BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kerasionalan penggunaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan menuju Indonesia sehat 2015 yang diadopsi dari

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB III METODE PENELITIAN. secara descriptive dengan metode cross sectional dan pengambilan data secara

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB IV METODE PENELITIAN

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013).

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan,

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2011 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Di berbagai negara khususnya negara berkembang, peranan antibiotik dalam

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO

Perbandingan Pemilihan Terapi Golongan Penisilin dan Sefalosporin sebagai Terapi Empiris Berdasarkan Usia dan Status Gizi pada Balita dengan Pneumonia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

Study of Antibiotic Use on Pneumonia Patient in Surakarta Referral Hospital

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. dengan diagnosis utama Congestive Heart Failure (CHF) yang menjalani

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. kuman Salmonella Typhi (Zulkoni, 2011). Demam tifoid banyak ditemukan. mendukung untuk hidup sehat (Nani dan Muzakir, 2014).

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien pneuomia anak di instalasi rawat inap RSUD Dr Moewardi Surakarta periode Januari - Desember 2014, berdasarkan tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan tepat lama pemberian. Data yang diambil meliputi data karakteristik pasien (jenis kelamin, umur dan kondisi pulang) serta data pengobatan pasien (terapi antibiotik, cara pemberian dan evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik). Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan (Sugiyono, 2008). Berdasarkan hasil pengumpulan data selama periode tersebut sebanyak 139 pasien dan diperoleh 62 pasien pneumonia anak yang dirawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi surakarta. Perolehan data tersebut sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian. Sedangkan untuk 77 pasien yang data rekam medisnya tidak diambil karena data tersebut kurang lengkap, pasien tidak memperoleh pengobatan antibiotik dan pasien pulang dalam keadaan meninggal. A. Karakteristik Pasien Pneumonia 1. Jenis Kelamin Penelitian terkait distribusi jenis kelamin pasien pneumonia anak dilakukan pada 62 pasien pneumonia anak di instalasi rawat inap RSUD Dr. 25

26 Moewardi Surakarta periode Januari Desember 2014. Hasil yang diperoleh dapat dilihat dalam Tabel II berikut : Tabel II. Karakteristik Pasien Pneumonia Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Pasien (n) Persentase (*) Laki Laki 32 51,61 Perempuan 30 48,39 Total 62 100 * Persentase dihitung dari jumlah jenis kelamin dibagi total pasien dikalikan 100 % Dapat diketahui pada Tabel 1, pasien anak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 pasien (51,61%) sedangkan pasien anak berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 pasien (48,39%). Penelitian sebelumnya di Medan melaporkan bahwa karakteristik pasien pneumonia berdasarkan jenis kelamin lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Hasil penelitian ini diperkuat dengan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa penderita pneumonia sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (Kemenkes, 2012). Pneumonia lebih sering terjadi pada anak laki-laki berusia kurang dari 6 tahun. Hal ini mungkin berkaitan dengan respon pada anak, karena secara biologis sistem pertahanan tubuh laki-laki dan perempuan berbeda. Organ paru pada perempuan memiliki daya hambat aliran udara yang lebih rendah dan daya hantar aliran udara yang lebih tinggi sehingga sirkulasi udara dalam rongga pernapasan lebih lancar dan paru terlindung dari infeksi patogen (Uekert dkk, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Sigalingging (2011), yang menunjukkan bahwa angka pneumonia yg terjadi pada balita berjenis kelamin

27 laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan, dimana perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor hormonal dan faktor keturunan. 2. Umur Penelitian ini mengenai distribusi umur pasien pneumonia anak di instalasi rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Januari Desember 2014. Distribusi umur pasien dibagi dalam 5 kelompok umur, yaitu kelompok umur bayi baru lahir (0-1 bulan), bayi/ infant (1-12 bulan), toddler (1-3 tahun), pra sekolah (3-5 tahun) dan usia sekolah (5-12 tahun) (Suharjono dkk, 2009). Hasil dapat dilihat pada Tabel III berikut: Klasifikasi Umur Bayi Baru Lahir (0-1 bulan) Tabel III. Karakteristik Pasien Pneumonia Berdasarkan Umur Jumlah Pasien (n) Persentase (%) Total Persentase Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan (*) 1 1 1,61 1,61 3,22 Bayi/ Infant (1-12 bulan) 21 21 33,87 33,87 67,74 Toddler (1-3 tahun) 8 6 12,90 9,86 22,58 Pra Sekolah (3-5 tahun) 2-3,23-3,23 Usia Sekolah (5-12 tahun) - 2-3,23 3,23 Jumlah Sampel 62 Jumlah Persentase 100 *Persentase dihitung dari jumlah rentang usia dibagi total pasien dikalikan 100 % Dari hasil yang didapatkan kelompok umur pasien (1-12 bulan) mendominasi dikarenakan sistem kekebalan imun pada anak usia tersebut belum sepenuhnya sempurna dan kontak dengan orang, makanan, lingkungan dalam waktu dan jumlah lebih banyak sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi yang salah satunya pneumonia (Lakhanpaul et al, 2004).

