BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterbatasan lahan dan pertambahan penduduk yang terus meningkat berimplikasi pada tingginya tekanan penduduk terhadap hutan. Meningkatnya kebutuhan terhadap lahan pertanian menuntut perlunya pemanfaatan lahan secara efisien dan optimal terutama di areal hutan yang berada di sekitar areal pemukiman dengan tekanan penduduk yang tinggi. Pulau Jawa yang merupakan sumber dari berbagai kepadatan, sangat membutuhkan pemultifungsian lahan termasuk lahan hutan sehingga konsep hutan untuk cadangan pangan diharapkan mampu berperan aktif mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Hutan berpotensi untuk diciptakan menjadi lumbung pangan tanpa merombak hutan dengan mengarahkannya pada upaya optimalisasi pemanfaatan lahan di bawah tegakan hutan dengan jenis tanaman pangan. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan sistem agroforestri untuk mendukung produksi pangan. Agroforestri merupakan sistem kombinasi pertanian dan kehutanan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan ruang. Agroforestri dikembangkan untuk memecahkan permasalahan keterbatasan lahan untuk menciptakan peluang dan potensi untuk kesejahteraan manusia dan kelestarian sumberdaya alam (Sabarnurdin, 2003). Penggunaan ruang secara bersama dalam agroforestri diharapkan menghasilkan interaksi yang positif antara tegakan hutan dengan tanaman di bawah tegakan hutan sehingga menghasilkan usaha produktif. 1
Tegakan dengan umur dan jenis penyusun yang mempunyai bentuk tajuk berlainan akan memberikan naungan yang berbeda terhadap tanaman di bawahnya. Sama halnya dengan kerapatan pohon, faktor tersebut akan mempengaruhi distribusi cahaya yang dapat diterima oleh tanaman yang tumbuh di bawah tegakan. Keterbatasan cahaya yang sampai ke tumbuhan di bawahnya menyebabkan perlunya dilakukan pemilihan jenis tanaman yang sesuai. Salah satu jenis tanaman yang dapat tumbuh di bawah tegakan adalah tanaman porang (Amorphophallus oncophyllus Prain). Porang mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan yang ternaungi, sehingga tanaman ini tumbuh baik pada kawasan hutan dan dapat tumbuh di semua jenis tanah dengan kondisi gembur dan tidak tergenang (KPH Saradan 2005). Porang dapat dijadikan salah satu alternatif bahan pangan karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, yaitu kandungan pati sebesar 76,5%, protein 9,20%, dan kandungan serat 25%. Porang juga memiliki kandungan lemak sebesar 0,20% (Syaefulloh 1990). Karbohidrat yang diperoleh dari umbi porang juga banyak digunakan dalam industri kertas, tekstil, cat, bahan negatif film, bahan isolasi, pita seluloid, dan bahan kosmetika (Ermiati dan Laksmanahardja, 1996). Di Indonesia, porang belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Chip umbi porang di Indonesia lebih banyak diekspor ke China dan Jepang. Di Jepang, tepung umbi porang telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembuat konnyaku dan shirataki atau sebagai pengganti agar-agar dan gelatin. 2
1.2. Perumusan Masalah Struktur tegakan hutan menciptakan lingkungan cahaya yang beragam bagi jenis yang hidup di bawah tajuk tegakan. Komposisi jenis dan pengaturan yang berbeda-beda mengakibatkan perbedaan iklim mikro yang terbentuk. Budidaya tanaman porang memerlukan tanaman pokok sebagai tegakan yang melindungi porang dari sinar matahari langsung. Pertumbuhan tanaman porang di bawah naungan/tegakan dibatasi oleh ketersediaan cahaya. Kerapatan tajuk akan memengaruhi laju fotosintesis yang berdampak pada produksi biomassa dan produktivitas hasil yang berada di bawah tegakan hutan dalam sistem agroforestri. Porang merupakan tanaman yang mudah ditanam dan cukup potensial, sehingga layak untuk dikembangkan. Budidaya tanaman porang yang intensif memerlukan pengetahuan mengenai karakter morfologi dan fisiologinya. Produktivitas tanaman dapat mengalami gangguan manakala tidak sesuai dengan persyaratan tumbuh optimalnya. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa pertanyaan riset yang perlu dijawab untuk mendapatkan pemahaman tentang respon adaptasi dari tanaman porang akibat variasi jenis penaung adalah : 1. Berapakah kisaran intensitas cahaya relatif untuk tanaman porang agar dapat tumbuh dengan baik? 2. Bagaimanakah perbedaan karakteristik morfologi dan fisiologi tanaman porang terhadap variasi lingkungan cahaya sebagai indikasi tingkat adaptasi terhadap lingkungan cahaya yang diterima? 3
3. Berapakah nilai efisiensi pembentukan umbi yang dihasilkan oleh tanaman porang sebagai akibat dari variasi jenis penaung? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji pengaruh variasi intensitas cahaya terhadap karakter morfologi dan fisiologi tanaman porang pada hutan rakyat dan lingkungan terkontrol. 2. Mengkaji pengaruh variasi intensitas cahaya dan perbedaan jenis tegakan terhadap karakter morfologi dan fisiologi tanaman porang pada hutan tanaman. 3. Mengetahui nilai efisiensi pembentukan umbi yang dihasilkan oleh tanaman porang sebagai akibat dari perbedaan intensitas cahaya dan jenis tegakan penaung. 1.4. Hipotesis Beberapa hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Karakter-karakter morfologi dan fisiologi tanaman porang akan berbeda terhadap variasi intensitas cahaya dan jenis penaung yang berbeda. 2. Nilai efisiensi pembentukan umbi tanaman porang akan berbeda pada intensitas cahaya dan jenis tegakan penaung yang berbeda. 4
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai lingkungan cahaya dan respon adaptasi morfologi dan fisiologi tanaman porang sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan teknik budidaya dengan pola agroforestri yang dilakukan oleh masyarakat. 5
1.6. Alur Pikir Penelitian Alur pikir dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Jenis Tegakan Penaung Faktor Lingkungan (tanah, cahaya, suhu, kelembaban dan produksi seresah) Lingkungan mikro Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) Adaptasi : Morfologi, fisiologi, pertumbuhan dan produktivitas Kinerja Pertumbuhan Pertimbangan Teknik Budidaya Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) dalam Agroforestri Gambar 1. Alur Pikir Penelitian 6