ANALISA PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL DI INDONESIA 1 Oleh : Edward T.L. Hadjon, SH, LL.M 2

dokumen-dokumen yang mirip
ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

MEMBANGUN PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Pembaruan Parpol Lewat UU

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

PENGANTAR MUSYAWARAH FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH.

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

SISTEM PRESIDENSIIL. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

BAB V PENUTUP. dirumuskan kesimpulan sebagaimana berikut: eksekutif dan legislatif hingga ancaman impeachment, maka dari itu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. Pendahuluan. Dalam Pembukaan UUD 1945 tersirat suatu makna bahwa Negara. Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtstaat)

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. pilkada itu dilaksanakan, berikut implikasi-implikasinya, juga bisa dijadikan

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

Jakarta, 12 Juli 2007

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni:

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

Selanjutnya perkenankanlah kami, Fraksi Partai GOLKAR DPR RI, menyampaikan pendapat akhir fraksi atas RUU tentang Partai Politik.

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

SISTEM POLITIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

Implication, the Application, the system of general election, direct election. By: Bustanuddin, S.H., LL.M. Abstrac

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

Transkripsi:

ANALISA PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL DI INDONESIA 1 Oleh : Edward T.L. Hadjon, SH, LL.M 2 (hadjonedward@gmail.com) I. PENDAHULUAN Sistem pemerintahan adalah hal penting untuk dimiliki oleh suatu negara. Sistem pemerintahan inilah yang meberikan kewenangan kepada pemerintah yang mana kewenangan tersebut diberikan oleh masyarakat kepada penguasa untuk diatur dan dijalankan. Ditegaskan oleh Kusnardi dalam bukunya, bahwa sistem pemerintahan adalah pembagaian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu, dalam rangka kepentingan rakyat. 3 Semakin tegas sistem pemerintahan yang dianut dalam suatu negara maka semakin tegas pula kepentingan rakyat yang terpenuhi. Dilema yang dihadapi pada Negara Republik Indonesia pada saat ini adalah ketidakjelasan sistem pemerintahan yang digunakan. Di satu sisi Pasal 4 UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Presiden Republik Indonesia, namun di lain pihak beberapa hal kewenangan Presiden dilemahkan melalui Amandemen pertama UUD 1945. Hal tersebut dilakukan semata-mata hanya untuk menghindari kekuasaan Presiden yang otoriter sebelum masa reformasi. Namun pertanyaannya apakah benar tujuan amandemen tersebut adalah menghindari kekuasaan otoriter? Nampaknya hal ini lah yang perlu ditegaskan, sebab kejelasan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh suatu negara akan membawa dampak besar terhadap pemenuhan kepentingan rakyat, yang mana dapat dihindarkan adanya tumpang tindih kekuasaan yang artinya dapat mengefisienkan tugas pemerintah itu sendiri. 1 Disampaikan pada acara focus group discussion kerjasama MPR RI dan Universitas Udayana Penegasan dan Penguatan Sistem Presidensiil di Denpasar, 21 Juli 2017. 2 Pengajar Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. 3 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h. 171.

II. RUMUSAN MASALAH 1) Berdasarkan praktik penyelenggaraan negara, bagaimanakah efektifitas implementasi sistem presidensiil dewasa ini? Bila dipandang belum efektif dan optimal, aspek manakah yang dipandang penting untuk dilakukan pembenahan terhadap sistem presidensiil? 2) Perlukah upaya penyederhanaan partai politik dan bagaimanakah konsekuensinya terhadap pembentukan fraksi di DPR? III. ANALISA Sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian penyelenggaraan pemerintahan eksekutif dalam hubungannya dengan legislatif. Sistem pemerintahan, secara garis besar dapat dibedakan kedalam tiga macam yaitu; sistem Presidensiil, sistem parlementer dan sistem campuran (campuran antar keduanya, bisa disebut dengan quasi presidensiil ataupun quasi parlementer). Dalam sistem pemerintahan presidensiil terdapat beberapa prinsip pokok sebagai berikut: 4 1. terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif; 2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja; 3. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala Negara atau sebaliknya, kepala Negara adalah sekaligus kepala pemerintahan; 4. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggungjawab kepadanya; 5. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya; 6. Presiden tidak dapat membubarkan ataupun memaksa parlemen; 4 Jimly Asshiddiqie, 2008, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, cetakan kedua PT Bhuana Ilmu Populer, Jakata, hlm.316.

7. jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem presidensil berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggung jawab pada konstitusi; 8. eksekutif bertanggungjawab langsung pada rakyat yang berdaulat; 9. kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat pada parlemen. Bila dilihat dari ciri utama yang tersebut di atas, ciri paling utama sistem presidensiil adalah presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Bentuk pemerintahan ini memungkinkan stabilitas eksekutif. Logikanya apabila eksekutif dipilih secara langsung maka ia memiliki basis pemilih sendiri, sehingga tidak tergantung pada badan legislatif. Dengan demikian presiden tidak mudah digulingkan oleh parlemen yang mungkin saja menguasai mayoritas parlemen. Namun demikian pemisahan secara tegas kekuasaan presiden (eksekutif) dengan kekuasaan legislatif sering menghalangi pelaksanaan program pemerintah. Khususnya jika parlemen tidak setuju dengan program pemerintah. Apabila parlemen dikuasai oleh oposisi maka besar kemungkinan pemerintah akan menjadi pemerintah minoritas. Situasi dimana partai menguasai hak eksekutif maupun legislatif juga mungkin terjadi. Dalam keadaan seperti ini jelas bahwa eksekutif sangat dominan, dominasi eksekutif bukan tanpa bahaya karena eksekutif dominan jika terancam kelangsungan pemerintahannya dapat mengubah sistem demokrasi menjadi nondemokrasi seperti di Philipina. 5 Terkait praktik penyelenggaraan Negara Republik Indonesia dilaksanakan sepenuhnya berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Selanjutnya disebut UUD 1945). Hal tersebut nampak jelas dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa Keadaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam melaksanakan kegiatannya, sistem yang dianut oleh Indonesia dikatakan jelas adalah sistem presidensiil. Pasca Reformasi, menurut beberapa pandangan, perubahan pertama UUD 1945 dikatakan mempertegas sistem presidensiil sebagai dasar penyelenggaraan negara. Namun penulis dalam posisi ini menolak, bahwa 5 Scott Mainwaring, Presidentialism, Multipartism, and Democracy:The Difficult Combination, Comparative Political Studies, 26 (1993), hlm. 198-222.

sejatinya sistem Presidensiil lebih diperlemah. Yakni terkait batasan masa jabatan Presiden 6, kemudian pasca perubahan, banyak memberikan pembatasan terhadap kekuasaan Presiden, baik dari segi fungsional maupun dari segi waktu atau periode. Terjadi pergeseran kekuasaan Presiden ke DPR seperti kekuasaan dalam pembentukan undang-undang walaupun dalam prosesnya melibatkan Presiden, serta ada kekuasaan Presiden yang dahulu bersifat mandiri saat ini sudah terkait dengan lembaga Negara lain. 7 Kekuatan murni Presiden hanya nampak dalam Pasal 15 UUD 1945 yaitu memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang. Jika demikian dikatakan oleh C.F. Strong jabatan eksekutif tersebut hanyalah sebagai nominal executive yang hanya berfungsi sebagai simbol dalam urusan-urusan yang bersifat seremonial belaka. Walaupun terlihat secara implisit dalam Pasal 12 UUD 1945 Presiden memiliki kewenangan murni untuk menentukan keadaan bahaya dan segala akibatnya dalam suatu undang-undang, namun dalam Pasal 22 UUD 1945, ketentuan bahaya tersebut harus mendapat persetujuan DPR, jika tidak dapat persetujuan maka ketentuan tersebut harus dicabut. Pertanyaannya adalah siapakah penanggung jawab keadaan darurat? Di Indonesia tanggung jawab keadaan darurat nasional berada di pundak Presiden. 8 Sungguh tidaklah logis jika beban tanggung jawab hanya berada pada Presiden selaku kepala negara, jika terjadi penyimpangan (walaupun dalam keadaan bahaya itu sendiri fungsi-fungsi pemerintahan dapat diselenggarakan secara menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam keadaan normal) maka Presidenlah yang bertanggung jawab? bukankah deklarasi keadaan bahaya juga harus mendapat persetujuan DPR? Hal ini menjadi ruang bebas bagi Parlemen untuk menggunakan Pasal 7A, 7B UUD 1945 apabila hanya Presiden yang bertanggung jawab terhadap keadaan bahaya. Selanjutnya meminjam prinsip pokok sistem presidensiil poin 5, dimana anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya. Secara tidak langsung kondisi multipartai di Indonesia menimbulkan kemungkinan adanya pelaggaran prinsip tersebut. Bukan tidak mungkin bahwa pembatu Presiden yaitu menterimenteri nya (salah satunya) bisa saja anggota dari partai yang menguasai Parlemen. Hal ini 6 Vide Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 7 Vide Pasal 11, Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 8 Jimly Asshiddiqie, op cit, hlm. 360

