BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pola Konsumsi Menurut Hoang yang dikutip oleh Aminah (2005) pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga) dalam memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologis, kebudayaan dan sosial. Pada saat bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan Air Susu Ibu (ASI) saja sudah cukup. Walaupun Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik, namun dengan bertambahnya umur, maka anak memerlukan makanan yang jenisnya berbeda-beda, mereka membutuhkan makanan lumat, lembik, sampai akhirnya makanan orang dewasa (Aminah, 2005). 2.1.1. Jenis Makanan Anak Umur 6 24 Bulan 1. Air Susu Ibu (ASI) ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang dilahirkannya, di mana komposisinya sesuai untuk pertumbuhan bayi yang biasanya berubah sesuai dengan kebutuhan setiap saat. Pemberian ASI secara Eksklusif berarti hanya diberikan ASI selama 6 bulan tanpa makan dan minum lainnya (Solihin, 1990).
2. Makanan Pendamping ASI Makanan Pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak di samping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes RI, 1992). ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi sebagian besar bayi sampai berumur 6 bulan. Oleh karena itu penting diberikan makanan pendamping (Muchtadi, 1994). Pola makan hendaknya sesuai dengan umurnya. Penggunaan bahan makanan juga harus seimbang dan terdiri atas zat-zat yang diperlukan anak, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Selain itu, ASI harus tetap diberikan selain makanan tambahan (Abbas, 1998) 2.1.2. Jumlah Makanan Anak Umur 6-24 Bulan Makanan yang ideal harus mengandung cukup bahan bakar (energi) dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sendiri akan tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus dalam jumlah yang cukup pula. Dengan cukup diartikan sesuai dengan keperluan sehari harinya (Solihin, 1990). 1. ASI hendaknya diberikan kapan saja setiap anak meminta, setidaknya sampai anak berusia 2 tahun. Setiap kali menyusui hendaknya dilaksanakan sampai anak benar benar puas. 2. Makanan lumat mulai diberikan pada waktu anak berusia sekitar 6 bulan sampai usia 9 bulan (mulai 1 piring dan seterusnya), secara bertahap makanan lumat diganti makanan lembik.
3. Makanan lembik diberikan menggantikan makanan lumat secara bertahap. Sehingga pada usia 9 bulan, 3-4 kali 1 piring sedang (± berisi : 1genggam lebih beras). Pada usia 1 tahun, anak mulai dilatih makan bersama keluarganya. 4. Makanan orang dewasa dalam bentuk makan bersama segenap anggota keluarga harus dilaksanakan pada usia satu tahun setengah ( sejak usia 1 tahun sudah mulai dilatih). Anak usia 2 tahun harus makan setengah dari jumlah yang dimakan orang dewasa. Hal ini disebabkan karena pada usia tersebut sedang tumbuh dengan pesat dan untuk itu dibutuhkan makanan yang banyak. Bila dalam waktu makan bersama jumlah tersebut belum tercapai, harus diberikan 2-3 kali makanan tersendiri (di luar waktu makan keluarga) untuk mencapai jumlah tersebut (Aminah, 2005). Pada saat inilah pemberian makan pada anak balita harus seimbang, sebab masa pertumbuhan diusia ini sangat pesat sehingga harus diperhatikan kecukupan gizinya terutama kecukupan protein untuk pertumbuhan panjang badannya. Bayi dan balita yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan harus mengonsumsi protein yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa (Winarno, 1992). 2.2. Protein Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena hubungannya dengan proses proses kehidupan. Semua hayat hidup sel berhubungan dengan zat gizi protein ( Sediaoetama, 1991).