28 Data ini juga sesuai dengan data epidemiologi yang menyebutkan insiden pneumonia pada anak-anak berumur kurang dari 5 tahun lebih besar dari pada umur 5-12 tahun. Hasil penelitian ini diperkuat dengan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 yang menunjukkan pneumonia tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Anak dengan kelompok usia kurang dari lima tahun rentan mengalami pneumonia berat dengan gejala batuk dan sukar bernapas. Sistem kekebalan tubuh anak pada usia tersebut juga sangat rentan sehingga mudah terinfeksi oleh penyakit yang ditularkan melalui udara (Misnadiarly, 2008). 3. Kondisi Pulang Dalam hasil penelitian terkait kondisi pulang pasien pneumonia anak dapat dikelompokkan dalam 3 kondisi, yakni pasien yang pulang dalam kondisi sembuh, membaik dan pulang paksa. Hasil penelitian karakteristik kondisi pulang pasien pneumonia anak tersebut dapat dilihat pada Tabel IV berikut: Tabel IV. Karakteristik Pasien Pneumonia Berdasarkan Kondisi Pulang Kondisi Pulang Jumlah Pasien (n) Persentase (*) Sembuh 49 79,03 Membaik 12 19,36 Pulang Paksa 1 1,61 Total 62 100 * Persentase dihitung dari jumlah kondisi pulang pasien dibagi total pasien dikalikan 100 % Dari hasil diatas, sebanyak 49 pasien pulang dengan kondisi sembuh (79,03%), 12 pasien pulang dengan kondisi membaik (19,36%), dan 1 pasien pulang paksa (1,61%). Penyebab pasien pulang paksa bisa dikarenakan dari faktor keuangan dan faktor sosial, pasien meminta untuk melakukan perawatan jalan sehingga pengobatan masih tetap dilanjutkan.

29 Pasien pulang sembuh yaitu pasien yang dikatakan dalam kondisi kesehatan yang sudah sembuh oleh dokter dan diperbolehkan untuk pulang. Pasien pulang membaik yaitu pasien yang dikatakan dalam kondisi kesehatan yang membaik dan diperbolehkan untuk pulang. Sedangkan pasien pulang paksa yaitu pasien yang mendapatkan perawatan dan pengobatan yang dinyatakan belum sembuh oleh dokter, pulang atas kemauannya sendiri. 4. Data Pengobatan Dari 62 sampel pasien yang terdiagnosa pneumonia dan menjalani perawatan di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta diperoleh data pengobatan yang dapat dikelompokkan menjadi 13 kelompok. Terapi antibiotik yang diberikan terdiri dari pengobatan awal dan pengobatan lanjutan. Data hasil penelitian terkait terapi antibiotik yang diberikan pada pasien pneumonia anak dapat dilihat pada Tabel V berikut: Tabel V. Karakteristik Pasien Pneumonia Berdasarkan Data Pengobatan No Pengobatan Awal Pengobatan Jumlah Persentase Lanjutan Pasien (n) (*) 1 Ampisilin - 9 14,52 2 Gentamisin - 4 6,45 3 Kloramfenikol - 2 3,23 4 Sefotaksim - 3 4,84 5 Seftriakson 10 16,13 6 Ampisilin Gentamisin - 12 19,35 7 Ampisilin Kloramfenikol 13 20,97 8 Sefotaksim Gentamisin - 2 3,23 9 Seftriakson Gentamisin - 3 4,84 10 Amoksisillin Ampisilin Kloramfenikol 1 1,61 11 Ampisilin Gentamisin Seftriakson 1 1,61 12 Sefotaksim Gentamisin Seftriakson 1 1,61 13 Ampisilin Seftriakson 1 1,61 Total 62 100 * Persentase dihitung dari jumlah masing-masing obat dibagi total pasien dikalikan 100 %

