KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM Alamat : Jalan Prof. Dr. H.R. Boenyamin No.708 Grendeng Purwokerto Telp/Fax : (0281) fh@unsoed.ac.id website : http: //fh.unsoed.ac.id ARTIKEL ILMIAH Judul : PERUBAHAN PEMILIHAN EKSEKUTIF (Suatu Studi Tentang Pemilihan Umum Presiden Secara Langsung Berdasarkan UUD 1945 Setelah Amandemen) Nama : SUTIYONO NIM : EIE Angkatan : 2008 Pembimbing I : Satrio Saptohadi, S.H. M.H. Pembimbing II : Tenang Haryanto, SH. MH. Program Studi : Ilmu Hukum Bagian : Hukum Tata Negara A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan amandemen UUD 1945 ditegaskan bahwa presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasal 6A UUD 1945 dalam hal ini menentukan: (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. (3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapat suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara pemilih dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap propinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah propinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. (4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden. (5) Tata cara pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dengan Undang-undang. Peraturan pelaksanaan dari ketentuan mengenai pemilihan umum eksekutif sebagaimana ditegaskan pada Pasal 6A UUD 1945 adalah UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

2 2 Berkaitan dengan pemilihan umum presiden secara langsung, Jimly Asshiddiqie berpendapat: Pemilihan umum presiden secara langsung oleh rakyat yang telah diadopsikan ke dalam rumusan UUD 1945 telah memberi landasan konstitusional yang kuat. Sesuai prinsip sistem pemerintahan presidentil, calon Presiden dan calon Wakil Presiden dipilih dalam satu paket, karena kedua jabatan ini dipandang sebagai satu kesatuan institusi kepresidenan. Tujuan pemilihan umum presiden secara langsung adalah untuk memilih pemimpin yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan, bagaimanakah pemilihan umum Presiden secara langsung berdasarkan UUD 1945 setelah amandemen? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemilihan umum Presiden secara langsung berdasarkan UUD 1945 setelah amandemen. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu hukum, khususnya Hukum Tata Negara.. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman tentang pemilihan umum perubahan pemilihan presiden secara langsung berdasarkan Undang-Undang Dasar E. Metode Penelitian 1. Metode pendekatan : Pendekatan perundang-undangan 2. Spesifikasi penelitian : Deskriptif 3. Sumber bahan hukum : Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder 4. Metode pengumpulan bahan hukum : Identifikasi kemudian inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan dan buku kepustakaan. 5. Analisis bahan hukum : Normatif kualitatif 1 Jimly Asshiddiqie Konsolidasi Naskah Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Perubahan Keempat. Pusat Studi HTN Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta. hal. 8

3 3 F. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai pencerminan dari pelaksanaan demokrasi langsung berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen diatur dalam Pasal 6A yang menentukan sebagai berikut: (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu. (3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. (4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung, dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilanti sebagai Presiden dan Wakil Presiden. (5) Tata cara pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang. Undang-undang yang dibentuk sebagai peraturan pelaksanaan Pasal 6A UUD 1945 tersebut adalah UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Berdasarkan UU No. 42 Tahun 2008 diantaranya mengatur tentang hal-hal sebagai berikut: a. Asas, Pelaksanaan, dan Lembaga Penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Asas pelaksanaan pemilu diatur pada Pasal 2. Pelaksanaan pemilu dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali di seluruh wilayah negara secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan, sebagaimana diatur pada Pasal 3. Penyelenggara pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pengawasan penyelenggaraan pemilu adalah Bawaslu, hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 4. b. Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dan Tata Cara Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden diatur pada Pasal 5 Pasal 6 mengatur tentang keharusan bagi pejabat yang dicalonkan sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

