1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Populasi domba di Indonesia tahun 2016 mencapai 18.065.550 (Ditjennak dan Keswan, 2016), sedangkan populasi di Jawa Barat tahun 2016 mencapai 11.847.032 (Ditjennak, 2016). Jenis domba di Jawa Barat sangat beragam, salah satunya yaitu Domba Garut. Domba Garut merupakan salah satu rumpun domba lokal Indonesia, dan termasuk ternak ruminansia kecil yang mudah dikembangkan dan banyak dipelihara di Indonesia khususnya di Jawa Barat. Salah satu hal yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas domba adalah kualitas dari domba betina/indukannya. Domba Garut betina memiliki ciri-ciri tidak memiliki tanduk atau hanya terdapat tanduk kecil saat dewasa, ekornya pendek dan pangkalnya gemuk, bentuk telinganya ada yang panjang, pendek dan sedang yang terletak di belakang pangkal tanduk, bulunya berwarna putih, hitam, cokelat, atau kombinasi dari ketiga warna tersebut. Domba dengan umur 9-11 bulan termasuk pada masa pertumbuhan sehingga konsumsi ternak akan mempengaruhi kualitas ternak tersebut. Sampai saat ini peternakan rakyat untuk ternak domba lebih mendominasi dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaan tradisional. Masih banyak peternakan rakyat yang tidak memperhitungkan kebutuhan zat makanan serta asupan zat makanan yang dikonsumsi ternak, sehingga terjadi defisiensi dan penurunan
2 produktivitas ternak, oleh karena itu perlu pemberian jumlah pakan dan zat makanan pakan yang cukup dan berkualitas. Zat makanan dalam pakan terdiri atas air dan bahan kering, dalam bahan kering terdapat abu (bahan anorganik) dan bahan organik. Bahan organik terdiri atas protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Salah satu zat makanan dalam pakan yang berpengaruh dalam produktivitas ternak adalah protein kasar dan lemak kasar. Protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen yang terdiri atas asam amino berikatan (ikatan peptida), amida, amina dan semua bahan organik nitrogen. Protein berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan dinding sel, pembentukan jaringan tubuh, dan menjadi sumber tenaga nitrogen, selain itu protein merupakan penyusun molekul enzim dan bila protein tidak stabil, maka kerja enzim akan terganggu dan berujung pada fermentasi pakan dalam rumen yang tidak optimal. Sementara itu, lemak kasar adalah senyawa pakan yang terlarut dalam pelarut organik yang bermanfaat sebagai sumber tenaga untuk pertumbuhan dan produksi. Efisiensi penggunaan protein kasar dalam pembentukan jaringan tubuh dipengaruhi oleh ketersediaan energi pakan yang dikonsumsi dalam bentuk TDN (Total Digestible Nutrient). TDN merupakan jumlah zat makanan tercerna dalam pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kandungan TDN dalam pakan mencerminkan jumlah energi zat makanan ternak yang disetarakan dari energi karbohidrat yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Dalam sistem pencernaan ruminansia TDN dimanfaatkan oleh mikroba rumen sebagai sumber energi.
3 Rumen mengandung mikroba yang berperan dalam mendegradasi protein dan penyediaan energi bagi ternak serta fermentasi bahan pakan. Dilihat dari fungsinya mikroba rumen sangat penting bagi ternak ruminansia, oleh karena itu untuk mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme dalam rumen perlu adanya keseimbangan protein dan energi dalam pemberian/konsumsi ransum untuk memanipulasi lingkungan dalam rumen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba rumen tersebut. Keseimbangan protein dan energi penting karena berpengaruh terhadap dinamika fermentasi mikrobial dalam rumen, peningkatan produktivitas dan aktivitas mikroorganisme serta peningkatan sintesis protein mikroorganisme rumen. Pertumbuhan mikroba didukung oleh fermentasi substrat sedangkan fermentasi substrat dilakukan oleh perkembangan mikroba. Rendahnya efisiensi nitrogen disebabkan oleh rendahnya sumber energi yang dapat digunakan dengan cepat untuk pertumbuhan mikroba rumen. Dengan demikian keseimbangan protein dan energi berpengaruh terhadap kecernaan pakan diantaranya kecernaan protein kasar dan kecernaan lemak kasar. Nilai kecernaan protein kasar adalah persentase protein kasar ransum yang dikonsumsi yang tidak terdapat dalam feses, sedangkan nilai kecernaan lemak kasar adalah kandungan lemak kasar ransum yang dikonsumsi yang tidak terdapat dalam feses. Bila kecernaan protein kasar dan lemak kasar rendah maka akan terjadi penurunan produktivitas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh Berbagai Imbangan Protein dan TDN dalam Ransum terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Lemak Kasar Ransum Domba Garut Betina Umur 10-11 Bulan.