30 Berdasarkan data diatas, mengenai terapi antibiotik yang diberikan pada pasien pneumonia anak di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Januari Desember 2014. Diketahui bahwa penggunaan kombinasi antibiotik Ampisilin dan Kloramfenikol pada pengobatan awal tanpa pengobatan lanjutan memiliki persentase tertinggi, yakni sebesar 20,97%, diikuti oleh kombinasi antibiotik Ampisilin dan Gentamisin dengan persentase 19,35%. Terapi antibiotik yang disertai dengan pengobatan lanjutan yaitu Ampisilin dengan Seftriakson, Amoksisilin dengan kombinasi antibiotik Ampisilin - Kloramfenikol serta kombinasi antibiotik yang disertai dengan pengobatan lanjutan yaitu Ampisilin Gentamisin dan Sefotaksim Gentamisin dengan Seftriakson memiliki persentase yang sama yaitu 1,61%. Pada pengobatan pasien pneumonia anak di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Januari Desember 2014 sudah dapat dikatakan sesuai jika dibandingkan dengan buku pedoman diagnosis dan terapi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Untuk kasus yang berat diberikan pengobatan golongan Sefalosporin sebagai pilihan, terutama bila penyebabnya belum diketahui. Sedangkan pada kasus yang ringan atau sedang dipilih golongan penisilin. Streptococcus dan Pneumococcus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup oleh Ampisilin, sedangkan hemofilus dapat dicakup oleh Ampisilin dan Kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotik lini pertama untuk kasus pneumonia anak tanpa komplikasi. Pada pasien pneumonia yang Community acquired, umumnya Ampisilin dan Kloramfenikol

31 masih sensitif. Pilihan lini kedua adalah obat golongan Sefalosporin (Pingkan et al, 2014). 5. Cara Pemberian Cara pemberian antibiotik pada pasien pneumonia anak yang dirawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dilakukan melalui intravena maupun peroral. Data hasil penelitian mengenai karakteristik cara pemberian antibiotik dapat dilihat pada Tabel VI sebagai berikut: Tabel VI. Karakteristik Pasien Pneumonia Berdasarkan Cara Pemberian Cara Pemberian Jumlah Persentase (*) Pengobatan Awal Pengobatan Lanjutan Pasien (n) Iv - 58 93,55 Po Iv 1 1,61 Iv Iv 3 4,84 Total 62 100 * Persentase dihitung dari total jumlah rentang usia dibagi total pasien dikalikan 100 % Dari hasil Tabel VI, pasien mendapatkan pengobatan secara intravena dari awal. Hal ini dikarenakan pasien dalam kondisi berat, pasien tidak dapat makan atau minum bahkan ada beberapa pasien yang mengalami muntah sehingga tidak mungkinkan diberi pengobata secara peroral. Pemberian antibiotik secara intravena direkomendasikan pada anakanak dengan pneumonia berat atau anak yang tidak bisa menerima antibiotik oral. Sedangkan pemberian antibiotik oral dilakukan pada pasien dengan kondisi yang cukup stabil, dapat makan atau minum dan tidak muntah (British, 2011). 6. Evaluasi Kerasionalan Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik dilakukan terhadap 62 data rekam medik pasien pneumonia anak yang dirawat inap di RSUD Dr,

32 Moewardi Surakarta periode Januari sampai Desember 2014. Evaluasi ini dilakukan dengan mengetahui kriteria kerasionalan antibiotik yang digunakan berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat lama pemberian. Dari data rekam medik yang diperoleh yaitu sebanyak 100 item antibiotik yang digunakan untuk 62 pasien tersebut. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut : Tabel VII. Karakteristik Pasien Pneumonia Berdasarkan Evaluasi Kerasionalan Kriteria Kerasionalan Jumlah Pengguna Antibiotik Persentase (*) Antibiotik Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tepat Indikasi 100-100 - Tepat Obat 100-100 - Tepat Dosis 100-100 - Tepat Lama Pemberian 100-100 - * Persentase dihitung dari jumlah masing-masing kriteria kerasionalan dibagi total pasien dikalikan 100 % Evaluasi dilakukan meliputi beberapa kriteria kerasionalan penggunaan antibiotik yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat lama pemberian. Evaluasi pengobatan dikatakan tepat indikasi adalah kesesuaian pemberian antibiotik dengan indikasi yang dilihat dari diagnosis utama yang tercantum dalam kartu Rekam Medis pasien. Misalnya antibiotik diindikasikan untuk infeksi bakteri, dengan demikian pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri Staphylococcus atau Streptococcus pneumoniae. (Depkes RI, 2006). Dari suhu tubuh pasien antara 36,5 0 C 38,5 0 C, dapat diketahui bahwa kebanyakan pasien terkena bakteri Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenza. Bakteri tersebut sulit tumbuh di bawah suhu 25 0 C dan juga sulit tumbuh di atas 41 0 C. Dalam penelitian sebelumnya penyebab

