BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Kebutuhan akan sumber energi merupakan kebutuhan hidup yang sangat mendasar dan tak pernah lepas dari perhatian utama di setiap negara. Selama satu dekade terakhir, pola konsumsi minyak dan lemak dunia sendiri mengalami peningkatan yang cukup berarti. Hal ini digambarkan dengan jumlah konsumsi di tahun 1995 yang hanya sebesar 92.588.000 ton, sedangkan pada tahun 2005 meningkat hingga mencapai 138.208.000 ton, atau mengalami peningkatan sebesar 49.3%. Rata-rata pertumbuhan konsumsi minyak dan lemak dunia itu sendiri mencapai 4.0% per tahun 1, di mana Cina merupakan negara yang mengalami rata-rata pertumbuhan tertinggi, yaitu 7.5% per tahun. Tren permintaan akan minyak dan lemak dunia yang terus meningkat ini tak lepas dari pengaruh pertumbuhan penduduk dunia yang positif, sekaligus diiringi dengan peningkatan pendapatan per kapita. Terlebih lagi, penelitian yang dilakukan oleh Gould, Cox, dan Paradi (1991) 2 dan Lordkipanidze, Epperson, dan Ames (1996) 3 menjelaskan bahwa konsumsi minyak dan lemak dunia tidak saja dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor sosioekonomi seperti selera konsumen dan gaya hidup masyarakat yang mulai memperhitungkan faktor kesehatan. Di sisi lain, kelapa sawit (Elaeis gueneensis, Jacq.) memiliki peran yang cukup strategis. Ia merupakan jenis tanaman perkebunan yang memiliki banyak kegunaan, sebab 1 Malaysian Palm Oil Board (Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2005), diolah. 2 B. W. Gould, T. L. Cox, dan F. Paradi. Demand for Food Fats and Oils: The Role og Demographic Variabels and Government Donations. American Journal of Agricultural Economics, 73, 1 (1991): 221-231. 3 Nazibrola Lordkipanidze, James E. Epperson and Glenn C.W. Ames. An Economic Ananlysis of Import Demand for Canola Oil in the United States (February 1996): 9-10. 1
dari daging buah dan inti sawitnya dapat dihasilkan minyak kelapa sawit atau yang biasa disebut sebagai CPO (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit atau PKO (Palm Kernel Oil). CPO sendiri merupakan sumber minyak nabati terbesar kedua yang diproduksi dunia setelah minyak kedelai (soybean oil). Minyak kelapa sawit atau CPO tidak saja dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pengolahan produk pangan seperti minyak goreng, margarin, ataupun pembuatan es krim. Lebih jauh lagi, produk turunan CPO dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kosmetik, seperti shampo, lotion, sabun, detergen, pelumas, dan bahkan pada industri farmasi. Di samping itu, saat ini CPO juga mulai banyak digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang menggantikan minyak bumi. CPO dapat diolah hingga menghasilkan biodiesel, yaitu bahan bakar mesin yang berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan ataupun lemak hewan. Konsumsi bahan bakar di dunia justru semakin meningkat di tengah menipisnya cadangan minyak bumi. Pengembangan sumber energi alternatif baru pun menjadi suatu tuntutan. Oleh karena itu, dalam hal ini keberadaan minyak kelapa sawit sangatlah penting, sebagai sumber energi alternatif yang dapat terus diperbaharui. Terlebih lagi, ekonomi dunia khususnya di kawasan Asia saat ini tengah berkembang dengan pesat. Cina, misalnya. Pertumbuhan ekonominya cukup tinggi dan bahkan menempati urutan kedua setelah Amerika Serikat untuk predikat negara dengan perekonomian terbesar 4. Untuk terus dapat memacu pertumbuhan, tentu dibutuhkan sumber daya energi yang tidak sedikit. Karenanya, dibutuhkan sumber energi alternatif selain minyak bumi, seperti CPO ini. Cina sendiri kini telah menjadi salah satu konsumen CPO terbesar dunia, di samping negara-negara Uni Eropa dan India. 4 www.cia.gov/cia/publications/factbook 2
