BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP. Indeks Massa Tubuh (selanjutnya disebut IMT) adalah nilai yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN. angka kematian penyakit tidak menular (PTM). Hal ini sesuai dengan data World

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

Masalah Kelebihan Berat Badan pada Orang Dewasa di Indonesia. Sihadi. Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja atau adolescence adalah waktu terjadinya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh negatif yang secara langsung maupun tidak langsung. yang berperan penting terhadap munculnya overweight (Hadi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

Siti Nur Fatimah, Ambrosius Purba, Kusnandi Roesmil, Gaga Irawan Nugraha. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi mempermudah manusia dalam kehidupan sehari hari,

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. balita, anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, makanan yang memenuhi syarat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Indeks Massa Tubuh 2.1.1.1 Definisi Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh (selanjutnya disebut IMT) adalah nilai yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, atau dinyatakan sebagai berikut: 19 IMT = berat badan (kg) [tinggi badan (m)] 2 Mengacu pada standar antropometri penilaian status gizi anak berusia 5-18 tahun dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011 maka nilai IMT disesuaikan usia (IMT/U) dengan menggunakan tabel standar deviasi. 19 2.1.1.2 Indeks Massa Tubuh sebagai Prediktor Risiko Penyakit Akibat Kegemukan Indeks Massa Tubuh dapat digunakan sebagai pengukur kadar lemak tubuh secara tidak langsung yang sederhana, murah dan tidak invasif. Dengan hanya membutuhkan data tinggi badan dan berat badan, IMT dapat dihitung dengan alat yang sederhana dan dapat dilakukan oleh setiap individu secara rutin. 20 Kemudahan dan konsistensi penggunaan IMT telah 9

10 menguntungkan pendataan kesehatan masyarakat di tingkat populasi. Penggunaan IMT memudahkan pengambilan data status gizi masyarakat, memungkinkan tenaga kesehatan untuk membandingkan data yang ada dari waktu ke waktu, membandingkan data status gizi di lokasi geografis yang berbeda, maupun antar kelompok populasi yang berbeda. 20 Penelitian telah menunjukkan bahwa nilai IMT berkorelasi positif dengan kadar lemak tubuh dan risiko gangguan kesehatan di masa mendatang. Indeks Massa Tubuh yang tinggi meningkatkan risiko morbiditas dan kematian, serta terkait dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus tipe 2, batu empedu, gangguan pernapasan, dan beberapa jenis kanker. 16,20,21 Dengan demikian, IMT dapat digunakan untuk screening kejadian kegemukan dan obesitas beserta risiko yang ditimbulkannya. 20 2.1.2 Kegemukan dan Obesitas 2.1.2.1 Definisi Kegemukan dan Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh yang disesuaikan dengan usia (IMT/U), anak berusia 5-18 tahun dinyatakan gemuk apabila ambang batas (Z-score) melebihi 1 Simpang Deviasi (SD) sampai dengan 2 SD, dan dinyatakan obesitas jika melebihi 2 SD. Kegemukan pada usia muda menimbulkan masalah yang berkelanjutan pada usia remaja dan dewasa berupa penyakit hipertensi, stroke, diabetes melitus tipe 2, dan berbagai gangguan kardiovaskular atau penyakit kronis lainnya, sehingga perlu bagi

11 individu berusia muda untuk mulai mewaspadai kegemukan dan menjaga berat badan dalam batas normal. 7 2.1.2.2 Kegemukan dan Obesitas Remaja di Indonesia Remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah individu berusia 10-19 tahun, sedangkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia membagi kategori remaja menjadi kategori remaja awal yaitu usia 12-16 tahun dan remaja akhir 17-25 tahun. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 mengemukakan bahwa prevalensi gemuk pada remaja Indonesia berumur 16 18 tahun adalah sebanyak 7,3 persen, terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas. 3 Prevalensi gemuk tertinggi terdapat di DKI Jakarta (4,2%) dan terendah di Sulawesi Barat (0,6%). Lima belas provinsi memiliki prevalensi sangat gemuk diatas prevalensi nasional, yaitu: Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Banten, Kalimantan Tengah, Papua, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Gorontalo, DI Yogyakarta, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah. Kecenderungan status gizi (IMT/U) remaja umur 16 18 tahun dari tahun 2010 dan 2013 menunjukkan prevalensi remaja kurus relatif sama tahun 2007 dan 2013, dan prevalensi sangat kurus naik 0,4 persen. Sebaliknya, prevalensi gemuk naik dari 1,4 persen (2007) menjadi 7,3 persen (2013). 3 2.1.3 Sarapan Sarapan didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai makanan yang dikonsumsi pada pagi hari. Tidak ada acuan terhadap definisi