4 4 Pasal 8 selanjutnya menentukan tata cara penentuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 9 mengatur tentang partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengajukan pasangan calon adalah yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR. c. Pengusulan Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden dan Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Pendaftaran bakal pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden baik oleh partai politik maupun gabungan partai politik diatur pada Pasal 13. Pasal 14 mengatur tentang persyaratan pendaftaran bakal pasangan calon. Pasal 15 mengatur tentang persyaraan administratif yang harus diserahkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam mendaftarkan bakal Pasangan Calon ke KPU d. Hak Memilih Ketentuan mengenai hak memilih dari warga negara Indonesia diatur pada Pasal 27. Hak memilih dapat digunakan dalam pemilihan apabila hak tersebut telah terdaftar sebagai pemilih, sebagaimana diatur pada Pasal 28 e. Penyusunan Daftar Pemilih Pasal 29 mengatur tentang Pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara. f. Kampanye Pelaksanaan kampanye dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip jujur, terbuka,.dialogis serta bertanggung jawab, sebagaimana diatur pada Pasal 33. Pasal 35 lebih lanjut mengatur tentang pelaksana kampanye. Pasal 94 mengatur tentang dana kampanye pemilu Presiden dan Wakil Presiden merupakan tanggung jawab dari Pasangan Calon, yang dapat berasal dari Pasangan Calon, partai politik dan/atau gabungan partai politik, serta dari pihak lain. Pasal 95 lebih lanjut mengatur tentang dana kampanye yang berasal dari pihak lain. Jumlah nominal terbanyak dana kampanye baik yang berasal dari perseorangan maupun kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah dibatasi pada batas maksimal sebagaimana diatur pada Pasal 96. Pasal 97 lebih lanjut mengatur mengenai pemanfaatan, pembukuan dan pelaporan dana kampanye berupa uang serta sumbangan dalam bentuk barang dan/atau jasa. Pasangan Calon dilarang menerima dana kampanye dari pihak asing, penyumbang yang tidak benar dan tidak jelas identitasnya, hasil tindak pidana,

5 5 pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta pemerintah desa dan badan usaha milik desa. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 103 g. Pemungutan Suara Pasal 111 mengatur tentang Pemungutan suara yang dilakukan di TPS. Pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden paling lama 3 (tiga) bulan setelah pemilu legislatif diatur pada Pasal 112. Penghitungan suara dilakukan di TPS/TPSLN setelah pemungutan suara berakhir dan hanya dilakukan dan diselesaikan di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari pemungutan suara. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 132. Pelaksana penghitungan suara adalah KPPS/KPPSLN disaksikan oleh saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu, Pengawas Pemilu Luar Negeri, Pemantau Pemilu, dan masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 133. Pasal 137 mengatur tentang dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan penghitungan suara dapat dilaporkan oleh Pasangan Calon, saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu, dan masyarakat. Rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan oleh PPK diatur pada Pasal 141. Pasal 143 lebih lanjut menentukan tentang Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK. Rekapitulasi penghitungan suara di kabupaten/kota dilakukan oleh KPU kabupaten/kota Pasal 148 mengatur tentang rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU kabupaten/kota dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU. Rekapitulasi penghitungan suara di provinsi dilakukan oleh KPU provini, hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 150. Pasal 152 selanjutnya mengatur tentang Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU provinsi dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU. Rekapitulasi penghitungan suara secara nasional dilakukan oleh KPU, sebagaimana diatur pada Pasal 153. Pasal 154 lebih lanjut mengatur tentang kewajiban Bawaslu untuk menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan atau

6 6 kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara Pasangan Calon kepada KPU. Pasal 155 selanjutnya menegaskan tentang Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU. h. Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Pasal 158 menegaskan tentang penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan pengumuman hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh KPU dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh Pasangan Calon dan Bawaslu i. Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Ketentuan mengenai Pasangan Calon yang memenangkan pemilu dan ketentuan mengenai pemilihan putaran kedua, diatur pada Pasal 159. Pasal 160 lebih lanjut menentukan bahwa Pasangan Calon terpilih ditetapkan dalam sidang pleno KPU dan dituangkan dalam berita acara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. j. Pelantikan Pasangan Calon yang terpilih dalam pemilihan umum dan telah ditetapkan oleh KPU dalam sidang pleno, selanjutnya dilantik oleh MPR menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Pada Pasal 161 k. Penyelesaian Pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Laporan pelanggaran pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat disampaikan oleh warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, atau Pasangan calon/tim kampanye kepada Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. hal ini diatur pada Pasal 190. Pelanggaran pidana pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselesaikan melalui pengadilan dalam lingkup pengadilan umum diatur pada Pasal 195. Penyidikan atas dugaan tindak pidana pemilu dilakukan oleh Penyidik Kepolisian, sebagaimana diatur pada Pasal 196. Pasal 198 mengtatur tentang kewenangan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pengadilan Negeri. Pasal 199 lebih lanjut mengatur tentang putusan pengadilan atas dugaan tindak pidana pemilu. Masa waktu penyelesaian perkara tindak pidana