Perhatian Uni Eropa yang begitu besar pada isu lingkungan khususnya kelangkaan minyak bumi, turut mendorong peningkatan permintaan akan CPO. Jerman misalnya, terus berupaya untuk melakukan pengembangan produk biodiesel sebagai bahan bakar alternatif dan berhasil menjadi produsen biodiesel terbesar dengan jumlah produksi lebih dari 1 juta ton per tahun 5. Selain berperan sebagai minyak nabati yang kadar kesehatannya pun cukup baik, manfaat CPO sebagai biodiesel inilah yang turut mendorong peningkatan jumlah permintaan CPO di pasar dunia. Sebagai negara yang memiliki keunggulan dalam bidang pertanian, khususnya dalam hal ketersediaan lahan yang subur dan jumlah tenaga kerja yang besar, Indonesia harus mampu melihat kondisi-kondisi di atas sebagai suatu peluang bisnis perdagangan (ekspor) yang cukup potensial. Saat ini, bersama Malaysia, Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus eksportir CPO terbesar dunia. Bahkan pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia dari tahun 1970 hingga 2004 lalu menunjukkan tren yang terus meningkat, hingga mencapai rata-rata 22.52% 6. Akan tetapi upaya pengolahan yang dilakukan belum terlihat maksimal, sehingga produktivitasnya pun masih kalah jika dibandingkan dengan Malaysia. Mengingat permintaan pasar dunia yang cukup besar dan potensi yang dimiliki Indonesia cukup menjanjikan, maka ekspor CPO Indonesia perlu lebih ditingkatkan. Untuk itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang turut berpengaruh pada jumlah ekspor CPO Indonesia. Di pasar internasional, keberadaan CPO sebagai sumber minyak nabati berkaitan erat dengan komoditas substitusinya yaitu minyak kedelai (soybean oil) dan minyak biji bunga matahari (sunflowerseed oil). Karenanya, fluktuasi harga pada salah satu komoditas ini 5 Kusmayanto Kadiman. Biodiesel sebagai Alternatif Energi Prospektif, Prediksi dan Rekomendasi: Revitalisasi Industri Kelapa Sawit sebagai Andalan Pertumbuhan Ekonomi Nasional 2010-2020, hal 116. 6 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang telah diolah kembali. 3
tentu akan sangat berpengaruh pada harga CPO di pasar internasional. Padahal di sisi lain, perubahan harga CPO itu sendiri berpengaruh pada jumlah permintaannya. Dalam hal ekspor, biasanya faktor ekonomi di suatu negara memberi pengaruh yang cukup signifikan. Faktor nilai tukar, misalnya. Ada pula faktor lain yang juga berpengaruh pada ekspor suatu negara, seperti kebijakan pedagangan. Pengusaha kelapa sawit Indonesia juga menghadapi disinsentif dari pemerintah dalam bentuk kebijakan pungutan ekspor. Mulanya kebijakan ini bertujuan untuk melindungi pasokan dan harga CPO beserta produk turunannya di pasar dalam negeri. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Susila et al. (2001) memperlihatkan bahwa dampak peningkatan pungutan ekspor efektif oleh pemerintah sebesar 1% pada periode 1994-1999 lalu menyebabkan ekspor CPO Indonesia menurun 6.2% per tahun 7. Dan itu berarti, Indonesia kehilangan kesempatan untuk mengekspor CPO lebih dari sebelas ribu ton per tahun. Harga minyak bumi yang terus tumbuh pun diperkirakan berpengaruh secara langsung terhadap permintaan impor CPO. Hal itu mengingat peran CPO sebagai sumber bahan bakar alternatif biodiesel yang mulai diminati dan dikembangkan oleh beberapa negara di dunia. Karenanya, jumlah ekspor CPO Indonesia pun kemungkinan dapat terpengaruh. 1.2.Perumusan Masalah Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, Indonesia sebenarnya memiliki potensi dalam meningkatkan ekspor CPO. Untuk itu, perlu dilakukan studi penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia, sehingga dapat diambil kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan berikut: 7 Wayan R. Susila, et al. Liberalisasi Perdagangan pada Komoditas Kopi dan Kelapa Sawit (2001): 39. 4
