor kehutanan adalah sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, perdagangan dan angkutan. Sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan adalah sektor hilir dari sektor kehutanan dimana output sektor kehutanan khususnya kayu banyak digunakan untuk proses produksi sektor tersebut. Sementara itu, sektor perdagangan dan angkutan berperan penting terutama dalam pemasaran dan proses pengangkutan hasil tebangan kayu dari hutan ke lokasi industri atau pabrik. Tabel 13. Dampak Peningkatan Output Sektor Kehutanan Sebesar Rp.1 Miliar Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja No Sektor Penciptaan Lapangan Kerja (orang) 1 Sektor Kehutanan 31 2 Sektor Tanaman Bahan Makanan 3 3 Sektor Perkebunan 2 4 Sektor Perdagangan 2 5 Sektor Angkutan 1 6 Total Perekonomian 42 Sumber : Tabel Input Output Indonesia Tahun 2008 (diolah) 6.2.2. Sektor Industri Kayu Gergajian Seperti pada penjelasan di awal, sebagian besar industri kayu gergajian (sawn timber) adalah industri berskala kecil menengah dengan kapasitas produksi di bawah 6 000 m 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan output sektor industri kayu gergajian akan meningkatkan pendapatan rumahtangga terutama

93 golongan pendapatan rendah di wilayah perdesaan seperti yang terlihat pada Tabel 14. Kondisi tersebut dapat dijelaskan mengingat lokasi industri kayu gergajian banyak ditemukan di wilayah perdesaan yang dekat dengan kawasan hutan serta di wilayah pinggiran kota dengan sistem home industry. Tabel 14. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Gergajian Sebesar Rp 1 Miliar Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga No. Golongan Pendapatan Rumahtangga Peningkatan Pendapatan (Rp Miliar) 1 Pendapatan Rendah Wilayah Perkotaan 1.28 2 Pendapatan Sedang Wilayah Perkotaan 1.43 3 Pendapatan Tinggi Wilayah Perkotaan 0.66 4 Pendapatan Rendah Wilayah Perdesaan 1.46 5 Pendapatan Sedang Wilayah Perdesaan 0.77 6 Pendapatan Tinggi Wilayah Perdesaan 0.18 Sumber : Tabel Input Output Miyazawa 2008 (diolah) Pengembangan industri kecil menengah seperti industri kayu gergajian memiliki peran penting sebagai pilar perekonomian berbasis kerakyatan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat terutama bagi masyarakat golongan bawah di perdesaan yang rata-rata berpendidikan rendah. Disamping itu, sektor industri kayu gergajian yang sebagian besar merupakan sektor informal menjadi alternatif bagi penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat berpendidikan rendah tersebut. Menurut kajian yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (2007) tentang industri kehutanan nasional, bahwa industri kayu gergajian perlu dikembangkan mengingat keterbatasan pasokan kayu bulat sebagai bahan baku industri kayu dan besarnya permintaan kayu gergajian domestik terutama untuk keperluan konstruksi, disamping dari sisi keragaan ekonominya yang efisien. Sementara itu, apabila dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, industri kayu gergajian ternyata menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar

94 di sektor itu sendiri maupun di sektor usaha lainnya. Pada Tabel 15 terlihat bahwa lapangan kerja baru yang akan tercipta apabila terjadi peningkatan output di sektor industri kayu gergajian sebesar Rp 1 Miliar adalah sejumlah 24 orang di sektor itu sendiri atau 43 orang di seluruh sektor perekonomian. Adanya peningkatan output tersebut juga berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja baru di sektor lainnya terutama sektor kehutanan sebagai sektor hulunya, sektor tanaman bahan makanan yang banyak menggunakan kayu gergajian untuk kegiatan produksinya serta sektor perdagangan dan angkutan yang berperan dalam pemasaran dan transportasi produk kayu gergajian. Berdasarkan informasi tersebut, jelas bahwa sektor industri kayu gergajian memiliki potensi dan peran besar dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional ke depan, khsusunya terhadap peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah di perdesaan dan penciptaan lapangan kerja baru. Tabel 15. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Gergajian Sebesar Rp 1 Miliar Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja No Sektor Penciptaan Lapangan Kerja (orang) 1 Sektor Industri Kayu Gergajian 24 2 Sektor Kehutanan 6 3 Sektor Tanaman Bahan Makanan 5 4 Sektor Perdagangan 3 5 Sektor Angkutan 1 6 Total Perekonomian 43 Sumber : Tabel Input Output Indonesia Tahun 2008 (diolah) 6.2.3. Sektor Industri Kayu Lapis Kayu lapis merupakan produk industri kehutanan yang menghasilkan devisa non-migas bagi negara yang utama sampai saat ini. Kenyataan yang ada sejak tahun 1980-an menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dibidang industri