7 7 pemilu adalah paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil pemilu. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 200. Pasal 201 selanjutnya mengatur tentang pengajuan keberatan penetapah hasil pemilu hanya dapat diajukan oleh Pasangan Calon kepada Mahkamah Konstitusi. l. Ketentuan Pidana Ketentuan pidana pemilu dan sanksi yang dijatuhkan atas tindak pidana pemilu dimaksud, diatur pada Pasal 202. Pasal 203 lebih lanjut mengatur tentang ancaman pidana penjara dan denda. Kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan seseorang untuk menghalang-halangi orang lain agar terdaftar sebagai pemilih pidana sebagaimana ditentukan pada Pasal 204. Ketentuan pidana bagi anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam melaksanakan verifikasi kebenaran dan kelengkapan administrasi Pasangan Calon diatur pada Pasal 205. Masukan dari masyarakat dan Pasangan Calon mengenai Daftar Pemilih Sementara namun tidak ditanggapi anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS atau dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau tidak memperbaiki Daftar Pemilih Sementara, mendapatkan ancaman pidana sebagaimana diatur pada Pasal 206 Temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri tentang penyusunan dan pengumuman Daftar Pemilih Sementara, perbaikan Daftar Pemilih Sementara, penetapan Daftar Pemilih Tetap, yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, namun tidak ditindaklanjuti oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN, mendapatkan ancaman hukuman pidana sebagaimana diatur pada Pasal Pembahasan a. Sistem Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia Sebagai Wujud Demokrasi Perwakilan Sistem demokrasi yang ada di Indonesia salah satunya adalah yang berkaitan dengan partisipasi rakyat secara langsung dalam mekanisme pemerintahan. Dalam prosesnya, sistem kedaulatan rakyat ini diimplementasikan melalui sistem yang langsung (direct democracy) dan sistem perwakilan (indirect democracy/representative democracy). 2 2 Rosa Ristawati Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden Indonesia Dalam Kerangka Sistem Pemerintahan Presidensiil. Jurnal Konstitusi Volume II Nomor 1 Juni Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. hal. 13

8 8 Mekanisme ini terwujud dalam suatu sistem pemilu langsung yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 22E (2) UUD 1945 yang menegaskan sebagai berikut: Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sedangkan representative democracy diimplementasikan melalui DPR dan DPD. Representative democracy dimaknakan sebagai mekanisme perwakilan representation. 3 Proses pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia dipandang sebagai suatu proses yang berbeda dan dibedakan secara tegas dari proses pemilihan umum untuk mengisi keanggotaan lembaga perwakilan rakyat (DPR). Secara konsep pemilihan umum (general election) dan pemilihan presiden (presidential election) merupakan hal yang berbeda. Pemilihan presiden merupakan perwujudan dianutnya kedaulatan rakyat (demokrasi) untuk memilih pemimpin secara langsung (direct democracy), sementara itu, untuk pemilihan umum legislatif adalah sebuah mekanisme untuk memilih wakil-wakil rakyat sebagai perwujudan kedaulatan rakyat untuk mengendalikan dan mengawasi jalannya pemerintahan melalui sistem perwakilan (indirect democracy). Mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dalam jangka waktu yang pasti memberikan konsekuensi terhadap kedudukan lembaga eksekutif tersebut untuk tidak tergantung pada dinamika lembaga-lembaga negara yang lain. Hubungan ini juga memungkinkan terciptanya stabilitas kelembagaan yang berimplikasi terhadap kemungkinan tercapainya pemerintahan yang kuat dan stabil. Sementara itu makna presiden terpilih dalam jangka waktu yang pasti diharapkan mampu untuk melaksanakan kebijakan publik secara terencana dan responsif atau dengan kata lain secara efektif. 4 b. Mekanisme Pemilihan Presiden Menurut UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Sistem pemilihan umum dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, dasar hukumnya adalah Pasal 6A ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa: Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. 3 Ibid. hal Ibid. hal. 14.

