3. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. METODE PENELITIAN

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3. METODE PENELITIAN

3.3 Pengumpulan Data Primer

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

III. METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT SUNDA GAMA SATRIA NUGRAHA

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

3. METODE PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier, 1817) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pengumpulan Data

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN TERI PEKTO (Stolephorus Waitei) DI PERAIRAN BELAWAN KOTA MEDAN SUMATERA UTARA

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

3. METODE PENELITIAN

KAJIAN STOK IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN NURUL HIKMAH AMALIA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Abstrak. Kata Kunci : Ikan ekor Kuning, pertumbuhan, laju mortalitas, eksploitasi. Abstract

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, PROVINSI DKI JAKARTA

Hardiyansyah Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH,

Length-Weight based Stock Assessment Of Eastern Little Tuna (Euthynnus affinis ) Landed at Tarempa Fish Market Kepulauan Anambas

KAJIAN STOK IKAN KURISI (Nemipterus japonicus, Bloch 1791) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN SELVIA OKTAVIYANI

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN

FAKTOR KONDISI DAN HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN SELIKUR (Scomber australasicus) DI LAUT NATUNA YANG DIDARATKAN DI PELANTAR KUD KOTA TANJUNGPINANG

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG PEREMPUAN (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) DI PERAIRAN SELAT SUNDA DESI KOMALASARI

KAJIAN STOK IKAN SWANGGI (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2)

KAJIAN STOK IKAN PARI (Neotrygon kuhlii) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUAN, BANTEN RAISHA BUNGA SURYA

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

STATUS STOK DAN ANALISIS POPULASI VIRTUAL IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NERI SRIBENITA SIHOMBING

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG

STUDI DINAMIKA STOK IKAN LAYUR (Lepturacanthus savala) DI TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

3 METODOLOGI PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN KURISI (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) DI PERAIRAN SELAT SUNDA MUHAMAD YUNUS

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Transkripsi:

20 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2011. Lokasi penelitian berada di Teluk Banten, pengumpulan data dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan kurisi yang ditangkap di Teluk Banten (Gambar 5) dan didaratkan di PPN Karangantu, sedangkan pengambilan data sekunder dilakukan selama penelitian berlangsung. Lokasi Penelitian : PPN Karangantu Gambar 5. Peta lokasi penelitian Teluk Banten 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, penggaris dengan ketelitian 1 milimeter, timbangan dengan ketelitian 0,1 gram, kamera untuk dokumentasi, alat tulis, alat bedah, dan wadah. Bahan yang digunakan yaitu es batu dan ikan kurisi (Nemipterus furcosus) yang didaratkan di PPN Karangantu.

21 3.3. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Proses pengumpulan data primer yang dilakukan meliputi pengukuran panjang dan bobot ikan contoh dengan interval waktu setiap dua minggu sekali. Ikan kurisi yang digunakan sebagai ikan contoh didapatkan dari beberapa nelayan yang ada. Proses pengambilan ikan contoh dilakukan secara random sampling yang mengandung unsur purposive sampling, dari beberapa keranjang nelayan ikan contoh diambil secara acak, akan tetapi karena dalam satu keranjang terdapat lebih dari satu spesies apabila terambil spesies yang bukan merupakan objek penelitian maka tidak dilakukan pengukuran. Panjang ikan kurisi yang diukur adalah panjang total, yaitu panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan bagian mulut sampai ujung terakhir bagian ekornya menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 milimeter. Bobot ikan kurisi yang ditimbang adalah berat basah total menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 gram. Data tingkat kematangan gonad (TKG) diperoleh dengan cara membedah ikan kemudian melihat secara visual tingkat kematangan gonadnya. Selain itu juga dilakukan wawancara kepada para nelayan ikan kurisi sebagai data pendukung. Informasi yang dikumpulkan pada saat wawancara antara lain unit penangkapan (kapal, jumlah anak buah kapal dan alat tangkap) serta daerah penangkapan ikan kurisi. Data sekunder di dapat dari arsip PPN Karangantu Teluk Banten dan Dinas Perikanan Provinsi Banten. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data hasil tangkapan, data harga ikan kurisi, alat tangkap yang digunakan nelayan kurisi, serta kondisi umum daerah penangkapan. 3.4. Analisis Data Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis data primer dan data sekunder. Analisis data primer digunakan untuk menduga pertumbuhan, mortalitas, dan laju eksploitai ikan kurisi. Analisis data distribusi frekuensi panjang digunakan untuk melihat sebaran panjang ikan kurisi yang tertangkap di PPN Karangantu, Teluk Banten. Metode Bhattacharya di gunakan untuk mengidentifikasi kelompok ukuran ikan kurisi. Setelah itu metode Ford Walford digunakan untuk menduga pertumbuhan populasi dari persamaan Von Bartalanffy

