BAB II TIJAUAN PUSTAKA. Regulasi emosi. memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II LANDASAN TEORI. Gross (2007) menyatakan bahwa istilah emotion regulation atau regulasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB III METODE PENELITIAN. Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode penelitian,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

PERBEDAAN REGULASI EMOSI ANTARA PENGHAFAL QURAN 1-15 JUZ DAN PENGHAFAL QUR'AN JUZ DI PONDOK PESANTREN NURUL QUR AN KRAKSAAN, PROBOLINGGO

REGULASI EMOSI PADA PEREMPUAN PEDAGANG PASAR KLEWER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Metode penelitian menurut Sugiyono (2009),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal

LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 12 tahun), usia remaja madya (13-15 tahun) dan usia remaja akhir (16-19 tahun).

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB 1 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Regulasi Emosi 1. Pengertian Regulasi Emosi Menurut Gross (2007) bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Thompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional untuk mencapai tujuan. Regulasi dipandang secara positif, individu yang melakukan regulasi emosi akan lebih mampu melakukan pengontrolan emosi. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif. Gross dan Thompson (2007) mengemukakan regulasi emosi adalah sekumpulan proses tempat emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu. Regulasi emosi dapat mengurangi, memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu. Regulasi emosi dapat dilakukan dengan mempengaruhi situasi saat respon emosi belum muncul atau ketika respon emosi telah muncul Gross (2006).

2 Linehan, Melnick & Minshaw (dalam Gartz dan Roemer, 2004) bahwa konseptualisasi regulasi emosi menekankan kemampuan untuk menghambat atau menghalangi perilaku impulsif dan berperilaku sesuai dengan tujuan yang diinginkan, ketika mengalami emosi negatif. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi sebagai kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan mengelola reaksi emosional untuk mencapai tujuan dengan sekumpulan proses yang bekerja terus menerus sepanjang waktu yang disadari maupun tidak disadari. Regulasi emosi dapat mengurangi, memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu. 2. Aspek-aspek Regulasi Emosi Gross (2007) mengemukakan ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang, yakni: a. Strategies to Emotion Regulation Keyakinan individu dalam mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kemampuan untuk mengurangi emosi negatif serta dapat menenangkan pikiran dengan cepat dan tepat setelah merasakan emosi yang meluap. b. Engaging in Goal Directed Behaviours Kemampuan individu untuk tidak terpengaruh emosi negatif sehingga tetap mampu berpikir dan bertindak suatu hal sesuai dengan tujuan yang diinginkan ketika mengalami emosi negatif secara positif. c. Control Emotional Responses

3 Kemampuan individu untuk mengontrol emosi yang dirasakannya dan emosi yang dinampakkannya (secara fisik seperti nada suara dan tingkah laku), sehingga mampu menampilkan emosi yang tepat dan tidak berlebihan. d. Acceptance of Emotional Responses Kemampuan individu dalam menerima peristiwa yang menimbulkan perasaan negatif dan tidak merasa malu merasakan serta mengungkapkan emosi negatif tersebut. Berdasarkan uraian di atas regulasi emosi dapat berhasil apabila dalam diri individu mencakup aspek yang telah dikemukakan oleh Gross (2007), yaitu : 1) Kemampuan individu mengahapai masalah. 2) Kemampuan individu tidak terpengaruh emosi negatif dalam mencapai tujuan. 3) Kemampuan individu mengontrol respon emosi yang diterima. 4) Kemampuan individu menerima peristiwa yang terjadi. 3. Proses Dalam Melakukan Regulasi Emosi Setiap individu memiliki proses yang berbeda dalam melakukan regulasi emosi. Menurut Gross (2007) regulasi emosi dapat dilakukan individu dengan beberapa proses, yaitu: a) Situation Selection Suatu cara dimana individu mendekati atau menghindari orang ataupun situasi yang dapat menimbulkan emosi yang berlebihan. Dengan kata lain strategi ini dapat berupa mendekati atau menghindar dari

4 seseorang, tempat, atau objek berdasarkan dampak emosi yang muncul. b) Situation Modification Suatu cara dimana seseorang mengubah lingkungan sehingga akan ikut mengurangi pengaruh kuat dari emosi yang timbul. Gross (2007) menganggap bahwa upaya memodifikasi "internal" lingkungan yaitu pada bagian perubahan kognitif. c) Attention Deployment Suatu cara dimana seseorang mengalihkan perhatian mereka dari situasi yang tidak menyenangkan untuk menghindari timbulnya emosi yang berlebihan. d) Cognitive Change Suatu strategi dimana individu mengevaluasi kembali situasi dengan mengubah cara berpikir menjadi lebih positif sehingga dapat mengurangi pengaruh kuat dari emosi. Perubahan kognitif mengacu pada mengubah cara individu menilai situasi di mana individu terlibat di dalamnya untuk mengubah signifikansi emosionalnya, dengan mengubah bagaimana individu memikirkan tentang situasinya atau tentang kapasitas kita untuk menangani tuntutan-tuntutannya. e) Responses Change Perubahan respon terjadi di ujung proses bangkitnya emosi, yaitu setelah kecenderungan respon telah dimulai dan emosi sudah terjadi. Dapat dikatakan perubahan yang terjadi seperti perubahan cara

5 berfikir, perubahan perilaku, serta perilaku sikap individu (Gross,2007). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi melalui lima proses. Proses regulasi ini mengacu pada teori Gross (2007) yaitu, Situation selection, Situation modification, Attention deployment, Cognitive change, Responses Change. Gross (2007) menyebutkan teori tersebut sebagai process model of emotion regulation, akan tetapi Gross juga menambahkan regulasi emosi dapat dilakukan tanpa melalui seluruh tahapan atau proses dari regulasi tersebut. Kemampuan individu dalam mengelola emosi dengan baik dapat dilihat dari regulasi emosi yang dilalui individu tersebut. B. Wanita Dewasa Madya 1. Pengertian Wanita Dewasa Madya Menurut Santrock (1995) wanita dewasa madya adalah wanita yang berusia 35 tahun hingga 60 tahun, dengan tugas perkembangan mulai menciptakan atau menyesuaikan keseimbangan antara hubungan dan tanggung jawab karier karena mengalami penurunan keterampilan fisik dan psikologis akibat faktor penuaan serta bertugas menyesuaikan diri pada pasangan, orang tua yang lanjut usia dan anak. Menurut Hurlock (2007) wanita dewasa madya mulai menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik, menyesuaikan perubahan minat dan menyesuaikan diri pada kehidupan keluarga.

6 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dewasa madya adalah usia dimana individu menciptakan keseimbangan antara hubungan dan tanggung jawab karier karena mengalami penurunan keterampilan fisik dan psikologis akibat faktor penuaan serta masa penyeseuaian diri pada kehidupan keluarga. 2. Karakteristik Wanita Dewasa Madya Masa dewasa madya memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan pada masa sebelumnya, karakteristik dewasa madya menurut (Hurlock, 2007): a. Masa evaluasi Menurut Hurlock (2007) wanita dewasa madya merupakan masa evaluasi diri apa dan bagaimana dirinya menutut perasaan nyata dibanding pada masa sebelumnya berkaitan dengan perubahan fisik serta cara pandang. b. Masa stres Bahwa usia ini merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis dan membawa ke masa stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis dan aspek sosial kehidupan mereka (Hurlock, 2007) Berdasarkan uraian di atas terdapat karakteristik dewasa madya yang dilalui setiap individu yang memasuki masa dewasa madya. Karakteristik masa dewasa madya ini ialah a) Masa evaluasi; c) Masa stres.

7 3. Tugas Perkembangan Wanita Dewasa Madya Menurut Hurlock (2007) tugas perkembangan wanita dewasa madya yaitu: 1. Perubahan minat pada masa usia madya Menurut Santrock (1995) wanita dewasa madya melakukan aktivitas bukan hanya bekerja, namun memperhatikan kegiatan saat waktu luang (leisure) melalui memilih kegiatan yang diinginkan dan merupakan pilihan sendiri seperti membaca, olahraga, menyanyi atau melakukan berbagai kegemaran untuk mempersiapkan diri memasuki masa pensiun. 2. Kehidupan keluarga Hurlock (2007) menjelaskan, wanita paruh baya bertugas menyesuaikan diri dengan pasangan, menyesuaikan diri dengan orang tua yang lanjut usia dan membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab. Menurut Santrock (1995) penyesuaian kehidupan keluarga wanita paruh baya lebih positif karena waktu luang yang tersedia lebih banyak bagi pasangan dan telah terjalin ikatan emosional antar pasangan sehingga mampu mengambil makna dari berbagai peristiwa yang terjadi dalam rumah tangga. Dapat disimpulkan tugas perkembangan wanita dewasa madya menurut Hurlock (2007) di atas, ada tiga tugas perkembangan pada wanita dewasa madya, yaitu : tugas yang berkaitan dengan perubahan minat, dan tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga.

8 C. Konflik Keluarga 1. Pengertian Konflik Keluarga Dalam setiap hubungan antara individu akan selalu muncul konflik, tak terkecuali dalam hubungan keluarga. Konflik sering kali dipandang sebagai perselisihan yang bersifat permusuhan dan membuat hubungan tidak berfungsi dengan baik. Secara bahasa konflik identik dengan percekcokan, perselisihan, dan pertengkaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Adapun dalam bahasa Inggris conflict sebagai noun berarti a serious disagreement or argument, sedangkan sebagai verb berarti be incompatible or clash (Concise Oxfrod English Dictionary dalam Lestari 2016). Konflik mencerminkan adanya suatu ketidakcocokan (incompatibility), baik ketidakcocokan karena berlawanan maupun karena perbedaan. Kesalahan persepsi dan kesalahan komunikasi turut berperan dalam proses evolusi ketidakcocokan dalam hubungan. Adakalanya konflik terjadi sekedar untuk menyalurkan naluri agresif, untuk bertujuan atau melawan tanpa tahu atas dasar apa (Lestari, 2016). Konflik keluarga ialah situasi dimana terjadinya ketidakcocokan dan ketidak setujuan antar pribadi atau individu timbul karena adanya tujuan tertentu dan kesalah pahaman dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan pertentangan perasaan dan perilaku pada individu (Lestari, 2012). Sillars dkk (2004) konflik dalam keluarga dikelompokkan menjadi tiga yaitu konflik sibling, konflik orang tua - anak, dan konflik pasangan.

9 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik keluarga ialah situasi dimana terjadinya ketidakcocokan dan ketidak setujuan antar pribadi atau individu timbul karena adanya tujuan tertentu dan kesalahpahaman dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan pertentangan perilaku pada individu. Dalam hal ini konflik keluarga terdiri dari konflik suami-istri, konflik orangtua-anak, dan konfli sibling. 2. Jenis jenis Konflik Keluarga 1. Konflik orang tua anak Rohner dkk (2012) menjelaskan penerimaan dan penolakan orang tua membentuk dimensi kehangatan (warmth dimention) dalam pengasuhan, yaitu suatu kualitas ikatan afeksi antara orang tua dan anak. Lestari (2016) pencetus konflik remaja dengan orang tua dapat berasal dari kedua belah pihak. Dari pihak orang tua memandang remaja berperilaku kurang sesuai dengan harapan orang tuanya, dan dari pihak remaja merasa orang tua kurang memahami dirinya. 2. Konflik pasangan suami istri Sadarjoen (2005) menyatakan bahwa konflik perkawinan adalah konflik yang melibatkan pasangan suami istri di mana konflik tersebut memberikan efek atau pengaruh yang signifikan terhadap relasi kedua pasangan. Sadarjoen juga menambahkan bahwa konflik tersebut muncul karena adanya persepsi-persepsi, harapan-harapan yang berbeda serta ditunjang oleh keberadaan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan dan nilainilai yang mereka anut sebelum memutuskan untuk menjalin ikatan

10 perkawinan. Kunci bagi kelanggengan perkawinan adalah keberhasilan melakukan penyesuaian diantara pasangan. Penyesuaian adalah imteraksi yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Lestari, 2012). Hasil penelitian Gurin (dalam Dewi dan Basti 2008) menunjukkan bahwa 45% orang yang sudah menikah mengatakan bahwa dalam kehidupan bersama akan selalu muncul berbagai masalah, dan 32% pasangan yang menilai pernikahan mereka sangat membahagiakan melaporkan bahwa mereka juga pernah mengalami pertentangan. 3. Konflik sibling Konflik sibling ialah hubungan antar saudara yang dapat mempengaruhi perkembangan individu secara positif maupun negatif tergantung pola hubungan yang terjadi. Adanya konflik antara saudara kandung yang terjadi pada masa remaja dapat dimungkinkan akan berpengaruh pada masa yang akan datang pada remaja, apabila konflik saudara ini tidak terselesaikan dengan baik (Lestari, 2012). Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik dalam keluarga yang dapat terjadi dan sering terjadi adalah : 1) konflik orang tua anak muncul dari kedua belah pihak, orang tua meamdang remaja berperilaku kurang baik, sedangngkan remaja berfikir bahwa orang tua kurang bisa meamami mereka; 2) konflik pasangan suami-istri, timbul karena munculnya permasalahan yang menimbulkan adanya pertentangan dari kedua belah pihak; 3) konflik sibling terjadi dari pola bubungan yang terbangun dari masa

11 kanak-kanak, permasalah yang terjadi pasa masa anak-anak hingga dewasa yang kurang mampu diselesaikan akan berdampak timbulnya hubungan yang kurang harmonis sehingga dapat memicu timbulnya konflik pada dimasa selanjutnya. D. Regulasi Emosi pada Wanita Dewasa Madya dalam Menghadapi Konflik Keluarga Pada suatu keluarga tidak jarang ditemui konflik-konflik keluarga yang tidak dapat terhindarkan, setiap pasangan dan anggota keluarga dituntut mampu menyelesaikan konflik yang terjadi dan mengungkapkan perasaan yang dirasakannya pada pasangannya serta anggota keluarga yang lain. Konflik keluarga ialah situasi dimana terjadinya ketidakcocokan dan ketidak setujuan antar pribadi atau individu yang timbul karena adanya tujuan tertentu dan kesalah pahaman dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan pertentangan perasaan dan perilaku pada individu (Lestari, 2012). Konflik didalam keluarga dapat terjadi karena adanya perilaku oposisi atau ketidaksetujuan antar anggota keluarga. Menurut Sillars dkk (2004) konflik dalam keluarga digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu : konflik sibling, konflik orang tua - anak, dan konflik pasangan Konflik suami-istri yang dihadapi oleh individu tak jarang memunculkan emosi negatif, hal tersebut mendorong individu untuk memiliki kemampuan regulasi emosi. Konflik ini terpicu adanya kesalah pahaman pendapat serta ketidak sesuaian harapan antara satu sama lain pada pasangan.

12 Pada regulasi emosi yang dilakukan dalam menghadapi konflik ini muncul adanya keyakinan individu untuk mampu menghadapi dan menyelesaikannya sehingga individu mampu untuk mengurangi emosi negatif yang muncul. Gross (2007) mengungkapkan bahwa keyakinan dan kemampuan mengurangi emosi menjadi salah satu bagian dari aspek kemampuan regulasi emosi yang dimiliki individu. Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2015) individu yang memiliki keyakinan dan kemampuan diri dalam mengurangi emosi secara positif, seseorang yang memiliki kemampuan regulasi emosi dengan baik mampu meminimalisir perasaan negatif, serta mampu mengelola emosi secara tepat dapat mengahadapi konflik dengan baik. Kemampuan selanjutnya yang muncul ialah kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif. Kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif merupakan salah satu aspek regulasi emosi yang dikemukan Gross (2007). Dimana kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif adalah kondisi yang tepat untuk menekan emosional, karena respon wanita yang lebih menunjukkan pada tanda-tanda emosional yang mendorong adanya kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif yang muncul sehingga wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik suami-istri mampu mengontrol emosi yang muncul Kartono (1992). Pada wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik suami istri yang memiliki kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif mampu mengontrol emosi yang muncul, sehingga adanya kemampuan tersebut dapat menekan dan menghalangi munculnya perilaku impulsif dari individu Gratz & Roemer (2004). Sesuai

13 dengan penelitian Anggraeni (2015) individu yang mampu mengembangkan emosi-emosi positif maka reaksi yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi akan positif, sebaliknya individu yang terpengaruh oleh emosi negatif maka reaksi yang dikeluarkan akan berupa tindakan yang negatif dan agresif, serta terhambatnya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Kemampuan berikutnya dalam menghadapi konflik suami-istri ialah penerimaan individu dari peristiwa yang menimbulkan emosi negatif pada individu. Penerimaan individu dari kejadian atau hal yang menimbulkan emosi ialah bagian dari aspek regulasi emosi yang ada dalam kemampuan regulasi emosi yang dimiliki individu (Gross, 2007). Adanya penerimaan individu pada konflik yang memunculkan emosi pada dirinya membantu individu menyelesaikan permasalahan secara positif Anggraeni (2015). Sesuai dengan penelitian Dewi & Bastis (2008) pada dasarnya individu yang mampu menerima permasalahan yang dihadapi, memudahkan individu dalam menyelesaikan masalah yang muncul dari reaksi-reaksi emosi negatif ataupun positif, yang ditunjukkan dengan perilaku positif. Selain konflik suami-istri terdapat, konflik orangtua-anak yang dihadapi oleh wanita dewasa madya dalam konflik. Konflik ini terpicu adanya harapan yang berbeda dari kedua belah pihak sehingga memunculkan pengaruh emosi negatif pada individu. Kemampuan yang muncul dalam meghadapi konflik orangtua-anak yang muncul pada diri individu adalah penerimaan individu atas konflik yang memunculkan emosi negatif. Individu yang mampu menerima

14 permasalahan yang memunculkan emosi dalam dirinya mampu mengendalikan reaksi emosi yang dirasakannya (Anggraeni, 2015). Sesuai dengan penelitian Dewi & Bastis (2008) pada dasarnya individu yang mampu menerima permasalahan yang dihadapi memudah dalam menyelesaikan masalah yang muncul dari reaksi-reaksi emosi negatif ataupun positif, yang ditunjukkan dengan perilaku positif. Kemampuan lain yang muncul ialah kemampuan mengontrol emosi baik yang dirasakan maupun yg ditampakkan Gross (2007). Gartz dan Roemer (2004) individu memiliki kemampuan dalam mengontrol emosi yang muncul dalam dirinya, serta dalam diri individu terdapat kemampuan untuk menekan, menghambat atau menghalangi perilaku impulsif. Selaras dengan penelitian Anggraeni (2015) menunjukkan individu yang mampu mengembangkan emosi-emosi positif maka reaksi yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi akan positif, sebaliknya individu yang terpengaruh oleh emosi negatif maka reaksi yang dikeluarkan akan berupa tindakan yang negatif dan agresif, serta terhambatnya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Pada konflik ini terdapat kemampuan berikutnya ialah kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang muncul. Kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif termasuk salah satu aspek regulasi emosi Gross (2007). Pada wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik suami istri yang memiliki kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif mampu mengontrol emosi yang muncul, sehingga adanya kemampuan tersebut

15 dapat menekan dan menghalangi munculnya perilaku impulsif dari individu Gratz & Roemer (2004). Sesuai dengan penelitian Anggraeni (2015) individu yang mampu mengembangkan emosi-emosi positif maka reaksi yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi akan positif, sebaliknya individu yang terpengaruh oleh emosi negatif maka reaksi yang dikeluarkan akan berupa tindakan yang negatif dan agresif, serta terhambatnya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Selain konflik suami-istri dan konflik orangtua-anak, terdapat konflik sibling yang dihadapi oleh wanita dewasa madya. Pada regulasi emosi dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik ini muncul kemampuan mengontrol emosi Gross (2007). Individu yang memiliki kemampuan mengontrol emosi ketika menghadapi konflik mampu menampilkan perilaku dan mengungkapkan perasaan dengan tepat dan baik Dewi dan Bastis (2008). Menurut Gross (2007) emosi negatif yang mempengaruhi individu dalam menghadap konflik meliputi kemarahan, kesediahan, dan kecemasan. Gartz dan Roemer (2004) individu memiliki kemampuan dalam mengontrol emosi yang muncul dalam dirinya akibat dari situasi yang menekan, mampu untuk menekan, menghambat atau menghalangi perilaku impulsif. Selaras dengan penelitian Anggraeni (2015) menunjukkan bahwa individu yang memiliki kemampuan kontrol emosi yang baik mampu menunjukkan reaksi emosi yang tepat dan mampu mengubah situsai konflik secara tepat. Adanya kemampuan mengontrol emosi mempengaruhi munculnya kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif Gross (2007).

16 Kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif adalah kondisi yang tepat untuk menekan emosional, karena respon wanita yang lebih menunjukkan pada tanda-tanda emosional yang mendorong adanya kemampuan untuk tidak terpengaruh emosi negatif yang muncul sehingga wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik suami-istri mampu mengontrol emosi yang muncul Kartono (1992). Sesuai dengan penelitian Anggraeni (2015) individu yang mampu mengembangkan emosi-emosi positif akan mudah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, sebaliknya individu yang terpengaruh oleh emosi negatif akan terhambat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Kemampuan berikutnya yang muncul ialah kemampuan menerima permasalahan yang menimbulkan emosi negatif pada individu, kemampuan ini bagian dari aspek regulasi (Gross, 2007). Kemampuan penerimaan dari peristiwa yang menimbulkan emosi negatif pada individu memberikan pengaruh reaksi individu dalam menyelesaikan permasalahan secara positif dengan tujuan yang dimiliki individu Anggraeni (2015). Sesuai dengan penelitian Dewi & Bastis (2008) pada dasarnya kemampuan penerimaan yang dimiliki individu memudahkan individu dalam penyelesaikan masalah yang muncul dari reaksi-reaksi emosi negatif ataupun positif, yang ditunjukkan dengan perilaku positif. Konflik keluarga yang dihadapi oleh wanita dewasa madya selalu memunculkan emosi negatif, hal tersebut terjadi karena adanya reaksi-reaksi dari emosi-emosi yang muncul ketika menghadapi konflik. Oleh karena itu, untuk menjaga hubungan interpersonal yang harmonis dibutuhkan regulasi

17 emosi yang baik, regulasi emosi penting bagi individu dalam pengaturan emosi pada hubungan interpersonal Apriyani (2017). Individu yang melakukan regulasi akan lebih mampu melakukan pengontrolan emosi, sehingga kemampuan regulasi emosi yang baik dapat membentuk hubungan dan komunikasi yang lebih efektif serta akan lebih bermakna dan harmonis. (Fardis, 2007). Wanita dewasa madya yang memiliki kemampuan regulasi emsoi yang baik dapat mengaplikasikan pada kehidupannya dalam menjalani dan mengahadapi konflik dengan anggota keluarga Dewi &Bastis (2008). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan regulasi emosi yang dimiliki wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain : 1) Keyakinan dan kemampuan individu mengahapai masalah; 2) Kemampuan individu untuk tidak terpengaruh emosi negatif dalam mencapai tujuan; 3) Kemampuan individu mengontrol respon emosi yang diterima; 4) Kemampuan individu menerima peristiwa yang terjadi. E. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian kualitatif, pertanyaan penelitian merupakan hal yang sangat esensial. Terdapat dua bagian pertanyaan dalam pertanyaan penelitian kualitatif Central Question dan Subquestion. 1. Central Question Central Question dalam penelitian kualitatif merupakan pertanyaan utama. Dalam penelitian ini Central Question berbunyi : Bagaimana

18 gambaran regulasi emosi pada wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik keluarga? 2. Subquestion Subquestion pada penelitian ini terletak pada issue question dan topical question. Issu question merupakan penjelasan dari permasalahan atau fokus utama penelitian yang disusun berdasarkan aspek-aspek dalam melakukan regulasi emosi pada wanita dewasa madya dalam menghadapi konflik keluarga meliputi : a. Strategies to Emotion Regulation 1. Apakah partisipan memiliki keyakinan dalam mengatasi konflik yang dihadapi? 2. Bagaimana partisipan meyakini dirinya mampu menghadapi dan meyelesaikan konflik yang terjadi? 3. Bagaimana partisipan mengurangi perasaan-perasaan negatif? b. Engaging in Goal Directed Behaviours 1. Apa yang dilakukan partisipan untuk tidak terpengaruh dengan perasaan-perasaan negatif saat menghadapi konflik? 2. Bagaimana cara partisipan untuk tidak terpengaruh dengan emosi negatif sehingga dapat berpikir dan bertindak dengan baik sesuai tujan yang diinginkan? c. Control Emotional Responses

19 1. Apakah partisipan mampu mengontrol perasaan pada saat terjadi konflik? 2. Bagaimana cara partisipan mengontrol emosi yang dirasakan sehingga mampu menampilkan emosi yang tidak berlebihan? d. Acceptance of Emotional Responses 1. Apa yang partisipan lakukan setelah terjadi konflik? 2. Bagaimana cara partisipan menerima suatu peristiwa yang dapat menimbulkan perasaan negatif? 3. Bagaimana sikap partisipan terhadap mereka lawan konflik saat terjadinya konflik? Topical question berfungsi sebagai pertanyaan tambahan yang mengungkap penjelasan atau keterangan lain untuk memperoleh informasi yang komprehensif tentang permasalahan utama dari suatu penelitian. a. Situation selection 1. Bagaimana cara partisipan menghadapi situasi yang dapat menimbulkan emosi yang berlebih? 2. Bagaimana sikap partisipan pada situasi ketika konflik terjadi? b. Situation modification 1. Apa yang dilakukan partisipan ketika konflik terjadi? 2. Bagaimana partisipan mengubah situasi lingkungan koflik sehingga dapat mengurangi emosi yang timbul? c. Attention deployment

20 1. Bagaimana cara partisipan mengalihkan perhatian ketika terjadi konflik? d. Cognitive change 1. Bagaimana cara partisipan mengubah pola pikir ketika menghadapi konflik? e. Responses Change 1. Bagaimana respon partisipan dalam menghadapi situasi yang dapat menimbulkan emosi yang berlebih? 2. Bagaimana sikap partisipan pada lawan konflik setelah mengalami konflik?