BAB I PENDAHULUAN. Galbreath (dalam Arnyana, 2006) mengemukakan bahwa pada abad

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari peranan dunia

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang. dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arum Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH METODE INKUIRI TERBIMBING PADA PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA DALAM PRAKTIKUM ANIMALIA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

BERPIKIR KREATIF SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

I. PENDAHULUAN. kehidupan. Setyawati (2013:1) menyatakan bahwa peningkatan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada proses belajar mengajar ada interkasi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru, dimana

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekedar penguasaan. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, dunia pendidikan sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap, nilai-nilai pembentukan dan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

I. PENDAHULUAN. jenjang pendidikan menengah, sehingga tanggung jawab para pendidik di

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ASEP MUNIR HIDAYAT, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip dasar pembelajaran IPA antara lain adalah prinsip keterlibatan, prinsip

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, Pelajaran Biologi termasuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam teknologi. Salah satu materi pokok yang terkait dengan kemampuan kimia

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

I. PENDAHULUAN. sekolah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini kurang mampu. mengembangkan kemampuan berfikir anak, karena keberhasilan proses

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

I. PENDAHULUAN. dibandingkan secara rutin sebagai mana dilakukan melalui TIMSS (the Trends in

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi sarana proses belajar-mengajar untuk mencapai hasil prestasi siswa

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditempuh oleh anak, anak juga dituntut untuk mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk pengalaman belajar siswa yang dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep pembelajaran. Guru sebagai tenaga pendidik profesional diharapkan mampu memilih dan menggunakan metode yang sesuai dengan materi pelajaran sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Galbreath (dalam Arnyana, 2006) mengemukakan bahwa pada abad pengetahuan, modal intelektual, khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) terutama berpikir kritis, merupakan kebutuhan sebagai tenaga kerja yang handal. Afcariono (2008) juga menyatakan bahwa kemampuan berpikir tinggi khususnya berpikir kritis sangat penting diajarkan di sekolah karena keterampilan ini sangat diperlukan oleh siswa untuk sukses dalam kehidupannya. Oleh karena itu, seorang ahli pendidikan, John Dewey, sejak awal mengharapkan agar siswa diajarkan kecakapan berpikir kritis (Johnson, 2002). Namun sampai saat ini, kecakapan berpikir kritis siswa belum ditangani secara sungguh-sungguh oleh para guru di sekolah sehingga siswa masih banyak yang kurang terampil menggunakan kemampuan berpikir kritis yang berdampak pada hasil belajar siswa rendah. Hal ini mendukung pernyataan Ariyati (2010) bahwa rendahnya kualitas pendidikan disebabkan karena rendahnya kemampuan berpikir 1

2 kritis siswa. Pada umumnya siswa diarahkan untuk menghafal dan menimbun informasi, sehingga siswa pintar secara teoritis tetapi miskin aplikasi. Akibatnya kemampuan berpikir kritis menjadi beku, bahkan menjadi susah untuk dikembangkan. Berdasarkan Data Kumpulan Nilai (DKN) yang diperoleh dari guru bidang studi IPA SMP Negeri 3 Perbaungan dapat disimpulkan hasil belajar siswa masih rendah dan terdapat beberapa siswa yang masih memperoleh nilai dibawah kriteria ketuntasasan minimum (KKM) kemudian dengan melakukan wawancara terhadap salah seorang guru bidang studi IPA di SMP Negeri 3 Perbaungan bahwa walaupun guru-guru IPA di sekolah tersebut telah berusaha menerapkan metode yang bervariasi seperti ceramah, diskusi, tanya jawab, bahkan kegiatan praktikum di laboratorium, tetapi keaktivan siswa di kelas masih kurang memadai. Hal ini ditandai dengan dengan minimnya aktivitas bertanya, menjawab, menanggapi dan mengemukakan pendapat, menalar, belum terbiasa belajar dengan diawali permasalahan-permasalahan dan menemukan sendiri apa yang mereka pelajari, sehingga kemampuan berpikir anak tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal akibatnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa masih jauh dari yang diharapkan. Kurangnya kemampuan berpikir kritis mengakibatkan siswa menjadi kurang dapat menggunakan metode belajar yang sesuai sehingga belajar hanya secara hafalan dan merasa bosan. Kurangnya kemampuan berpikir kritis juga berdampak pada pemikiran siswa yang kurang sistematis atau kurang runtut. Hal ini dapat menyebabkan siswa sulit dalam memahami konsep-konsep biologi yang abstrak, yang berakibat pada rendahnya hasil belajar biologi Pada PISA 2006, capaian sains untuk Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara dengan skor

