BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

EFFECTIVENESS OF PROCESSING GREYWATER BY USING RSF ( RAPID SAND FILTER ) DECREASE TURBIDITY, TSS, BOD, AND COD

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER. Oleh : Satria Pratama Putra Nasution

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. demikian, masyarakat akan memakai air yang kurang atau tidak bersih yang

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

kini dipercaya dapat memberantas berbagai macam penyakit degeneratif.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. limbah yang apabila tanpa pengolahan lebih lanjut akan sangat berbahaya bagi

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut

Bab V Hasil dan Pembahasan

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

LOGO. Studi Penggunaan Ferrolite sebagai Campuran Media Filter untuk Penurunan Fe dan Mn Pada Air Sumur. I Made Indra Maha Putra

BAB I PENDAHULUAN % air. Transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Proses Aerasi, Pengendapan, dan Filtrasi Media Zeolit-Arang Aktif

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

adanya gangguan oleh zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

EFEKTIFITAS UNIT SLOW SAND FILTER DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN, SALINITAS, TDS SERTA COD PADA PENGOLAHAN AIR PAYAU MENJADI AIR BERSIH

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

I. PENDAHULUAN. kesehatan lingkungan. Hampir semua limbah binatu rumahan dibuang melalui. kesehatan manusia dan lingkungannya (Ahsan, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

APLIKASI TEKNOLOGI FILTRASI UNTUK MENGHASILKAN AIR BERSIH DARI AIR HASIL OLAHAN IPAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

PENGGUNAAN MEDIA FILTRAN DALAM UPAYA MENGURANGI BEBAN CEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KECIL TAPIOKA. Oleh : Johannes Bangun Fernando Sihombing F

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.

1. PENDAHULUAN. yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Persiapan Penelitian. Gambar 15 Dimensi Penampang Basah Bangunan Filtrasi HRF

BAB 1 PENDAHULUAN. pakaian. Penyebab maraknya usaha laundry yaitu kesibukan akan aktifitas sehari-hari

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

Dosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

II. METODE PENELITIAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh manusia untuk keperluan sehari-harinya yang memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah keadaan lingkungan. Salah satu komponen lingkungan. kebutuhan rumah tangga (Kusnaedi, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi syarat kesehatan. Kualitas air dapat ditinjau dari segi fisika,

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

-_::'...:" _._.~

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN MENGGUNAKAN BIOSAND FILTER DAN ACTIVATED CARBON

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN TANAMAN Alisma plantago DALAM SISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-WETLAND)

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Penelitian ini dilakukan dengan menguji terlebih dahulu ketebalan media dan jenis medianya. Ketebalan media yang dianggap terbaik akan diuji dengan parameter kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), COD (Chemical Oxygen Demand), dan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Hasil dari pengolahan akan dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas II. Air limbah rumah tangga yang berupa bekas mandi dan tidak di gunakan atau dibuang pada saat ini perlu ditangani dengan lebih baik agar tidak mencemari lingkungan. Desain filter disesuaikan dengan SNI 6774 2008 tentang cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air. Debit sebesar 5,7x10 7 m 3 /det dengan kecepatan filtrasi 3,125 mm/detik, Jumlah filter yang di dapatkan cukup 1 bak saringan. 4.2 Hasil Uji Variasi Media Dalam penelitian ini dilakukan pergantian media untuk memenuhi variasi media yang telah direncanakan. Variasi yang akan digunakan adalah tiga variasi ketebalan yaitu pasir (A = 15 cm; B = 18 cm; C = 21 cm), zeolit (A = 15 cm; B = 18 cm; C = 21 cm). Pengujian kekeruhan dilakukan untuk mendapatkan ketebalan media yang terbaik removalnya. 4.2.1 Parameter Kekeruhan 4.2.1.1 Media Pasir Pada media pasir dilakukan penelitian dengan 3 variasi ketebalan, titik sampling dilakukan pada bak pengumpul sebagai inlet dan outlet dari RSF pada menit ke-2, ke-5, ke-8, ke-11, ke-20 dan menit ke-25. Hasil pengujian parameter Kekeruhan pada masing-masing sampel dilihat pada Gambar 4.1 dan removal pada Gambar 4.2 berikut : 44

