BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian di negara-negara berkembang, anak-anak dan wanita hamil adalah kelompok paling rentan. Setengah dari populasi penduduk di dunia berisiko terkena penyakit malaria, dan diperkirakan 225 juta kasus malaria dengan 781.000 kematian karena penyakit malaria pada tahun 2009 (WHO, 2010). Malaria merupakan salah satu penyakit menular. Upaya pengendalian dan penularan dan penurunan kasus merupakan salah satu target Millenium Development Goals (MDGs). Penurunan Annual Parasite Insidence (API) di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008 dari sebesar 0,81 per 1000 menjadi 0,16 per 1000 (Depkes RI, 2008 ). Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 malaria merupakan penyebab kematian di Indonesia ke-16. Oleh karena itu kementrian kesehatan RI dalam rencana strategis tahun 2010-2011 diantaranya dengan menurunkan angka kesakitan akibat malaria dari 2 menjadi 1 per 1000 penduduk (Kementrian Kesehatan, 2010). Di Indonesia, malaria masih tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat menyebar ke daerah dengan ketinggian 1.800 meter diatas permukaan laut, sehingga malaria di Indonesia masih ditemukan sepanjang tahun (Harijanto, 2010). Menurut Sistem Kesehatan Rumah 1
2 Tangga (SKRT) tahun 2001 terdapat sekitar 15 juta penderita klinis malaria yang mengakibatkan 38.000 orang meninggal dunia setiap tahunnya. Pada tahun 2007 di Indonesia terdapat 396 kabupaten yang endemis malaria dari 495 kabupaten yang ada dengan perkiraan 45% penduduk bertempat tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria, adapun jumlah penderita malaria pada tahun 2007 sebanyak 1.774.845 kasus klinis malaria (Soedarto, 2011). Indonesia merupakan salah satu negara berisiko terhadap penyakit malaria. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2013 angka annual malaria incidence (AMI) untuk daerah di luar Jawa dan Bali pada tahun 2011 sebesar 19,67 %, tahun 2012 sebesar 17,70 % dan pada tahun 2013 sebesar 12,27 %. Angka annual parasite incidence (API) di daerah Jawa dan Bali pada tahun 2011 dan 2012 dilaporkan sebesar 0,16 % dan pada tahun 2013 sebesar 0,17 % (Depkes, 2014). Sekitar 50 persen penduduk Indonesia rawan terkena malaria, terutama di daerah pedesaan dan antara masyarakat miskin. Daerah paling rawan malaria terletak di luar Jawa, terutama Indonesia bagian timur, dari Nusa Tenggara Timur ke Maluku dan Papua. Daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi mempunyai tingkat transmisi malaria sedang. Jakarta dan Bali mempunyai tingkat penyebaran malaria antara nol sampai rendah (UNICEF, 2009). Provinsi Maluku yang merupakan daerah endemis malaria tinggi pada tahun 2009 tercatat malaria klinis 31.511 kasus dengan Annual Malaria Incidence (AMI: 22,3 %) dan kasus malaria positif sebanyak 9.872 kasus dengan Annual Parasite Incidence (API: 7,0 %) dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 57.196
3 kasus dengan AMI 37,0 % dan kasus malaria positif sebanyak 16.131 kasus dengan API 10,4 %. Sedangkan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 45.740 kasus malaria klinis dengan AMI 30,5 % dan malaria positif 13.691 kasus dengan API 9,1 % (Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 2011). Pulau Seram merupakan salah satu pulau dalam Propinsi Maluku dan terbagi dalam 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Timur dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Salah satu masalah kesehatan yang terdapat di Seram Bagian Barat ini adalah tingginya kasus malaria. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Kasus malaria di Desa Piru Pada tahun 2012 tercatat malaria positif sebanyak 116 kasus dengan API 73,98 %, pada tahun 2013 kasus malaria positif menjadi 126 kasus dengan API 80,36 %, sedangkan pada tahun 2014 menurun menjadi 101 kasus malaria postif dengan API 64,41 %. Penularan penyakit malaria dipengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu host, agent dan lingkungan. Nyamuk Anopheles sp sebagai definitive host mempunyai perilaku yang berbeda antara satu tempat dan tempat lainnya. Perilaku nyamuk Anopheles sp mencari makanan dan pola menggigit akan sangat mempengaruhi proses penularan malaria (Mardihusodo, 2007). Faktor lain yang menjadi penyebab tingginya angka kesakitan malaria di antaranya adalah faktor lingkungan tempat perkembangbiakan vektor (tempat perindukan) yang mendukung, yaitu adanya daerah galian pasir di sekitar pantai dan sungai (sehingga banyak lubang galian yang tergenang air), adanya persawahan terasering dengan pola tanam yang tidak serempak, yang
4 mengakibatkan sawah selalu tergenang air, serta adanya tambak / kolam ikan yang tidak terawat (Bambang, 2005). Perubahan lingkungan memberi kontribusi pertumbuhan vektor malaria. Penelitian determinan malaria di masyarakat termasuk karakteristik masyarakat, perubahan lingkungan dan perilaku nyamuk Anopheles. Determinan Malaria seperti topografi, suhu, curah hujan, lahan transmigrasi, distribusi spatial area deforestasi yang berubah sepanjang waktu dan tempat. Selanjutnya, determinan tersebut menentukan distribusi spatial vektor malaria dan akhirnya mempengaruhi distribusi geografis kasus malaria. Penentuan cara pengendalian vektor, merupakan bagian integral dari berbagai macam aktivitas pengendalian penyakit tular vektor (malaria). Implementasi cara pengendalian vektor yang ada tersebut sangat ditentukan oleh target lokal spesifik, yang mencakup cara pengendalian secara teknis operasional, sumber penularan dan infrastruktur yang ada. Pengendalian vektor akan memberikan hasil maksimum apabila ada kecocokan antara metoda yang dipilih dengan keadaan dan perilaku vektor yang menjadi sasaran (Johanis, 2011). Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengambil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan serta pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya (Everoni, 2008).
5 Teknologi pengolah data untuk teknik spasial adalah menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Sistem ini berbasis komputerisasi, dapat digunakan untuk pengolahan, analisis dan penyajian data spasial (keruangan), yang terkait pada lokasi di permukaan bumi (Danoedoro, 2004). Teknologi SIG yang dipadu dengan teknologi penginderaan jarak jauh (inderaja), dapat membuahkan informasi spasial dengan tiga komponen utama yaitu, lokasi, non lokasi dan dimensi waktu (Soenarmo, 2009). Sistem informasi geografis dapat dimanfaatkan bagi program kesehatan masyarakat dan data epidemiologi, seperti pemetaan fasilitas kesehatan, sebaran distribusi lokasi kasus dan pemetaan daerah endemis (Danoedoro, 2004). Oleh karena itu, perlu dilakukan studi spasial malaria di wilayah kerja Puskesmas Piru yang merupakan daerah endemis malaria. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka pertanyaan penelitiannya adalah: 1. Apa saja spesies nyamuk Anopheles sp yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Piru? 2. Bagaimanakah bionomik (aktivitas menggigit, kepadatan vektor, tempat istirahat, dan jenis habitat) dari nyamuk Anopheles sp yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Piru? 3. Bagaimanakah gambaran penyebaran kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Piru?
6 4. Berapa jauh jarak kasus malaria terhadap habitat larva Anopheles sp di wilayah kerja Puskesmas Piru? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Memahami bionomik nyamuk Anopheles sp dan memberikan gambaran spasial kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui spesies Anopheles sp ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Piru b. Mengetahui beberapa faktor bionomik (aktivitas menggigit, kepadatan vektor, tempat istirahat, dan jenis habitat) nyamuk Anopheles sp yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Piru c. Mengetahui gambaran penyebaran kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Piru d. Mengetahui jarak kasus malaria terhadap habitat larva Anopheles sp di wilayah kerja Puskesmas Piru D. Keaslian Penelitian 1. Kazwaini dan Martini, (2006), Tempat habitat vektor, spesies nyamuk Anopheles sp dan pengaruh jarak tempat habitat vektor nyamuk Anopheles sp terhadap kejadian malaria pada balita. Hasil penelitian ditemukan 6 spesies
7 Anopheles yaitu An. sundaicus, An. subpictus, An. aconitus, An. barbirostris, An. minimus dan An. annularis. Jarak tempat habitat nyamuk dengan kasus malaria (radius 0-1000 meter) ditemukan jumlah balita yang sakit sebanyak 39,51 % dari 124 kasus. Beda dengan penelitian ini karena tidak dilakukan pemetaan penyebaran kasus malaria. 2. Hadi, Hadisaputro, dan Setiawan (2005), Kandang ternak dan lingkungan kaitannya dengan kepadatan vektor Anopheles Aconitus di daerah endemis malaria. Beda dengan penelitian ini karena penelitian tersebut melihat faktor risiko dan tidak melakukan pemetaan terhadap penyebaran kasus malaria. 3. Munif, Sudomo, & Soekirno, (2007), Bionomik Anopheles sp di daerah endemis malaria di Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Penelitian tentang analisis spasial malaria belum pernah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi tentang spesies nyamuk Anopheles sp yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Piru 2. Memberikan informasi tentang bionomik vektor (nyamuk Anopheles sp) yaitu aktivitas menggigit, tempat hinggap atau istirahat, dan jenis habitat larva di wilayah kerja Puskesmas Piru. 3. Memberikan informasi berupa pemetaan penyebaran kasus malaria dan jarak habitat larva Anopheles sp terhadap rumah kasus di wilayah kerja Puskesmas Piru
8 4. Memberikan masukan kepada pihak Puskesmas dalam menentukan upaya pengendalian vektor malaria dengan metode yang tepat berdasarkan bionomik vektor malaria di wilayah kerja Puskesmas Piru 5. Memberikan informasi dalam penyusunan program Dinas Kesehatan Provinsi Maluku dalam upaya pemberantasan dan pengendalian vektor malaria