22 melalaui data yang dipisah berdasarkan kelompok ukuran ikan kurisi. Analisis penduga mortalitas dan laju eksploitasi dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data posisi panjang. Analisis hubungan panjang bobot digunakan untuk menduga pola pertumbuhan ikan kurisi. 3.4.1. Nisbah kelamin Nisbah kelamin digunakan untuk melihat perbandingan ikan jantan dan ikan betina yang ada pada suatu perairan. Untuk mencari nisbah kelamin dapat menggunakan rumus berikut: (1) P adalah proporsi ikan (jantan atau betina), n adalah jumlah ikan (jantan atau betina) dan N adalah jumlah total ikan (jantan dan betina). 3.4.2. Sebaran frekuensi panjang Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang adalah panjang total dari ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu. Tahapan untuk menganalisa frekuensi panjang adalah sebagai berikut : a) Menentukan banyaknya kelas dengan menggunakan rumus : kelas = 1 + 3.32logn Keterangan : n = Jumlah keseluruhan data b) Menentukan lebar selang kelas dengan menggunakan rumus : X max X min SK = kelas c) Menentukan frekuensi setiap kelas dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang dan masing-masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan. Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan kedalam sebuah grafik. Grafik tersebut akan

23 menggambarkan pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran distribusi kelas panjang menggambarkan jumlah kelompok umur yang ada (kohort). Bila terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort. 3.4.3. Identifikasi kelompok ukuran Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan kurisi. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan salah satu metode yang terdapat di dalam program FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool) yaitu metode NORMSEP (Normal Separation). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang dan simpangan baku. Boer (1996) menyatakan jika f i adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2,, N), µ j adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σ j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan p j adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j= 1, 2,, G) maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {µ j, σ j, p j ) adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function) dengan persamaan sebagai berikut : L = N i= 1 i G f log p q (2) j= 1 j ij Dengan ketentuan q ij μ 1 x i j 2 ( ) 1 2 σ j = exp yang merupakan fungsi kepekatan σj 2π peluang sebaran normal dengan nilai tengah µ j dan simpangan baku σ j. x i merupakan titik tengah dari kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µ j, σ j, p j sehingga diperoleh dugaan µ j, σ j, p j yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan. Dalam penggunaan metode NORMSEP sangat diperhatikan nilai indeks separasi. Menurut Hasselblad (1996), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan

24 kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari dua (<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok ukuran tersebut. 3.4.4. Tingkat kematangan gonad Pengamatan gonad ikan contoh dapat menduga jenis kelamin ikan. Tingkat kematangan gonad ialah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu memijah. Menentukan tingkat kematangan gonad (TKG) pada ikan ada dua cara yaitu secara morfologi dan histologi. Secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Sedangkan secara histologi berdasarkan anatomi gonad secara mikroskopik. Berikut ini adalah tabel penentuan TKG ikan menggunakan modifikasi dari Cassie (Effendie 1979) yang disajikan pada Tabel 3 : Tabel 3. Penentuan TKG secara morfologi TKG Betina Jantan I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin II III IV Ukuran ovari lebih besar, warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal 3.4.5. Pertumbuhan 3.4.5.1. Hubungan panjang bobot Analisis pola pertumbuhan ikan kurisi menggunakan hubungan panjang bobot masing-masing spesies dengan rumus sebagai berikut (Effendie 2002): (3)