45 Konsentrasi NTU 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 0 5 10 15 20 25 30 ketebalan 18 cm ketebalan 15 cm ketebalan 21 cm Baku Mutu Gambar 4.1 Grafik Outlet Kekeruhan Media Pasir 80 70 Removal Kekeruhan % 60 50 40 30 20 10 0 0 5 10 15 20 25 30 ketebalan 18 cm ketebalan 15 cm ketebalan 21 cm Gambar 4.2 Grafik Removal Kekeruhan Media Pasir Pada gambar 4.1 menunjukan grafik hasil pengujian parameter kekeruhan media pasir. Dari grafik tersebut dapat dijelaskan bahwa persebaran nilai kekeruhan cukup merata. Hal ini di tunjukan dengan ketebalan pasir 15 cm, 18 cm, dan ketebalan pasir 21 cm memiliki penurunan terhadap konsentrasi kekeruhan. Dapat dilihat pada gambar 4.2, semua sampel yang diuji memiliki efisiensi rata rata yang masih rendah berkisaran antara pada 57,64 % sampai 66,37%. Hasil outlet dari rapid sand filter rata-rata cukup baik karena air yang terolah sudah memenuhi Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Tentang

46 Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, kriteria mutu air kelas II. Tabel 4.1 Hasil Removal Kekeruhan Pada Media Pasir. No Media ketebalan Removal % 15 cm 57,6 % 1 Pasir 18 cm 57,7 % 21 cm 66,3 % Hal ini juga menunjukan rapid sand filter dengan media pasir mampu mereduksi kekeruhan air bekas mandi (greywater) Sehingga outlet yang dihasilkan menurun konsentrasinya. Nilai konsentrasi hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2: Tabel 4.2 Konsentrasi Parameter Kekeruhan Media Pasir NO Ketebalan 18 cm Ketebalan 21 cm Ketebalan 15 cm Inlet Outlet Inlet Outlet Inlet Outlet Menit NTU sampel NTU NTU Sampel NTU NTU sampel NTU 1 0 65 0 65.00 60 0 60.00 63 0 63.00 2 2 65 a 17.15 60 a 30.91 63 a 24.73 3 5 65 b 27.65 60 b 27.26 63 b 33.57 4 8 65 c 37.69 60 c 19.59 63 c 35.04 5 11 65 d 38.49 60 d 17.22 63 d 29.64 6 15 65 e 26.56 60 e 19.90 63 e 24.13 7 20 65 f 24.69 60 f 20.59 63 f 20.07 8 25 65 g 20.31 60 g 21.75 63 g 19.64 4.2.1.2 Media Zeolit Pada media zeolit dilakukan penelitian dengan 3 variasi ketebalan, titik sampling dilakukan pada bak pengumpul dan outlet dari RSF pada menit ke-2, ke- 5, ke-8, ke-11, ke-20 dan menit ke-25. Hasil pengujian parameter Kekeruhan pada masing-masing sampel dilihat pada grafik 4.3 dan removal pada gambar 4.4 sebagai berikut:

47 Konsentrasi NTU 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 0 2 5 8 11 15 20 25 ketebalan 18 cm ketebalan 21 cm ketebalan 15 cm baku mutu kekeruhan Gambar 4.3 Grafik Outlet Kekeruhan Media Zeolit Removal Kekeruhan % 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 2 5 8 11 15 20 25 ketebalan 18 cm ketebalan 21 cm ketebalan 15 cm Gambar 4.4 Grafik Removal Kekeruhan Media Zeolit Pada Gambar 4.3 menunjukan grafik hasil pengujian kekeruhan media Zeolit. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa persebaran nilai kekeruhan cukup merata. Hal ini ditunjukan pada hasil penurunan konsentrasi yang tidak jauh berbeda. Dengan demikian penurunan nilai kekeruhan berbanding lurus dengan ketebalan media filter, semakin tebal media maka nilai kekeruhan semakin kecil pula. Pada ketebalan 21 cm didapatkan performance yang tidak lebih baik

48 dibandingkan dengan ketebalan 18 cm, hal ini dapat terjadi karena pada saat running berlangsung kecepatan yang terdapat pada reaktor berubah dengan perbedaan ketinggian muka air yang menyebabkan kecepatan aliran dapat berubah. Dapat dilihat pada grafik 4.4, semua sampel yang di uji memiliki efisiensi rata-rata yang cukup tinggi berkisaran antara pada 63,24 % sampai 77,10%, hasil outlet dari rapid sand filter rata-rata cukup baik karena air yang terolah sudah memenuhi Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, kriteria mutu air kelas II standar baku mutu kekeruhan 25 NTU. Tabel 4.3 Removal Kekeruhan Media Zeolit. No Media ketebalan 1 Zeolit Removal % 15 cm 63.20% 18 cm 77.10% 21 cm 68.44% Pada Tabel 4.3 menunjukan rapid sand filter media zeolit mampu mereduksi kekeruhan greywater sehingga outlet yang dihasilkan menurun konsentrasinya. Persentase removal media zeolit lebih baik dibandingkan media pasir karena ukuruan butiran media pada zeolit lebih kecil sehingga memungkinkan untuk zeolit mereduksi kekeruhan lebih tinggi dari pada pasir. Nilai konsentrasi parameter kekeruhan dapat dilihat pada Tabel 4.4: Tabel 4.4 Konsentrasi Parameter Kekeruhan Media Zeolit. NO Ketebalan 18 cm Ketebalan 21 cm Ketebalan 15 cm Inlet Outlet Inlet Outlet Inlet Outlet Menit NTU sampel NTU NTU sampel NTU NTU sampel NTU 1 0 85 0 85.00 71 0 71.00 61 0 61.00 2 2 85 a 14.40 71 a 29.28 61 a 31.11 3 5 85 b 22.23 71 b 25.91 61 b 27.88 4 8 85 c 23.43 71 c 25.23 61 c 23.42 5 11 85 d 21.90 71 d 23.61 61 d 20.31

49 NO Ketebalan 18 cm Ketebalan 21 cm Ketebalan 15 cm Menit Inlet NTU sampel Outlet NTU Inlet NTU sampel Outlet NTU Inlet NTU sampel Outlet NTU 7 20 85 f 17.35 71 f 16.10 61 f 18.96 8 25 85 g 17.96 71 g 15.57 61 g 16.25 4.3 Filter Media Gabungan Pada penggabungan media filter ini dengan ketebalan masing masing media filter adalah 21 cm yang memiliki susunan di antara lain Pasir, Zeolit dan Karbon aktif. Penggabugan media yang dianggap terbaik akan dilakukan pengujian atau running kembali untuk melihat efektifitas media filter dengan parameter kekeruhan, TSS, COD, dan BOD. Berdasarkan analisa satatistik didapatkan media zeolit berpengaruh signifikan terhadap ketebalan medianya sedangkan pasir tidak signifikan. Hasil perhitungan statistik dapat dilihat pada Tabel 4.5: No Media Tabel 4.5 Analisis Statistik Media Pasir dan Zeolit Ketebalan (cm) t hitung t α 0,05 Kesimpulan 1 Pasir 15 dan 18 0.013521 1.895 tidak signifikan 15 dan 21-1.05991 1.895 tidak signifikan 18 dan 21-0.70126 1.895 tidak signifikan 2 Zeolit 15 dan 18-3.68645 1.895 Signifikan 15 dan 21-3.47958 1.895 Signifikan 18 dan 21-2.98807 1.895 Signifikan 4.3.1 Parameter Kekeruhan Pada media gabungan ini dilakukan penelitian dengan titik sampling pada bak pengumpul dan outlet dari RSF pada menit ke-5, ke-15, ke-25, dan menit ke- 35. Hasil pengujian parameter Kekeruhan pada masing-masing sampel dilihat pada gambar 4.5 dan removal dapat dilihat pada gambar 4.6 sebagai berikut :

50 Konsentrasi NTU 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 0 10 20 30 40 Media Gabungan baku kutu kekeruhan media pasir 21 cm media zeolit 21 cm Gambar 4.5 Grafik Outlet Kekeruhan Media Gabungan Removal Kekeruhan % 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 10 20 30 40 Media Gabungan media pasir media zeolit Gambar 4.6 Grafik Removal Kekeruhan Media Gabungan Pada Gambar 4.5 menunjukan grafik hasil pengujian parameter kekeruhan pada media. Dari grafik tersebut diketahui bahwa persebaran nilai kekeruhan cukup merata. Hal ini di tunjukan dengan nilai penurunan terhadap konsentrasi kekeruhan pada menit ke 5 adalah 9 NTU, menit ke-15 adalah 12.25 NTU, menit ke-25 adalah 12.89 NTU, menit ke-35 adalah 13.79 NTU. Didapatkan bahwa efisiensi menjadi meningkat dan lebih stabil pada setiap rentang waktunya. Kualitas air yang terolah dan removalnya juga cenderung lebih baik dapat dilihat pada Tabel 4.6:

51 Tabel 4.6 Perbandingan Hasil Pengolahan Media Filter NO PERBANDINGAN HASIL PENGOLAHAN Menit MG MP MZ SATUAN 1 0 88.00 60.00 71.00 NTU 2 5 9.39 27.26 25.91 NTU 3 15 12.25 29.90 21.14 NTU 4 25 12.89 10.75 15.57 NTU 5 35 12.79 Tidak ada Tidak ada NTU Keterangan : MG = Media Gabungan MP = Media Pasir MZ = Media Zeolit Tabel 4.7 Removal Hasil Pengolahan Media Filter NO REMOVAL MEDIA Menit MG MP MZ SATUAN 1 0 0.00 0.00 0.00 % 2 5 89.33 54.57 63.51 % 3 15 86.08 50.17 70.23 % 4 25 85.35 82.08 78.07 % 5 35 85.47 Tidak ada Tidak ada % Keterangan : MG = Media Gabungan MP = Media Pasir MZ = Media Zeolit 4.3.2 Parameter TSS (Total Suspended Solid) Pada media gabungan ini dilakukan penelitian dengan titik sampling pada bak pengumpul dan outlet dari RSF pada menit ke-5, ke-15, ke-25, dan menit ke- 35. Hasil pengujian dan removal parameter TSS pada masing-masing sampel dapat dilihat pada gambar 4.7 dan 4.8 sebagai berikut:

52 Konsentrasi (mg/l) 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 TSS 0 10 20 30 40 Waktu (Menit) TSS baku mutu Gambar 4.7 Grafik Outlet TSS Media Gabungan TSS Removal TSS % 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 10 20 30 40 Waktu (menit) TSS Gambar 4.8 Grafik Removal TSS Media Gabungan Pada Gambar 4.7 menunjukan grafik hasil pengujian parameter TSS pada media. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa persebaran nilai TSS cukup merata. Hal ini di tunjukan dengan nilai penurunan terhadap konsentrasi kekeruhan pada menit ke 5 adalah 50 mg/l, menit ke-15 adalah 48,3 mg/l, menit ke-25 adalah 49.9 mg/l, menit ke-35 adalah 49,5 mg/l. Kualitas air yang terolah juga cenderung lebih baik dapat dilihat pada Tabel 4.8:

53 Tabel 4.8 Outlet Parameter TSS Baku mutu Removal (%) No Menit Inlet Outlet Satuan 1 0 86,5 86,5 50,0 mg/l 0 2 5 86,5 50,0 50,0 mg/l 42,24 3 15 86,5 48,3 50,0 mg/l 44,16 4 25 86,5 49,9 50,0 mg/l 42,34 5 35 86,5 49,5 50,0 mg/l 42,80 Dapat dilihat pada Tabel 4.9 outlet dari rapid sand filter rata-rata cukup baik karena air yang terolah sudah memenuhi Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, kriteria mutu air kelas II standar baku mutu kekeruhan 50 mg/l. Rapid sand filter sudah cukup baik untuk mengolah TSS yang bersumber dari air bekas mandi dengan memenuhi baku mutu yang sudah di tetapkan. Penelitian ini juga tidak lepas dari teori yang di kemukakan oleh Masduqi (2002), mengatakan bahwa filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida yang membawanya menggunakan suatu media berpori atau bahan berpori untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan koloid. Diketahui bahwa terjadi penurunan konsentrasi dari air limbah bekas mandi yang dilalui oleh RSF tersebut. Pada pengujian awal dengan menggunakan RSF air yang terolah masih memiliki bau yang tidak sedap. Maka hal ini dudukung oleh Maryani (2014), mengatakan bahwa RSF ini kurang efektif untuk mengatasi bau dan rasa yang ada pada air yang disaring. 4.3.3 Parameter COD (Chemical Oxtgen Demand) Pada parameter COD didapatkan nilai absorbansi rata-rata dapat dilihat pada lampiran c table D3. Hasil pengujian parameter COD pada masing-masing sampel dilihat pada gambar 4.9 dan removal pada gambar 4.10 berikut:

54 mg/l 350 300 250 200 150 100 50 0 0 5 15 25 35 COD2 285 302.5 230 270 272.5 COD2 Gambar 4.9 Grafik Outlet COD Media Gabungan Removal (%) 25 20 15 10 5 0-5 -10 0 5 15 25 35 Removal 0-6.14 19.30 5.26 4.39 Removal Gambar 4.10 Removal COD Media Gabungan Pada grafik 4.9 menunjukan hasil pengujian parameter COD pada media. Dapat dilihat terjadi penurunan konsentrasi COD pada menit ke 5 adalah 302,5 mg/l, menit ke-15 adalah 230 mg/l,menit ke-25 adalah 270 mg/l, menit ke-35 adalah 272,5 mg/l. Dapat dilihat pada Gambar 4.9 outlet dari rapid sand filter rata-rata belum cukup baik karena air yang terolah belum memenuhi Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Kriteria mutu air kelas II standar baku mutu kekeruhan 25 mg/l. Rapid sand filter belum optimal untuk mengolah COD yang bersumber dari air bekas mandi.

55 4.3.4 Parameter BOD (Biochemical Oxtgen Demand) Pada media gabungan ini sampling pada bak pengumpul dan outlet dari RSF pada menit ke-5, ke-15, ke-25, dan menit ke-35. Hasil pengujian parameter BOD pada masing-masing sampel dilihat pada gambar 4.11 dan removal pada gambar 4.12 sebagai berikut: mg/l 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0 5 15 25 35 BOD 151.31 193.84 122.96 140.68 140.68 BOD Gambar 4.11 Grafik Outlet BOD Media Gabungan Removal (%) 30 20 10 0-10 -20-30 -40 0-28 0 5 15 25 35 Removal 0-28 19 7 7 19 7 7 Removal Gambar 4.12 Removal BOD Media Gabungan Pada Gambar 4.11 menunjukan grafik hasil pengujian parameter BOD pada media. Dapat dilihat terjadi penurunan konsentrasi BOD pada menit ke 5 adalah 193,84 mg/l, menit ke-15 adalah 122,96 mg/l, menit ke-25 adalah 140,68 mg/l, menit ke-35 adalah 140,68 mg/l.

56 Dapat dilihat pada Tabel 4.12, hasil outlet dari rapid sand filter rata-rata belum cukup baik karena air yang terolah belum memenuhi Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, kriteria mutu air kelas II standar baku mutu BOD 3 mg/l. Rapid sand filter belum cukup baik untuk mengolah BOD yang bersumber dari air bekas mandi karena Rapid sand filter belum optimal untuk mengolah BOD air bekas mandi karena tidak memenuhi baku mutu yang sudah di tetapkan. 4.4 Perbedaan Ketebalan Media Terhadap Kekeruhan Penurunan nilai kekeruhan dari media pasir dan zeolit pada menit ke-2 sejalan dengan hasil penelitian Selintung (2012). Dalam penelitan tersebut disebutkan bahwa penurunan konsentrasi yang terjadi efektif. Dengan rentang media sebanyak 2 cm. Ketebalan media yang digunakan diantara lain 610 mm, 630 mm, 650 mm, 670 mm, 690 mm, dan 710 mm. Perbadningan ketebalan media dapat dilihat pada Tabel 4.9: Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Uji Kekeruhan Dengan Perbedaan Ketebalan Media Ketebalan media Kekeruhan (NTU) Pasir 1 150 24,73 180 17,15 210 30,91 Zeolit 1 150 31,11 180 14,4 210 29,28 Pasir 2 610 67 630 25,76 650 16,29 670 22,08 690 27,07 710 29,7 Sumber : 1.Hasil penelitian, 2.Penelitian Selintung.

57 Dari data pada Tabel 4.9 terjadi penurunan yang tidak jauh berbeda pada setiap ketebalan media yang digunakan. Dapat disimpulkan bahwa dengan menambahkan interval ketebalan baik 2 cm maupun 3 cm masih belum memberikan hasil yang signifikan tetapi memberikan hasil yang efektif. Dalam bukunya Masduqi (2002), mengatakan bahwa jika kekeruhan pada inlet saringan pasir cepat 5-10 NTU maka efisiensi penurunan kekeruhannya dapat mencapai 90 % - 98 %, Sedangkan pada penelitian ini influen yang di masukan memiliki rentang anatara 60-85 NTU. Ketebalan bed dari suatu media juga memberi pengaruh terhadap hasil pengolahan, jika terlalu rendah maka flok yang ada pada bed filter akan ikut terbawa oleh aliran. Hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena semakin lama, flok yang terbentuk akan semakin banyak dan besar akibat tumbukan yang terjadi pada proses filter. Hal ini dikemukakan Kim (2006) dalam Harun (2014), filtrasi dipengaruhi oleh topologi ruang pori, sifat dari partikel yang terbawa, bentuk kekasaran permukaan konsentrasi dan lain lain. Kecepatan filter juga akan mempengaruhi kualitas air terolah. Dikemukakan Griswidia (2008), Kecepatan filtrasi akan mempengaruhi lama operasi filter, agar lama operasi saringan dapat diperpanjang diperlakukan tekanan pada permukaan lapisan media filter dengan menambah ketinggian air di atas lapisan media filter. 4.5 Identifikasi Hasil Outlet Parameter TSS, Kekeruhan, BOD dan COD Media Gabungan Untuk mengetahui performance filter maka perlu di identifikasi terlebih dahulu outlet yang di dapatkan. Hasil konsentrasi serentak dapat dilihat pada gambar 4.13:

58 COD2 BOD2 Kekeruhan TSS Konsenrasi 350 300 250 200 150 100 50 0 285 302.5 270 272.5 230 193.84 151.31 122.96 140.68 140.68 88.0 86.5 50.0 48.3 49.9 49.5 9.4 12.3 12.9 12.8 0 5 15 25 35 COD2 285 302.5 230 270 272.5 BOD2 151.31 193.84 122.96 140.68 140.68 Kekeruhan 88.0 9.4 12.3 12.9 12.8 TSS 86.5 50.0 48.3 49.9 49.5 Gambar 4.13 Konsentrasi TSS, Kekeruhan, COD dan BOD. Dapat dilihat pada Gambar 4.13 terjadi penurunan secara bersamaan pada parameter TSS dan Kekeruhan. Di samping itu filter mengalami beberapa pristiwa alami dengan adanya adsorpsi oleh media filter. Hal ini juga di kemukakan oleh Supradata (2005) mengatakan bahwa COD dan BOD terlarut dapat dihilangkan dengan proses gabungan kimia dan biologi melalui aktivitas mikroorganisme maupun tanaman. Keberadaan bahan organik dalam air limbah, dapat diekspresikan dengan besarnya konsentrasi BOD dan COD dalam air limbah. Supradata (2005) juga mengemukakan bahwa kecenderungan penurunan konsentrasi COD yang sejalan dengan konsentrasi BOD mengindikasikan bahwa bahan organik yang terkandung dalam air limbah sebagian besar merupakan bahan organik biodegradable (dapat terdegradasi secara biologis). Hal tersebut juga sejalan dengan Effendi (2003) mengatakan bahwa komposisi padatan yang terdapat dalam limbah domestik 70% merupakan bahan organik. Pada penelitian didapatkan penurunan konsentrasi secara bersaamaan pada COD dan BOD. Hal tersebut berarti menandakan bahwa kandungan organik yang ada pada greywater sebagian besar merupakan biodegradable. Hal tersebut yang menyebabkan unit rapid sand filter tidak dapat bekerja optimal. Masduqi (2012), menyatakan bahwa bahan organik dikelompokkan sebagai organik biodegradable dan

59 nonbiodegradeale. Penyisihan bahan organik biodegradable dilakukan dengan proses biologis yang memanfaatkan kemampuan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik. Penyisihan bahan organik nondegradable dapat dilakukan dengan adsorpsi menggunakan karbon aktif. Pada penelitian ini tetap terjadi penuruan walaupun sangat kecil yang mengindikasikan jumlah organik nondegradable nya. Penurunan TSS yang di tandai dengan turunnya kekeruhan juga sejalan dengan peurunan COD dan BOD. Berdasarkan keadaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa partikel partikel solid yang terdapat dalam air limbah sebagian besar terbentuk dari senyawa organik. Melihat dari hal tersebut Handayani (2013), menyatakan bahwa kualitas bekas mandi mengandung materi organik dari kotoran yang berasal dari kegiatan mandi. Materi materi pengotor dapat berupa sabun, rambut, dan kotoran kotoran badan. Dalam penelitian yang dilakukan di Universitas New Mexico materi pengotor dapat berupa Bacteria, rambut, air panas, bau, minyak dan lemak, kadar oksigen, sabun, suspended solid dan kekeruhan. Materi materi pengotor tersebut lah yang meyebabkan organik pada bekas air mandi cukup tinggi. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Hermann (2013), yang menyebutkan nilai COD greywater sebesar 240,9 mg/l. beban COD dalam greywater yang bersumber dari kamar mandi berasal dari, kotoran (debu), kulit, sabun, shampoo, dan pasta gigi. Kulit memberikan kontibusi terhadap COD, nitrogen dan phospat. Menurut Hermann (2013), konsentrasi yang lebih tinggi lagi didapatkan pada limbah greywater di tambah dengan limbah laundry. Didapatkan konsentrasi COD sebesar 421,3 mg/l. Tingginya COD pada limbah laundry dikarenakan beban COD yang cukup besar. Beban COD pada kegiatan mandi pada penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 4.10: Tabel 4.10 Beban COD Bahan Mass (g) COD load (g) Pasta gigi 0.5 0.26 Deodoran 0.25 0.06 Shampoo 5 2.65 Pelembab 3.75 1.56 Conditioner 3.75 0.86 Sabun 9.5 8.88 Total 22.75 14.27 Sumber ; Hermann, (2013)