33 pneumonia terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophylus influenza, Influenza A dan B (Faisal, 2014). Pada penelitian ini antibiotik yang digunakan untuk terapi pneumonia berat diberikan pengobatan golongan Sefalosporin (Sefotaksim dan Seftriakson) sebagai pilihan, terutama bila penyebabnya belum diketahui. Sedangkan pada kasus yang ringan atau sedang dipilih Kloramfenikol, Amoksisilin, Ampisilin dan Gentamisin. Streptococcus dan Pneumococcus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup oleh Ampisilin, sedangkan Hemofilus dapat dicakup oleh Ampisilin dan Kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotik lini pertama untuk kasus pneumonia anak tanpa komplikasi. Sehingga ketepatan indikasi dalam penelitian ini dapat dikatakan memenuhi kriteria kerasionalan. Evaluasi pengobatan dikatakan tepat obat yaitu pemilihan obat yang aman dan sesuai untuk pasien, yang sesuai dengan pedoman diagnosis dan terapi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit (Depkes RI, 2006). Dalam pengobatan antibiotik pneumonia ada beberapa tingkatan penyakit yaitu pneumonia ringan, pneumonia sedang dan pneumonia berat. Dalam penelitian ini digunakan terapi antibiotik spektrum luas yaitu untuk terapi pneumonia ringan dan sedang digunakan antibiotik Amoksisilin, Ampisilin, Kloramfenikol dan Gentamisin, sedangkan untuk pneumonia berat digunakan antibiotik golongan Sefalosporin yaitu Seftriakson dan sefotaksim.

34 Sehingga evaluasi ketepatan obat pada penelitian pengobatan pasien pneumonia anak di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta sudah dapat dikatakan rasional. Tepat dosis yaitu pemberian obat dengan besarnya dosis dan lama pemberian yang disesuaikan dengan pedoman diagnosis dan terapi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentan terapi yang sempit misalnya theofilin akan sangat berisiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (Depkes RI, 2006). Sedangkan untuk evaluasi ketepatan dosis dalam penelitian ini dibandingkan dengan buku pedoman diagnosis dan terapi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dosis yang digunakan untuk pengobatan sudah sesuai, sehingga dapat dikatakan dalam evaluasi ketepatan dosis sudah memenuhi kriteria kerasionalan. Evaluasi tepat lama pemberian yaitu kesesuaian dalam pedoman diagnosis dan terapi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Lama pemberian antibiotik tergantung pada kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris, foto polos dada dan jenis kuman penyebab. Jika kuman penyebab adalah Staphylococcus, maka diperlukan pemberian terapi 6 8 minggu. Jika penyebab Haemophylus influenza atau Streptococcus pneumoniae pemberian terapi cukup 10-14 hari. Secara umum pengobatan antibiotik pneumonia diberikan 10 14 hari (British, 2011).

35 Data tentang terapi antibiotik pada pneumonia menunjukkan bahwa durasi tiga hari sudah cukup sehingga WHO merekomendasikan penggunaan antibiotik untuk tiga hari pada pneumonia ringan (Gulani dan Sachdev, 2009). Dalam penelitian ini untuk lama pemberian antibiotik pada pasien rawat inap pneumonia anak yaitu 1 hari hingga 29 hari. Terdapat pasien yang diberikan pengobatan antibiotik selama 1 hari, dimana pada pengobatan antibiotik itu sendiri biasanya digunakan untuk pengobatan minimal 3 hari. Hal ini dikarenakan pasien sudah dalam keadaan stabil dan dinyatakan sembuh oleh dokter serta diperbolehkan untuk pulang, tetapi pasien tersebut masih mendapatkan pengobatan jalan yaitu diberikan antibiotik Amoksisilin diminum selama 3 hari. Sehingga untuk evaluasi lama pemberian obat dapat dikatakan rasional. Hasil evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik pada Tabel VII menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik yang tepat indikasi sebanyak 100%, tepat obat sebanyak 100%, tepat dosis sebanyak 100% dan tepat lama pemberian sebanyak 100%. Sehingga dapat dikatakan evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk penderita pneumonia anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta memenuhi kriteria kerasionalan. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu berkaitan dengan kriteria kerasionalan berdasarkan tepat pasien. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini dilakukan dengan metode secara retrospektif, sehingga tidak melihat data keterkaitan dengan kondisi organ klinis pasien serta tentang bagaimana sensitivitas dan alergi pasien terhadap pemberian antibiotik.