1. Bagaimanakah perkembangan situasi pasar dunia dari sisi permintaan dan penawaran untuk komoditas CPO ini? 2. Apakah faktor-faktor seperti pungutan ekspor, nilai tukar rupiah-dolar Amerika Serikat, dan harga CPO di pasar dunia memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia? 3. Sejauh mana perubahan harga minyak bumi dan harga komoditas substitusi CPO, seperti minyak kedelai (soybean oil) dan minyak biji bunga matahari (sunflower seed oil), mempengaruhi harga CPO di pasar dunia? 1.3. Tujuan Penelitan Secara garis besar, studi penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia. Untuk itu, diperlukan suatu analisa yang jelas mengenai: 1. Perkembangan situasi pasar dunia dari sisi permintaan dan penawaran untuk komoditas CPO. 2. Besar pengaruh pungutan ekspor, nilai tukar rupiah-dolar Amerika Serikat, dan harga CPO di pasar dunia dalam menentukan nilai ekspor CPO Indonesia. 3. Besar pengaruh harga minyak bumi dan komoditas substitusi CPO, seperti minyak kedelai (soybean oil) dan minyak biji bunga matahari (sunflowerseed oil), terhadap harga CPO itu sendiri di pasar dunia. 1.4. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian berupa studi literatur, pengolahan data sekunder, dan analisa hasil. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software komputer Econometric E-views.4. Dari sini diperoleh hasil penelitian yang kemudian 5
dibandingkan teori-teori dan penelitian serupa yang ada sebelumnya, sehingga didapatkan hasil dan kesimpulan dari studi ini. Model yang dianalisa merupakan model persamaan rekursif. Hasil identifikasi model merujuk metode Two Stages Least Squares (2SLS) sebagai teknik analisis data yang digunakan dalam studi penelitian ini. Masing-masing variabelnya menggunakan data dengan rentang waktu tertentu (time series), yaitu sejak bulan Januari 2001 hingga Desember 2006. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil publikasi ataupun data yang dikeluarkan langsung oleh pihak-pihak terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan RI, Food and Agricultural Organization (FAO), Bank Indonesia, Departemen Keuangan RI, Departemen Pertanian RI, serta sumber-sumber publikasi lainnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Studi ini menitikberatkan pembahasannya pada analisa kuantitatif mengenai pengaruh faktor-faktor determinan ekspor CPO Indonesia, yang meliputi nilai tukar rupiahdolar Amerika Serikat, pungutan ekspor dan harga CPO di pasar dunia. Sedangkan analisa deskriptif dititikberatkan pada perkembangan permintaan dan penawaran CPO yang terjadi di pasar dunia. Penggunaan data pada model penelitian ini terbatas pada harga dunia untuk komoditas CPO, minyak kedelai (soybean oil), minyak biji bunga matahari (sunflowerseed oil), dan minyak bumi (petroleum) antara Januari 2001 hingga Desember 2006. Data mengenai volume ekspor CPO, penerimaan pungutan ekspor dan nilai tukar rupiah-dolar Amerika Serikat juga menggunakan rentang waktu yang sama. 6
Pemilihan tahun 2001 hingga 2006 dilakukan mengingat pertumbuhan rata-rata ekspor CPO Indonesia yang terjadi pada rentang tahun tersebut cukup besar. Sehingga, perlu dilakukan analisa lebih lanjut mengenai faktor apa saja yang sekiranya menentukan besarnya ekspor CPO Indonesia saat itu. Di samping itu, dengan menggunakan rentang waktu terbaru diharapkan bahwa kondisi ekspor CPO Indonesia saat ini dapat tergambarkan dengan baik. 7