BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Profil Responden Responden pada penelitian ini adalah karyawan baru yang telah mengikuti program orientasi karyawan baru. Lama bekerja sebagai karyawan baru berkisar antara 1-4 bulan dan berjumlah 14 orang (lebih detail dapat dilihat pada Tabel 4.1) Tabel 4.1 Lama bekerja responden Lama Bekerja Jumlah 1 bulan 4 orang 2 bulan 5 orang 3 bulan 3 orang 4 bulan 2 orang Total 14 orang Jenis kelamin responden sebanyak 7 wanita dan 7 pria, untuk usia berkisar antara 20 sampai 40 tahun. Untuk persentase usia dapat dilihat pada Gambar 4.1 2 1 6 20 25 tahun 26 30 tahun 31 35 tahun 36 40 tahun 5 Gambar 4.1 Persentase Usia Responden 34
IV.2 Tabel Hasil Pengambilan data dilakukan kepada responden sebulan setelah mereka mengikuti program orientasi karyawan baru. Hasil yang diperoleh berupa skor total dari kuesioner yang telah diisi dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Tabel Hasil: Skor Total Responden Kelompok Skor Total KE 82 KE 90 KE 98 KE 94 KE 103 KE 91 KE 99 KK 85 KK 88 KK 90 KK 91 KK 96 KK 108 KK 91 35
IV.3 Uji Perbedaan menggunakan independent sample t-test Tabel 4.3 Tabel Hasil: Uji Perbedaan menggunakan independent sample t-test Group Statistics kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Total KE 7 93.8571 6.96248 2.63157 KK 7 92.7143 7.52140 2.84282 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means Sig. (2- Mean Std. Error F Sig. t df tailed) Difference Difference Total Equal variances assumed Equal variances not assumed.000 1.000.295 12.773 1.14286 3.87386.295 11.929.773 1.14286 3.87386 IV.4 Analisis Hasil H a : Pemberian materi soft skill dalam program orientasi karyawan berperan terhadap self-efficacy karyawan baru H 0 : Pemberian materi soft skill dalam program orientasi karyawan baru tidak berperan terhadap self-efficacy karyawan baru Dalam penelitian ini digunakan level of significant (l.o.s) = 0.05, dengan degrees of freedom (df) = 12. Dari pengolahan data di atas tampak bahwa tidak terdapat perbedaan antara skor kelompok yang diberikan materi soft skill dalam 36
program orientasi karyawan baru (M=93.8, SD=6.9) dengan kelompok yang tidak diberikan materi soft skill dalam program orientasi karyawan baru (M=92.7, SD=7.5), t (12) = 0.295, p=0.773, tidak signifikan. Dengan demikian Ha ditolak dan H0 diterima, dimana pemberian materi soft skill dalam program orientasi karyawan baru tidak berperan terhadap self-efficacy karyawan baru. Selain hasil data berupa tabel di atas, hasil wawancara yang diperoleh dari para responden mengatakan bahwa secara umum orientasi karyawan baru yang mereka ikuti lebih mempengaruhi pengetahuan mereka mengenai budaya organisasi atau kebijakan/peraturan perusahaan. Sehingga dari wawancara sendiri dapat disimpulkan bahwa peran orientasi karyawan baru lebih berperan kepada pengetahuan atau knowledge karyawan baru mengenai suatu perusahaan. IV.5 Implikasi Hasil Penelitian Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa pemberian materi soft skill dalam program orientasi karyawan baru tidak berperan terhadap self-efficacy karyawan baru. Sehingga, implikasi dari hasil penelitian ini adalah pemberian materi soft skill pada program orientasi karyawan baru dinilai tidak berpengaruh signifikan terhadap self-efficacy karyawan baru. Kembali lagi dilihat berdasarkan teori yang ada, program orientasi karyawan merupakan salah satu bagian awal dari sosialisasi karyawan baru. Terdapat beberapa positive outcome yang diperoleh dari suatu program orientasi yang dilakukan secara tepat guna (Blanchard & Thacker, 2010). Tetapi Blanchard & 37
Thacker (2010) juga mengatakan sayangnya kebanyakan program orientasi dilaksanakan dengan tidak maksimal oleh suatu perusahaan. Selain itu juga, yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah mengenai topik atau content dari suatu program orientasi karyawan baru. Tentu saja program orientasi karyawan baru disusun sedemikian rupa untuk dapat mencapai objective atau tujuan dari program tersebut. Tujuan dari program orientasi karyawan baru tentu saja pada dasarnya sama dengan payung yang membawahinya yaitu sosialisasi. Tujuan dari proses sosialisasi sendiri, baik bagi perusahaan dan individu karyawan adalah agar adanya adjustment atau penyesuaian diri dari kedua belah pihak; kebutuhan individu dalam memperoleh informasi dan taktik organisasi dalam bersosialisasi (seperti yang terlihat pada Gambar 2.1) Tetapi kenyataannya bahwa pelaksanaan program orientasi yang dilakukan pada institusi pendidikan X tidak berhasil mencapai salah satu domain dari new comer adjustment yaitu self-efficacy, baik sebelum dan setelah diberikan perlakuan yaitu pemberian materi soft-skill yaitu tidak terdapat pengaruh atau perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang diberikan dan tidak diberikan materi soft-skill. Kemudian peneliti melakukan studi literatur mengenai penelitian seperti apakah yang dapat mempengaruhi self-efficacy pada karyawan baru sebagai pembanding dengan penelitian ini. Terdapat suatu penelitian pretest-posttest oleh Schwoerer et al. (2005) yang menyelidiki self-efficacy dalam suatu training intensif terhadap 558 karyawan baru, dimana intervensi training tersebut didesain untuk memperlengkapi partisipan menghadapi tantangan yang akan mereka hadapi dalam pekerjaan mereka. Komponen atau metode (materi) yang termasuk dalam training 38