Molekul protein tersusun dari sejumlah asam amino sebagai bahan dasar, di mana dalam molekul protein asam asam amino itu saling dihubungkan oleh suatu ikatan yang disebut ikatan peptida (-CONH-). Suatu molekul protein dapat terdiri atas 12 sampai 18 macam asam amino dan dapat pula mencapai jumlah ratusan dari tiap macam asam aminonya. Karena sifat molekul protein ditentukan oleh banyak dan jenis asam amino serta urutannya, maka terdapatlah beribu- ribu macam protein. Sifat- sifat suatu protein di tentukan oleh: (1) macam asam amino yang terdapat dalam molekul protein, (2) jumlah tiap macam asam amino itu, (3) susunan asam amino dalam tiap molekul protein (Sediaoetama, 1991). Menurut Lizati (2002) yang mengutip dari pendapat Soedarmo dan Sediaoetama tubuh manusia tidak sanggup memenuhi protein untuk membentuk jaringan tubuhnya sendiri sehingga diperlukan protein yang berasal dari makanan sehari-hari. Untuk membentuk protein jaringan diperlukan asam asam amino yang cukup jumlah dan macamnya dalam darah sesuai dengan jaringan yang dibentuk. Asam asam amino yang akan membentuk protein jaringan didapatkan dari bahan hasil metabolisme makanan yang diserap oleh tubuh, yang terdiri atas: lysine, isoleucine, threonine, methionine, valine, phenylalanine dan tryptophane. 2.2.1. Fungsi Protein Bagi Tubuh Tersedianya protein dalam tubuh, mencukupi atau tidaknya bagi keperluankeperluan yang harus dipenuhinya, sangat tergantung pada susunan (komposisi) bahan makanan yang dikonsumsi oleh seseorang setiap harinya.
Menurut Aminah (2005) yang mengutip dari Marsetyo dan Kartasapoetra fungsi protein di dalam tubuh yaitu: 1. Protein sebagai Zat Pembangun Maksud zat pembangun di sini adalah bahwa protein itu merupakan bahan pembentuk berbagai jaringan tubuh baru, di mana proses pembentukan jaringan baru selalu terjadi di dalam tubuh, antara lain: a. Pada masa pertumbuhan. Proses ini terjadi mulai lahir sampai menjadi dewasa muda. Dalam masa ini proses pembentukan jaringan terjadi secara besarbesaran. b. Dalam masa hamil. Di dalam tubuh wanita yang sedang hamil terjadi pembentukan jaringan jaringan baru janin yang sedang dikandungnya dan jaringan uri. Pembentukan jaringan baru pada waktu hamil terjadi lebih cepat mulai pertengahan kehamilan. c. Penggantian jaringan jaringan yang rusak dan dirombak. Pada waktu orang sakit keras atau pada berbagai penyakit menahun terlihat orang menjadi kurus disebabkan banyak jaringannya yang rusak. d. Waktu latihan latihan dan olah raga terjadi pula pembentukan jaringan baru, terutama jaringan otot 2. Protein sebagai Zat Pengatur Protein termasuk pula kedalam golongan zat pengatur, karena protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai bahan pembentuk zat zat yang mengatur berbagai proses tubuh.
3. Protein sebagai Pemberi Tenaga Para peneliti telah menemukan bahwa komposisi protein mengandung unsur karbon, dengan demikian maka jelas protein dapat berfungsi sebagai sumber energi pula. Dalam keadaan tersedianya karbohidrat tidak mencukupi, maka untuk menyediakan energi sejumlah karbon yang terkandung dalam protein akan dimanfaatkan seperlunya sehingga berlangsung pembakaran dan sejumlah protein lainnya digunakan memenuhi fungsi yang sebenarnya yaitu untuk pembentukan jaringan. 2.2.2. Bahan Makanan Sumber Protein Berdasarkan sumbernya, bahan makanan yang banyak mengandung protein dapat kita golongkan kedalam dua golongan, yaitu: 1. Bahan makanan sumber protein hewani, yaitu: daging, ayam, ikan, kerang, udang,telur dan susu sapi. 2. Bahan makanan sumber protein nabati, yaitu: kacang kedele, kacang ijo, kacang tanah,tahu, tempe, dan susu kedele. 3. Selain protein hewani dan nabati, dalam nasi, sayur dan ASI juga terdapat protein. Umumnya mutu sumber hewani lebih sempurna dibandingkan dengan sumber nabati karena komposisi asam amino esensial protein hewani lebih lengkap (Soedarmo dan Djaeni Sediaoetama, 1997). Begitu pula protein hewani diperlukan bagi pertumbuhan anak anak. Kelebihan sumber hewani dibandingkan sumber nabati adalah (Winarno, 1993):