4 1. 2 Identifikasi Masalah 1. Adakah pengaruh imbangan protein dan TDN dalam ransum terhadap kecernaan PK (Protein Kasar) dan LK (Lemak Kasar) ransum. 2. Imbangan protein dan TDN berapakah yang paling tinggi pengaruhnya terhadap kecernaan PK dan LK ransum. 1. 3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh dari imbangan protein dan TDN terhadap kecernaan PK dan LK ransum. 2. Mengetahui imbangan protein dan TDN yang paling tinggi terhadap kecernaan PK dan LK ransum. 1. 4 Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah yang bermanfaat bagi masyarakat untuk menambah ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan patokan imbangan PK dan TDN dalam ransum domba untuk mengetahui kecernaan PK dan LK ransum tertinggi. 1. 5 Kerangka Pemikiran Pakan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi produktivitas ternak. Bahan pakan yang baik akan lebih mudah dicerna sehingga dapat memasok kebutuhan zat makanan dengan baik (Ensminger, 1991 dan Tillman, dkk., 2005).
5 Kualitas dan kuantitas pakan yang tidak mencukupi kebutuhan akan menyebabkan produktivitas ternak menjadi rendah. Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh tubuh ternak yang dinyatakan dalam persen bahan kering (Anggorodi, 1995). Kecernaan zat makanan dipengaruhi oleh komposisi pakan, formulasi ransum, teknik pengolahan pakan, suplementasi enzim, jenis ternak, dan tingkat konsumsi ternak. Salah satunya yaitu kandungan protein kasar dan lemak kasar dalam ransum. Tinggi rendahnya kecernaan protein bergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Tillman, dkk., 2005). Peningkatan kadar protein kasar dalam pakan akan meningkatkan laju perkembangbiakan dan populasi mikroba rumen sehingga kemampuan mencerna menjadi besar (Arora, 1995). Selain itu protein merupakan penyusun molekul enzim dan bila protein tidak stabil maka kerja enzim akan terganggu dan berujung pada fermentasi nutrien dalam rumen yang tidak optimal (Orskov, 1982). Kebutuhan protein dalam ransum untuk ternak domba berkisar 11-12% (Cullison, 1978). Proses pencernaan ruminansia di dalam rumen sangat bergantung pada populasi dan jenis mikroba yang berkembang dalam rumen, karena proses perombakan pakan dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Selain itu mikroba dalam rumen sangatlah penting karena protein mikroba dapat menyumbang 70-100 persen dari total protein tersedia bagi ternak (AFRC, 1992). Kontribusi protein mikroba dapat mencapai 100 persen pada ternak dengan pakan berbasis hijauan atau limbah pertanian (Givens, dkk., 2000). Di samping itu, 70-85
6 persen suplai energi dapat diserap dalam bentuk asam lemak terbang (VFA) yang merupakan produk akhir utama proses fermentasi oleh mikroba rumen (Dewhurst, dkk., 1986). Populasi mikroba tersebut dapat ditingkatkan melalui pendekatan kecukupan zat makanan untuk pertumbuhannya (Sutardi, 1997 dan Zain, 2008). Keberhasilan meningkatkan populasi mikroba akan meningkatkan konsentrasi enzim yang dihasilkan dan meningkatkan kecernaan pakan. Ternak domba memperoleh asam amino dari pemecahan protein pakan yang lolos dari hidrolisis bakteri dalam rumen dan protein mikroba oleh enzim proteolitik yang dikeluarkan oleh mikroba yang berasal dari saluran pencernaan. Kemudian sebagian besar asam amino akan mengalami deaminasi menjadi VFA, NH3, dan CO2 (Mc Donald, dkk., 2002). Hasil akhir metabolisme protein berupa NH3 yang dibebaskan dalam rumen sebagian besar dimanfaatkan oleh mikroba untuk mensintesis protein mikroba (Arora, 1995). Selain mendegradasi protein ransum, mikroorganisme rumen berperan dalam metabolisme lemak, hasil akhir dari metabolisme lemak adalah asam lemak terbang (VFA/ Volatille Fatty Acid). VFA diperoleh dari hidrolisis lemak dalam ransum oleh mikroorganisme rumen dengan menggunakan enzim lipase, galaktosidase, dan phospholipase. Bakteri memegang peranan penting dalam proses hidrolisis lemak, lebih dari 85% lemak terhidrolisis menjadi asam lemak bebas, gula, fosfat, dan gliserol (Lock, dkk., 2006). Gliserol dan gula akan mengalami proses perubahan menjadi asam lemak terbang atau VFA dan kemudian VFA digunakan untuk membentuk sel mikroba rumen.