tersebut sesuai dengan teori self-efficacy (Bandura, 1986) yaitu role play untuk menyediakan pengalaman keberhasilan (mastery experience), model performance (social modelling), coaching and encouragement (social persuasion), dan mengurangi ancaman atau penolakan emosional (physical and emotional states). Penelitian Schwoerer et al. (2005) dilakukan selama beberapa minggu yang panjang, serta sampai pada karyawan tersebut memasuki pekerjaan mereka. Hasil yang diperoleh membuktikan bahwa intervensi training tersebut mempengaruhi selfefficacy karyawan baru (terdapat perbedaan self-efficacy sebelum dan sesudah training). Schwoerer et al. (2005) juga menjelaskan implikasi penelitian mereka terhadap praktik HRD, yaitu dikatakan bahwa dengan hasil penelitian yang ada, training awal self-efficacy dan motivasi cenderung mempengaruhi hasil training yang signifikan terhadap karyawan baru terutama dalam proses belajar (learning process). Training awal atau training orientasi tersebut berpengaruh karena disitulah tempat para karyawan ketika memulai pekerjaan mereka. Berdasarkan hasil penelitian dari Schwoerer et al. (2005) dibandingkan dengan desain treatment atau perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yang apabila ditinjau dari aspek durasi waktu dan bentuk materi yang diberikan, maka dinilai belum cukup efektif untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap selfefficacy. Sehingga hipotesis yang diterima adalah tidak terdapat peran yang signifikan terhadap self-efficacy karyawan baru. Akan lebih ideal apabila desain atau metodologi penelitian disusun sebagai salah satu bentuk aplikasi training, seperti yang telah dilaksanakan oleh Schwoerer et al. (2005). Sesuai dengan apa yang terdapat dalam buku Effective Training oleh Blanchard & Thacker (2010), program 39
orientasi karyawan baru atau disebut dengan Onboarding telah dijadikan salah satu praktek training dari suatu perusahaan. Berbicara mengenai training tentu saja dalam merancang suatu training yang bersifat experiential learning tidaklah mudah dan terdiri dari beberapa tahap; Training Need Analysis, Desain Training, Development Training, Implementation dan Evaluation Training. Hal yang juga penting dalam suatu training adalah bagaimana training tersebut dapat mencapai learning objective yang terdiri dari 3 aspek: Knowledge, Skill dan Attitude. Oleh sebab itu, pelaksanaan orientasi karyawan baru akan dinilai efektif apabila telah memenuhi kriteria dari pelaksanaan training yang efektif. Apabila suatu program orientasi karyawan baru dijadikan suatu praktek training maka dari persepsi trainee yang menjadi kunci terjadinya transfer of training adalah dibutuhkannya transfer climate. Self-efficacy juga menjadi salah satu hal penting yang berkaitan dengan transfer of training tersebut (Sookhai & Budsworth, 2010) Artikel yang ditulis oleh Sookhai & Budsworth (2010), mengatakan bahwa terdapat penelitian dari 37 trainee dan dengan para supervisor yang dipilih secara random untuk menyediakan subordinate atau karyawan mereka (yaitu para trainee) kesempatan untuk menggunakan keterampilan yang telah mereka dapat dari training tersebut ke aplikasi pekerjaan mereka. Hasilnya adalah trainee dengan supervisor yang ikut berpartisipasi dalam intervensi mengalami transfer climate yang lebih baik dibanding dengan trainee yang memiliki supervisor yang tidak berpartisipasi. Dan juga dikatakan bahwa transfer climate yang terjadi menjadi suatu media yang menghubungkan self-efficacy dengan transfer of training (baca: program orientasi karyawan baru). 40
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi apabila melihat hasil penelitian ini, yaitu: 1. Dilihat dari pelaksanaan program orientasi karyawan baru yang telah dirancang oleh perusahaan selama satu hari dengan susunan acara (run down) acara yang juga telah ditetapkan, membuat durasi pemberian materi soft skill menjadi terbatas hanya selama kurang lebih 40 menit. 2. Dengan durasi pemberian materi soft skill (40 menit) tersebut maka berpengaruh terhadap content atau materi soft skill yang diberikan pun menjadi sangat terbatas. 3. Metode pemberian materi soft skill pun menjadi faktor yang ikut menentukan apakah materi tersebut dapat diterima oleh para peserta induksi. Dalam training, metode pemberian materi menjadi hal yang sangat penting, mengingat bahwa program orientasi karyawan baru yang efektif ialah program orientasi karyawan baru yang mengaplikasikan prinsip training di dalamnya. 4. Kegiatan setelah dilaksanakan induksi (post activity), yakni berkaitan dengan apakah terjadi transfer climate dalam lingkungan kerja karyawan baru dimana memungkinkan mereka untuk mempraktekkan apa yang telah mereka dapat selama induksi. Hal ini juga terkait dengan peran supervisor, penelitian ini tidak meneliti lebih jauh mengenai peran supervisor terhadap berhasilnya transfer climate yang memungkinkan berpengaruhnya terhadap self-efficacy karyawan baru. 41
5. Program perkembangan selanjutnya setelah karyawan baru mengikuti induksi atau dengan kata lain, induksi tidak cukup untuk dapat berperan dalam self-efficacy karyawan baru. Dibutuhkan tindakan selanjutnya (developmental program) seperti program coaching (proses yang menyediakan panduan dan instruksi secara detail (satu per satu/one-onone) untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kinerja kerja), mentoring (bentuk dari coaching dimana adanya perkembangan hubungan yang sedang berlangsung antara karyawan senior dan junior). 42