12 jumlah kalori yang dikonsumsi maupun tetapan waktu di pagi hari. Mengacu pada penelitian sebelumnya, semua makanan dan minuman yang dikonsumsi pada pagi hari dihitung sebagai sarapan. 22 Penelitian telah menemukan bahwa frekuensi sarapan dan kebiasaan melewatkan sarapan berhubungan dengan kejadian kegemukan dan obesitas pada semua kelompok usia. 7 Responden penelitian yang sering melewatkan sarapan atau tidak pernah sarapan cenderung memiliki IMT yang lebih tinggi. 8 Hal ini didukuhng oleh Cochran Armitage trend test yang menunjukkan bahwa prevalensi timbulnya obesitas menurun seiring dengan meningkatnya frekuensi sarapan. Dengan kata lain, frekuensi sarapan berhubungan dengan kejadian kegemukan dan obesitas sebagai faktor protektif. Selain itu, kelompok dalam penelitian tersebut yang tidak sarapan mencapai nilai health-related Quality Of Life yang lebih rendah dari kelompok yang sarapan. 23 Penelitian lain pada kelompok anak-anak mengungkapkan hasil yang sama. Prevalensi kegemukan dan obesitas lebih tinggi pada anak-anak yang tidak pernah sarapan. Kebiasaan tidak sarapan pada anak-anak yang beraktivitas tidak dapat memenuhi kebutuhan energi mereka. Kebiasaan ini sangat dipengaruhi oleh pola pikir orangtua dan anak yang tidak menganggap penting sarapan sebagai penunjang keseimbangan asupan gizi dan meningkatkan performa fisik sehari-hari. 24 Mekanisme yang menjelaskan bagaimana sarapan mempengaruhi berat badan belum sepenuhnya diketahui, tetapi penelitian mendapati

13 beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badan yang juga dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas sarapan, di antaranya: besar asupan kalori harian, 25 food satiety, 26 pola diet harian, 27 asupan makronutrien dan mikronutrien, 28-31 serta gangguan fisiologi yang menunjukkan risiko timbulnya penyakit. 28 2.1.3.1 Asupan Kalori Harian Orang-orang yang rutin mengkonsumsi sarapan mengalami pengurangan daily hunger dibandingkan dengan orang-orang yang melewatkan sarapan (breakfast skippers). Sarapan meningkatkan daily fullness, terutama sarapan dengan komposisi tinggi protein, dengan mengurangi daily ghrelin. 25 Melalui mekanisme tersebut orang-orang yang mengkonsumsi sarapan mengkonsumsi lebih sedikit makanan tinggi lemak di sepanjang sisa hari dan lebih sedikit snack di malam harinya dibandingkan dengan orang yang tidak sarapan. Kesimpulannya, sarapan menyebabkan perubahan pada nafsu makan, aktivitas hormonal, serta sinyal saraf yang mengontrol pengaturan asupan makanan. 2.1.3.2 Food Satiety Satiety, berkebalikan dengan keadaan hunger, adalah perasaan puas, kenyang, yang dimediasi oleh hipotalamus dan dipengaruhi oleh sekresi hormon intestinal sebagai respon terhadap makanan, stimulasi aferen vagal akibat distensi lambung, sekresi insulin atau glukagon, dan kadar glukosa darah. 26 Secara akut, konsumsi karbohidrat di pagi hari (sarapan) memberi efek satiety yang besar, tetapi efek satiety yang ditimbulkan oleh