95 kehutanan sangat mendorong berkembangnya industri kayu lapis, sehingga industri ini berkembang pesat dibandingkan industri kehutanan lainnya. Meskipun pada beberapa tahun terakhir, industri kayu lapis mengalami fase dekonstruktif dengan terus menurunnya ekspor yang diakibatkan kurangnya pasokan bahan baku kayu dan munculnya pemain baru kayu lapis dunia. Berkembangnya industri kayu lapis tidak hanya membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berkerja di sektor tersebut. Hasil analisis dengan menggunakan tabel I-O Miyazawa Tahun 2008 menunjukan bahwa peningkatan output di sektor industri kayu lapis sebesar Rp 1 Miliar mampu meningkatkan pendapatan masyarakat terutama rumahtangga pendapatan rendah di wilayah perdesaan dan rumahtangga pendapatan sedang di wilayah perkotaan seperti yang terlihat pada Tabel 16. Tabel 16. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Lapis Sebesar Rp 1 Miliar Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga No. Golongan Pendapatan Rumahtangga Peningkatan Pendapatan (Rp Miliar) 1 Pendapatan Rendah Wilayah Perkotaan 1.29 2 Pendapatan Sedang Wilayah Perkotaan 1.45 3 Pendapatan Tinggi Wilayah Perkotaan 0.68 4 Pendapatan Rendah Wilayah Perdesaan 1.46 5 Pendapatan Sedang Wilayah Perdesaan 0.78 6 Pendapatan Tinggi Wilayah Perdesaan 0.19 Sumber : Tabel Input Output Miyazawa 2008 (diolah) Industri kayu lapis merupakan industri berskala besar yang terintegrasi antara hulu-hilir dimana perusahaan-perusahaan kayu lapis mengoperasikan usahanya berada di sekitar kawasan hutan (perdesaan) dan sebagian besar pabrik pengolahannya berada di wilayah perkotaan. Keberadaan lokasi industri inilah

96 banyak memperkerjakan tenaga kerja di perdesaan sebagai buruh dengan pendapatan rendah dan tenaga kerja di perkotaan dengan pendapatan sedang. Menurut data Statistik Struktur Upah tahun 2007 (BPS, 2007), upah pekerja pada industri kayu olahan seperti industri kayu lapis dan sejenisnya di wilayah perkotaan rata-rata sekitar Rp 1.09 juta per bulan yang merupakan kelompok pendapatan sedang. Pemain utama industri kayu lapis Indonesia antara lain PT. Kayu Lapis Indonesia (KLI) yang berlokasi di Jawa Tengah dengan kapasitas terpasang sebesar 504 000 m 3 dan PT. Henrison Iriana yang beroperasi di Papua dengan kapasitas terpasang 264 000 m 3. Kedua perusahaan ini menguasai hampir 10 persen kapasitas produksi kayu lapis Indonesia (Greenpeace Southeast Asia Jakarta, 2006). Keberadaan industri kayu lapis juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, jika terjadi peningkatan output sebesar Rp 1 Miliar di sektor industri kayu lapis mampu menciptakan lapangan kerja baru di sektor itu sendiri sejumlah 11 orang atau sejumlah 30 lapangan pekerjaan baru tercipta di seluruh perekonomian seperti yang tersaji pada Tabel 17. Terjadinya peningkatan output di sektor industri kayu lapis juga berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja baru di sektor perekonomian lainnya, terutama di sektor kehutanan, tanaman bahan makanan, perdagangan dan angkutan. Sektor kehutanan adalah pemasok bahan baku industri kayu lapis, sehingga peningkatan output industri kayu lapis mendorong permintaan bahan baku kayu yang berarti membutuhkan tenaga kerja baru di sektor kehutanan. Hal

