4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Rajungan (Portunus pelagicus) (Dokumentasi pribadi 2011)

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

3. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN KURISI (Nemipterus furcosus) BERDASARKAN MODEL PRODUKSI SURPLUS DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Peperek Klasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut:

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX-

ANALISIS BIOEKONOMI UNTUK PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

: biomassa, jumlah berat individu-individu dalam suatu stok ikan : biomassa pada periode t

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Rajungan (Portunus pelagicus) (Dokumentasi Pribadi 2012)

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin ,

3.1. Waktu dan Tempat

C E =... 8 FPI =... 9 P

3. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL

FAKTOR-FAKTOR INPUT BAGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis, Cantor 1849) DI TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI RIZKA SARI

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

ANALISIS CPUE (CATCH PER UNIT EFFORT) DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT BALI

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

ANALISIS MUSIM PENANGKAPAN DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYUR (TRICHIURUS SP) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

3 METODOLOGI PENELITIAN

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

Pendugaan Stok Ikan dengan Metode Surplus Production

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikanan menjadi sektor penting yang berkontribusi dalam pertumbuhan

PENDUGAAN POTENSI LESTARI KEMBUNG (Rastrelliger spp.) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN SUMATERA UTARA ABSTRACT

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

3. METODE PENELITIAN

Universitas Bung Hatta, **) Staf Pengejar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Bung Hatta ABSTRACT

Study Programme Aquatic Resources Management Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

(In-shore and Off-shore Bioeconomic Model for Swimming Crab Fisheries Management in Makassar Strait)

KAJIAN STOK IKAN PELAGIS KECIL DENGAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE DI PERAIRAN LEMPASING, LAMPUNG. Riena F. Telussa

TINGKAT PEMANFAATAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN LEMURU DI PERAIRAN SELAT BALI ABSTRAK

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

Agriekonomika, ISSN e ISSN Volume 4, Nomor 1

POTENSI LESTARI DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN KURISI (Nemipterus sp.) YANG DIDARATKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SUNGAILIAT

PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA

IV. METODE PENELITIAN. Model merupakan abstraksi atau simplifikasi dari dunia nyata. Model

PEMANFAATAN DAN PEMASARAN SUMBERDAYA CUMI-CUMI (Loligo Sp) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KEJAWANAN KOTA CIREBON, JAWA BARAT

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pengumpulan Data

Transkripsi:

33 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Perikanan di Perairan Teluk Banten Teluk Banten merupakan bagian dari perairan Laut Jawa. Sumberdaya ikan yang berada di Teluk Banten sangat bervariasi. Mulai dari ikan demersal, pelagis sampai ikan karang. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan di perairan ini berlangsung terus menerus sepanjang tahun. Nelayan yang menangkap ikan di perairan ini mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu yang terletak di selatan Teluk Banten, tepatnya di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Jenis-jenis ikan yang ditangkap di perairan Teluk Banten disajikan pada Gambar 7: Gambar 7 Persentasi hasil tangkapan per jenis ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu (Statistik PPN Karangantu 2011) Rajungan merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting yang didaratkan di PPN Karangantu. Hasil tangkapan rajungan di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu masih tergolong rendah. Secara umum alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Karangantu masih bersifat tradisional. Usaha

34 penangkapan rajungan dengan skala kecil operasi penangkapannya adalah one day fisihing. Daerah penangkapan rajungan berada di Pulau Tunda dan Pulau Pamujan. Hasil tangkapannya didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu. Lama waktu tempuh nelayan untuk mencapai fishing ground adalah sekitar 30 menit dengan jarak tempuh 5 mil. Spesies rajungan yang umumnya ditangkap oleh nelayan Karangantu adalah Portunus pelagicus. Tabel 1 Hasil tangkapan rajungan (ton) per jenis alat tangkap di Teluk Banten kurun waktu 2005-2010 Tahun Jaring Insang Payang Dogol Bagan Sero 2005 17.1260 0.8800 73.4980 20.8240 0 2006 7.9910 1.8200 6.2770 3.1370 0 2007 35.1760 0.6020 4.9420 9.6380 0 2008 20.3090 0.9210 7.4500 11.5490 8.0720 2009 21.4260 0.5370 21.5880 1.9060 3.2880 2010 29.7540 0 0.8000 0.0630 2.2590 (Laporan Statistik PPN Karangantu) Tabel 1 menunjukkan tangkapan rajungan oleh nelayan PPN Karangantu yang menggunakan lima jenis alat tangkap. Tangkapan nelayan ahun 2005 sampai 2007 diperoleh hanya dari empat alat tangkap yaitu jaring insang, payang, dogol dan bagan. Selanjutnya di tahun berikutnya tangkapan rajungan mulai diperoleh dengan menggunakan alat tangkap sero. Tabel 2 menunjukkan upaya tangkapan tahunan dalam satuan trip rajungan oleh nelayan PPN Karangantu yang menggunakan lima jenis alat tangkap yaitu jaring insang, payang, dogol, bagan dan sero. Operasi upaya penangkapan rajungan oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap sero baru mulai beroperasi pada tahun 2008. Berdasarkan hasil standarisasi upaya maka diperoleh data runut waktu total tangkapan rajungan serta jumlah upaya penangkapan dalam satuan trip dari lima jenis alat tangkap, dimana yang menjadi upaya standar adalah trip menggunakan alat tangkap dogol sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Secara visual dapat dilihat pada Gambar 8 fluktuasi tangkapan dari tahun 2005 sampai tahun 2010.

35 Tabel 2 Upaya per jenis alat tangkap (trip) rajungan di Teluk Banten kurun waktu 2005-2010 Tahun Jaring Insang Payang Dogol Bagan Sero 2005 820 822 1164 1562 0 2006 601 502 569 1106 0 2007 1009 688 882 2035 0 2008 1894 270 1351 2742 1859 2009 2899 186 1804 3992 1717 2010 4390 258 2449 5210 1134 (Laporan Statistik PPN Karangantu 2011) Tabel 3 Jumlah tangkapan (C) dan jumlah upaya penangkapan (F) rajungan di Teluk Banten berdasarkan hasil standarisasi kurun waktu 2005-2010 Tahun C(ton) E(trip) 2005 112.3280 2252 2006 19.2250 1346 2007 50.3580 2203 2008 48.3010 3869 2009 48.7450 5354 2010 32.8760 7349 (diolah dari statistik PPN Karangantu) Gambar 8 Grafik jumlah tangkapan rajungan oleh nelayan Karangantu di Teluk Banten kurun waktu 2005-2010 Gambar 8 menunjukkan produksi rajungan di Teluk Banten selama enam tahun. Selama enam tahun kurun waktu tersebut, terlihat bahwa hasil tangkapan

36 tertinggi pada tahun 2005, sedangkan tangkapan terendah pada tahun 2006. Secara keseluruhan tangkapan rajungan di PPN Karangantu cukup fluktuatif. Gambar 9 menunjukkan fluktuasi tahunan upaya penangakapan rajungan dalam satuan trip di Teluk Banten oleh nelayan PPN Karangantu. Upaya tangkapan tertinggi pada tahun 2010, sedangkan upaya tangkapan terendah pada tahun 2006. Secara keseluruhan terlihat adanya peningkatan upaya penagkapaan rajungan oleh nelayan Karangantu dari tahun 2006 sampai tahun 2010. Gambar 9 Grafik upaya penangkapan rajungan oleh nelayan Karangantu di Teluk Banten kurun waktu 2005-2010 Tangkapan per satuan upaya (Catch per unit Effort/CPUE) rajungan di perairan Teluk Banten selama enam tahun cukup berfluktuasi sebagaimana terlihat pada Gambar 10. CPUE tertinggi pada tahun 2005, sedangkan terendah pada tahun 2010. Secara keseluruhan terlihat bahwa terjadi penurunan nilai tangkapan per satuan upaya penangkapan rajungan oleh nelayan Karangantu dari tahun 2007 sampai tahun 2011.

37 Gambar 10 Grafik tangkapan per satuan upaya penangkapan rajungan oleh nelayan Karangantu di Teluk Banten kurun waktu 2005-2010 4.1.2. Model Produksi Surplus A. Metode Schaefer (1954) Model Schaefer mengikuti model pertumbuhan logistik. Penurunan hasil tangkapan per satuan upaya CPUE terhadap upaya penangkapan F mengikuti pola regresi linear. Adapun kurva parabola yang simetris menunjukkan hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya, dimana titik puncak kurva tersebut menunjukkan tingkat biomassa sebesar. Hasil tangkapan rajungan C dalam satuan ton, upaya penangkapan F dalam satuan trip serta tangkapan per satuan upaya CPUE dalam satuan ton/trip disajikan pada Tabel 4. Kolom 2 menunjukkan hasil tangkapan, sedangkan kolom 3 menunjukkan upaya trip yang dilakukan oleh nelayan. Hubungan parabolik antara hasil keseimbangan dan upaya penangkapan optimum akan memberikan informasi mengenai hasil tangkapan maksimum lestari MSY dan tingkat penangkapan optimum F MSY yang akan menghasilkan MSY. Adapun tangkapan per satuan upaya CPUE (kolom 4) diperoleh dari hasil bagi antara tangkapan C (kolom 2) dengan upaya tangkapan F (kolom 3) setiap tahunnya dari tahun 2005 sampai 2010.

38 Tabel 4 Jumlah tangkapan (C), jumlah upaya penangkapan (F) dan jumlah tangkapan per satuan upaya (CPUE) rajungan di Teluk Banten Tahun C(ton) F(trip) CPUE(ton/trip) 2005 112.3280 2252 0.0499 2006 19.2250 1346 0.0143 2007 50.3580 2203 0.0229 2008 48.3010 3869 0.0125 2009 48.7450 5354 0.0091 2010 32.8760 7349 0.0045 (diolah dari statistik PPN Karangantu) Regresi antara CPUE (kolom 4) dan upaya penangkapan (kolom 3) pada tabel 4, menghasilkan persamaan regresi linear sebagai berikut: Upaya optimum model Schaefer dapat diperoleh dengan mensubtitusikan nilai koefisien regresi a= dan b=-0.000004 pada rumus berikut: trip Berdasarkan model Schaefer, selama satu tahun jumlah tripupaya tangkapan tidak boleh melebihi 4091 trip. Adapun hasil tangkapan maksmum lestari MSY dapat diduga dengan mensubtitusikan nilai koefisien regresi a dan b sebagai berikut: ton/tahun Menurut model Schaefer, untuk dapat memanfaatkan sumberdaya rajungan secara lestari di Teluk Banten, maka potensi ikan yang boleh ditangkap selama satu tahun maksimal ton. Artinya hasil tangkapan maksimum lestari atau MSY rajungan di Teluk Banten sebesar ton/tahun, dengan dugaan upaya penangkapan optimum trip selama satu tahun. Gambar 11 menunjukkan grafik hubungan antara jumlah tangkapan maksimum lestari dengan upaya penangkapan rajungan di Teluk Banten. MSY= ton diperoleh dengan melakukan upaya penangkapan trip selama setahun.

39 Gambar 11 Kurva hubungan jumlah tangkapan (C) dan jumlah upaya penangkapan (F) rajungan di Teluk Banten berdasarkan model Schaefer Hasil tangkapan aktual dan hasil tangkapan dengan model Schaefer dari tahun 2005 sampai tahun 2010 diperlihatkan pada Gambar 12. Pola perubahan hasil tahunan aktual berbeda denagn perubahan produksi tahunan model Schaefer. Hasil tangkapan dengan model Schaefer jauh lebih tinggi dibandingkan hasil tangkapan aktual nelayan Karangantu. Gambar 12 Perbandingan jumlah tangkapan aktual dengan jumlah tangkapan lestari model Schaefer perikanan rajungan di Teluk Banten

40 B. Metode Gulland (1961) Penentuan parameter-parameter regresi pada model Gulland menggunakan regresi linear sederhana. Regresi linear sederhana ini membutuhkan data tangkapan per satuan upaya CPUE yang diperoleh dari tangkapan C dibagi dengan upaya F. Adapun rata-rata upaya penangkapan diperoleh dari rata-rata bergerak upaya penangkapan setiap tahun. Koefisien regresi a dan b diperoleh dengan meregresikan CPUE (kolom 4) dengan upaya rata-rata (kolom 5) pada Tabel 5. Persamaan regresi antara CPUE dan upaya rata-rata adalah sebagai berikut: Tabel 5 Jumlah tangkapan (C), jumlah upaya penangkapan (F), jumlah tangkapan per satuan upaya (CPUE) serta upaya rata-rata ( ) rajungan di Teluk Banten Tahun C(ton) F(trip) CPUE(ton/trip) Effort rata-rata ( ) 2005 112.3280 2252 0.0499 2006 19.2250 1346 0.0143 1798.8019 2007 50.3580 2203 0.0229 1774.3735 2008 48.3010 3869 0.0125 3036.1470 2009 48.7450 5354 0.0091 4611.9013 2010 32.8760 7349 0.0045 6351.6228 (diolah dari statistik PPN Karangantu) MSY model Gulland dapat diperoleh dengan mensubtitusikan nilai koefisien regresi a= dan b= pada formula berikut, sehingga diperoleh: Upaya penangkapan optimum yang dapat memproduksi rajungan sebesar MSY tersebut dapat diduga sebagai berikut: trip Semua perhitungan model Gulland menggunakan data pada Tabel 5. Berdasarkan metode Gulland dapat diperoleh bahwa dugaan tangkapan maksimum lestari rajungan di Teluk Banten sebesar. Jumlah

41 tangkapan ini dapat dicapai dengan upaya penangkapan optimum dalam setahun sebesar trip. Artinya, dalam setahun upaya penangkapan rajungan di Teluk Banten tidak boleh melebihi trip. Hubungan antara upaya penangkapan rata-rata dengan hasil tangkapan adalah kuadratik. Sebagaimana terlihat pada persamaan matematik yang dikemukakan oleh Gulland. Berikut adalah gambar plot antara hasil tangkapan dengan upaya tangkapan rata-rata bergerak sumberdaya rajungan. Hasil tangkapan oleh nelayan Karangantu di Teluk Banten meningkat sejalan dengan peningkatan upaya penangkapan, kemudian mencapai titik maksimum pada MSY= ton. Setelah itu menurun dengan terjadinya peningkatan upaya penangkapan yang sangat besar. Sebagaimana terlihat pada Gambar 13, dimana MSY dapat dicapai dengan upaya optimum trip. Gambar 13 Kurva hubungan jumlah tangkapan (C), dan jumlah upaya penangkapan rata-rata ( ) rajungan di Teluk Banten berdasarkan model Gulland Perbandingan antara hasil tangkapan aktual dengan tangkapan lestari model Gulland dapat dilihat pada Gambar 14. Pola fluktuasi tangkapan rajungan secara

42 aktual jika dibandingkan dengan model Gulland terlihat sangat berbeda. Secara kesluruhan terlihat bahwa dari tahun 2007 sampai 2010 kondisi tangkapan aktual melebihi tangkapan seharusnya berdasarkan model Gulland. Gambar 14 Perbandingan jumlah tangkapan aktual dengan jumlah tangkapan lestari model Gulland perikanan rajungan di Teluk Banten C. Metode Pella dan Tomlimson (1969) Model ini merupakan modifikasi dari model Schaefer. Perbedaan parameter m pada persamaan model Pella dan Tomlimson akan mengubah kecekungan dari fungsi produksi model tersebut. Beberapa nilai m>0 dicobakan ke dalam persamaan Pella Tomlimson. Sehingga diperoleh nilai parameter m yang menghasilkan koefisien determinasi yang tertinggi untuk persamaan tersebut adalah m=3. Jika dimasukkan nilai m=3 pada persamaan Pella dan Tomlimson, regresi linear sederhana yang diterapkan adalah tangkapan per satuan upaya (kolom 4) pada Tabel 6 sebagai variabel bebas dan kuadrat upaya penangkapan (kolom 5) dijadikan variabel bebas. Tabel 6 menyajikan data tangkapan (C), upaya penangakapan (F), tangkapan per satuan upaya (CPUE) serta upaya penangkapan yang dikuadratkan (F 2 ).

43 Tabel 6 Jumlah tangkapan (C), jumlah upaya penangkapan (F), jumlah tangkapan per satuan upaya (CPUE) dan kuadrat upaya penangkapan (F 2 ) rajungan di Teluk Banten Tahun C(ton) F(trip) CPUE(ton/trip) F 2 2005 112.3280 2252 0.0499 5070598 2006 19.2250 1346 0.0143 1811191 2007 50.3580 2203 0.0229 4852954 2008 48.3010 3869 0.0125 14971883 2009 48.7450 5354 0.0091 28670144 2010 32.8760 7349 0.0045 54004785 (dilolah dari Statistik PPN Karanantu) Persamaan regresi linear sederhana yang diperoleh adalah sebagai berikut: Sehingga diperoleh nilai koefisien regresi a= dan b=. Nilai koefisien ini kemudian digunakan untuk menduga jumlah tangkapan maksimum lestari. Adapun upaya optimum model Pella dan Tomlimson melalui subtitusi koefisien nilai regresi sebagai berikut: 741 trip Sedangakan jumlah tangkapan maksimum lestari model Pella dan Tomlimson dapat diperoleh dengan mensubtitusikan nilai koefisien regresi a=, b=serta pada persamaan berikut: 14.5635 ton Berdasarkan model Pella dan Tomlimson, selama satu tahun jumlah trip upaya tangkapan tidak boleh melebihi 741 trip. Adapun parameter biologi seperti pertumbuhan intrinsik r, daya dukung lingkungan K dan koefisien penangkapan q rajungan di Teluk Banten oleh nelayan PPN Karangantu dapat diduga melalui algoritma (Fauzi 2010). Plot hasil tangkapan maksimum lestari sebesar 14.5635 ton dan upaya tangkapan optimum sebesar 741 trip dapat terlihat pada grafik kuadratik Gambar 15. Peningkatan upaya akan meningkatkan hasil tangkapan sampai pada titik maksimum

44 14.5635 ton. Kemudian jika upaya penangkapan terus ditingkatkan maka hasil tangkapan tidak terus meningkat, namun justru akan terus mengalami penurunan. Gambar 15 Kurva hubungan jumlah tangkapan (C) dan jumlah upaya penangkapan (F) rajungan di Teluk Banten berdasarkan model Pella dan Tomlimson Gambar 16 menyajikan perbandingan kondisi hasil tangkapan aktual rajungan di Teluk Banten dengan hasil tangkapan lestari berdasarkan model Pella dan Tomlimson. Grafik perbandingan tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara tangkapan aktual dengan tangkapan model Pella dan Tomlimson. Grafik tersebut juga menunjukkan bahwa kondisi aktual berada di bawah kondisi tangkapan model Pella dan Tomlimson untuk setiap tahun.

45 Gambar 16 Perbandingan jumlah tangkapan aktual dengan jumlah tangkapan lestari model Pella dan Tomlimson perikanan rajungan di Teluk Banten D. Metode Fox (1970) Model produksi eksponensial Fox dapat dinyatakan sebagai berikut: Jika dilinearkan, maka hubungan antara CPUE dan upaya F sebagai berikut: Hasil regresi linear antara upaya F sebagai variabel tidak bebas dengan lncpue sebagai variabel bebas adalah sebagai berikut : Berdasarkan persamaan linear tersebut diperoleh koefisien regresi a= dan b=. Upaya tangkapan optimal rajungan di Teluk Banten dapat diduga dengan mensubtitusikan nilai b hasil regresi pada persamaan sebagai berikut: Hasil tangkapan maksimum lestari MSY dapat diduga dengan meensubtitusikan nilai koefisien regresi a = dan F opt = trip sebagai berikut:

46 Berdasarkan perhitungan ini berarti bahwa dalam setahun jumlah trip penangkapan rajungan di Teluk Banten tidak boleh melebihi. Agar sumberdaya rajungan tersebut tetap lestari, maka potensi rajungan yang dapat ditangkap maksimal. Atau dengan kata lain, jumlah tangkapan maksimum lestari yang dapat menjamin keberlanjutan dan kelestarian sumbersaya rajungan Portunus pelagicus di Teluk Banten adalah. Hubungan antara tangkapan C dengan upaya penangkapan F rajungan di Teluk Banten dapat disajikan pada Gambar 17. Tangkapan meningkat sejalan dengan meningkatnya upaya penangkapan, dan mencapai titik puncak pada MSY=. Setelah itu, produksi menurun dan asimtotoik pada besar upaya yang terus meningkat. Gambar 17 Kurva hubungan jumlah tangkapan (C) dengan jumlah upaya penangkapan (F) rajungan di Teluk Banten berdasarkan model Fox. Gambar 18 menunjukkan perbandingan antara tangkapan aktual dan tangkapan lestari model Fox rajungan di Teluk Banten. Pola tangkapan tahunan antara tangkapan aktual dan pada model Fox secara visual terlihat hampir identik untuk tangkapan tahun 2007 sampai tahun 2010. Namun sangat berbeda untuk tahun 2005 dan 2006.

47 Gambar 18 Perbandingan jumlah tangkapan aktual dengan jumlah tangkapan lestari model Fox perikanan rajungan di Teluk Banten E. Metode Walter Hilborn (1967) Metode ini menggunakan perhitungan regresi linear berganda dengan konsep least square. Regresi dilakukan dengan memasukkan data CPUE t+1 /CPUE t (kolom 5) pada tabel 7 sebagai variabel bebas. Sedangkan variabel tidak bebas X 1 dan X 2 masing-masing CPUE dan F (kolom 4 dan 3) pada Tabel 7. Maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: dimana: Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh koefisien regresi a= b= dan c=. Nilai parameter biologi dapat diduga dengan mensubtitusikan nilai koefisien regresi tersebut sebagai berikut:

48 Tingkat pertumbuhan alami Koefisien kamampuan tangkapan Daya dukung lingkungan artinya untuk dapat menjamin kelestariaan sumberdaya rajungan di Teluk Banten maka potensi rajungan yang dapat ditangkap dan akan menjamin keslestarian stok adalah sebesar ton/tahun. Adapun upaya optimum untuk memperoleh tangkapan maksimum lestari dapat diperoleh dengan mensubtitusikan parameter yang diperoleh ke persamaan berikut: Tabel 7 merupakan tabel yang berisikan nilai-nilai yang digunakan dalam perhitungan tangkapan maksimum lestari dan upaya optimum menggunakan model Walter & Hilborn. Tabel 7 Jumlah tangkapan (C), jumlah upaya penangkapan (F), jumlah tangkapan per satuan upaya (CPUE) dan CPUE t+1 /CPUE t rajungan di Teluk Banten Tahun C(ton) F(trip) CPUE(ton/trip) CPUE t+1 /CPUE t 2005 112.3280 2252 0.0499 0.2864 2006 19.2250 1346 0.0143 1.6002 2007 50.3580 2203 0.0229 0.5461 2008 48.3010 3869 0.0125 0.7293 2009 48.7450 5354 0.0091 0.4914 2010 32.8760 7349 0.0045 (diolah dari Statistik PPN Karangantu) Plot jumlah tangkapan maksimum lestari rajungan di perairan Teluk Banten serta upaya optimum penangkapan terlihat pada Gambar 19. Hasil tangkapan terus

49 meningkat sejalan dengan meningkatnya upaya penangkapan sampai pada jumlah tangkapan maksimum lestari = ton. Kemudian tangkapan terus menurun secara asimtotik dengan adanya peningkatan upaya yang melebihi upaya optimum trip. Gambar 19 Kurva hubungan jumlah tangkapan (C) dan jumlah upaya penangkapan (F) rajungan di Teluk Banten berdasarkan model Walter dan Hilborn Gambar 20 adalah grafik perbandingan antara tangkapan aktual rajungan perairan Teluk Banten dengan tangkapan berdasarkan model Walter dan Hilborn. Kurva tersebut tidak dapat menampilkan perbandingan antara jumlah tangkapan aktual dengan tangkapan model Walter Hilborn pada tahun 2005. Hal ini dikarenakan dalam proses perhitungan tangkapan berdasarkan model tersebut pada tahun 2005 membutuhkan data perhitungan hasil bagi antara tangkapan per satuan upaya satu tahun sebelumnya dengan tangkapan per satuan upaya tahun tertentu. Dengan kata lain data tahun 2005 membutuhkan data tahun 2004 yang tidak tersedia dalam penelitian ini.

50 Gambar 20 Perbandingan jumlah tangkapan aktual dengan jumlah tangkapan lestari model Walter dan Hilborn perikanan rajungan di Teluk Banten Gambar 20 memperlihatkan bahwa ada perbedaan tangkapan rajungan antara kondisi aktual dengan kondisi model Walter dan Hilborn. Fluktuasi tangkapan maksimum dan minimum antara data aktual dan model Walter dan Hilborn sangat berbeda. Tangkapan aktual cenderung menurun dari tahun ke tahun. Sedangkan tangkapan berdasarkan model Walter dan Hilborn terlihat terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. F. Metode Schnute (1977) Model Schnute membutuhkan parameter-parameter regresi yang diperoleh dengan menggunakan regresi linear berganda dengan konsep least square. Regresi antara sebagai varibel bebas, sedangkan variabel bebas X 1 adalah dan variable bebas X 2 adalah. Persamaan regresi rajungan Teluk Banten model Schnute dapat disajikan sebagai berikut: dimana:

51 Hasil regresi linear berganda tersebut menghasilkan nilai koefisien regresi a=, b= dan c=. Semua perhitungan menggunakan data yang tertera pada Tabel 8. Nilai parameter biologi seperti tingkat pertumbuhan alami r, koefisien kemampuan penangkapan q serta daya dukung lingkungan K dapat diperoleh dengan mensubtitusikannya pada nilai koefisien regresi sebagai berikut: Tingkat pertumbuhan alami Koefisien kemampuan penangkapan Daya dukung lingkungan Tabel 8 merupakan tabel yang berisikan nilai-nilai yang digunakan dalam perhitungan tangkapan maksimum lestari dan upaya optimum menggunakan model Schnute. Tabel 8 Jumlah tangkapan (C), jumlah upaya penangkapan (F), jumlah tangkapan per satuan upaya (CPUE), ln(cpue t+1/ CPUE t ), jumlah tangkapan per satuan upaya rata-rata (CPUE t +CPUE t+1 )/2 serta jumlah upaya penangkapan rata-rata (F t +F t+1 )/2 rajungan di Teluk Banten Tahun C(ton) F t (trip) CPUE(ton/trip) ln(cpue t+1 /CPUE) (CPUE t +CPUE t+1 )/2 (F t +F t+1 )/2 2005 112.3280 2252 0.0499-1.2505 0.0321 1798.8019 2006 19.2250 1346 0.0143 0.4701 0.0186 1774.3735 2007 50.3580 2203 0.0229-0.6050 0.0177 3036.1470 2008 48.3010 3869 0.0125-0.3157 0.0108 4611.9013 2009 48.7450 5354 0.0091-0.7105 0.0068 6351.6228 2010 32.8760 7349 0.0045 (diolah dari statistik PPN Karangantu)

52 Hasil tangkapan maksimum lestari dengan menggunakan model Scchnute diperoleh dengan mensubtitusikan koefisien dan parameter yang diperoleh dari hubungan linear seperti berikut ini: Artinya untuk dapat memanfaatkan sumberdaya rajungan secara lestari, maka potensi ikan yang boleh ditangkap maksimal ton/tahun Upaya penangkapan optimum untuk memperoleh tangkapan lestari diperkirakan sebagai berikut: artinya dalam setahun jumlah trip upaya penangkapan rajungan di Teluk Banten tidak boleh melebihi trip. Plot tangkapan maksimum lestari (MSY) dan upaya penangkapan rajungan oleh nelayan Karangantu di Teluk Banten disajikan pada Gambar 21. Tangkapan akan mencapai maksimum pada 46.9844 ton dengan upaya optimum untuk mencapai jumlah tangkapan tersebut adalah sebesar 3180 trip. Kemudian tangkapan terus menurun secara asimtotik dengan penambahan upaya penangkapan yang lebih besar lagi. Gambar 21 Kurva hubungan jumlah tangkapan (C) dan jumlah upaya penangkapan (F) rajungan di Teluk Banten berdasarkan model Schnute.

53 Berikut adalah gambar perbandingan antara hasil tangkapan aktual dan lestari model Schnute perikanan rajungan di Teluk Banten. Gambar 22 menunjukkan perbandingan tangkapan antara data hasil tangkapan aktual dengan hasil tangkapan menggunakan model Schnute dari tahun 2006 sampai 2010. Terlihat secara visual dari grafik bahwa peningkatan tangkapan terjadi di tahun awal dan kemudian menurun pada tahun berikutnya. Secara keseluruhan terlihat pula bahwa tangkapan aktual dengan tangkapan menurut model Schnute hampir identik. Gambar 22 Perbandingan jumlah tangkapan aktual dengan jumlah tangkapan lestari model Schnute perikanan rajungan di Teluk Banten G. Metode Clarke Yoshimoto Pooley (1992) Metode Clarke Yoshimoto Pooley atau disingkat CYP menggunakan persamaan regresi linear berganda dengan konsep least square. Perhitungan model CYP menggunakan data yang disajikan pada tabel 9. Persamaan regresi model ini diperoleh dengan cara meregresikan lncpue t+1 (kolom 5) sebagai variabel bebas dan lncpue t (kolom 6) sebagai variabel tidak bebas X 1, serta F t +F t+1 (kolom 7) sebagai variabel tidak bebes X 2. Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

54 keterangan: Persamaan tersebut menghasilkan koefisien regresi a, b dan c yang masing-masing bernilai, dan Adapun nilai parameter-parameter pertumbuhan r, koefisien penangkapan q dan daya dukung lingkungan K dapat diduga dengan menggunakan nilai koefisien regresi yang diperoleh sebagai berikut: tingkat pertumbuhan alami koefisien kemampuan penangkapan daya dukung lingkungan ton Tabel 9 merupakan tabel yang berisikan nilai-nilai yang digunakan dalam perhitungan tangkapan maksimum lestari dan upaya optimum menggunakan model Clarke Yoshimoto Pooley. Tabel 9 Jumlah tangkapan (C) jumlah upaya penangkapan (F), umlah tangkapan per satuan upaya (CPUE), lncpue t+1, lncpue t dan F t +F t+1 rajungan di Teluk Banten Tahun C(ton) F(trip) CPUE(ton/trip) ln(cpue t+1 ) ln(cpue t ) (F t +F t+1 ) 2005 112.3280 2252 0.0499-4.2485-2.9981 3597.6037 2006 19.2250 1346 0.0143-3.7784-4.2485 3548.7470 2007 50.3580 2203 0.0229-4.3834-3.7784 6072.2939 2008 48.3010 3869 0.0125-4.6991-4.3834 9223.8027 2009 48.7450 5354 0.0091-5.4095-4.6991 12703.2457 2010 32.8760 7349 0.0045-5.4095 (diolah dari statistik perikanan PPN Karangantu)

55 Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya rajungan secara lestari maka dapat diduga nilai produksi maksimum lestari MSY atau jumlah biomassa yang boleh ditangkap di Teluk Banten selama setahun adalah sebagai berikut: sedangkan upaya panangkapan optimum untuk memperoleh hasil tangkapan maksimum lestari MSY tersebut diperkirakan sebagai berikut: artinya dalam setahun, jumlah trip penangkapan rajungan di Teluk Banten tidak boleh melebihi trip. Gambar 23 menunjukkan grafik yang memplotkan jumlah tangakapan maksimum lestari rajungan di Teluk Banten dengann menggunakan model Clarke Yoshimoto Pooley. selain itu pula terlihat upaya penangkapan optimum untuk mencapai tangkapan lestari. Peningkatan upaya yang lebih besar akan menyebabkan penurunan hasil tangkapan dan berlanjut secara asimtotik. Gambar 23 Kurva hubungan jumlah tangkapan (C) dan jumlah upaya penangkapan (F) rajungan di Teluk Banten berdasarkan model Clarke Yoshimoto Pooley

56 Gambar 24 menunjukkan perbandingan antara tangkapan aktual dengan tangkapan lestari menggunakan model CYP sumberdaya rajungan di Teluk Banten dari tahun 2006 sampai 2010. Melalui grafik tersebut maka terlihat bahwa pola perubahan jumlah tangkapan tahunan antara data aktual dengan model lestari CYP hampir identik. Gambar 24 Perbandingan jumlah tangkapan aktual dengan jumlah tangkapan lestari model Clarke Yoshimoto Pooley perikanan rajungan di Teluk Banten Berikut menunjukkan perbandingan antara model Schaefer, Gulland, Pella & Tomlomson, Fox, Walter & Hilborn, Schnute, serta model Clarke Yoshimoto Pooley. Berdasarkan Tabel 10, dapat dibandingkan koefisien penangkapan q, daya dukung lingkungan K, serta parameter pertumbuhan intriksik r sumberdaya rajungan di Teluk Banten antar tujuh model produksi surpus.

57 Tabel 10 Perbandingan parameter koefisien penangkapan (q), daya dukung lingkungan (K), pertumbuhan intrinsik (r), nilai koefisien determinasi (R 2 ), Standar error (SE) dan Variance Infentory Factor (VIF) antara tujuh model produksi surplus rajungan di Teluk Banten Model q K r R 2 SE VIF Schaefer 0.0000302 1146.4844 0.2471 0.3464 0.0148 - Gulland 0.0000297 818.5185 0.2184 0.7861 0.0036 - Pella Tomlimson 0.0000001 198528.1476 0.2447 0.3592 0.0147 - Fox 0.0000333 95272.9207 0.3647 0.6494 0.5422 - W-H 0.0002720 294.2514 2.1246 0.8071 0.3175 1.3 Schnute 0.0005415 54.0929 3.4374 0.9084 0.2700 3.7 CYP 0.0012357 127.4221 4.3978 0.9897 0.0866 2.1 Masing-masing model menyajikan ketiga paramteter tersebut dengan nilai yang berbeda-beda. Parameter q, K dan r model Schaefer, Gulland, Pella &Tomlimson dan Fox diperoleh melalui perhitungan algoritma. Sedangkan untuk model Walter Hilborn, Schnute dan Clarke Yoshimoto Pooley parameter-parameter tersebut diperoleh melalui subtitusi dan perhitungan menggunakan koefisien regresi liniear berganda. Indikator statistik yang digunakan adalah koefisien determinasi (R 2 ) Nilai koefisien determinasi masing-masing-masing model juga berbeda-beda. Nilai koefisien determinasi terbesar ditunjukkan oleh model Clarke Yoshimoto Pooley yaitu 98.98%. Sedangkan nilai koefisien determinasi terendah adalah model Schaefer yaitu 34.64%. Indikator statistik lain yang dapat mendukung hal ini adalah nilai standar eror. Standar eror model CYP juga relatif rendah dibandingkan model lainnya. Adapun nilai Variance Infentory Factor model Walter-Hilborn, Schnute dan CYP juga rendah. Artinya kolinearitas antara variabel tidak bebas pada masingmasing model regresi sangat rendah. 4.2. Pembahasan Model produksi surplus yang didasarkan pada keseimbangan biomassa homogen ikan di suatu perairan yang dugunakan pada penelitian ini sebanyak tujuh model yaitu model Schaefer, Gulland, Pella&Tomlimson, Fox, Walter Hilborn, Schnute dan model Clarke Yoshimoto Pooley. Model produksi surplus merupakan model holistik dalam pengkajian stok ikan. Artinya dalam suatu perairan tidak

58 dilakukan analisis secara rinci mengenai kematian, kelahiran serta migrasi ikan yang terjadi di suatu wilayah perairan. Namun, kondisi ini tidak perlu diragukan karena dalam satu tahun dinamika yang terjadi secara alami di suatu perairan khususnya Teluk Banten adalah seimbang atau dengan kata lain kondisi perairam secara alami berada pada keseimbangan dinamis. Oleh karena itu dibutuhkan data runut waktu tahunan untuk dapat mengaplikasikan model ini. Model produksi surplus merupakan model yang sangat mudah diterapkan, karena hanya membutuhkan data tangkapan dan upaya penangkapan yang biasanya tersedia di hampir setiap tempat pendaratan ikan. Rajungan di perairan Teluk Banten yang ditangkap oleh nelayan Karangantu dapat diduga sebagai satu stok. Hal ini berangkat dari beberapa alasan. Pertama, berdasarkan hasil wawancara, nelayan yang mendaratkan rajungan di PPN Karangantu hanya melakukan penangkapan di Teluk Banten, artinya wilayah perairannya sama. Tonase kapal penangkap rajungan juga sangat minim sehingga tidak mungkin melakukan trip ke lokasi yang relatif jauh selama berhari-hari. Alasan kedua, dilihat dari segi biologi rajungan merupakan ikan demersal yang migrasinya relatif dekat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sparre dan Venema (1999) bahwa untuk spesies yang kebiasaan ruayanya dekat terutama spesies demersal lebih mudah untuk menentukannya sebagai suatu stok daripada speseis yang beruaya jauh. Model produksi surplus yang paling sesuai akan memiliki peluang berbeda untuk spesies berbeda bahkan pada kondisi perairan yang berbeda pula. Berdasarkan perbandingan grafik tangkapan aktual dan tangkapan masing-masing model produksi surplus maka dapat dilihat bahwa grafik aktual yang identik dengan grafik tangkapan masing-masing model ditunjukkan oleh model Clarke Yoshimoto Pooley. Tentunya tampilan visual pada grafik perlu dibuktikan secara statistik. Jika dilihat dari indikator statistik yaitu koefisien determinasi maka nilai R 2 paling besar terdapat pada model Clarke Yoshimoto Pooley. Hal ini menunjukkan bahwa model CYP merupakan model yang paling sesuai dan cocok untuk diterapkan pada perikanan rajungan (Portunus pelagicus) di perairan Teluk Banten. Hal ini didukung oleh pendapat Pindyck dan Rubnfield (1998) in Aminah (2010) bahwa nilai determinasi atau R 2 lazim digunakan untuk mengukur goodness of fit dari variabel tidak bebas dalam model, dimana semakin besar nilai R 2 menunjukkan bahwa model

59 tersebut semakin baik. Tangkapan maksimum lestari berdasarkan model CYP sebesar 30.1492 ton melalui upaya tangkapan optimum 3562 trip selama satu tahun. Secara statistik model CYP juga memberikan standar error dan nilai VIF yang relatif rendah. Sehingga dapat mendukung nilai R 2 yang relatif tinggi. Jika dilihat dari nilai tangkapan dan upaya tangkapan aktual rajungan di Teluk Banten oleh nelayan Karangantu menggunakan model Clarke Yoshimoto Pooley, kondisi perikanan rajungan telah mengalami lebih tangkap atau melebihi jumlah tangkpan lestari dan juga lebih upaya penangkapan optimum. Berangkat dari hal ini, maka sangat perlu untuk mengelola perikanan rajungan. Pengelolaan perikanan rajungan di Teluk Banten bisa dilakukan melalui pengendalian input maupun output. Pengendalian input melalui pengaturan upaya dalam satuan trip penangkapan nelayan selama satu tahun. Upaya yang diperoleh melalui standarisai upaya selama satu tahun perlu dikonversi lagi untuk masing-masing alat tangkap yang berbeda. Karena satuan trip yang digunakan pada perhitungan ini adalah trip dogol berdasarkan hasil standarisasi, maka untuk alat tangkap jaring insang, payang, dogol, bagam dan sero memiliki tingkatan kemampuan penangkapan yang berbedabeda. Secara proporsional hal ini dapat dikalkulasikan. Adapun pengaturan output dapat dilakukan dengan mengatur hasil tangkapan oleh nelayan selama satu tahun. Artinya nelayan hanya boleh menangkap rajungan di Teluk Banten maksimal 30.1492 ton. Untuk menanggulangi terjadinya kondisi overfishing yang melewati daya dukung lingkungan maka pendekatan kehati-hatian melalui Total Allowable Catch (TAC) atau dikenal dengan istilah jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dapat diterapkan. JTB atau TAC yaitu 80% dari tangkapan maksimum lestari. Maka JTB untuk perikanan rajungan Portunus pelagicus di perairan Teluk Banten adalah sebesar 24.1194 ton. Melalui JTB ini maka akan cukup untuk mencegah estimasi yang berlebihan (over estimate). Hal ini diharapkan dapat menjamin kelestarian dan ketersediaan sumberdaya rajungan sepanjang tahun.