a. Kadar kalsium dan fosfor pangan protein hewani lebih tinggi, terutama kalau mengandung tulang. b. Kadar vitamin B kompleks yang tinggi. c. Kadar vitamin B 12 yang hanya terdapat pada hasil hasil hewan dan pada bahan bahan makanan hewani, dan d. Kandungan asam asam amino metionin dan lisin lebih tinggi. Klasifikasi protein dapat pula dilakukan berdasarkan fungsi fisiologiknya, berhubungan dengan daya dukungnya bagi pertumbuhan badan dan bagi pemeliharaan jaringan. 1. Protein sempurna, bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan dan pemeliharaan jaringan. Jenis protein inilah yang diperlukan oleh anakanak (balita) yang sedang tumbuh pesat. 2. Protein setengah sempurna, bila sanggup mendukung pemeliharaan jaringan, tetapi tidak mendukung pertumbuhan badan. 3. Protein tidak sempurna, bila sama sekali tidak sanggup menyokong pertumbuhan badan, maupun pemeliharaan jaringan (Sediaoetama, 1991) Protein untuk bayi sebaiknya yang bermutu tinggi di mana semua asam amino yang perlu sekali tersedia dalam jumlah yang cukup, yaitu sembilan asam amino untuk bayi (Winarno, 1987). Intake gizi yang baik berperanan penting di dalam mencapai pertumbuhan badan yang optimal. Dan pertumbuhan badan yang optimal ini mencakup pula pertumbuhan otak yang sangat menentukan kecerdasan seseorang. karena itu usia balita ini sangat rawan terhadap kondisi-kondisi kurang gizi. Setelah anak berusia 2
tahun sebenarnya yang penting adalah aneka ragam makanan yang dikonsumsi secara cukup, maka anak anak dapat tumbuh secara baik (Anonim, 2007). Kecukupan gizi yang dianjurkan adalah banyaknya masing masing zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan untuk mencakup hampir semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, genetika, serta keadaan hamil dan menyusui (Karyadi, 1996) Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, Kekurangan Energi Protein (KEP) dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya konsentrasi belajar (Almatsier, 2003). Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998, angka kecukupan protein untuk anak baduta yaitu: Tabel 2.1. Angka Kecukupan Protein yang dianjurkan (per orang per hari) Kelompok Umur Tinggi Badan (cm) Protein (gr) 0-6 bl 60 12 7-12 bl 71 15 1-3 th 90 23 Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 1998 Namun, sekarang kecukupan protein untuk anak baduta berdasarkan angka kecukupan gizi tahun 2004 yaitu:
Tabel 2.2. Angka Kecukupan Protein yang dianjurkan (per orang per hari) Kelompok Umur Tinggi Badan (cm) Protein (gr) 0-6 bl 60 10 7-12 bl 71 16 1-3 th 90 25 Sumber : Angka Kecukupan Gizi 2004 bagi orang Indonesia 2.2.3. Kaitan Protein, Penyerapan Kalsium dan Pertumbuhan. Agar tercapai tumbuh kembang optimal pada anak, sangat diperlukan berbagai faktor dan gizi yang merupakan salah satu pendukung penting pertumbuhan anak. Kekurangan gizi seperti energi, protein, zat besi menyebabkan berbagai keterbatasan, antara lain pertumbuhan panjang badan yang mendatar, berat, dan tinggi badan menyimpang dari pertumbuhan normal dan lain-lain (Anonim, 2007). Pertumbuhan pada awal kehidupan membutuhkan protein dengan proporsi yang tepat. Pada periode pertumbuhan ini, kebutuhan akan protein lebih diperhitungkan pada tiap unit masukan energi dari pada unit pertumbuhan berat badan. Pada rasio spesifik dari protein dan energi dalam diet, besarnya konsumsi energi protein yang sesuai akan menjamin pertumbuhan balita. Protein yang dikonsumsi berasal dari berbagai bahan makanan seperti protein hewani dan protein nabati ( Rangkuti, 2001) Menurut penelitian Sediaoetama yang dikutip dari Rangkuti (2001) menunjukkan adanya hubungan bermakna antara konsumsi protein dengan status gizi balita di mana jika konsumsi protein meningkat maka status gizi akan lebih baik serta pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh menjadi sehat.