97 yang sama juga terjadi untuk sektor tanaman bahan makanan yang menggunakan kayu lapis untuk aktivitas produksinya, sektor perdagangan dan angkutan untuk kegiatan pemasaran dan transportasi produk atau bahan baku kayu lapis. Tabel 17. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Lapis Sebesar Rp 1 Miliar Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja No Sektor Penciptaan Lapangan Kerja (orang) 1 Sektor Industri Kayu Lapis 11 2 Sektor Kehutanan 4 3 Sektor Tanaman Bahan Makanan 4 4 Sektor Perdagangan 3 5 Sektor Angkutan 2 6 Total Perekonomian 30 Sumber : Tabel Input Output Indonesia Tahun 2008 (diolah) 6.2.4. Sektor Industri Pulp Industri pulp atau bubur kertas adalah industri kehutanan yang berkembang cepat di Indonesia. Menurut Indonesia Pulp and Paper Association (2005) dan Departemen Kehutanan (2009a), produksi pulp Indonesia meningkat tajam sejak awal tahun 2000 dimana pada tahun 1999 produksi pulp sebesar 685 ribu ton meningkat tajam pada tahun 2000 menjadi 4.1 juta ton dan pada tahun 2008 menjadi 4.7 juta ton. Berkembangnya produksi ini tentu berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang selanjutnya meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil analisis dengan menggunakan tabel I-O Miyazawa Tahun 2008 menunjukkan bahwa sektor jika terjadi peningkatan output sebesar Rp 1 Miliar di sektor industri pulp mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga terutama rumahtangga berpendapatan rendah di perdesaan dan rumahtangga berpendapatan sedang di perkotaan seperti yang terlihat pada Tabel 18.

98 Kondisi ini dapat dijelaskan bahwa industri pulp merupakan industri berskala besar yang terintegrasi antara unit usaha hulu untuk proses penyediaan bahan baku kayu dan unit hilirnya untuk proses pengolahan pulp. Keberadaan unit usaha hulu yang beroperasi di areal sekitar kawasan hutan tentunya memperkerjakan masyarakat yang berada di wilayah perdesaan sebagai buruh dengan upah rendah, sementara lokasi pabrik pengolahannya yang dekat dengan wilayah perkotaan akan menyerap tenaga kerja di wilayah perkotaan. Menurut data Statistik Struktur Upah tahun 2007 (BPS, 2007), upah pekerja untuk status pekerja buruh pada industri kertas rata-rata sekitar Rp 1.45 juta per bulan yang merupakan kelompok pendapatan sedang. Tabel 18. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Pulp Sebesar Rp 1 Miliar Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga No. Golongan Pendapatan Rumahtangga Peningkatan Pendapatan (Rp Miliar) 1 Pendapatan Rendah Wilayah Perkotaan 1.34 2 Pendapatan Sedang Wilayah Perkotaan 1.50 3 Pendapatan Tinggi Wilayah Perkotaan 0.71 4 Pendapatan Rendah Wilayah Perdesaan 1.50 5 Pendapatan Sedang Wilayah Perdesaan 0.80 6 Pendapatan Tinggi Wilayah Perdesaan 0.20 Sumber : Tabel Input Output Miyazawa 2008 (diolah) Pemain utama dalam industri pulp di Indonesia dikuasai oleh dua kelompok perusahaan yaitu Sinar Mas Group yang menguasai 40 persen kapasitas pulp nasional dan kelompok perusahaan Raja Garuda Mas yang menguasai 33.3 persen kapasitas pulp nasional (Departemen Kehutanan, 2007b). Besarnya kapasitas terpasang pada industri pulp di Indonesia menyebabkan tingkat produksi terus meningkat dan hal ini tentu berdampak terhadap permintaan tenaga kerja untuk mengimbangi besarnya kapasitas produksi

99 tersebut. Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Tabel 19, terjadinya peningkatan output di sektor industri pulp sebesar Rp 1 Miliar mampu menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri pulp sendiri sejumlah 14 orang atau sejumlah 35 lapangan kerja baru di seluruh sektor perekonomian. Adanya peningkatan output di sektor industri pulp juga berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja baru di sektor perekonomian lainnya, terutama di sektor perdagangan, kehutanan, angkutan dan jasa-jasa. Sektor perdagangan dalam hal ini perdagangan besar berperan dalam pemasaran produk pulp terutama untuk pasar ekspor. Sementara itu sektor kehutanan adalah pemasok bahan baku industri pulp, sehingga peningkatan output industri pulp mendorong permintaan bahan baku kayu yang berarti membutuhkan tenaga kerja baru di sektor kehutanan. Hal yang sama juga terjadi untuk sektor angkutan yang berperan untuk pengangkutan produk atau bahan baku pulp. Tabel 19. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Pulp Sebesar Rp 1 Miliar Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja No Sektor Penciptaan Lapangan Kerja (orang) 1 Sektor Industri Pulp 14 2 Sektor Perdagangan 5 3 Sektor Kehutanan 2 4 Sektor Angkutan 2 5 Sektor Jasa-Jasa 1 6 Total Perekonomian 35 Sumber : Tabel Input Output Indonesia Tahun 2008 (diolah) 6.2.5. Sektor Industri Mebel dan Kerajinan Kayu - Rotan Sektor industri mebel dan kerajinan memiliki peran penting sebagai sumber pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian awal, industri mebel dan kerajinan merupakan budaya