9 9 Apabila tidak tercapai persentase yang dimaksud, Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 memberikan kemungkinan adanya pemilihan umum presiden putaran kedua, sebagai berikut: Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia dilakukan dengan mengadopsi prinsip demokrasi berdasarkan prinsip mayoritas absolut (absolute majority) dan mayoritas sederhana (simple majority). Prinsip mayoritas absolut diterapkan apabila telah diperoleh pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% yang kemudian akan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden. 5 Lebih lanjut hal ini diatur dalam pasal 159 ayat (1) UU No. 42 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa: Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. Ketentuan Pasal tersebut menyiratkan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden dapat diidentikkan sebagai absolute majority system. Dalam sebuah absolute majority system, maka disyaratkan adanya perolehan suara mayoritas melebih 50%. Ewin H. dalam kaitan ini berpendapat bahwa: Sistem pemilihan presiden pasca amandemen UUD 1945 tidak lagi ada campur tangan parlemen, bukan hanya melalui pemungutan pendapat pemilih secara langsung, melainkan juga dirancang dalam dua putaran (FPTP/first past the post in two round and direct presidential election). Sistem ini akan menghasilkan presiden yang kuat jika pada putaran pertama calon presiden dan wapres dapat meraih suara 50 % plus 1. Artinya, pilpres hanya diadakan satu kali putaran. 6 Terkait dengan pemilihan presiden dan wakil presiden pada putaran pertama tidak menghasilkan perolehan prosentase suara lebih dari 50%, maka ketentuan Pasal 159 ayat (2) sampai dengan ayat (4) UU No. 42 Tahun 2008 menentukan bahwa: 5 Hendra Nurtjahjo Filsafat Demokrasi. Pusat Studi Hukum Tata negara FHUI. Jakarta. hal Ewin H Presiden Dan Parlemen Dalam Hubungan Ketatanegaraan (Implikasi Pemilihan Presiden Secara Langsung). Diakses melalui pada tanggal 10 Mei 2012 tanpa halaman

10 10 (1) Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. (2) Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. (3) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, kedua Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. (4) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang. Pemilihan presiden secara langsung pada dasarnya akan memberikan legitimasi yang kuat pada kedudukan presiden. Pemilihan presiden dan wakil presiden dengan dua putaran dijalankan dengan tujuan pokoknya membangun dukungan luas bagi presiden, legislatif maupun masyarakat, sehingga legitimasi politik lebih kokoh dan stabilitas pemerintahan lebih terjamin. Paling tidak ada lima kelebihan dengan memakai sistem ini, menurut Notosusanto, sebagaimana dikutip oleh Ewin H., adalah: 1) Memiliki mandat dan legitmasi yang sangat kuat karena didukung oleh suara rakyat secara langsung; 2) Tidak perlu terikat pada konsensi partai-partai atau faksi-faksi politik yang telah memilihnya; 3) Lebih akuntabel dibandingkan sistem lain. Karena rakyat tidak harus menitipkan suaranya kepada legislatif atau electoral college secara sebagian atau sepenuhnya; 4) Check and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih seimbang; 5) Kriteria calon proses dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya. 7 c. Syarat Perolehan Kursi di DPR dan Perolehan Suara Nasional Pemilu Legislatif Dalam Pengusulan Calon Presiden dan Wakil Presiden Ketentuan dalam UU No. 42 Tahun 2008 mengenai persentase ambang batas partai politik dan gabungan partai politik dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden mengalami peningkatan persentase, yaitu sebanyak 5%. Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008, menentukan bahwa: Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 7 Ibid. tanpa halaman

11 11 Ketentuan persentase ambang batas perolehan kursi DPR 20% dan 25% suara sah nasional dalam pemilu legislatif 2009, membawa konsekuensi pengurangan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik dan gabungannya. Mekanisme koalisi partai politik dalam mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden lebih lanjut diatur dalam Pasal 10 UU No. 42 Tahun 2008, yang menentukan bahwa: (1) Penentuan calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik bersangkutan. (2) Partai Politik dapat melakukan kesepakatan dengan Partai Politik lain untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan Calon. (3) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka. (4) Calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden yang telah diusulkan dalam satu pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan lagi oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya. Koalisi partai merupakan kunci penting bagi proses Pemerintahan. Koalisi partai dalam pencalonan presiden dan wakil presiden diharapkan memberikan dampak yang baik bagi keberlangsungan pemerintahan yang akan dibentuk. Setidaknya ada tiga hal yang diharapkan dalam mekanisme koalisi partai politik dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu: 1) dengan koalisi partai politik diharapkan memberikan dampak bagi komposisi pemerintahan dan kebijakan; 2) dengan koalisi partai politik diharapkan memberikan implikasi normatif untuk sebuah bentuk pemerintahan yang berdasarkan sistem perwakilan; 3) bentuk koalisi partai merupakan sebuah bentuk yang sering ditemui negara-negara. 8 Koalisi dalam rangkaian pemilu presiden adalah akibat dari adanya unsur partai politik yang mengusung pasangan kandidat. Ewin H. berpendapat bahwa: Sistem multipartai yang dianut di Indonesia berimplikasi pada adanya koalisi partai-partai politik. Koalisi pemerintahan dapat dibagi tiga: koalisi pas-terbatas (minimal winning coalition), koalisi kekecilan (undersized coalition) dan koalisi kebesaran (oversized coalition). Koalisi pas-terbatas adalah koalisi yang mendapatkan dukungan mayoritas sederhana di parlemen. Jumlah partai yang berkoalisi dibatasi hanya untuk mencapai dukungan mayoritas sederhana. Koalisi kekecilan adalah koalisi yang tidak mendapatkan dukungan mayoritas sederhana di parlemen. Sedangkan, koalisi kebesaran adalah bentuk pemerintahan yang sebagian besar mengikutsertakan semua partai ke dalam kabinetnya. Koalisi 8 Rosa Ristawati Op. Cit. hal. 21