Menurut Hughes (2003) protein dan kalsium merupakan komponen penting untuk jaringan tulang. Dengan bobot, jaringan tulang mengandung 70% mineral, 8% air, dan 22% protein. Pertumbuhan panjang badan berkaitan dengan protein sebab asupan sumber protein berguna untuk pertumbuhan panjang badan balita. Hal ini dikuatkan dengan pertumbuhan tulang berasal dari faktor asupan kalsium dan juga zat besi. Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan perkembangan kerangka tubuh. Tulang mengalami pergantian dan suplai mineral yang cukup dari substrat asam amino yang sangat dibutuhkan untuk mendukung fase pembentukan pergantian tulang. Kalsium makanan dan protein menaikkan peran aktif dalam metabolisme tulang. Pertumbuhan fisik yang baik, tidak lepas dari kadar asupan kalsium yang diterima tubuh. Minimnya penyerapan kalsium dalam tubuh masyarakat Indonesia, disinyalir menyebabkan kondisi fisik bangsa yang jauh berbeda dengan bangsa lain. Hanya dengan memenuhi kadar kebutuhan kalsium tubuh perhari semenjak kecil, membuat kemungkinan perbaikan (Anonim, 2007). Protein memiliki efek positif terhadap keseimbangan kalsium dan massa tulang. Massa tulang bisa tergantung pada pemasukan kalsium sebagai tambahan untuk menyediakan lapisan lapisan untuk susunan tulang. Protein makanan merangsang produksi faktor pertumbuhan insulin I (IGF-1), faktor yang menaikkan pembentukan tulang. Protein juga menambah kehilangan kalsium air seni ( Hughes, 2003). Berdasarkan penelitian Hughes (2003) protein secara signifikan mengurangi penipisan tulang dan pemasukan kalsium yang cukup bisa membantu menaikkan efek
baik dari protein makanan. Kalsium makanan dan protein memainkan peran aktif dalam metabolisme tulang. Dari hasil penelitian Looker (2003) dalam studi jangka pendek menunujukkan bahwa protein menaikkan reabsorpsi tulang dan protein juga menaikkan penyerapan kalsium. Asam amino protein bisa mengaktifkan reseptor sensor kalsium di usus dan menambah produksi asam gastric yang bisa meningkatkan penyerapan kalsium dan kalsium mempunyai peranan aktif terhadap kesehatan tulang. Berdasarkan penelitian Hannan,dkk (2003) menemukan bahwa mengonsumsi lebih banyak protein (baik hewani maupun nabati) memiliki efek perubahan yang baik pada tulang leher dan tulang belakang serta protein makanan mengoptimalkan kesehatan tulang. Berdasarkan penelitian Kerstetter,dkk (2003) dari hasil uji hubungan antara pemasukan protein dan kalsium terhadap tulang pada 342 orang dewasa, ada interaksi yang signifikan di mana ada hubungan yang mempengaruhi antara protein dan ketebalan tulang pada seluruh tubuh, di mana protein makanan disesuaikan pada tingkat rendah, sedang, dan tinggi. Dalam 4 hari terlihat bahwa makanan berprotein tinggi meningkatkan penyerapan kalsium dan makanan berprotein rendah mengakibatkan pengurangan penyerapan kalsium. Bila terjadi dalam waktu lama akan terjadi pengurangan kerapatan tulang, kerapuhan tulang dan juga laju penyerapan tulang serta pembentukan tulang. Adapun sumber kalsium dan zat besi berasal dari protein. Sumber kalsium (Ca) yaitu susu, ikan, sarden, aneka ragam makanan laut lainnya, tahu, kacang merah, dan kacang kacangan (yang berprotein tinggi). Sedangkan Sumber zat besi yang
terbaik adalah dari daging merah, khususnya hati dan organ daging lainnya, telur, ikan, kerang, dan ayam (Zaviera, 2007). Selain itu, pangan hewani tidak hanya berperan dalam meningkatkan kecerdasan atau perkembangan anak, tetapi juga membuat tubuh anak lebih tinggi. Pangan hewani mengandung protein yang lebih berkualitas karena mudah digunakan tubuh dan memiliki komposisi asam amino yang lengkap. Pangan hewani mengandung berbagai zat gizi mineral yang tinggi dan mudah digunakan oleh tubuh, misalnya kalsium dan zat besi (Anonim, 2002). 2.3. Panjang Badan Anak Umur 6 24 Bulan Menurut Winarno yang dikutip dari Lizati (2002) gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Keadaan gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan pangan untuk dikonsumsi setiap hari guna memenuhi kebutuhan gizinya. Zat gizi diperlukan oleh tubuh adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral. Berbeda dengan kebutuhan hidup yang lain, kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya. Baik dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak buruk pada kesehatan tubuh dan menyebabkan status gizi di bawah normal disebut gizi kurang atau gizi buruk. Hal ini sering terjadi pada anak balita, di mana dapat terlihat bahwa pertambahan panjang badan pada anak balita yang tidak normal padahal pada usia tersebut pertumbuhannya sangat pesat sehingga asupan zat gizi harus cukup (Muhilal, 1993).