60 Menurut Katukiza (2015), menyebutkan beban COD pada limbah laundry sebesar 67 g/hari dan limbah aktifitas mandi sebesar 27g/hari. Menurut dalahmeh (2013), beban COD limbah laundry sebesar 60 g/hari. Penggunaan peralatan mandi juga memberikan kontribusi terhadap konsentrasi COD. Pada saat pengujian COD dengan spektrofotometri terdapat endapan yang apabila terbaca akan menyabkan bertambahnya nilai absorbansi larutan. Dengan bertambahnya nilai absorbansi larutan maka konsentrasi COD dapat meningkat. Dalam penelitian ini juga di dapatkan nilai COD yang lebih tinggi dibandingkan dengan BOD, walaupun hubungannya sama dengan adanya penurunan, tetapi COD akan lebih tinggi dari BOD dikarenakan saat pengujian materi-materi atau senyawa yang teroksidasi akan lebih banyak di sebabkan partikel-partikel solid yang terbentuk oleh bahan organik dapat teroksidasi dalam uji COD. Hal tersebut sejalan dengan teori Fardiaz (1992) yang menyatakan Chemical Oxygen Demand biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari pada uji BOD. Karena bahan bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Dari hasil uji dapat dilihat pada parameter COD dan BOD terjadi kenaikan pada menit ke-5. Kenaikan konsentrasi dapat disebabkan karena saat diambil sampelnya filter masih pengalami pencucian. Karena pada filterbed memiliki tempat tergenangnya air saat melakukan pengambilan sampel. Volume yang paling bawah sebelum bibir pipa outlet adalah 4x10 3 m 3. Air tersebut tertinggal di dalam filterbed sehingga membuat outlet pada menit ke-5 menjadi naik. Akibat tertinggalnya air pada filterbed yang menyebabkan akumulasi peningkatan COD dan BOD saat melakukan pengujian. Pada menit ke-25 terjadi kenaikan kembali pada COD dan BOD. Hal tersebut bsa saja terjadi akibat masa jenuh dari media filter sehingga sudah tidak mampu mereduksi kandungan organik greywater. Pada proses ini karbon aktif digunakan untuk mengurangi kadar dari bahan-bahan organik terlarut yang ada dalam air. Disamping itu dengan adanya kontak karbon aktif, maka benda-benda partikel juga dapat ikut dihilangkan. Proses adsorpsi tersebut menyebabkan zat-zat substansi terlarut yang ada di air dapat terserap pada permukaan media karbon aktif. Diharapkan air yang keluar

61 dari proses tersebut telah memiliki kualitas yang baik. Selain keefektifan dalam mereduksi pencemar, kemudahan dalam penggunaan serta biaya yang relatif murah dalam perawatannya menjadikan karbon aktif sebagai salah satu alternatif teknologi yang digunakan dalam mengolah limbah (Chrisafitri, 2012). Kontaminan dalam air bekas mandi dapat terserap karena tarikan dari permukaan karbon aktif lebih kuat dibandingkan dengan daya kuat yang menahan di dalam larutan. Senyawa-senyawa yang mudah terserap karbon aktif umumnya memiliki nilai kelarutan yang lebih kecil dari karbon aktif. Kontaminan dapat masuk ke dalam pori karbon aktif dan terakumulasi didalamnya apabila, kontaminan terlarut di dalam air dan ukuran pori kontaminan lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pori karbon aktif (Juliandini, 2008).