12 12 pemerintahan yang kekecilan memunculkan presiden yang sial, dan sering dimakzulkan. Sebaliknya, koalisi kebesaran telah menghasilkan pemerintahan yang terlalu gemuk dan sulit disatu-padukan. Karenanya, untuk menuju pemerintahan yang efektif, bentuk aliansi politik ke depan sebaiknya diupayakan menjadi koalisi pas-terbatas. Koalisi kekecilan mengarah pada kabinet yang miskin dukungan politik di parlemen; Koalisi kebesaran menuju kabinet yang terlalu gemuk dan lamban. Yang ideal adalah dibentuknya Koalisi pas-terbatas, susunan kabinet yang mengakomodasi kepentingan politik sekaligus tidak mengorbankan pertimbangan kapasitas dan profesionalitas, selain itu juga melahirkan interaksi yang konstruktif antara presiden dan parlemen. Koalisi dan kabinet kekecilan dihindari karena melahirkan relasi presiden dan parlemen yang destruktif; sama halnya koalisi dan kabinet yang kebesaran tidak menjadi pilihan karena menghadirkan hubungan presiden dan parlemen yang kolutif. Presiden minoritas, itulah produk yang dihasilkan dari sistem pilpres putaran kedua jika suara mutlak 50% plus satu. Hal ini merupakan implikasi konfigurasi politik (multi-partai dan fragmentasi) dalam sistem pemilihan umum. Presiden minoritas ini bukan karena pasangan calon presiden/wapres tersebut tidak dapat memperoleh banyak suara, melainkan ketika paket presiden/wapres yang dihasilkan melalui Pilpres Putaran Kedua harus berhadapan dengan mayoritas partai di DPR dari kubu non-presiden. Artinya, sangat dimungkinkan terjadinya koalisi partai-partai politik yang tidak memiliki basis suara yang mayoritas, sehingga terdapat pasangan minoritas menjadi presiden/wapres melalui Pilpres Putaran kedua. Kondisi semacam ini mengharuskan presiden terpilih memperhatikan kehendak parlemen karena kebijakannya (dan janji-janji Pemilu) diwujudkan melalui pengangkatan menteri dari salah satu partai, proses legislasi dan APBN. Implikasinya adalah praktek politik dagang sapi dan politik uang dalam pengambilan kebijakan yang kasat mata. Dampak berikutnya adalah ketegangan terus-menerus antara Presiden dan DPR, dua kekuasaan negara yang memiliki legitimasi yang kuat dan langsung dari rakyat. Namun, hal ini juga akan dapat memunculkan mekanisme cheks and balances antara kekuasaan presiden dan kekuasaan legislatif yang memungkinkan adanya kontrol dan keseimbangan antara kekuasaan presiden dan legislatif, sehingga akan terbangun konsep dan kultur oposisi dalam pemerintahan di Indonesia. 9 Persoalan koalisi partai politik ditujukan untuk pembentukan kekuatan politik pendukung presiden. Benni Inayatullah mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: Koalisi partai politik dalam rangka pembentukan kekuatan politik pendukung presiden, secara teoritik dapat dilanjutkan melalui cara formalisasi koalisi antara kekuatan-kekuatan pengusung presiden dan partai yang duduk di dalam legislatif. Selain hal ini juga akan mencegah polarisasi dan fragmentasi berlebihan di antara berbagai kekuatan yang ada, sehingga keberlanjutan koalisi antarpartai sebelum dan setelah pemilihan presiden merupakan suatu hal yang harus dijaga kesinambungannya. Koalisi partai tersebut dimaksudkan untuk membentuk sebuah pemerintahan yang kuat, mandiri dan stabil (bertahan lama) Ewin H Op. Cit. tanpa halaman 10 Benni Inayatullah Koalisi untuk Pemerintahan yang Kuat. Harian Jurnal Nasiona. Kamis 11 September hal. 60