Menurut Lizati (2002) yang mengutip dari pendapat Suhardjo status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh 2 hal yaitu, makanan yang dimakan seorang anak banyak tergantung pada kandungan zat gizi makanan tersebut dan ada tidaknya pemberian makanan lain di luar keluarga dan kepercayaan ibu tentang makanan dan kesehatan, keadaan lingkungan serta sosial anak. Menurut Winarno yang dikutip oleh Syafleni (2004), zat gizi dan energi di butuhkan tidak saja untuk mempertahankan fungsi dan aktivitas tubuh, tetapi dibutuhkan juga untuk penyusunan jaringan tubuh. Besar kecilnya konsumsi pangan selama masa pertumbuhan awal, yaitu sewaktu sel sel berbagai alat tubuh sedang giat giatnya melakukan pembelahan, dapat mempengaruhi bahkan mengubah laju pembelahan sel tersebut. Akibatnya sel sel dapat tumbuh lebih sedikit atau lebih banyak dari pada yang diharapkan terjadi secara normal. Balita balita yang tidak mendapat gizi cukup baik, akan mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan terganggunya pembelahan sel otak. Dengan semakin bertambahnya usia maka pertambahan panjang badan pun akan semakin tinggi namun, hal ini tidak lepas dari asupan zat gizi (protein, kalsium) yang cukup sesuai dengan usia anak. Pada penelitian ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan indikator panjang badan menurut umur (PB/U). Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Menurut Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FKUI beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah :
1. Faktor genetis. Tidak semua orang mempunyai panjang/tinggi badan yang sama. Kemampuan untuk menjadi panjang atau pendek diturunkan menurut ketentuan tertentu, sehingga anak yang tinggi biasanya berasal dari orang tua yang tinggi pula. 2. Beberapa hormon yang mempengaruhi hormon pertumbuhan. a. Hormon pertumbuhan hipofise mempengaruhi pertumbuhan jumlah sel tulang. b. Hormon tiroid yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan tulang. c. Hormon kelamin pria di testis dan kelenjar suprarenalis. Wanita juga mempunyai kelenjar suprarenalis, merangsang pertumbuhan selama jangka waktu yang tidak lama. Di samping itu hormon tersebut juga merangsang kematangan tulang sehingga pada suatu waktu pertumbuhan berhenti. Hormon ini bekerja terutama pada pertumbuhan cepat selama masa akil baligh. 3. Penyakit akut dan kronis Penyakit akut yang berat dapat menghambat pertumbuhan anak, tapi bila hambatan yang terjadi tidak besar, maka kelambatan pertumbuhan tersebut masih dapat dikejar. Penyakit kronis juga akan menghambat pertumbuhan dan kelambatan pertumbuhan yang diakibatkannya lebih sukar dikejar. Selain faktor tersebut di atas terdapat pula faktor yang tidak langsung berpengaruh kepada tinggi badan yaitu faktor makanan dan keadaan sosial ekonomi. Penggunaan indeks PB/U memiliki kelebihan dan kelemahan
Kelebihan indeks PB/U: 1. Baik untuk melihat status gizi masa lalu. 2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa Kelemahan indeks PB/U: 1. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga di perlukan dua orang untuk melakukannya. 2. Ketepatan umur sulit didapat. 2.4.Kerangka Konsep Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Konsumsi protein pada anak umur 6-24 bulan -Jenis sumber protein -Jumlah dan Frekuensi konsumsi sumber protein Panjang badan anak umur 6-24 bulan Pola konsumsi protein anak umur 6-24 bulan yang meliputi jenis sumber protein, jumlah dan frekuensi konsumsi protein mempengaruhi panjang badan anak 6-24 bulan yang diukur dengan antropometri panjang badan menurut umur.