14 protein bertahan lebih lama. Selain komposisi sarapan, waktu sarapan, bentuk makanan (padat atau cair), dan koingesti makronutrien lain turut mempengaruhi satiety. 26 2.1.3.3 Pola Diet Harian Data dari penelitian cross sectional sebelumnya menunjukkan hubungan yang konsisten antara kebiasaan melewatkan sarapan dengan pola makan dan regulasi energi tubuh yang lebih buruk. 27 Meskipun demikian, ada kemungkinan bahwa asosiasi inversi disebabkan oleh under reporting frekuensi sarapan dan asupan energi. Studi eksperimental pada anak-anak dan dewasa menunjukkan frekuensi sarapan mempengaruhi pola diet dengan mengontrol nafsu makan, mempengaruhi resistensi insulin dan mood. 2.1.3.4 Asupan Makronutrien dan Mikronutrien Dalam sebuah penelitian, responden yang mengkonsumsi sarapan mengkonsumsi lebih banyak makanan daripada responden yang tidak sarapan. Tetapi analisa terhadap makan malam menunjukkan bahwa responden yang tidak sarapan lebih banyak mengkonsumsi biskuit, kue, dan daging. 28 Lee et al. mengemukakan bahwa konsumsi sarapan yang tidak rutin menyebabkan makan terlalu banyak (overeating) di waktu-waktu makan yang lain dan menyebabkan konsumsi daging tinggi lemak lebih tinggi. 29 Tidak rutin sarapan juga menyebabkan penggunaan energi dari lemak yang lebih tinggi, padahal konsumsi makanan tinggi lemak menyebabkan kenaikan berat badan dan peningkatan jaringan lemak tubuh.

15 Kesimpulannya, tidak rutin sarapan menyebabkan asupan nutrien yang inadekuat dan komposisi makronutrien yang tidak seimbang. Responden yang tergolong jarang sarapan juga mengkonsumsi mikronutrien dalam jumlah inadekuat, serta lebih sedikit kalsium, vitamin C, dan folat. Studi hubungan antara kebiasaan melewatkan sarapan dengan asupan harian dibandingkan dengan Recommended Daily Intake (RDI) yang dilakukan di Australia menemukan hasil serupa bahwaresponden yang rutin sarapan mencapai asupan gizi yang lebih baik, terutama asupan thiamin, riboflavin, kalsium, magnesium, dan zat besi. 30 Yeoh et al. melaporkan dalam penelitiannya bahwa asupan protein, niacin, kalsium, dan zat besi pada siswa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas yang tidak sarapan cenderung inadekuat. 31 Hasil penelitianpenelitian tersebut memiliki sebuah kesimpulan bahwa sarapan mempengaruhi kualitas gizi diet secara keseluruhan. 2.1.3.5 Gangguan Fungsi Fisiologi Tubuh Penelitian-penelitian menemukan adanya hubungan antara kebiasaan melewatkan sarapan dengan gangguan fungsi fisiologi tubuh. Kebiasaan melewatkan sarapan berhubungan dengan resistensi insulin, regulasi gula darah dan penggunaan energi yang lebih buruk dibandingkan dengan orangorang yang rutin sarapan. 32 Kebiasaan melewatkan sarapan juga berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiometabolik. Selain itu, hasil dari sebuah penelitian menemukan bahwa responden yang lebih

16 jarang sarapan mencapai skor health-related Quality Of Life yang lebih rendah dari kelompok yang sarapan. 23 2.2 Kerangka Teori Besar asupan sarapan Frekuensi sarapan Pola diet Food satiety Asupan makronutrien & mikronutrien Besar asupan sehari Gangguan Fisiologis Tubuh Indeks Massa Tubuh Gambar 1. Kerangka Teori Pada penelitian yang dilakukan, peneliti melakukan elaborasi variabel sebagai berikut: a. Besar asupan sarapan Besar asupan sarapan tidak disamakan dalam penelitian potong lintang. b. Pola diet Pola diet yang meliputi komposisi makronutrien dan mikronutrien dalam sehari dan jam makan dalam sehari tidak diperhitungkan dalam penelitian.

17 2.3 Kerangka Konsep Setelah dilakukan elaborasi pada kerangka teori tersebut, maka dihasilkan kerangka konsep sebagai berikut: Frekuensi sarapan Indeks Massa Tubuh Gambar 2. Kerangka Konsep 2.4 Hipotesis 2.4.1 Hipotesis mayor Frekuensi sarapan berpengaruh terhadap Indeks Massa Tubuh pada remaja usia sekolah. 2.4.2 Hipotesis minor Frekuensi sarapan yang lebih rendah berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh yang lebih tinggi.