3 393. Pada PISA 2009, menunjukkan skor Indonesia kembali turun menjadi 383 dan menduduki peringkat ke-60 dari 65 negara. Pencapaian siswa Indonesia masih banyak berada pada level kemampuan dasar belum sampai pada level kemampuan yang lebih tinggi. Hasil dari TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) IPA 2007, menyatakan bahwa Indonesia menduduki urutan ke-35 dari 49 negara, hasil PISA 2013 yang lebih memprihatinkan, indonesia menempati urutan dua terbawah dari 65 negara (Anonim, 2013). Memahami saling ketergantungan dalam ekosistem merupakan materi biologi yang membahas tentang makhluk hidup dan lingkungannya serta permasalahan yang muncul akibat dari pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pada materi ini diperlukan keaktivan siswa dalam belajar dan berusaha menganalisis permasalahan yanga ada dan mengatasi permasalahan tersebut. Siswa diharapkan dapat mencari dan menemukan konsep-konsep dalam ekosistem, serta dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Jadi dalam materi saling ketergantungan dalam ekosistem dibutuhkan kemampuan berpikir dan sikap siswa terhadap ekosistem, pencemaran dan kerusakan lingkungan serta permasalahannya. Agar dikelas menjadi efektif dan siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, saat ini para peneliti bidang pendidikan telah mengembangkan sejumlah teori belajar dan berbagai metode yang dinilai baik dalam mendukung suasana aktif di dalam kelas. Metode yang berpusat pada siswa (student centered) dianggap tepat sebagai solusi terhadap permasalahan untuk meningkatkan hasil belajar biologi dan kemampuan berpikir kritis. Salah satu metode yang berpusat pada siswa, yang mampu mengaktivkan siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan sendiri inti materi pelajaran,

4 membangkitkan diskusi, juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajarnya adalah metode inquiry, metode ini melatih siswa dalam memecahkan masalah, meningkatkan pemahaman terhadap sains, mengembangkan keterampilan belajar sains, dan literasi sains serta dapat melatih kecakapan berpikir siswa (Zion, 2007). Pembelajaran inkuiri merupakan suatu metode yang berpusat pada siswa, kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban atas pertanyaan- pertanyaan melalui suatu prosedur yang telah direncanakan secara jelas (Mustachifidoh, 2013). Aktivitas di laboratorium memiliki potensi untuk memberi peluang siswa belajar mengkonstruksi pengetahuan sainsnya sambil bekerja, tetapi siswa mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan konsep-konsep yang mereka pelajari dari guru dengan peristiwa-peristiwa yang mereka amati di laboratorium. Kesulitan- kesulitan tersebut disebabkan diantaranya oleh: (1) pemahaman yang kurang terhadap konsep-konsep yang mendasari percobaan, (2) ketidakmauan untuk menghubungkan hasil-hasil pengamatan dengan teori, dan (3) ketidakmauan mengaitkan konsep-konsep yang dimiliki dengan hasilhasil pengamatan di laboratorium (Mustachifidoh, 2013). dengan menggunakan metode inkuiri dapat membantu siswa untuk mengintegrasikan konsep-konsep yang telah mereka ketahui sebelumnya dengan peristiwa-peristiwa yang mereka amati di laboratorium. inkuiri juga dapat mengubah miskonsepsi yang dialami siswa menjadi konsep ilmiah. Belajar dengan menggunakan inkuiri ini diharapkan siswa menjadi lebih kreatif, inovatif, dan belajarnya menjadi lebih bermakna sehingga prestasi belajar biologi dapat ditingkatkan. Hal ini dikarenakan proses belajar inkuiri mengandung proses-proses mental yang

5 lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang percobaan, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, memiliki sifat-sifat objektik, jujur, hasrat ingin tahu,dan keterbukaan. Dampak positif yang lain dari penerapaninkuiri adalah: (1) berkurangnya miskonsepsi yang dibawa siswa sebelum pembelajaran, (2) peningkatan pada kemampuan siswa untuk mengintegrasikan konstruksi pengetahuannya di laboratorium dengan konstruksi pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari (Suastra, 2009). Siswa diharapkan dapat menumbuhkan motivasi dan memberi kesempatan banyak kepada siswa untuk mengambil peran sebagai ilmuwan, sehingga akan timbul kebanggan dan harga diri dengan mengetahui hasil pekerjaan, memahami tujuan yang harus dicapai, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar, melahirkan hasil belajar yang bermakna sehingga hasilnya akan bermakna bagi subjek belajar. Dengan kelebihan yang ada dalam inquiry, maka perlu diterapkan metode ini disekolah sebagai solusi agar siswa lebih diberdayakan dan aktif dalam aktivitas belajar sehingga dapat melatih kemampuan berpikir kritis yang diharapkan dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran dengan keterampilan proses sains juga sangat jarang dilaksanakan untuk sekolah menengah pertama sehingga menyebabkan tidak berkembangnya tingkat berpikir kritis siswa dalam pembelajaran biologi. Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya, keterampilan manual terlibat dalam penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau

6 perakitan alat, keterampilan sosial dimaksudkan bahwa dengan keterampilan proses siswa berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Rustaman, 2009). Bedasarkan fakta-fakta diatas, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh metode inquiry terhadap hasil belajar biologi, kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains di SMP Negeri 3 Perbaungan pada materi saling ketergantungan dalam ekosistem. 1.1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) guru masih jarang menerapkan metode yang mengaktivkan siswa; (2) dalam kelas bersifat teacher centered; guru lebih banyak memberi informasi dengan metode ceramah, diikuti oleh diskusi dan tanya jawab biasa. Hal ini menyebabkan potensi dan kemampuan diri siswa tidak berkembang secara baik, (3) siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran; (4) siswa tidak terbiasa belajar dengan diawali permasalahan-permasalahan dan membuktikan konsep sehingga kemampuan berpikir kritis siswa tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal ; (5) Keterampilan proses sains sangat jarang dilakukan guru IPA khususnya biologi; (6) siswa kurang menyukai prosesdi kelas karena suasana belajar yang menjenuhkan, sehingga minat dan motivasi belajar siswa rendah yang pada akhirnya hasil belajar biologi juga rendah dan (7) Belum adanya inovasi yang menerapkan strategiaktif Inquiry khususnya pada materi ekosistem.

7 1.2. Pembatasan Masalah Untuk memfokuskan masalah yang akan dibahas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Oleh karena itu, masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Metode pembelajaran dalam penelitian ini dibatasi dengan menggunakaninkuiri terbimbing (Guided Inquiry), inkuiri bebas termodifikasi (Modified Free Inquiry) dan metode tradisional. 2. Hasil belajar siswa dibatasi pada materi saling ketergantungan dalam ekosistem di kelas VII semester genap SMP Negeri 3 Perbaungan, pada ranah kognitif C1, C2, C3, C4 dan C5. 3. Kemampuan berpikir kritis dibatasi pada kemampuan pada sembilan aspek yang dikembangkan oleh Tsui (2002), dan penyusunan soal diadaptasi dari tes kemampuan berpikir kritis Cornell (1964). 4. Keterampilan Proses Sains dibatasi pada kemampuan mengamati, mengelompokkan, meramalkan, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menetapkan konsep dan berkomunikasi (Rustaman, 2007). 5. Subjek penelitian dibatasi pada siswa kelas VII SMP N 3 Perbaungan pada materi ekosistem. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :

8 1. Apakah terdapat pengaruh penggunaan metode inkuiri terbimbing (Guided Inkuiry), inkuiri bebas termodifikasi (Modified Free Inquiry) dan metode tradisional terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam mempelajari materi saling ketergantungan dalam ekosistem di SMP Negeri 3 Perbaungan? 2. Apakah terdapat pengaruh penggunaan metode inkuiri terbimbing (Guided Inkuiry), inkuiri bebas termodifikasi (Modified Free Inquiry) dan metode tradisional terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam mempelajari materi saling ketergantungan dalam ekosistem di SMP Negeri 3 Perbaungan? 3. Apakah terdapat pengaruh penggunaan metode inkuiri terbimbing (Guided Inkuiry), inkuiri bebas termodifikasi (Modified Free Inquiry) dan metode tradisional terhadap keterampilan proses sains siswa dalam mempelajari materi saling ketergantungan dalam ekosistem di SMP Negeri 3 Perbaungan? 1.4. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh penggunaan metode inkuiri terbimbing (Guided Inkuiry), inkuiri bebas termodifikasi (Modified Free Inquiry) dan metode tradisional terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam mempelajari materi saling ketergantungan dalam ekosistem di SMP Negeri 3 Perbaungan? 2. Pengaruh penggunaan metode inkuiri terbimbing (Guided Inkuiry), inkuiri bebas termodifikasi (Modified Free Inquiry) dan metode tradisional terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam mempelajari materi saling ketergantungan dalam ekosistem di SMP Negeri 3 Perbaungan?

9 3. Pengaruh penggunaan metode inkuiri terbimbing (Guided Inkuiry), inkuiri bebas termodifikasi (Modified Free Inquiry) dan metode tradisional terhadap keterampilan proses sains siswa dalam mempelajari materi saling ketergantungan dalam ekosistem di SMP Negeri 3 Perbaungan? 1.5. Manfaat Penelitian Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi guru dalam upaya merencanakan dan memilih metode pembelajaran pada materi IPA lainnya yang sesuai dengan kompetensi dan tujuan yang diharapkan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, serta bermanfaat juga bagi siswa agar dapat menumbuh kembangkan atau meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar IPA. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dan dapat dijadikan sebagai sebuah rujukan dalam meningkatkan kemampuan kompetensi dasar IPA siswa SMP.