WAHYU PURWANTI B

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

INUNG ISMI SETYOWATI B

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM DAN VARIABEL PENDUKUNG LAINNYA PADA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang mampu. ekonomi menjadi target utama dalam pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N A S K A H P U B L I K A S I

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang rendah dan cenderung mengalami tekanan fiskal yang lebih kuat,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

Transkripsi:

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (Survei pada Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se eks Karesidenan Surakarta) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh : WAHYU PURWANTI B 200060089 FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintahan daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal.kebijakan terkait yang tertuang dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah efektif di berlakukan per Januari tahun 2001 (Undang-undang ini dalam perkembangannnya diperbarui dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004). Diberlakukannya Undang-undang ini memberikan peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangannya dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah. Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan di berbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan pelayanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentunya dapat terwujud apabila ada upaya serius (Pemerintah) dengan memberikan berbagai fasilitas pendukung (investasi). Konsekuensinya, Pemerintah perlu untuk memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal di satu sisi memberikan kewenangan 1

yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan Adi (2005) menunjukkan terjadi disparitas pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi antar daerah (kabupaten dan kota) dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal. Nanga (2005) mengindikasikan terjadinya ketimpangan fiskal antar daerah dan bisa jadi hal ini mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam penciptaan kemandirian daerah, Pemerintah Daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sector yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belaja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah. Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik. Pergeseran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk asset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah.

Dengan terpenuhinya fasilitas publik maka masyrakat merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan tingkat partisipasi publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah memberikan dana perimbangan dan salah satu komponen dana ini yang memberikan kontribusi tebesar adalah Dana Alokasi Umum (2005). Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk Pendapatan Asli Daerah (Adi, 2006). Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat ini. Namun demikian, dalam jangka panjang ketergantungan semacam ini harus menjadi semakin kecil. Berbagai investasi yang dilakukan pemerintah daerah diharapkan memberikan hasil positif yang tercermin dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun Pemerintah Pusat. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tidak akan memberikan arti apabila tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.

Pertumbuhan ekonomi sering diukur dengan menggunakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB/PDRB), namun demikian indikator ini dianggap tak selalu tepat dikarenakan tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya. Indikator lain yaitu pendapatan perkapita dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi ini. Indikator ini lebih komprohensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi dikarenakan lebih menekankan pada kemampuan daerah/negara untuk meningkatakan Produk Domestik Regional Bruto (PDB/PDRB) agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Indikator ini secara simultan menunjukkan apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan semakin cepatnya laju pertambahan penduduk. Dari uraian diatas maka judul yang penulis pilih adalah PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah penelitian diatas, akan timbul beberapa permasalahan yaitu : 1. Apakah Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal? 2. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal? 3. Apakah dana alokasi umum (DAU) berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. 2. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. 3. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

D. Pembatasan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi pada Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Adapun periode data yang dibutuhkan yaitu 5 tahun (2005-2009) dari 7 Kabupaten yaitu Surakarta, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Boyolali dan Sukoharjo. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi : 1. Bagi Penulis Penelitian ini berguna untuk penyusuan skripsi dan menambah khasanah pengetahuan serta membandingkan antara teori dengan praktek yang nyata. 2. Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat diganakan sebagai bahan masukan untuk saran-saran bagi evaluasi atas apa yang telah berjalan selama ini. 3. Bagi Dunia Akademik Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat enambah pengetahuan dan referensi bahan kajian dalam melakukan penelitian mengenai Akuntansi sektor publik terutama yang terkait dengan judul penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan Penulisan dari penelitian ini dibagi kedalam lima BAB yaitu : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka yang membahas mengenai konsep relevan yang mendukung dalam penelitian ini, antara lain : pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, belanja modal, tinjuan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang jenis penelitian, data dan sumber data, metode penelitian, sampel dan data penelitian, definisi operasi variabel, serta teknik analisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas tentang pengujian parsial, pengujian secara simultan serta pengujian ketepatan perkiraan model. BAB V PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran dari apa yang telah diuraikan ada pada bab-bab sebelumnya.