100 turun-temurun yang selama ini menjadi sumber pendapatan masyarakat. Kelompok industri ini banyak tersebar di wilayah perdesaan dan pinggiran perkotaan. Berkembangnya industri ini jelas turut membantu meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya golongan pendapatan rendah dan sedang. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan output di sektor ini sebesar Rp 1 Miliar akan meningkatkan pendapatan rumahtangga terutama rumahtangga golongan pendapatan rendah di perdesaan. Sedangkan di wilayah perkotaan, distribusi pendapatan ini sebagian besar dirasakan oleh rumahtangga pendapatan sedang seperti yang terlihat pada Tabel 20. Tabel 20. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Mebel dan Kerajinan Kayu-Rotan Sebesar Rp 1 Miliar Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga No. Golongan Pendapatan Rumahtangga Peningkatan Pendapatan (Rp Miliar) 1 Pendapatan Rendah Wilayah Perkotaan 1.38 2 Pendapatan Sedang Wilayah Perkotaan 1.54 3 Pendapatan Tinggi Wilayah Perkotaan 0.72 4 Pendapatan Rendah Wilayah Perdesaan 1.57 5 Pendapatan Sedang Wilayah Perdesaan 0.83 6 Pendapatan Tinggi Wilayah Perdesaan 0.20 Sumber : Tabel Input Output Miyazawa 2008 (diolah) Belum pulihnya kinerja sektor industri akibat rendahnya daya saing produk dan sebagai dampak krisis ekonomi global, memaksa banyak industri terutama industri berbasis labour intensive melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam kerangka efisiensi. Atas dasar itu, maka keberadaan industri meubel dan kerajinan ini memainkan peran penting dalam mengatasi semakin meningkatnya angka pengangguran tersebut.

101 Hasil analisis menunjukan bahwa terjadinya peningkatan output di sektor industri mebel dan kerajinan sebesar Rp 1 Miliar, mampu menciptakan lapangan kerja baru di sektor tersebut sejumlah 10 orang atau sejumlah 37 lapangan kerja baru tercipta di seluruh sektor perekonomian terutama di sektor industri kayu gergajian, kehutanan, perdagangan dan tanaman bahan makanan seperti yang terlihat pada Tabel 21. Oleh karena itu, adanya intervensi kebijakan pemerintah untuk mengembangkan industri ini sangat diperlukan, selain mampu menciptakan lapangan kerja dan membantu peningkatan pendapatan masyarakat, juga dapat lebih berdaya saing tidak hanya di pasar domestik tetapi juga di pasar internasional yang memiliki peluang pasar cukup besar bagi produk mebel dan kerajinan kayu-rotan Indonesia. Tabel 21. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Mebel d an Kerajinan Kayu-Rotan Sebesar Rp1 Miliar Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja No Sektor Penciptaan Lapangan Kerja (orang) 1 Industri Mebel dan Kerajinan Kayu- 10 2 Industri Kayu Gergajian 5 3 Kehutanan 5 4 Tanaman Bahan Makanan 5 5 Perdagangan 4 6 Total Perekonomian 37 Sumber : Tabel Input Output Indonesia Tahun 2008 (diolah) Berdasarkan hasil analisis di atas membuktikan bahwa terjadinya pertumbuhan atau peningkatan output pada sektor - sektor berbasis kehutanan mampu menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan rumahtangga terutama rumahtangga golongan pendapatan rendah di wilayah perdesaan dan rumahtangga golongan pendapatan sedang di wilayah perkotaan.

102 Dalam konteks tersebut, maka upaya rekonstruksi sektor berbasis kehutanan sebagai sektor strategis dalam perekonomian nasional mutlak dilakukan melalui integrasi kembali sektor berbasis kehutanan ke dalam kebijakan makro ekonomi dan perbaikan di tingkat mikro. Kondisi ini sejalan dengan Triple Track Strategy pembangunan sektor ekonomi yang menitikberatkan pada Pro- Growth, Pro-Employment dan Pro-Poor. Artinya seberapa besar sektor tersebut memiliki efek multiplier yang besar baik terhadap penciptaan lapangan kerja, peningkatan output nasional maupun peningkatan pendapatan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan.