BAB 3 KERANGKA PEMIKIRAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
24 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka pada Bab 2 dirumuskan kerangka teoritis faktor-faktor risiko yang mungkin menyebabkan stunting anak pada penelitian ini. Ada tujuh faktor yang diduga mengarah sebagai penyebab terjadinya stunting yaitu konsumsi pangan anak, penggunaan makanan oleh tubuh anak, sanitasi lingkungan rumah tangga, karakteristik anak, karakteristik orang tua, karakteristik rumah tangga, sosial-ekonomi rumah tangga dan politik negara. Konsumsi pangan kemungkinan dipengaruhi konsumsi air susu ibu (ASI) dan/atau makanan pendamping ASI (MP-ASI). Konsumsi ASI dan/atau MP-ASI kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah jenis konsumsi pangan, jumlah kelompok konsumsi pangan, frekuensi makan, dan jumlah konsumsi pangan hewani. Konsumsi pangan kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat konsumsi energi, protein, kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, seng, cooper, iodium, potasium, mangan, vitamin A, folate, vitamin B1, B2, B3, B5, B6, B7, B12, C, D, E, K. Konsumsi pangan kemungkinan dipengaruhi mutu gizi makanan. Selain itu, konsumsi pangan kemungkinan dipengaruhi densitas asupan energi, protein, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C. Konsumsi pangan kemungkinan dipengaruhi praktek pengasuhan, praktek pemberian makan, pengolahan/persiapan makan, kebiasaan makan, pendistribusian makanan dalam rumah tangga, pemberian ASI, waktu menyapih. Konsumsi pangan kemungkinan dipengaruhi pendidikan gizi, keamanan dan kualitas pangan, dan akses terhadap pangan. Praktek pemberian makan kemungkinan dipengaruhi karakteristik anak, karakteristik orang tua, karakteristik rumah tangga, sosial-ekonomi dan politik negara. Penggunaan makanan oleh tubuh anak kemungkinan dipengaruhi usia kehamilan ibu ketika bayi lahir (prematur), keadaan kesehatan, tahapan pertumbuhan (masa pertumbuhan intrauterine & masa pertumbuhan cepat setelah lahir), penyakit (terutama ISPA, diare, disentri & demam), serta kejadian infeksi (frekuensi & paparan). Penyakit dan infeksi kemungkinan dipengaruhi status gizi ibu ketika hamil, kualitas air susu ibu (ASI), dan lamanya pemberian ASI pada anak. Penyakit dan infeksi kemungkinan dipengaruhi pula oleh program promosi pemberian air susu ibu (ASI), kepemilikan KMS, immunisasi, fortifikasi MPASI
25 dan/atau suplementasi (vitamin A, seng, zat besi, yodium pada ibu dan/atau anak), akses terhadap informasi (terutama tentang gizi & kesehatan), serta pelayanan kesehatan, dan pemberian obat cacing pada ibu hamil dan anak. Adapun sanitasi lingkungan kemungkinan dipengaruhi kualitas air minum dan kebersihan lingkungan (tempat pembuangan limbah di rumah tangga). Karakteristik anak kemungkinan dipengaruhi jenis kelamin anak, umur anak, berat lahir anak, berat badan anak. Berat lahir anak kemungkinan dipengaruhi karakteristik orang tua. Karakteristik orang tua kemungkinan dipengaruhi pula oleh umur, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, status kesehatan fisik dan dan kesehatan mental. Karakteristik rumah tangga kemungkinan dipengaruhi besar keluarga, komposisi rumah tangga, jumlah anak balita, desa/kota, tempat tinggal, status ekonomi, kepemilikan benda dan uang. Akhirnya, lingkungan sosial, ekonomi dan politik negara kemungkinan dipengaruhi ras/etnis, musim, jumlah populasi, tingkat pendidikan, perekonomian makro dan mikro (terutama tingkat kemiskinan, ketersediaan lapangan kerja, & kondisi pasar), pembangunan (terutaman pembangunan pertanian), ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, infrastruktur, dan sosial budaya masyarakat (institusi & sikap sosial), dan program ketahanan pangan (pemanfaatan lahan pekarangan, pemberian bantuan pangan, pendidikan gizi, bantuan tunai langsung). Kerangka teoritis, sebagaimana terdapat pada Gambar 1, menggambarkan kemungkinan hubungan seluruh faktor-faktor yang diduga sebagai penentu terjadinya stunting dan pola konsumsi pangan anak 0-23 bulan. Pengetahuan dari faktor-faktor risiko stunting dan pola konsumsi pangan, yang dirumuskan dalam Gambar 2, mempermudah perumusan dari kerangka pemikiran untuk menganalisis faktor-faktor risiko stunting dan pola konsumsi pangan pada penelitian ini. Kerangka operasional disusun dengan mempertimbangkan bahwa kajian menggunakan data sekunder, maka ada beberapa peubah yang seharusnya diteliti tetapi tidak tersedia dalam data sekunder sehingga dibuatlah peubah proksi (hampiran) atau peniadaan peubah dari kerangka teoritis.
26 File Gambar 1 di excel
File Gambar 2 di excel 27
28 3.2 Definisi Operasional 1. Anak bawah dua tahun (baduta) adalah anak laki-laki dan perempuan yang berusia 0-23 bulan. 2. Anak 0-5 bulan adalah anak laki-laki dan perempuan yang berusia 0-5 bulan 29 hari. 3. Anak 6-11 bulan adalah anak laki-laki dan perempuan yang berusia 6-11 bulan 29 hari. 4. Anak 12-23 bulan adalah anak laki-laki dan perempuan yang berusia 12-23 bulan 29 hari. 5. Asupan zat gizi adalah jumlah zat gizi yang diperoleh dari makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang. Zat gizi seluruhnya ada sekitar 45 jenis. Zat gizi dalam buku terbaru Tabel Komposisi Pangan Indonesia oleh Mahmud et al. (2009) terdiri dari 19 jenis yang meliputi air, energi, protein, lemak, karbohidrat, serat makanan, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, tembaga, seng, retinol (vitamin A), β-karoten, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niasin, dan vitamin C. Dalam penelitian yang dimaksud asupan zat gizi yaitu jumlah zat gizi yang meliputi energi, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C yang diperoleh dari makanan dan minuman yang dikonsumsi anak baduta yang diukur melalui pengumpulan data konsumsi pangan metode recall 1 kali 24 jam. 6. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi adalah perbandingan jumlah konsumsi energi dan zat gizi terhadap angka kecukupan zat gizi tersebut. 7. Mutu gizi konsumsi pangan atau mean adequacy ratio (MAR) adalah rata-rata tingkat kecukupan asupan energi, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C. Nilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi maksimal 100%. 8. Densitas asupan zat gizi adalah rasio jumlah zat gizi yang dikonsumsi per hari per 1 000 kkal. 9. Pola konsumi pangan adalah jumlah jenis pangan yang dikonsumsi, jumlah kelompok pangan yang dikonsumsi, dan frekuensi konsumsi jenis pangan. Dalam penelitian ini pola konsumsi pangan meliputi, jumlah jenis
29 konsumsi pangan, jumlah kelompok konsumsi pangan, dan frekuensi makan. Hal tersebut karena data frekuensi konsumsi pangan tidak tersedia dalam data Riskesdas 2010. 10. Jumlah jenis konsumsi pangan adalah jumlah jenis pangan yang dikonsumsi dalam satu hari. Jumlah jenis konsumsi pangan dihitung berdasarkan jenis pangan yang ada di dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) Indonesia. 11. Jumlah kelompok pangan adalah jumlah kelompok pangan yang dikonsumsi dalam satu hari. Kelompok pangan mengacu kepada kelompok pangan menurut Pola Pangan Harapan (PPH) yaitu padi-padian, umbi-umbian, hewani, minyak/lemak, kacang-kacangan, buah/biji berminyak, gula, dan sayur/buah. 12. Frekuensi makan adalah jumlah makan dan/atau minum dalam satu hari. 13. Stunting adalah keadaan berkaitan dengan sebagian aspek kesehatan anak baduta dengan nilai z-skor PB/U <-2 SD (WHO 2006). 14. Kelompok umur anak adalah 0-5 bulan, 6-11 bulan, dan 12-23 bulan. 15. Berat lahir rendah adalah berat bayi lahir < 2 500 g. 16. Underweight adalah keadaan berkaitan dengan sebagian aspek kesehatan anak baduta dengan nilai z-skor berat badan (BB) menurut umur (U) <-2 SD. 17. Tinggi ibu pendek adalah tinggi badan <145 cm. 18. Status ekonomi bawah adalah pengeluaran rumah tangga termasuk kuintil 1 dan 2. 19. Kualitas air minum tidak memenuhi syarat adalah keruh, bewarna, berasa, berbusa, dan/atau berbau. 20. Penampungan air limbah dari kamar mandi/tempat cuci/dapur terbuka adalah penampungan terbuka di pekarangan, penampungan di luar pekararangan, tanpa penampungan (di tanah), dan langsung ke got/sungai.