25 W adalah bobot, L adalah panjang, a adalah intersep (Perpotongan kurva hubungan panjang berat dengan sumbu y), b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot. Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus di gunakan persamaan sebagai berikut : Log W = Log a + b Log L (4) Untuk mendapatkan parameter a dan b digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai y dan Log L sebagai x, maka dapat didapatkan regresi sebagai berikut: y = b 0 + b 1 x (5) Untuk menguji nilai b = 3 atau b 3 dilakukan uji-t (uji parsial) dengan hipotetis : H 0 H 1 : b = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik : b 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik Hipotesis yang digunakan adalah bila b = 3 maka disebut isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan bobot). Jika b < 3 disebut allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan). Dan bila b > 3 allometrik positif (pola pertumbuhan bobot lebih dominan). t hitung b b sb 1 0 = (6) 1 (7) b 1 adalah Nilai b (dari hubungan panjang bobot), b 0 adalah 3, Sb 1 adalah simpangan koefisien b

26 Bandingkan nilai t hitung dan nilai t tabel pada selang kepercayaan 95%. Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan kurisi, maka kaidah keputusan yang diambil adalah : t hitung > t tabel : tolak hipotesis H 0 t hitung < t tabel : gagal tolak hipotesis H 0 3.4.5.2. Plot Ford Walford (L, K dan t 0 ) Plot Ford Walford merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dari persamaan Von Bartalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang tetap. Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy (King 1995). L t = L (1 - exp [-K(t-t0)] ) L t = L - L exp [-K(t-t0)] (8) atau, L - L t = L exp [-K(t-t0)] (9) L t adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), t 0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Untuk t sama dengan t+1, persamaaan menjadi: L t+1 = L (1 - exp [-K(t+1-t0)] ) L t+1 = L - L exp [-K(t-t0)] exp [-K] (10) sehingga, L t+1 - L t = L - L exp [-K(t-t0)] exp -K - L - L exp [-K(t-t0)] L t+1 - L t = L exp [-K(t-t0)] (1 - exp [-K] ) (11) Persamaan (9) didistribusikan kedalam persamaan (11) sehingga di peroleh persamaan berikut. L t+1 - L t = (L - L t ) (1 - exp [-K] ) (12)

27 atau, L t+1 = L t + L (1 - exp [-K] ) - L t + L t exp [-K] L t+1 = L (1 - exp [-K] ) + L t exp [-K] (13) L t dan L t+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan t+1 yang merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984). Persamaan (13) dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b 0 + b 1 x, jika L t sebagai absis (x) di plotkan terhadap L t+1 sebagai ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan exp [-K] dan titik potong dengan absis sama dengan L (1-exp [-K] ). Nilai K dan L di peroleh dengan cara sebagai berikut: dan K = -ln (b) (14) L = a / (1 - b) (15) Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris pauly sebagai berikut. Log (-t 0 ) = 0,3922-0,2752 (Log L ) 1,038 (Log K) (16) 3.4.5.3. Faktor kondisi Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan bobot. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun reproduksi. Jika pertumbuhan ikan kurisi termasuk pertumbuhan allometrik (b 3), maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus berikut (Effendie 2002): K = W/ al b (17)

28 K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan contoh (gram), L adalah panjang ikan contoh (mm), a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bersifat allometrik positif umumnya ikan diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang bertipe allometrik negatif. 3.4.6. Mortalitas dan laju eksploitasi Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkahlangkah sebagai berikut. Langkah 1 : mengkonversikan data panjang ke data umur dengan mengunakan inverse persamaan Von Bertalanffy. (18) Langkah 2 : menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L 1 ke L 2 (Δt) (19) Langkah 3 : menghitung (t+δt/2) (20) Langkah 4 : menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinearkan yang dikonversikan ke panjang (21) persamaan di atas adalah bentu persamaan linear dengan kemiringan (b) = -Z Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut. Ln M = - 0,0152-0,279*Ln L + 0,6543*Ln K + 0,463*Ln T (22) M = exp (- 0,0152-0,279*Ln L + 0,6543*Ln K + 0,463*Ln T) (23)