memang politis sekali, dalam artian Presiden tetap ingin mengontrol kekuasaannya di dalam parlemen. Bahaya terhadap situasi ini adalah bergesernya sistem pemerintahan demokrasi menjadi sistem pemerintahan non-demokrasi. Untuk itu sangat perlu adanya perampingan partai politik demi berfungsinya sistem pemerintahan yang melaksanakan kepentingan rakyat. Salah satu pilar demokrasi adalah pemilu, baik yang dilaksanakan oleh parpol melalui mekanisme demokrasi perwakilan (representative democracy) maupun yang dilaksanakan oleh pihak bukan parpol berdasarkan representasi substantif. Sistem pemilu yang harus digunakan untuk memilih anggota DPR dan DPRD serta model representasi politik yang hendak diterapkan adalah sejumlah aspek sistem perwakilan yang belum ditentukan dalam UUD 1945. Berikut ini adalah sejumlah indikator sistem perwakilan politik yang dimaksud: 9 a) Keseimbangan keterwakilan penduduk (DPR) dengan keterwakilan daerah (DPD) untuk mewujudkan keadilan sosial dan keadilan territorial, untuk memelihara integrasi nasional dan integrasi wilayah, kepentingan penduduk dan kepentingan wilayah harus diwadahi secara terpisah sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam proses pembuatan keputusan politik secara nasional. Oleh karena itu, DPR dibentuk mewakili kepentingan penduduk sedangkan DPD dibentuk mewakili kepentingan daerah provinsi. Alokasi kursi DPR kepada provinsi dan pembentukan daerah pemilihan dilakukan berdasarkan prinsip kesetaraan keterwakilan segenap penduduk (equal representation) berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Alokasi kursi DPD kepada provinsi dilakukan berdasarkan prinsip kesetaraan daerah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 22D ayat (2) UUD 1945, tetapi UUD 1945 perlu memberi kewenangan kepada DPD untuk ikut membuat sebagian undang-undang sehingga kepentingan daerah secara efektif terwakili dalam pembuatan keputusan politik secara nasional. b) Representasi politik secara kolektif melalui parpol untuk kepentingan bangsa lebih mengedepankan daripada representasi politik secara individual oleh kader parpol untuk kepentingan konstituen. Parpol tidak hanya sarana yang digunakan rakyat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga menjadi jembatan antara 9 http://safelawfirm.com/id/pemilu-serentak-dan-penguatan-sistem-presidensiil-di-indonesia/#_ftn1, diakses pada 17 Juli 2017