13 13 d. Relevansi Penetapan Persentase Ambang Batas Suara Sah Nasional Pemilu Legislatif Terhadap Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 202 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD, dan DPD, menyebutkan bahwa: Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Ketentuan pasal tersebut banyak menimbulkan kontroversi terkait dengan adanya pembatasan. Menurut Benni Inayatullah: Persentase ambang batas minimal perolehan suara partai politik untuk duduk di DPR, selama ini dimaknai sebagai konsep parliamentary threshold. Menurut teori, ambang batas minimal dalam sebuah election system, disebut sebagai threshold yang sejatinya ditujukan untuk penyederhanaan jumlah partai politik peserta pemilihan umum. Ketentuan Pasal 202 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008 dipikirkan sebagai sebuah solusi untuk menciptakan sistem multi partai sederhana. Adanya penetapan persentase ambang batas 2,5% tersebut adalah juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya framentasi partai politik yang berujung pada ketidakstabilan pemerintahan hasil pemilu tersebut. 11 Apabila dikaji lebih lanjut, penetapan ambang batas suara perolehan partai politik untuk bisa duduk di kursi DPR tersebut, lebih tepat bila disebut sebagai legal thresholds, yaitu penetapan ambang batas dalam pemilihan umum yang dilakukan melalui undang-undang. Legal threshold juga dapat diidentifikasikan sebagai artificial atau formal threshold yang dimaknai sebagai minimum perolehan suara yang ditentukan melalui undang-undang. Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum Paragraf 7 UU No. 10 Tahun 2008 sebagai berikut: Ketentuan ambang batas perolehan partai suara sah nasional partai politik dalam pemilu legislatif ditujukan untuk memperkuat lembaga perwakilan rakyat melalui langkah mewujudkan sistem multipartai sederhana yang selanjutnya akan menguatkan pula sistem pemerintahan presidensiil sebagaimana dimaksudkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Umumnya, negara dengan sistem pemerintahan presidensiil, memiliki lebih dari dua partai politik, sistem multi partai dianggap sebagai sistem yang akan menyulitkan dalam negara demokrasi penganut sistem presidensiil. Untuk mengatasi hal tersebut, pemikiran sistem multipartai yang ada di Indonesia dipikirkan untuk mulai diubah ke dalam sebuah format multipartai sederhana, dalam Penjelasan UU No. 42 Tahun 2008 ditegaskan sebagai berikut: 11 Ibid. hal. 23

14 14 Dalam Undang-Undang ini penyelenggaraan Pemilu Presiden dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Di samping itu pengaturan terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam Undang-Undang ini juga dimaksudkan untuk menegaskan sistem presidensiil yang kuat dan efektif, dimana Presiden dan Wakil Presiden terpilih tidak hanya memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat, namun dalam rangka mewujudkan efektivitas pemerintahan juga diperlukan basis dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan Pasal 202 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008 mempunyai relevansi yang cukup kuat dalam sistem pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Dampak kuat yang dapat dilihat adalah semakin sulitnya pemenuhan persyaratan persentase ambang batas partai politik dan gabungan partai politik dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, mengingat menurut aturan dalam Pasal 202 ayat (1) tersebut, hanya partai politik yang mempunyai perolehan suara minimal 2,5% yang menduduki kursi DPR, sementara itu persentase ambang batas partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden adalah 20% yang menduduki kursi DPR, artinya, bahwa terdapat dua kemungkinan partai politik dan gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakilnya. Kemungkinan tersebut adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik tunggal yang telah mempunyai minimal 20% kursi di DPR dalam pemilu legislatif sebelumnya, atau dapat diajukan melalui mekanisme koalisi partai bagi partai politik yang telah memperoleh minimal 2,5% suara sah nasional untuk duduk di kursi DPR, gabungan partai atau koalisi tersebut harus mencapai minimal 20% jumlah kursi DPR. Sementara, untuk partai politik yang tidak memperoleh 2,5% suara sah nasional, yang artinya tidak mendapat kursi di DPR, masih dimungkinkan untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakilnya, dengan melalui sistem koalisi partai atau gabungan partai sehingga mencapai 25% syarat pengajuan pasangan calon presiden dan wakilnya. Koalisi partai dalam sistem presidensiil, biasanya dilakukan sebelum pemilihan umum. Terkadang hal tersebut tidak dilanjutkan dengan formalisasi koalisi menjadi sebuah gabungan partai-partai yang memerintah yang bersinergi. Hal ini dapat menimbulkan ketidakjelasan hubungan, hak, dan kewajiban antar-lembaga negara (legislatif dan eksekutif). Meskipun dalam pemerintahan presidensiil penyelenggaraan