29 M adalah mortalitas alami, L adalah panjang asimsotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, T adalah rata-rata suhu permukaan air ( 0 C) Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan : F = Z M (24) Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortaliatas total (Z) (Pauly 1984) : F F E = = (25) F + M Z Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) adalah: F optimum = M dan E optimum = 0,5 (26) 3.4.7. Model produksi surplus Tingkat upaya penangkapan optimum (fmsy) dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan model Schaefer (1954) in (Sparre & Venema 1999). Dapat diketahui melalui persamaan berikut : 1) Hubungan antara hasil tangkapan (Y) dengan upaya penangkapan (f), Y = af + bf 2 2) Upaya penangkapan optimum (fmsy) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan (Y) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol atau dy/df = 0 : Y = af + bf 2 Y = a + 2bf Y = 0 a = -2bf fmsy = -a/2b

30 3) Maximum sustainable yield (MSY) atau merupakan hasil tangkapan maksimum lestari diperoleh dengan mensubtitusikan nilai upaya penangkapan optimum (fmsy) ke persamaan pada butir 1 di atas, Y = af + bf 2 MSY = (a) fmsy+ (b) fmsy 2 MSY = -a 2 /4b Pada model ini, untuk mendapatkan gambaran pengaruh dari upaya penangkapan (f) terhadap hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) dan untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b pada rumus di atas digunakan analisis regresi dengan melinierkan model Schaefer seperti berikut: Y = af + bf 2 CPUE (Y/f) = a+bf Rumus yang digunakan untuk mengetahui CPUE adalah sebagai berikut: CPUE = Catch / Effort Keterangan : CPUE : Hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/unit) Catch : Hasil tangkapan per tahun (kg) Effort : Upaya penangkapan per tahun (unit) 3.4.8. Analisis ketidakpastian hasil tangkapan Analisis ketidakpastian dalam perikanan mengikuti hukum peluang dimana terdapat kemungkinan berhasil atau gagal dalam menghasilkan tangkapan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya upaya serta harga (price) dari ikan hasil tangkapan. Analisis ketidakpastian dilakukan dengan menggunakan Kaidah Bayes yang menggunakan probabilitas bersyarat sebagai dasarnya. Kaidah Bayes dijelaskan dalam Walpole (1993), yaitu: Jika kejadian-kejadian B 1, B 2,, B k merupakan kejadian yang saling terpisah dari ruang contoh S dengan P(B i ) 0 untuk i = 1, 2,, k, maka untuk sembarang kejadian A yang bersifat P(A) 0 : (27)

31 untuk r = 1,2,,k Metode Bayes merupakan metode yang baik dalam pembelajaran berdasarkan data training, dengan menggunakan probabilitas bersyarat sebagai dasarnya. Metode Bayes hanya bisa digunakan untuk persoalan klasifikasi dengan supervised learning dan data-data kategorikal. Metode Bayes memerlukan pangetahuan awal untuk mengambil suatu keputusan. Tingkat keberhasilan metode ini sangat tergantung pada pengetahuan awal yang diberikan. Dalam menganalisis ketidakpastian ini digunakan alat bantu berupa perangkat lunak Crystall ball yang berbasis aplikasi spreadsheet suite untuk model prediksi, ramalan, simulasi dan optimasi. Menggunakan Crystall ball dapat membuat keputusan taktis yang tepat untuk mencapai tujuan dan mendapatkan keunggulan kompetitif pada kondisi pasar paling tidak pasti. Crystall ball dapat membantu menganalisis resiko dan ketidakpastian yang terkait dengan model spreadsheet suite meliputi analisis simulasi Monte Carlo (Crystall ball), time-series peramalan (CB Prediction), dan optimisasi (Opt Quest) serta pengembangan antar muka kostum dan proses (Goldman 2002 in Wardani 2010).