7 Kandungan NH3 dan VFA dibutuhkan untuk aktifitas mikroorganisme dalam rumen yang akan berpengaruh terhadap kecernaan. Kecernaan yang dihasilkan sangat ditentukan oleh imbangan protein dan energi dalam ransum. Protein kasar yang tinggi akan meningkatkan kecernaan pakan, namun efisiensi penggunaan PK untuk pembentukan jaringan tubuh sangat dipengaruhi oleh energi, sedangkan pemanfaatan energi dipengaruhi oleh kualitas pakan yang dikonsumsi termasuk TDN. Bila energi pakan kurang, maka pemanfaatkan protein untuk mencapai pertumbuhan yang optimal pada ternak tidak akan tercapai. Oleh karena itu, imbangan protein dan TDN diperlukan untuk mengoptimalkan kecernaan pakan yang berujung pada peningkatan produktivitas ternak tersebut. Laju degradasi karbohidrat dan protein pakan di dalam rumen dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap produk akhir fermentasi dan performan ternak (Russel, dkk., 1992). Apabila seluruh zat makanan terutama protein terdegradasi di dalam rumen, maka akan mengakibatkan penurunan pemanfaatan protein untuk ternak (Orskov, 1982 dan Mc Donald, dkk., 2002). Artinya laju degradasi nitrogen lebih cepat dibandingkan dengan laju degradasi sumber energi maka ammonia (NH3) hasil degradasi nitrogen ditransfer ke organ hati dan sebagian kecil didaur-ulang ke pencernaan serta sebagian besar ikut terekskresikan melalui urine dalam proses ini protein nitrogen yang hilang sebanyak 25%. Namun bila laju degradasi energi melampaui ketersediaan nitrogen maka pertumbuhan mikroba dan efisiensi fermentasi rumen menurun, sehingga menurunkan kecernaan pakan (Nolan, 1975). Penelitian tentang pengaruh imbangan hijauan dan konsentrat ransum komplit domba priangan, dengan imbangan 10% PK 59,7% TDN, 12% PK 63% TDN,
8 dan 14% PK 66,2% TDN memberikan hasil bahwa imbangan protein dan energi ransum komplit yang memberikan perlakuan terbaik adalah perlakuan dengan imbangan 12% PK 63% TDN atau ransum komplit dengan rasio protein-energi sebesar 0,19 (Supratman, dkk., 2016). Makanan yang tinggi TDN pada umumnya lebih terfermentasi daripada yang rendah TDN (Satter dan Rofler, 1975), Pakan mengandung protein cukup dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme rumen yang akhirnya dapat meningkatkan kecernaan pakan tersebut (Siregar, 1994). maka diperlukan keseimbangan kandungan PK dan TDN tinggi dalam rangka peningkatan nilai kecernaan protein kasar dan lemak kasar bagi ternak yang memiliki kualitas optimum. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis : Ransum dengan imbangan protein 13% dan TDN 70% memberikan nilai kecernaan protein kasar dan lemak kasar ransum tertinggi. 1. 6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Maret-April 2017 di Unit Pengembangan Ternak Domba Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba Garut, Margawati. Pengujian kecernaan PK dan LK yang dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Kabupaten Sumedang.