15 15 pemerintahan adalah hak dari presiden, dalam kenyataanya ketidakpastian kekuatan pendukung presiden untuk memerintah menjadi tidak jelas. Sehingga sistem presidensiil yang efektif dan kokoh tergantung pula dengan adanya kesinergian dalam menyelesaikan masalah yang akan timbul dari personalisasi kepemimpinan eksekutif, partai politik dan koalisi partai politik serta hubungannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, serta hubungan kelembagaan. Sehubungan dengan masalah kecenderungan suatu personalisasi lembaga kepresidenan, perlu diciptakan hubungan kelembagaan secara detail yang memungkinkan munculnya lembaga kepresidenan yang kuat dengan dukungan partai politik dan koalisi partai politik. Melalui koalisi yang umumnya dilakukan sebelum pemilihan umum presiden dan wakil presiden itu berlangsung, diharapkan konsep hubungan lembaga eksekutiflegislatif dalam kerangka pembentukan dan pelaksanaan kebijakan publik untuk menerjemahkan aspirasi dan keinginan rakyat sebagai wujud dari demokrasi perwakilan, dapat terjalin sinergi. Suatu sistem pemerintahan yang kuat dan efektif, akan memberikan sebuah kondisi dimana aktivitas pemerintahan menjadi cepat dan tanggap, sehingga akan lebih cepat menerjemahkan keinginan rakyat menjadi kebijakan. Dalam hal ini pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang mewakili segenap rakyat Indonesia, dianggap sebagai awal terbentuknya awal pemerintahan mekanismenya harus dibuat dalam ukuran yang sangat selektif dalam konteks demokrasi. G. Penutup 1. Kesimpulan a. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen diatur dalam Pasal 6A dan sebagai peraturan pelaksanaannya diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. b. Pemilihan umum Presiden dilakukan secara langsung dan dalam satu paket dengan pemilihan Wakil Presiden. Pengajuan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diselenggarakan secara langsung dibatasi hanya dari partai politik atau gabungan partai politik. Terhadap pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan adanya syarat persentase ambang batas pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, yaitu 20% dari perolehan jumlah kursi di DPR dan 25% perolehan suara sah nasional partai politik dalam pemilu legislatif.

16 16 c. Mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan melalui sistem mayoritas absolut (absolute majority) dan mayoritas sederhana (simple majority). Prinsip mayoritas absolut diterapkan apabila telah diperoleh pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% yang kemudian akan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden. Sedangkan apabila tidak terpenuhi suara lebih dari 50% maka diterapkan mayoritas sederhana (simple majority) melalui putaran kedua atau dikenal juga dengan istilah first past the post election 2. Saran a. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden secara langsung berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen hendaknya dapat memberikan manfaat terhadap pertumbuhan demokrasi yang lebih berkualitas terutama terhadap akuntabilitas dan kredibiltas pejabat publik, dalam hal ini partai politik dapat lebih selektif dalam menentukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang hendak diajukan. b. Hendaknya perlu dipertimbangkan adanya calon independen seperti di Amerika Serikat.