masyarakat dengan negara, tetapi juga menjadi peserta pemilu anggota DPR dan DPRD sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945. Oleh karena itu, kedua model representasi politik ini perlu diadopsi dan dilaksanakan, tetapi lebih mengedepankan parpol sebagai representasi kolektif atas kepentingan bangsa daripada representasi individual oleh kader parpol atas kepentingan konstituen. c) Keseimbangan jenis representasi substantif (ide, gagasan) dengan jenis representasi deskriptif (aspirasi dan kepentingan suatu kelompok masyarakat diwakili oleh seorang atau lebih dari kelompok tersebut), seperti keterwakilan perempuan secara memadai di lembaga perwakilan politik. Di atas kertas, representasi secara substansial dapat mengatasi representasi deskriptif. Akan tetapi, dalam kenyataannya permasalahan representasi politik tidak selalu sesederhana itu. Tidak hanya karena suatu kelompok masyarakat merasa diwakili kalau salah seorang dari mereka tampil mewakili kelompok masyarakat tersebut, tetapi juga karena dalam beberapa hal secara obyektif hanya orang yang berasal dari kelompok masyarakat itulah yang memiliki kemampuan merumuskan dan memperjuangkan kepentingan kelompok masyarakat tersebut. d) Keseimbangan inclusiveness (keterwakilan) berbagai unsur masyarakat (termasuk jumlah suara yang tidak terkonversi menjadi kursi sangat rendah) dengan akuntabilitas wakil rakyat kepada konstituen. e) Metode representasi trustee perlu dilaksanakan secara lebih menonjol daripada metode representasi mandat. Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan, dan karena itu wakil rakyat yang diperlukan tidak hanya yang memiliki kemampuan mendengarkan kehendak dan preferensi konstituen dan melakukan interaksi secara reguler, tetapi juga kemampuan mempertimbangkan kehendak dan preferensi konstituen dalam konteks kebijakan publik yang adil. f) Jumlah parpol/fraksi di DPR dan DPRD tidak terlalu banyak dan perbedaan perolehan kursi antarparpol/fraksi sangat signifikan sehingga koalisi dua atau tiga parpol tidak hanya mampu memenangi pemilu presiden dan wakil presiden, tetapi juga mayoritas kursi DPR. Koalisi dua atau tiga parpol yang kalah dalam pemilu nasional bertindak sebagai oposisi. Demikian pula di daerah, koalisi dua atau tiga parpol dapat memenangi pemilu kepala daerah dan mayoritas kursi DPRD, sedangkan koalisi dua atau tiga parpol yang kalah dalam pemilu lokal akan bertindak sebagai oposisi. Oleh karena itu, di satu

sisi pola interaksi yang muncul di DPR/DPRD akan berupa kompetisi antara koalisi parpol yang memerintah dengan koalisi yang menjadi oposisi. Namun pada sisi lain, masing-masing koalisi telah menyepakati visi, misi, dan program pembangunan bangsa secara nasional dan visi, misi, dan program pembangunan daerah secara lokal. g) Pengambilan keputusan di DPR, DPD, dan DPRD tidak hanya membuka kesempatan deliberasi yang cukup luas bagi para anggota setiap fraksi di bawah koordinasi fraksi, tetapi juga kesempatan luas bagi partisipasi publik, khususnya berbagai organisasi masyarakat sipil (nonelectoral representation) dalam proses pembuatan keputusan, untuk mendapatkan keputusan yang adil (dan fair judgment), proses pembuatan keputusan di setiap lembaga perwakilan rakyat harus menjamin kesempatan bagi proses deliberasi terbuka (musyawarah dengan hikmat kebijaksanaan) yang melibatkan para anggota dari semua fraksi. Proses pengambilan keputusan yang melibatkan publik juga harus dijamin tidak hanya karena dewasa ini terjadi kompetisi antara electoral representation atau formalistic representation (representasi oleh penyelenggara negara yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu) dengan jenis representasi baru yang bersifat informal, seperti LSM dan organisasi masyarakat sipil (non-electoral representation atau substantive representation), tetapi hal itu juga karena partisipasi politik warga negara (participatory democracy) dan representasi merupakan dua bentuk demokrasi yang saling melengkapi. Namun hanya mengandalkan pemilu menjadi demokratis lantaran diikuti oleh banyak partai agaknya tidak cukup buat mengembangkan proses demokratisasi. IV. KESIMPULAN Dalam tulisan ini, penulis berkesimpulan sebagai berikut ini, bahwasanya : 1) Mengembalikan kekuasaan Presiden yang bersifat mandiri khususnya kekuasaan Presiden sebagai real executive namun tetap terbatas dengan mengindahkan prinsip check and balances. 2) Perlu adanya perampingan partai politik sehingga tercipta pelaksanaan Pemerintahan yang efisien dan efektif.

BAHAN BACAAN Jimly Asshiddiqie, 2008, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, cetakan kedua PT Bhuana Ilmu Populer, Jakata 1 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h. 171. Scott Mainwaring, Presidentialism, Multipartism, and Democracy:The Difficult Combination, Comparative Political Studies, 26 (1993), hlm. 198-222. http://safelawfirm.com/id/pemilu-serentak-dan-penguatan-sistem-presidensiil-diindonesia/#_ftn1, diakses pada 17 Juli 2017 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.