17 17 DAFTAR PUSTAKA Buku Teks: Asshiddiqie, Jimly Konsolidasi Naskah Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Perubahan Keempat. Pusat Studi HTN Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta. Nurtjahjo, Hendra Filsafat Demokrasi. Pusat Studi Hukum Tata negara FHUI. Jakarta. Peraturan perundang-undangan: Undang-Undang Dasar 1945 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Karya Ilmiah/Jurnal/Harian Umum: Inayatullah, Benni Koalisi untuk Pemerintahan yang Kuat. Harian Jurnal Nasiona. Kamis 11 September Ristawati, Rosa Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden Indonesia Dalam Kerangka Sistem Pemerintahan Presidensiil. Jurnal Konstitusi Volume II Nomor 1 Juni Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta Website: H. Ewin Presiden Dan Parlemen Dalam Hubungan Ketatanegaraan (Implikasi Pemilihan Presiden Secara Langsung). Diakses melalui pada tanggal 10 Mei 2012

18 18 PERUBAHAN PEMILIHAN EKSEKUTIF (Suatu Studi Tentang Pemilihan Umum Presiden Secara Langsung Berdasarkan UUD 1945 Setelah Amandemen) ARTIKEL ILMIAH Oleh : SUTIYONO EIE KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM DAN PENGGANTIAN CALON TERPILIH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal...

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal... DAFTAR ISI Hal - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum... - BAB I Ketentuan Umum... 4 - BAB II Asas Penyelenggara Pemilu... 6 - BAB III Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH [LN 2008/51, TLN 4835] BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924]

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924] UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924] BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 202 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok

Lebih terperinci

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2015 BAWASLU. Pemilihan Umum. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2017 PEMERINTAHAN. Pemilihan Umum. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.117, 2012 POLITIK. PEMILU. DPR. DPD. DPRD. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.792, 2013 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pemberian Keterngan. Perselisihan Hasil Pemilu. MK. Bawaslu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memilih Presiden

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM I. UMUM Pemilihan Umum merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem Pemilihan Umum Indonesia yang

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF Susilo Imam Santosa I Ketut Suardita Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Constitutionally Indonesia adopted a presidential

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DIAN KARTIKASARI, KOALISI PEREMPUAN INDONESIA DISKUSI MEDIA PUSKAPOL, PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM KPU DAN BAWASLU, JAKARTA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik baik di pemerintah maupun di legislatif. Pelaksanaan pemilihan

Lebih terperinci

-2- BAB I KETENTUAN UMUM

-2- BAB I KETENTUAN UMUM -2- Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010; 5. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA

Lebih terperinci

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187); -2- Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM I. UMUM Pemilihan Umum merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PERGERAKAN KOTAK SUARA, REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA, DAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN KPU DALAM MENETAPKAN PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

BAB III KEWENANGAN KPU DALAM MENETAPKAN PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 50 BAB III KEWENANGAN KPU DALAM MENETAPKAN PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN A. Pengertian KPU Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelengara pemilu yang berifat nasional, tetap dan mandiri.

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at

Muchamad Ali Safa at Muchamad Ali Safa at FUNGSI DAN TUJUAN Fungsi: sarana perwujudan kedaulatan rakyat; Tujuan menghasilkan wakil rakyat (anggota DPR, DPD dan DPRD) yang aspiratif, berkualitas, dan bertanggung jawab ASAS

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 04/PMK/2004 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

-2- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010;

-2- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010; -- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 0 Tahun 00; 4. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang I. PEMOHON 1. Antonius Ratumakin, sebagai Pemohon I; 2. Budi Permono, sebagai Pemohon II; 3. Lili Hayanto, sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KETERANGAN DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM BAB 1 Pendahuluan SI L IHA N PEM UMUM MI KO I 2014 PEMILIHAN UMUM A. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan yang telah mengalami

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARPESERTA PEMILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

-2- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010;

-2- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010; -2- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 0 Tahun 200; 4. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum,

Lebih terperinci

No. Pasal Kualifikasi Delik Unsur Tindak Pidana Sanksi Setiap orang. kehilangan hak Menyebabkan orang lain

No. Pasal Kualifikasi Delik Unsur Tindak Pidana Sanksi Setiap orang. kehilangan hak Menyebabkan orang lain Lampiran 1 : Ketentuan Pidana Pemilu No. Pasal Kualifikasi Delik Unsur Tindak Pidana Sanksi 1 2 3 4 5 1. 261 Menyebabkan orang lain kehilangan hak Menyebabkan orang lain pilih kehilangan hak pilihnya 2.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 20142014 TENTANG PENGAWASAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN PEROLEHAN SUARA DAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung, umum, bebas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG \ Page 1 of 16 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG MEKANISME PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR,

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BAHAN UJI PUBLIK 12 MARET 2015 RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH, KOMISI

Lebih terperinci